Mengapa Abreaksi Belum Tentu Menyembuhkan?

10 November 2015 17:16

Ada yang tanya ke saya, "Di buku dan beberapa artikel yang Pak Adi tulis dikatakan bahwa salah satu penyebab masalah mental, perilaku, atau sakit fisik adalah emosi negatif. Bila emosi negatif berhasil dinetralisir maka masalah otomatis hilang. Di Youtube ada video yang mengajarkan menghilangkan emosi negatif lewat abreaksi, dengan menyalurkan emosi ke tangan dan mengeluarkannya dengan menggerakkan kedua tangan. Dan bisa juga ditambah dengan menggerakkan kaki. Saat mempraktikkan cara ini, benar, emosi saya hilang, dan masalah saya selesai. Tapi beberapa hari kemudian, emosinya muncul lagi dan demikian pula masalah saya. Apa yang salah ya?" 

Pengalaman praktik membantu klien sejak tahun 2005 hingga sekarang memberi saya satu pemahaman sangat penting yang mendasari semua proses terapi yang saya lakukan dan ajarkan di kelas SECH (Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy). Benar, hampir semua masalah, baik itu perilaku, mental, atau psikosomatis, disebabkan oleh emosi negatif yang tersimpan atau mengendap di pikiran bawah sadar. Bila emosi negatif berhasil dinetralisir atau dihilangkan, dilanjutkan dengan restrukturisasi pikiran bawah sadar, masalah pasti bisa diatasi. 

Untuk menghilangkan emosi negatif ada sangat banyak cara. Berikut saya jelaskan dulu cara yang umumnya digunakan untuk menetralisir emosi: 

1. Memberi makna baru pada kejadian yang dulunya menimbulkan emosi negatif sehingga dengan makna baru yang konstruktif, emosi dari masa lalu padam dengan sendirinya.

2. Menekan atau menghambat emosi negatif agar tidak muncul dengan cara memberi sugesti.

3. Menghambat emosi negatif agar tidak muncul dengan melakukan teknik pengalihan. Memori yang menjadi pemicu munculnya emosi direkayasa sedemikian rupa sehingga tidak bisa muncul atau sulit diingat.

4. Menekan munculnya emosi negatif dengan mengalihkan fokus perhatian pada objek tertentu.

5. Menetralisir emosi negatif melalui jalur meridian tubuh.

6. Menghilangkan emosi negatif dengan teknik metafora.

7. Mengeluarkan emosi negatif melalui tulisan tangan.

8. Mencabut emosi negatif langsung dari pikiran bawah sadar.

9. Dengan doa, berpasrah diri sepenuhnya kepada figur otoritas tertinggi sesuai iman.

10. Abreaksi melalui fisik.    

Salah satu teknik yang mampu dengan sangat cepat untuk mengeluarkan emosi negatif dari diri klien adalah abreaksi melalui fisik. Abreaksi melalui fisik adalah luapan emosi yang keluar dari diri klien melalui banyak cara, seperti: menangis, teriak, memukul, menjerit, menendang, mencengkeram, meremas, mengibaskan tangan dan atau kaki, dan lain-lain. Intinya emosi dikeluarkan lewat (gerakan) tubuh yang dilakukan berulang hingga akhirnya terkuras habis. 

Ini yang sering kita lakukan dan setelahnya biasanya kita akan merasa lega. Namun, kelegaan ini hanya sesaat. Selang beberapa hari kemudian emosi yang sama kembali muncul dan mengganggu hidup kita. 

Mengapa emosi yang tadi sudah "dihabiskan" melalui cara yang telah dijelaskan di atas, bisa kembali lagi?

Jawabannya sangat sederhana. Untuk mencapai hasil terapi positif dan stabil, saya menghindari kata “permanen”, emosi yang dinetralisir atau dikeluarkan dari sistem diri, boleh menggunakan teknik apapun, haruslah emosi yang berasal dari kejadian paling awal atau ISE (initial sensitizing event). Untuk bisa menemukan ISE butuh kemampuan dan keterampilan melakukan regresi, menuntun klien mundur ke masa lalu, dan menemukan akar masalah yang sebenarnya. 

Untuk memahami cara mengeluarkan emosi dari dalam diri, saya menggunakan analogi panci presto. Emosi adalah api yang membakar panci presto berisi air. Panci presto ini tertutup rapat sehingga uap tidak bisa keluar dan semakin lama tekanannya semakin meningkat, menekan dinding dalam panci. 

Abreaksi, yang umumnya terjadi, misal dilakukan dengan cara menangis, berteriak, memukul, membanting benda, menggerakkan/mengibaskan tangan atau kaki, atau melalui gerakan tubuh lainnya, ibarat mengeluarkan uap dari panci presto melalui katup di atas tutup panci. Saat uap (tekanan emosi) keluar, kita akan merasa lega. Namun, karena api di bawah panci belum padam, cepat atau lambat tekanan di dalam panci akan bertambah lagi. Dan proses ini akan terus berulang. Tekanan uap hanya akan benar-benar habis, dan tidak bisa muncul lagi, bila api di bawah panci telah padam. 

Ini menjelaskan mengapa ada banyak orang yang setelah ikut retreat, merasakan kelegaan luar biasa selama satu atau dua minggu, kemudian perasaan tidak nyaman muncul lagi mengganggu. Ini semua karena api emosi belum padam. 

Mengapa abreaksi perlu dilakukan pada kejadian paling awal? 

Pengalaman klinis dan temuan di ruang praktik kami menyatakan bahwa seringkali emosi ini berlapis-lapis. Melalui teknik regresi yang kami gunakan dan kembangkan dalam membantu klien mengatasi masalah yang berhubungan dengan emosi, kami temukan hal sangat menarik. 

Emosi awal yang diproses, misal marah, ternyata saat dicari akar masalahnya, bisa berawal dari beberapa kejadian dengan emosi yang berbeda. Bisa terjadi, marah yang dirasakan klien adalah emosi “permukaan”. Di lapisan bawah ada emosi kecewa, di bawahnya lagi, emosi sedih, dan terakhir, di kejadian paling awal, ternyata emosinya adalah kesepian. 

Abreaksi yang hanya menetralisir emosi “permukaan”, pada contoh di atas adalah emosi marah, tidak sepenuhnya bisa mengatasi masalah klien. Masalah baru benar-benar teratasi saat api emosi berhasil tuntas dipadamkan. 

Saat seseorang sedang abreaksi biasanya akan muncul memori kejadian yang berhubungan dengan emosi yang sedang meluap. Ini adalah pemberitahuan dari pikiran bawah sadar agar kita memroses kejadian ini. Umumnya, karena kita tidak punya keterampilan untuk melakukannya, memori ini tidak dapat diproses. 

Dari pengalaman dan temuan kami, abreaksi melalui fisik kadang, secara kebetulan, dapat memadamkan api emosi pada kejadian paling awal. Namun, bila hanya abreaksi saja, efeknya tidak maksimal. 

Saat emosi padam, saat itu masalah selesai. Namun, klien tidak belajar atau mendapat pembelajaran, pemahaman, kesadaran, dan kebijaksanaannya tidak meningkat. Akibatnya, bila suatu saat nanti klien mengalami kejadian yang mirip atau sama dengan kejadian sebelumnya, masalah yang sama pasti berulang. 

Abreaksi Dalam Pelatihan 

Abreaksi bukanlah hal sederhana atau mudah, melainkan proses yang rumit. Terapis harus mampu memfasilitasi dan mengarahkan klien yang abreaksi agar bisa berjalan aman dan nyaman. Abreaksi yang tidak dilakukan dengan persiapan matang dapat berakibat buruk, bahkan fatal terhadap klien. 

Ada banyak hal yang perlu diperhatikan saat melakukan abreaksi, antara lain kesiapan fisik dan mental klien dan terapis, kedalaman kondisi relaksasi fisik dan mental, level energi klien dan terapis, dan tentunya teknik yang sesuai. 

Abreaksi, bila dilakukan di ruang terapi, lebih mudah diarahkan atau dikendalikan karena terapis hanya berhadapan dengan satu klien. Kondisi ini sangat berbeda bila abreaksi digunakan sebagai teknik pelepasan emosi di pelatihan yang dihadiri puluhan atau ratusan peserta. Proses abreaksi di pelatihan, bila tidak difasilitasi dengan baik dan benar bisa berakibat negatif pada diri peserta. 

Apa saja akibat fatal yang bisa terjadi pada peserta pelatihan yang mengalami abreaksi tanpa diarahkan dengan benar? 

Pertama, peserta pelatihan bisa mengalami sesak napas. Saat abreaksi, napas kita cenderung pendek. Bila posisi duduk salah, bisa terjadi kram pada otot perut yang mengakibatkan sesak napas dan bisa berujung pingsan. Sesak napas juga bisa muncul pada pengidap asma yang mengalami abreaksi. 

Kedua, ini bisa terjadi pada klien atau peserta pelatihan yang mengidap tekanan darah tinggi, sakit jantung, penderita stroke yang belum lama pulih, atau penderita epilepsi, emosi yang dikeluarkan melalui aktivitas fisik berlebih, saat abreaksi, karena tidak dikendalikan atau diarahkan dengan benar, bisa mengakibatkan kelelahan eksktrim dan justru mengganggu kesehatan fisik. Jadi, bukannya sembuh, malah tambah sakit. 

Ketiga, abreaksi tidak boleh dilakukan pada peserta yang sedang hamil karena ini pasti memengaruhi janin dalam kandungan. Saat wanita hamil mengalami abreaksi, hormon stres dalam darahnya meningkat drastis. Hormon stres ini juga mengalir ke dalam diri janin dan memberi efek negatif. 

Abreaksi adalah salah satu teknik pelepasan emosi yang sangat efektif namun tetap punya keterbatasan. Abreaksi, bila berdiri sendiri, tanpa diikuti dengan restrukturisasi pikiran bawah sadar, terapi memaafkan, peningkatan kesadaran dan kebijaksanaan, tidak bersifat terapeutik. Tidak semua orang bisa atau perlu melakukan teknik abreaksi melalui fisik untuk melepas emosi. Ada syarat dan ketentuan yang perlu diperhatikan agar abreaksi dapat berjalan dengan aman, nyaman, dan memberi efek terapeutik seperti yang diinginkan.

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online6
Hari ini657
Sepanjang masa34.480.292
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique