Penguatan Negatif : Manfaat dan Risikonya

9 September 2014 11:50

Baru-baru ini saya menyaksikan video pelatihan berbasis terapi yang saya beli di luar negeri dan menemukan beberapa hal menarik dan penting untuk dibahas dari sudut ilmu pikiran. Pelatihan ini diselenggarakan di Amerika oleh salah satu trainer terkenal yang diundang sebuah lembaga keuangan terkemuka dengan tujuan meningkatkan penjualan.

Salah satu komponen penting dalam upaya meraih sukses, selain perencanaan atau strategi yang matang dan terukur, adalah tindakan. Perencanaan sebaik apapun tidak akan bisa membuahkan hasil bila tidak diwujudkan dalam upaya tindakan konsisten.

Masalahnya, perencanaan seringkali hanya tinggal perencanaan. Perencanaan dibuat dengan sangat cermat hanya untuk tidak dilaksanakan karena berbagai alasan. Yang paling sering adalah penundaan tindakan berkelanjutan.

Dalam konteks penjualan, penundaan atau ketiadaan tindakan tentu sangat merugikan. Target yang telah ditetapkan tidak tercapai dan motivasi menurun drastis seiring waktu berjalan.

Menyikapi hal ini perusahaan atau lembaga tentu tidak tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan untuk membangkitkan semangat para karyawan atau tenaga penjual untuk melakukan tidakan sistematis, terstruktur, dan masif untuk bisa segera meningkatkan kinerja dan omzet penjualan.

Salah satu cara untuk membangkitkan semangat atau motivasi adalah dengan mengundang trainer dan menyelenggarakan pelatihan transformasi diri yang berlangsung selama beberapa hari. Saat ini pelatihan pengembangan diri, khususnya untuk peningkatan penjualan, sudah tidak lagi sekedar bermain di ranah motivasi pikiran sadar, tapi sudah masuk ke pelatihan berbasis terapi yang menitikberatkan otak-atik pikiran bawah sadar dengan berbagai cara atau teknik. Hal yang sama juga saya dengar dari seorang country manager di Jakarta yang berkantor pusat di Swedia.

Perkembangan positif ini tentu sangat menggembirakan. Pelatihan yang semata bermain di ranah motivasi berbasis pikiran sadar atau kekuatan kehendak (will power), seperti yang selama ini diketahui, bisa memotivasi peserta pelatihan namun hanya untuk waktu singkat. Setelahnya, peserta kembali lagi ke pola lama. Ini tentu akan sangat melelahkan dan membutuhkan biaya yang besar karena pelatihannya perlu sering diulang.

Sebaliknya, pelatihan berbasis terapi, bila dilakukan dengan metodologi yang benar dapat memberikan hasil yang sangat maksimal dalam waktu pelatihan hanya beberapa hari.

Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang pasti dilakukan oleh setiap trainer yang menyelenggarakan pelatihan transformasi diri berbasis terapi, termasuk yang dilakukan trainer dalam video yang saya tonton. Informasi ini disampaikan kepada para pembaca sebagai pengetahuan yang semoga bermanfaat bila mengikuti pelatihan berbasis terapi.

Untuk bisa melakukan otak-atik pikiran bawah sadar, ada yang menyebutnya pemrograman ulang, atau mengatasi mental block, perlu ditetapkan terlebih dahulu apa yang akan diubah. Ini adalah target perubahan yang akan dilakukan. Misalnya, perasaan tidak percaya diri, takut penolakan, suka menunda, akan diubah menjadi percaya diri, berani, giat dan semangat bekerja.

Langkah selanjutnya adalah masuk ke pikiran bawah sadar. Untuk ini trainer perlu mampu membimbing para peserta menembus faktor kritis (critical factor) pikiran sadar mereka. Faktor kritis berfungsi sebagai filter mental yang akan menyaring informasi atau data yang akan masuk ke pikiran bawah sadar. Penyaringan dilakukan dengan membandingkan data yang akan masuk dengan data yang telah ada di pikiran bawah sadar. Bila data tidak sesuai, sama, atau sejalan pasti ditolak. Bila faktor kritis berhasil ditembus maka tidak ada lagi filter yang menyaring data dan dengan demikian data akan dengan mudah dimasukkan ke pikiran bawah sadar.

Sebenarnya, walau faktor kritis pikiran sadar sudah berhasil ditembus, data yang masuk masih harus melewati empat filter pikiran bawah sadar. Filter ini adalah filter keselamatan hidup, filter moral/agama, filter benar/salah, dan filter masuk akal atau tidak. Bila berhasil melewati lima filter ini, satu filter di pikiran sadar dan empat di pikiran bawah sadar barulah data diterima oleh pikiran bawah sadar.

Dalam konteks pelatihan, ada banyak teknik yang bisa digunakan untuk menembus faktor kritis yaitu relaksasi mental, melelahkan fisik dan mental, dan menggunakan emosi.

Relaksasi mental dilakukan dengan serangkaian induksi verbal dengan tujuan membimbing peserta pelatihan menjadi rileks secara mental dan gelombang otak mereka turun dari yang dominan beta menjadi dominan alfa dan theta. Untuk melakukan ini trainer harus sangat fasih dan cakap melakukan induksi, pendalaman kondisi rileksasi mental dengan teknik yang sesuai, dan cermat karena induksi dilakukan secara massal, bukan perseorangan. Teknik ini bisa dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan.

Walau tujuannya sama namun teknik melelahkan fisik dan mental sangat berbeda dengan teknik rileksasi mental. Teknik melelahkan fisik dan mental dicapai dengan trainer secara sengaja melakukan pelatihan dalam waktu yang sangat panjang. Biasanya mulai pagi jam 08.00 sampai subuh jam 02.00 dan bahkan ada yang sampai jam 04.00. Selanjutnya peserta hanya diberi waktu istirahat yang sangat sedikit dan diminta berkumpul kembali di ruang pelatihan jam 08.00.

Kelelahan fisik yang dialami akibat kurang istirahat (tidur) selama beberapa hari, karena harus mengikuti pelatihan mulai pagi hingga subuh, juga mengakibatkan kelelahan mental. Setelah beberapa hari kurang tidur maka resistensi peserta terhadap sugesti yang diberikan trainer menjadi lemah dan sugesti dapat dengan mudah masuk ke pikiran bawah sadar.

Kondisi turunnya resistensi akibat kelelahan fisik dan mental ini tentu ada sisi positif dan negatif. Positifnya adalah para peserta secara konsisten berada dalam kondisi trance selama mengikuti pelatihan. Dengan demikian sugesti yang diberikan akan sangat mudah masuk ke pikiran bawah sadar mereka. Negatifnya, ucapan, pikiran, bacaan, apa yang didengar atau ditonton, sadar atau tidak bersifat dan berlaku sebagai sugesti yang juga langsung masuk ke pikiran bawah sadar. Dalam hal ini pikiran bawah sadar sangat terbuka dan rentan terhadap berbagai data yang berasal dari lingkungan. Bila data yang masuk sifatnya positif dan menguntungkan maka efeknya juga positif. Namun bila data yang masuk sifatnya kontraproduktif maka itulah yang akan dialami oleh peserta.

Teknik ketiga adalah menggunakan emosi. Dalam hal ini trainer secara sengaja membangkitkan emosi peserta pelatihan. Saat emosi muncul dan dirasakan, pada saat itulah faktor kritis berhasil ditembus dengan mudah. Yang perlu dicermati adalah emosi apa yang dimunculkan atau digunakan sebagai kunci membuka faktor kritis. Ada pelatihan yang berfokus pada emosi negatif seperti perasaan takut, cemas, khawatir, benci, dendam, perasaan malu, dan perasaan bersalah, dan ada juga yang fokus pada perasaan positif seperti cinta kasih, senang, damai, bahagia, perasaan diri layak dan berharga, semangat untuk berbagi dengan sesama, dan berbagai perasaan positif lainnya.

Kembali pada judul artikel ini, sekarang saya secara khusus akan membahas mengenai penguatan negatif. Penguatan negatif adalah satu bentuk pemrograman pikiran bawah sadar menggunakan visualisasi yang dipadu dengan sugesti verbal, dan emosi negatif yang intens.

Cara melakukannya adalah sebagai berikut. Trainer akan membimbing peserta menyusuri garis waktu (time line) menuju ke masa depan, misal beberapa bulan, setahun, dua tahun, lima tahun, hingga sepuluh tahun. Istilah teknisnya future pacing.

Untuk setiap batas waktu ini trainer membimbing peserta membayangkan hal negatif yang akan terjadi bila mereka tidak berhasil mencapai target atau goal yang telah ditetapkan. Di sinilah pemrograman berbasis emosi negatif dilakukan. Peserta diminta membayangkan dan merasakan betapa, akibat mereka tidak sungguh bekerja dan gagal mencapai goal, menderitanya orang-orang yang mereka kasihi seperti pasangan, anak, dan orangtua karena kegagalan mereka.

Skenario yang digunakan berbeda pada setiap batas waktu. Biasanya di awal, misal di batas waktu setahun ke depan, skenarionya belum terlalu parah atau negatif. Semakin lama semakin negatif dan intensitas emosi negatif yang digunakan juga semakin tinggi.

Yang lebih luar biasa lagi, dalam pelatihan ini trainer meminta peserta membayangan bagaimana kedua orangtuanya sakit, tidak bisa mendapat perawatan dokter yang seharusnya, hingga sangat menderita dan meninggal akibat ia tidak melakukan kerja atau usaha yang seharusnya dilakukan dalam mengejar target atau goal yang telah ditetapkan. Akibatnya peserta merasa sangat bersalah, menyesal, sedih, dan juga marah pada dirinya sendiri karena merekalah yang menyebabkan semua ini terjadi.

Setelah peserta merasakan berbagai emosi negatif yang berasal dari “masa depan” karena mereka tidak berhasil mencapai goal, peserta dibawa kembali ke masa sekarang dan diberi sugesti, “Ini semua belum terjadi. Anda bisa mengubah situasi ini.”

Dari sudut ilmu pikiran, pelatihan seperti ini sangat berisiko. Walau telah diberi sugesti “Ini semua belum terjadi”, di pikiran bawah sadar peserta semuanya telah terjadi. Emosi yang dirasakan, walau seolah-olah berasal dari masa depan, sebenarnya dirasakan di masa sekarang karena pikiran hanya mengenal satu waktu, sekarang.

Di sesi lainnya, seperti yang saya saksikan di video itu, para peserta diminta untuk menuliskan target atau impiannya di atas foto orang yang sangat mereka kasihi. Kemudian mereka diminta untuk berjanji pada orang ini bahwa mereka akan melakukan apapun untuk bisa mencapai goal ini. Trainer meminta peserta mengucapkan janji ini berkali-kali, bahkan sambil berteriak.

Setiap kali peserta berteriak, emosi yang terlibat juga semakin intens dan ini secara otomatis menempatkan peserta dalam kondisi trance yang dalam. Apalagi dengan diprovakasi bahwa mereka tidak serius dengan janji mereka. Provokasi ini terus dilakukan hingga sampai satu titik di mana peserta tampak histeris.

Salah satu peserta bahkan berteriak histeris, sambil menangis dan memeluk foto anaknya, berkata, “Papa pasti berikan apapun yang kamu minta.” Sekilas sugesti diri ini tampak sangat bagus. Namun, dalam jangka panjang akan tidak baik bagi peserta ini. Akibat sugesti yang masuk ke pikiran bawah sadarnya dalam kondisi trance yang dalam, dengan emosi sangat intens, di masa depan ia tidak akan bisa atau sangat sulit menolak permintaan anaknya, walau sebenarnya ia tahu ini tidak baik atau tidak boleh.

Apakah penguatan negatif bisa meningkatkan penjualan? Tentu sangat bisa. Pelatihan ini tentu sangat mendorong peserta untuk bersungguh-sungguh melakukan kerja atau upaya untuk mencapai goal. Yang perlu diperhatikan dan disayangkan adalah dorongan atau motivasi untuk berhasil dilandasi dengan emosi negatif seperti takut, khawatir, malu, dan terutama perasaan bersalah. Ini bukanlah cara bijak untuk menimbulkan motivasi internal.

Bila ternyata goal berhasil dicapai maka program yang telah ditanamkan di pikiran bawah sadar peserta pelatihan dengan penguatan negatif, yaitu keluarganya akan menderita bila ia tidak mencapai goalnya, dan berbagai emosi yang menyertai visualisasi ini bila ia gagal, seperti perasaan takut, cemas, sedih, menyesal, dan bersalah, tidak akan ia alami.

Apakah mungkin peserta tidak berhasil mencapai goalnya walau telah dibantu dengan pemberian sugesti atau pemrograman pikiran bawah sadar? Jawabannya, “Sangat mungkin.”

Data atau program yang telah berhasil masuk atau dimasukkan ke pikiran bawah sadar tidak berarti pasti bekerja seperti yang diharapkan. Program ini akan bersaing dengan program lain yang telah lebih dulu ada di pikiran bawah sadar. Kekuatan masing-masing program ini akan menentukan perilaku atau tindakan seseorang. Bila program baru lebih kuat dari program lama maka peserta akan bertindak seperti yang mereka inginkan, sejalan dengan tujuan pelatihan. Bila program lama lebih kuat maka peserta tidak akan mengalami perubahan berarti.

Apa yang akan terjadi bila ternyata mereka tidak berhasil mencapai goal itu? Yang terjadi adalah bisa saja keluarganya tidak menderita seperti yang dibayangkan. Keluarganya baik-baik saja. Namun…. skenario yang pernah ditanamkan di pikiran bawah sadarnya tetap akan berjalan. Walau dalam kondisi riil keluarganya baik-baik saja namun di pikiran bawah sadar semuanya bisa terjadi persis seperti yang telah diprogramkan karena ia gagal mencapai target. Ini tentu akan sangat tidak baik dan merugikan hidup peserta pelatihan ini.

Saya bisa memahami alur pikir trainer ini yang mendasari pelatihannya pada pemikiran bahwa motivasi dan perilaku manusia didorong oleh dua kebutuhan dasar yaitu menghindari rasa sakit (pain) dan mengejar rasa senang (pleasure). Ini adalah pandangan behavioristik yang belum tentu cocok diterapkan pada setiap orang dan dalam setiap situasi.

Manusia adalah makhluk berakal budi. Ada cara lain yang lebih bijak, menurut hemat saya, untuk memotivasi seseorang untuk bertindak dan maju. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kesadaran diri, kebermaknaan hidup, dan menemukan hasrat (passion) dan tujuan hidup yang sesungguhnya.    

 

 

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online2
Hari ini1.013
Sepanjang masa34.511.678
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique