Buku, Trainer, dan Personal Brand

14 Februari 2015 09:08

"Pak Adi, saya baru selesai menulis buku. Dalam waktu dekat segera terbit dan beredar. Bisa kasih saya tips, dari pengalaman Bapak, bagaimana caranya supaya buku saya bisa laku dan syukur saya juga bisa jadi trainer seperti Bapak," demikian tanya salah satu rekan. 

"Apa tujuan yang ingin Anda capai dengan menulis buku?" tanya saya. 

"Buku ini saya gunakan untuk branding, Pak," jawabnya penuh semangat. 

Saat ini memang sedang menjadi trend menulis buku sebagai sarana personal branding. Ternyata menulis buku, menjadi trainer, dan personal branding tidaklah sesederhana yang kita pikir. 

Saya mulai dengan uraian menjadi penulis. Di jaman saya memulai karir sebagai penulis, di tahun 2003, penulis buku belum sebanyak sekarang. Dengan demikian saat seseorang menulis buku, apalagi buku bagus, pasti akan mendapat publikasi luas dan dukungan dari penerbit, khususnya penerbit besar. 

Buku pertama saya, Born to be a Genius, terbit Maret 2003. Buku kedua, Genius Learning Strategy, terbit Oktober di tahun yang sama. Dan dilanjut dengan buku-buku saya lainnya. 

Bagi penulis pemula seperti saya, di tahun 2003, untuk bisa menerbitkan buku tidak mudah. Apalagi bisa diterbitkan penerbit besar dan terkenal, Gramedia Pustaka Utama, yang didukung dengan toko buku mereka di seluruh Indonesia. Saat itu saya harus belajar sendiri teknik penulisan dan butuh waktu cukup lama hingga akhirnya berhasil menuangkan ide dan pemikiran ke dalam buku. 

Keadaan saat ini sudah sangat berbeda. Ada trainer atau lembaga yang menyelenggarakan pelatihan menjadi penulis. Ini tentu sangat memudahkan para penulis pemula yang sebenarnya banyak ide, pengalaman, keahlian, atau informasi berharga namun sulit menuangkannya ke dalam buku karena tidak mengerti sistematika penulisan yang baik dan benar. 

Saat ini untuk menerbitkan buku tidaklah sulit. Usai menulis buku, naskah buku bisa dikirim ke penerbit terkenal untuk diterbitkan. Bila karena sesuatu hal naskah ini tidak bisa mereka terbitkan maka penulis bisa menawarkannya ke penerbit lain atau bahkan bisa menerbitkankan sendiri bukunya. Ada banyak pihak yang bisa membantu. Demikian juga dengan pemasarannya. Jadi, saat ini sangatlah mudah untuk menulis, menerbitkan, dan memasarkan buku. 

Namun, saran saya, sebisa mungkin usahakan buku Anda diterbitkan oleh penerbit terkenal. Ada tiga alasan utama. Pertama, Anda bisa menggunakan nama besar penerbit sebagai daya ungkit (leverage) Anda. Kedua, mereka punya jaringan distribusi luas ke seluruh Indonesia. Ketiga, penjualan buku mereka didukung oleh jaringan toko buku mereka yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Sekarang kita sampai pada bagian yang sangat menarik. Tahukah Anda, bahwa di Indonesia tahun lalu terbit sekitar 22.000 (dua puluh dua ribu) buku baru? Berarti, rata-rata dalam sebulan terbit 1.833 buku, seminggu 458 buku. 

Di mana buku-buku ini akan dijual? Tentu di toko buku. Setiap buku baru pasti akan dipajang di area tertentu di toko buku. Sayangnya ruang yang tersedia untuk memajang buku-buku baru sangatlah terbatas. Sedangkan setiap minggu toko buku kebanjiran buku-buku baru. Untuk itu toko buku membuat kebijakan memajang buku baru maksimal sampai satu bulan. Buku yang selama sebulan dipajang di toko tidak menghasilkan penjualan sama sekali akan langsung diretur. 

Sampai di sini, sebagai penulis Anda pasti sudah jelas bahwa menulis buku, walau kontennya sangat bagus, tidak menjamin buku Anda pasti laku. Dan bila selama sebulan di toko buku tidak laku satupun, buku Anda akan diretur oleh toko buku. Dengan kata lain, tamatlah riwayat buku yang Anda tulis. Buku ini langsung hilang dari peredaran dan masyarakat tidak akan tahu pernah ada buku ini. 

Untuk menghindari hal ini, buku diretur karena tidak ada penjualan padahal bukunya bagus, penulis perlu aktif, kreatif, dan konsisten berpromosi dan menjual dalam bentuk seminar, talkshow, sharing, dan terutama membangun kesadaran masyarakat mengenai buku Anda melalui media sosial. 

Bagaimana dengan menjadi trainer? 

Menulis buku adalah satu hal. Menjadi pembicara atau trainer adalah hal lain. Untuk menjadi trainer dibutuhkan tidak hanya kemampuan komunikasi yang baik saat menyajikan materi dalam berbagai kesempatan dan forum, termasuk kecakapan mendesain slide yang komunikatif secara visual, dan juga sangat butuh rasa percaya diri yang tinggi, wawasan yang luas, visi dan misi yang jelas, personal strength, kharisma, serta tujuan jelas yang ingin dicapai.

Tampaknya, ini bukan kerja yang sedikit. Benar, ini butuh upaya dan proses. Berita baiknya, ada trainer atau lembaga yang mengajarkan cara menjadi pembicara publik. Di sinilah Anda, sebagai penulis yang ingin jadi pembicara, bisa mulai belajar. Setelah itu sepenuhnya bergantung pada Anda. 

Kuncinya, Anda suka dan sangat menguasai apa yang Anda tulis dan senang berbagi pengetahuan kepada khalayak ramai. Anda bisa mulai dengan berbicara dalam forum kecil, kemudian meningkat ke forum yang lebih besar. Semakin sering Anda bicara, semakin terasah kemampuan komunikasi dan presentasi Anda.

Ada banyak aspek yang perlu diperhatikan, dipelajari, dikuasai, dan dikembangkan bila Anda benar ingin menjadi trainer yang langgeng, yang mampu memberi kontribusi positif pada masyarakat, tidak sekedar muncul dan kemudian hilang. 

Bagaimana dengan personal brand? 

Banyak rekan penulis yang berpikir bahwa bila mereka telah menulis dan menerbitkan buku maka ini sudah pasti akan menjadi personal brand mereka. Kenyataannya, belum tentu seperti ini. Benar, buku adalah salah satu marketing tool yang sangat kuat daya ungkitnya. Namun, personal brand bukan sekedar buku. Masih ada hal lain yang perlu diketahui, diperhatikan, dan dikembangkan bila Anda ingin punya personal brand yang kuat. 

Istilah personal brand pertama kali menjadi populer berkat artikel "A Brand Called You" yang ditulis oleh Tom Peters, penulis dan guru manajemen, dan pertama kali dipublikasi dalam Fast Company Magazine di bulan Agustus1997.

"Today brands are everything, and all kinds of products and services—from accounting firms to sneaker makers to restaurants—are figuring out how to transcend the narrow boundaries of their categories and become a brand surrounded by a Tommy Hilfiger-like buzz. Regardless of age, regardless of position, regardless of the business we happen to be in, all of us need to understand the importance of branding. We are CEOs of our own companies: Me Inc. To be in business today, our most important job is to be head marketer for the brand called You."

Erwin Parengkuan dan Becky Tumewu, dalam karya anyar mereka, Personal Brand-Inc,  mendefinisikan personal brand sebagai suatu kesan yang berkaitan dengan nilai, keahlian, perilaku, maupun prestasi yang dibangun oleh seseorang baik secara sengaja ataupun tidak sengaja dengan tujuan untuk menampilkan citra dirinya. 

Pada definisi di atas, bila dibaca dengan cermat, personal brand adalah kesan atau persepsi orang lain terhadap Anda. Dan untuk itu dibutuhkan pengetahuan, upaya, dan strategi yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur untuk membangun kesan positif. 

Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa berdasar sifatnya, komponen personal brand terbagi menjadi dua bagian yaitu komponen utama dan komponen tambahan. Komponen utama terdiri atas nilai hidup (value), kemampuan/ keterampilan (skill/competence), dan perilaku (behavior). Sedangkan komponen tambahan terdiri atas penampilan (total look), keunikan (uniqueness), dan otentik (authentic). Kedua komponen personal brand ini juga perlu didukung dengan prestasi (achievement), kekuatan (strength), dan tujuan (goal). 

Masih menurut kedua penulis ini, personal brand sebaiknya dibangun dan selaras dengan nilai hidup. Ini tentu akan sangat memudahkan karena apa yang Anda lakukan sudah sejalan dengan nilai hidup Anda. Dengan kata lain, Anda tidak berpura-pura atau menjadi orang lain. Selain itu, Anda juga perlu punya keahlian atau kompetensi yang menjadi kekuatan dan mendukung isi buku Anda. Dan ini semua tentu perlu didukung dengan perilaku yang konsisten dengan brand yang Anda bangun. 

Penampilan, pada komponen tambahan, adalah bagaimana cara Anda tampil atau berpakaian dan dilihat oleh orang lain. Cara Anda berpakaian, suka atau tidak, pasti akan dinilai oleh orang lain. Penilaian ini akan memengaruhi brand Anda. Sedangkan keunikan adalah sesuatu yang menjadi ciri khas Anda, yang membedakan Anda dengan penulis atau trainer lain. Otentik artinya, brand yang Anda bangun mencerminkan karakter asli, nilai kekuatan, keunikan, dan keunggulan Anda. 

Komponen lain yaitu prestasi maksudnya adalah apa saja prestasi yang telah Anda capai, seperti capaian akademik, sertifikat, penghargaan, gelar, jumlah buku yang telah ditulis, pengalaman bicara, atau apa saja yang telah Anda capai yang bisa digunakan untuk memperkuat brand yang ingin Anda bangun. Kekuatan adalah kelebihan yang dimiliki sebagai sesuatu yang membedakan Anda dengan orang lain, khususnya dalam bidang yang sama. Sedangkan tujuan adalah hal yang ingin dicapai. Ini adalah sumber motivasi, arah, dan ketekunan dalam mencapai target yang telah dibuat. 

Saran saya, untuk Anda yang ingin jadi penulis, pembicara dan membangun personal brand yang kuat, mulailah dengan menulis sesuatu yang benar-benar Anda suka dan kuasai dengan sangat baik, sesuatu yang menjadi passion Anda. Jangan menulis buku hanya sekedar mengikuti trend. 

Selanjutnya, Anda perlu konsisten. Walau Anda sangat menguasai banyak bidang, Anda perlu menulis buku dengan tema yang konsisten. Ada rekan penulis yang menulis buku dengan tema berbeda. Misal, buku pertamanya tentang pendidikan keluarga, buku kedua tentang bisnis dan marketing, buku ketiga tentang usaha burung walet. Ini tentu akan menimbulkan pertanyaan di benak pembaca tentang bidang keahlian si penulis. 

Anda juga perlu aktif mengenalkan buku Anda ke masyarakat. Bisa melalui seminar, talk show, sharing di komunitas tertentu, bicara di radio, atau menulis artikel di media massa dan media sosial. Intinya, penulis perlu aktif untuk promosi. Sebuah buku, sebagus apapun, tidak mungkin jadi buku laris tanpa ada upaya sadar, terstruktur, dan sistematis untuk membuatnya laris. Dan ternyata ada banyak buku yang lebih bermutu yang kalah laris dibanding buku yang lebih populer. Jadi, menulis buku bagus saja tidaklah cukup. 

Salah satu komponen penting membangun personal brand yang kuat adalah kesinambungan paparan publik. Sebagai penulis Anda perlu konsisten mengenalkan diri Anda ke publik melalui berbagai kegiatan dan sarana seperti yang telah dijelaskan di atas. 

Saat ini, seiring perkembangan teknologi, paparan publik bisa dilakukan dengan lebih mudah dan masif melalui media sosial. Ini adalah sarana yang bila digunakan dengan cerdas mampu membantu membangun kesadaran publik akan keberadaan diri dan karya Anda dan sudah tentu personal brand Anda. 

Bila menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, atau yang lain, untuk membangun personal brand, Anda perlu sangat hati-hati, cermat, dan bijak dalam menuangkan ide atau pemikiran Anda. Apapun yang Anda tulis akan dibaca oleh sangat banyak orang. Saat publik membaca status atau tulisan Anda akan muncul persepsi atau kesan terhadap Anda, bisa positif atau negatif, yang tentunya memengaruhi personal brand yang sedang Anda bangun.

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online6
Hari ini844
Sepanjang masa34.479.243
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique