Induksi, Kedalaman, Fenomena Hipnosis, dan Terapi

9 Juni 2016 17:29

Hipnoterapi terdiri atas dua kata, hipnosis dan terapi. Hipnosis, secara sederhana, didefiniskan sebagai kondisi kesadaran khusus yang umumnya dijabarkan menjadi tiga kedalaman, dangkal, menengah, dan dalam. Untuk dapat berpindah dari kondisi sadar normal ke kondisi hipnosis dibutuhkan cara atau upaya yang disebut induksi.

Secara prinsip, terdapat sepuluh teknik dasar induksi. Dari sepuluh teknik ini selanjutnya dikembangkan beragam teknik induksi sesuai preferensi dan kreativitas terapis dan juga bergantung pada kebutuhan, situasi, dan kondisi klien.

Terdapat perbedaan di antara para hipnoterapis dalam menyikapi durasi induksi ideal yang digunakan di ruang praktik. Induksi bisa berlangsung hanya dalam beberapa detik, beberapa menit, hingga puluhan menit, satu jam, dan bahkan ada yang lebih lama lagi. Semua bergantung teknik induksi yang digunakan.

Berapa lama idealnya satu induksi dilakukan? Pertanyaan yang lebih tepat adalah berapa kedalaman trance yang perlu dicapai klien sebagai syarat terapi dapat dilakukan dengan efektif. Lama induksi sifatnya relatif dan sepenuhnya bergantung dinamika di ruang praktik.

Kedalaman (trance) yang dimaksud bukan seberapa dalam subjek “turun” namun lebih berhubungan dengan derajat keterlepasan dari lingkungan luar diri, perhatian yang sempit dan fokus, dan meningkatnya respon terhadap sugesti atau bimbingan operator. 

Trance memiliki dua komponen penting yaitu kedalaman dan kestabilan. Kedalaman trance diukur menggunakan kriteria fisik dan mental. Indikasi trance secara fisik antara lain mata menatap jauh, pandangan terkunci pada satu objek, pupil mata melebar, terdapat jeda dalam merespon, napas melambat dan ritmik, wajah datar, respon menjawab lambat. Sementara indikasi trance secara mental antara lain amnesia, halusinasi (visual, auditori, kinestetik), dan terjadi distorsi waktu. Dari pengalaman klinis, indikasi yang lebih akurat dalam mengetahui kondisi dan kedalaman trance adalah indikasi mental, bukan fisik.

Kestabilan trance merujuk pada konsistensi kedalaman yang dialami individu dalam rentang dan waktu tertentu. Kestabilan ini sangat penting karena kedalaman trance tidak bersifat linier atau statis namun fluktuatif dalam kurun waktu tertentu. Subjek hipnotik yang sangat terlatih sekalipun tetap mengalami fluktuasi ini. Dengan demikian sangat penting, dalam konteks terapi, klien berada di kedalaman yang sesuai dengan teknik yang digunakan oleh terapis dan berada di kedalaman ini dalam kurun waktu sesuai kebutuhan dan durasi terapi. 

Individu juga bervariasi dalam kapasitas mereka mengalami fenomena trance tertentu. Seseorang bisa mudah mengalami amnesia bisa jadi sulit atau tidak bisa halusinasi, sementara yang lain justru sebaliknya.

Adalah satu kekeliruan serius bila terapis berasumsi bahwa kemampuan untuk masuk trance yang dalam dan objektif terapeutik adalah sama. Hipnoterapis pemula biasanya akan takjub dengan berbagai fenomena hipnotik yang muncul dalam kondisi trance dalam. Seiring waktu berjalan, dengan semakin banyak praktik, hipnoterapis berpengalaman menyadari bahwa  capaian terapeutik tidak bergantung pada dan tidak ditentukan oleh kapasitas memunculkan fenomena hipnotik.

Dari temuan klinis, somnambulis, individu yang dapat masuk ke kondisi trance dalam dengan cepat dan mudah, bisa gagal atau sulit mencapai hasil terapi yang diinginkan dibanding dengan klien yang sulit trance.

Wilson dan Barber (1983:377) menyatakan, “Whether an individual is an excellent hypnotic subject in that he or she responds profoundly to classical hypnotic suggestion is not correlated with his or her responsiveness to therapeutic suggestions to lose weight, stop smoking, become relieved of back pain, and other aliments.”

Inti pernyataan Wilson dan Barber di atas adalah klien yang responsif pada sugesti hipnotik klasik, memunculkan berbagai fenomena hipnotik, tidak serta merta responsif pada sugesti terapeutik.

Hipnoterapis perlu fokus pada goal terapeutik dan tidak terpaku atau terpesona hanya pada fenomena hipnotik yang dapat dimunculkan pada diri klien. Kondisi hipnosis sendiri tidak terapeutik namun adalah media yang membantu pencapaian goal terapeutik.

Teknik hipnoterapi secara garis besar terbagi dua yaitu berbasis sugesti dan hipnoanalisis. Untuk teknik berbasis sugesti, secara umum, semakin dalam semakin baik. Namun yang perlu dipastikan, klien masih tetap dalam kondisi sadar walau telah berada dalam kondisi trance yang (sangat) dalam. Bila klien tertidur, sugesti tidak bisa didengar dan dengan demikian tidak akan efektif. Agar sugesti bisa bekerja maksimal dan efektif membantu perubahan diri klien, terapis perlu memahami cara menyusun sugesti mengikuti kriteria tertentu yang sejalan dengan hukum dan sifat pikiran bawah sadar.

Untuk melakukan teknik hipnoanalisis, jembatan afek, regresi, revivifikasi, dan aktivasi trancelogic secara efektif membutuhkan kedalaman trance yang presisi, fluktuatif di antara rentang threshold somnambulism hingga profound somnambulism.

Keberhasilan terapi, selain bergantung pada pendekatan dan teknik yang digunakan oleh terapis, juga bergantung pada faktor TEAM atau trust, expectation, attitude, dan motivation klien.

Trust adalah rasa percaya klien terhadap terapis. Ini adalah hal sangat mendasar yang menjadi penentu proses dan hasil terapi. Expectation adalah pengharapan realistis klien untuk sembuh. Sementara attitude adalah sikap kooperatif klien saat menjalani proses terapi mulai awal hingga akhir. Motivation atau motivasi adalah dorongan nyata dan personal yang berasal dari dalam diri klien dan ditentukan oleh apakah klien datang ke terapis atas kemauan atau kesadarannya sendiri untuk sembuh atau karena desakan, rayuan, atau paksaan pihak lain.

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online5
Hari ini54
Sepanjang masa34.510.719
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique