Mengatasi Pikiran Negatif Dengan Mengubah Memori

26 April 2016 07:24

Pikiran negatif yang tidak diinginkan adalah komponen inti dari masalah seperti adiksi dan gangguan stres pascatrauma (post-traumatic stress disorder/PTSD).

Penderita PTSD sering mengalami gangguan berupa munculnya memori dari pengalaman traumatik tertentu, misalnya kecelakaan atau kejadian yang mengandung unsur kekerasan, di mana memori ini muncul dengan sendirinya, sewaktu-waktu, dan sangat mengganggu.

Pada penderita adiksi, perilaku mereka sangat dipengaruhi oleh memori saat mereka melakukan atau mengkonsumsi zat adiktif dan ini terus mendorong mereka mengulangi tindakan yang sama di masa depan. Ini tentu berbeda dengan, dan jauh lebih ekstrim, dari munculnya memori mengenai pengalaman yang memalukan atau pengalaman menyakitkan yang pernah dialami seseorang.

Namun, apa jadinya bila ternyata kita mampu mengubah memori trauma atau penggunaan obat terlarang?

Menurut kajian baru yang dipublikasi di jurnal Biological Psychiatry adalah mungkin untuk secara lebih efektif menarget satu bagian dari proses pembelajaran yaitu rekonsolidasi (Schwabe dkk., 2014).

Proses belajar meliputi beberapa tahap. Dimulai dari pembentukan memori awal (aktif), kosolidasi, memori tersimpan (inaktif), pengambilan, memori tersimpan (aktif), dan rekonsolidasi.

Rekonsolidasi adalah titik di mana memori tersimpan dipangil dan, menurut riset terkini, pada titik inilah memori dapat diubah.

(Komentar AWG: Hmm… ini sama dengan teknik RH yang kami lakukan selama ini. Namun untuk melakukan modifikasi memori secara efektif dibutuhkan trance yang dalam sehingga pikiran sadar tidak melakukan analisis dan menolak perubahan ini.)

Selama tahap rekonsolidasi memori menjadi tidak stabil dan lebih mudah diubah. Memori dapat dimodifikasi bahkan bertahun-tahun setelah ia terbentuk. Inilah hal efektif yang dilakukan banyak terapis saat mereka berusaha menangani klien yang mengalami pikiran yang mengganggu.

Klien didorong untuk mengingat memori tertentu kemudian terapis mencoba menyesuaikan respon klien terhadap memori itu. Sayangnya, seringkali memori asli sangat kuat sehingga sulit bagi terapis membantu klien menyesuaikan respon.

(Komentar AWG: Memori asli sangat kuat dan dari pengalaman klinis kami selama ini disebabkan oleh kuatnya emosi yang melekat pada memori ini. Ada sembilan komponen memori dan yang membuat masalah adalah emosi. Bila emosi berhasil dipisahkan dari memori maka memori ini tidak lagi ada efek. Klien bisa tetap mengingat kejadiannya tapi sudah tidak lagi terpengaruh.)

Namun dengan pemahaman baru peran rekonsolidasi adalah mungkin untuk membuat proses ini menjadi lebih efektif. Ini membutuhkan penghubungan antara pemahaman rekonsolidasi secara neurobiologis dengan praktik klinis.

Riset terhadap penderita PTSD telah mulai menunjukkan bahwa penggunaan obat tertentu selama tahap rekonsolidasi dapat memadamkan pikiran-pikiran traumatik.

(Komentar AWG: Ini pendekatan yang umum dilakukan oleh rekan dokter atau psikiater. Penggunaan obat adalah salah satu cara. Dalam hipnoterapi klinis, pikiran-pikiran traumatik dapat dimodifikasi menggunakan teknik yang sesuai, tanpa obat, dan selama ini hasilnya sangat efektif.)

Dr. Lars Schwabe, kepala tim riset mengatakan, “Rekonsolidasi memori mungkin adalah fenomena paling menarik dalam neurosains kognitif saat ini.”

Asumsinya, begitu satu memori berhasil dipanggil maka ia dapat dimodifikasi dan ini memberikan kita kesempatan besar untuk mengubah memori tidak diinginkan yang sifatnya kuat dan menganggu.

(Komentar AWG: Memang sangat menarik dan kita telah melakukannya sejak 2005.)

 

(sumber: Psyblog)

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online3
Hari ini819
Sepanjang masa34.480.454
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique