Bohong tapi Jujur dan Jujur tapi Bohong

4 Februari 2016 19:09

Artikel ini bertujuan mengulas, dari sisi cara kerja pikiran, mengapa pengakuan pelaku tindak kejahatan tertentu, seperti yang sering dipublikasi media massa, sering berubah-ubah, tidak konsisten, sehingga disimpulkan pelaku tidak kooperatif dan berbohong.

Apakah benar pelaku berbohong?

Ada dua kemungkinan. Pertama, pelaku memang sengaja berbohong agar dianggap tidak bersalah guna membebaskan diri dari tuntutan hukum.

Kemungkinan lain, dan ini yang sangat bisa terjadi, pelaku berkata jujur tapi bohong atau bohong tapi jujur. Ini semua terkait erat dengan kondisi psikologis pelaku pada saat menjalani pemeriksaan oleh pihak berwajib. Secara spesifik saya akan mengulas dari sisi pikiran.

Hipnosis adalah kondisi kesadaran spesifik yang bisa terjadi dan dialami oleh individu secara alamiah atau secara sengaja. Bila secara sengaja, individu perlu dibantu masuk kondisi hipnosis melalui bimbingan. Secara formal ini disebut induksi.

Secara alamiah individu masuk kondisi hipnosis, seringkali tanpa ia sadari, karena beberapa sebab berikut:

- mengalami emosi intens, baik emosi positi atau negatif.

- mengalami tekanan baik secara fisik dan terutama mental dan emosi.

- berhadapan dengan sosok yang dipandang punya otoritas tinggi.

- tubuh lelah, bisa karena kurang tidur atau kurang istirahat.

- lapar.

- dalam kondisi genting.

- pendarahan.

- dll.

Berbeda dengan pemahaman awam, parameter penentu kondisi hipnosis sama sekali tidak mengacu pada kondisi fisik namun mental. Fisik bisa saja terlihat tegang atau tidak rileks namun individu sebenarnya berada dalam kondisi hipnosis yang (sangat) dalam.

Dalam keadaan stres atau tertekan, seseorang, yang dicurigai sebagai pelaku tindakan kejahatan tertentu, menjalani pemeriksaan secara marathon, dari pagi sampai sore atau bahkan malam hari, sebenarnya telah berada dalam kondisi hipnosis yang dalam.

Dalam kondisi hipnosis yang dalam seperti ini, pertanyaan yang diajukan haruslah dirancang dengan sangat hati-hati dan cermat karena akan sangat memengaruhi memori.

Mengapa? Karena dalam kondisi hipnosis dalam, semantik yang digunakan dalam pertanyaan, pengharapan si penanya, tekanan suara atau penekanan pada hal-hal tertentu saat bertanya akan direspon oleh pikiran bawah sadar orang yang diinterogasi dan menjadi memori palsu (false memory). Untuk jelasnya, saya berikan satu contoh yang terjadi di ruang praktik.

Seorang klien, sebut saja sebagai Ani, usia 35 tahun, merasa tidak nyaman bila berdekatan dengan pria. Ani tidak tahu mengapa ia merasa seperti ini. Saat ditanya oleh terapis apakah ia pernah mengalami hal yang kurang menyenangkan dengan pria, saat masih kecil, Ani samar-samar mengingat kejadian saat ia masih di usia lima tahun. Saat itu ia berada di ruang keluarga bersama Om Budi. Apa yang terjadi, ia tidak tahu. Namun setiap kali muncul perasaan tidak nyaman bila berdekatan dengan pria, memori ini yang keluar.

Berbekal informasi ini, hipnoterapis yang tidak berpengalaman langsung melakukan regresi, membawa Ani mundur ke usia lima tahun dan berada di ruang keluarga. Berikut ini dialog antara terapis dan Ani saat terapi berlangsung dalam kondisi hipnosis dalam.

Terapis : Anda berada di ruang keluarga ya?

Ani : Ya.

Terapis : Ani sekarang usia lima tahun?

Ani : Ya.

Terapis : Ada Om Budi ya?

Ani : Ya.

Terapis : Apa yang Om Budi lakukan pada Ani?

Ani : Om Budi pegang tangan saya.

(Catatan: Ini pertanyaan yang bersifat mengarahkan (leading). Om Budi belum tentu melakukan sesuatu pada Ani. Namun karena terapis mengajukan pertanyaan ini, saat Ani dalam kondisi hipnosis dalam, apalagi dengan tekanan suara dan pengharapan bahwa memang benar Om Budi ini telah melakukan sesuatu pada Ani, maka pikiran bawah sadar Ani merespon dengan memunculkan kejadian di mana Om Budi benar sedang melakukan sesuatu pada Ani.)

Terapis : Om Budi ada pegang badan Ani?

Ani : Ya….

Terapis : Apa Om Budi pegang dan raba-raba paha Ani?

Ani : Ya….

(Catatan: Dengan cara bertanya seperti ini, yang sebenarnya terjadi, terapis menggunakan imajinasinya untuk mencipta memori palsu di dalam pikiran bawah sadar klien. Ini sangat berbahaya dan merugikan klien. Terapis bisa mencipta peristiwa pelecehan seksual yang sebenarnya tidak pernah terjadi menjadi benar-benar terjadi. Dan ini semua akhirnya terintegrasi ke dalam memori Ani.)

Bagaimana cara bertanya yang benar?

Kuncinya satu, terapis hanya boleh membimbing (guiding) tidak boleh mengarahkan (leading). Ini tentu butuh pengalaman dan penguasaan teknik regresi yang benar, keterampilan memilih semantik, tetap netral, dan tetap sadar apa saja yang ditanyakan pada klien.

Berikut ini adalah contoh proses yang benar saat mencari akar masalah. Setelah Ani dibimbing masuk kondisi hipnosis dalam, dengan teknik tertentu terapis menuntun pikiran bawah sadar Ani untuk mencari dan menemukan kejadian paling awal yang menjadi sumber masalah Ani.

Misalkan pikiran bawah sadar Ani menuntun Ani kembali ke kejadian di ruang keluarga, dan ini setelah dicek adalah benar kejadian paling awal, maka dialog antara terapis dan Ani seharusnya seperti berikut:

Terapis : Anda berada di mana?

Ani : Di ruang keluarga?

Terapis : Anda sendirian atau ada orang lain?

Ani : Ada Om Budi.

Terapis : Ceritakan apa yang terjadi?

Ani : Aku sama Om Budi sedang nonton tv. Di tv ada perempuan dikejar-kejar sama orang laki. Aku takut sekali.

Terapis : Terus…..?

Ani : Aku minta Om Budi matikan tv. Terus Om Budi matikan tv-nya.

Terapis : Terus….?

Ani : Terus aku ke kamar, tidur.

Pada skenario kedua, Om Budi sama sekali tidak melakukan apapun pada Ani. Ini sangat beda dengan skenario pertama.

Bila yang terjadi pada Ani adalah skenario pertama maka setelah terapi ia pasti “tahu” bahwa dulu ia pernah dilecehkan secara seksual oleh Om Budi. Ani tentu sangat yakin karena ini muncul dari pikiran bawah sadarnya. Yang ia tidak tahu atau sadari, memori ini muncul karena hasil rekayasa terapis yang tidak cakap, dan kejadian ini sebenarnya tidak pernah ada. Setelah terapi, muncul masalah baru. Ani marah dan benci pada Om Budi karena telah melecehkannya dulu.

Hal yang sama terjadi pada proses interogasi pelaku tindak kejahatan. Bedanya, pelaku ini masuk kondisi hipnosis dalam tanpa induksi formal. Dan interogator bisa secara tidak sengaja mencipta memori palsu di pikiran bawah sadar si pelaku yang menjalani interogasi.

Kondisi pikiran dan tubuh yang lelah, dan secara mental emosi labil, dapat mengakibatkan muncul pikiran tertentu, saat pelaku berusaha mengingat-ingat kembali apa yang telah terjadi sebelumnya. Pada saat ini bisa terjadi salah ingat. Dan sesuai sifat pikiran, apapun yang muncul, apalagi saat dalam kondisi hipnosis dalam, pasti terekam dengan sangat kuat di memori pikiran bawah sadar dan diterima sebagai relita.

Dan pada saat seseorang yang telah mengalami distorsi memori seperti ini bercerita atau diminta menceritakan kronologis kejadian, ia bisa bercerita jujur tapi bohong karena kejadian sesungguhnya tidak seperti itu atau ia bohong tapi jujur karena memang demikianlah data yang ada di memori pikiran bawah sadarnya.

Selain kondisi hipnosis dalam, ada proses lain yang bisa mengakibatkan distorsi memori yaitu sering diwawancara baik oleh televisi, radio, atau wartawan cetak. Pertanyaan yang diajukan umumnya sama. Dan bila ditanya berulangkali, dijawab dengan jawaban yang sama, data ini mengalami penguatan (reinforcement) sehingga semakin kuat. Bila data awal, yang sebenarnya salah, mengalami penguatan berulangkali akhirnya menjadi kebenaran di pikiran bawah sadar.

Apa solusinya?

Dengan teknik forensik hipnosis dapat dilakukan penggalian data orisinal sebelum terjadi distorsi atau memori palsu. Tentu akan sangat teknis untuk dijelaskan di sini. Namun intinya, memori seseorang dapat dikembalikan ke kondisi awal sehingga di dapat data yang asli. Ini tentu butuh kecakapan khusus dan tidak bisa dilakukan sembarangan.

Dengan teknik spesifik juga dapat dilakukan audit pada proses interogasi yang dialami seseorang. Tentu ini dilakukan di level pikiran bawah sadar. Bahkan audit juga dapat dilakukan pada proses forensik hipnosis.

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online18
Hari ini1.073
Sepanjang masa34.479.472
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique