Penyakit Autoimun dan Hipnoterapi

2 Juli 2017 22:24

Penyakit autoimun hingga saat ini masih menjadi momok karena penyebabnya belum diketahui dan sulit disembuhkan. Yang kita ketahui adalah penyakit ini terjadi karena imun sistem yang seharusnya berfungsi mengenali dan menghancurkan benda asing, yang masuk ke dalam tubuh, yang dapat menyebabkan sakit seperti bakteri, virus, atau jamur patogen, ternyata menyerang sel atau jaringan tubuh sehat. Serangan ini mengakibatkan peradangan dan penyakit autoimun. Apa yang memicu imun sistem hingga menyerang sel atau jaringan tubuh hingga kini masih belum diketahui secara pasti. Dalam literatur disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang besar kemungkinan menyebabkan terjadi penyakit autoimun yaitu terpapar bahan atau zat tertentu seperti merkuri, faktor keturunan, dan perubahan hormon. 

Berikut ini adalah beberapa penyakit yang teridentifikasi melibatkan mekanisme autoimun: acute rheumatic fever, Addison’s disease, ankylosing spondylitis, antiphospholipid syndrome, autoimmune alopecia, autoimmune hemolytic anemia, autoimmune polyglandular syndrome, autoimmune thrombocytopenic purpura, Behcet’s syndrome, celiac disease atau sprue, chronic fatigue immune dysfunction syndrome, dermatitis herpetiformis, dermatomyositis, diabetes mellitus type I, diffuse scleroderma, fibromyalgia syndrome, Goodpasture’s syndrome, Graves’ disease, Guillain-Barre syndrome, Hashimoto’s thyroiditis, Henoch-Schonlein purpura, autoimmune hepatitis, immune-mediated infertility, insulin-resistant diabetes mellitus, lupus erythematosus, microscopic polyangiitis, multiple sclerosis, myasthenia gravis, pemphigus foliaceus, pemphigus vulgaris, pernicious anemia, polyarteritis nodosa, polymyalgia rheumatica, polymyositis/dermatomyositis, psoriasis, psoriatic arthritis, Reiter’syndrome, relapsing polychondritis, rheumatoid arthritis, Sjogren’s syndrome, stiff-man syndrome, sympathetic ophthalmia, systemic lupus erythematosus, systemic necrotizing vasculitis, vitiligo, and Wegener’s granulomatosis. 

Dari sekian banyak penyakit autoimun di atas, yang paling sering dijumpai adalah rheumatoid arthritissystemic lupus erythematosus, diabetes tipe 1,multiple sclerosis (MS), Graves’ disease, dan psoriasis. 

Penyakit autoimun memiliki ciri khas berupa pola hilang-kambuh. Saat penyakit autoimun pertama kali dialami, banyak penderita mengalami remisi spontan dan sakitnya reda atau hilang dengan sendirinya. Tujuan dari semua upaya pengobatan saat ini adalah untuk menyingkat fase akut dan mengurangi intensitas inflamasi dan simtom yang muncul pada fase akut penyakit ini. Tujuan pertama pengobatan adalah untuk secepat mungkin membawa klien masuk ke tahap remisi sepenuhnya. Tujuan kedua pengobatan adalah untuk mempertahankan pasien pada kondisi remisi selama mungkin, idealnya seumur hidup mereka. 

Informasi penting dan menarik dari bidang psikoneuroimunologi sangat layak diperhatikan untuk memahami penyakit autoimun. Menurut psikoneuroimunologi, sistem saraf pusat dan imun sistem saling berkomunikasi secara teratur dan rutin. Di tahun 1970an, psikolog Robert Ader dan rekan sejawatnya, ahli imunologi Nicholas Cohen, keduanya dari University of Rochester School of Medicine, melakukan percobaan menggunakan tikus, berhasil menunjukkan bahwa respon imun sistem dapat dikondisikan (Ader dan Cohen, 1975). Selanjutnya, Ader dan Cohen (1981, 1982, 1985) memelajari sekelompok tikus yang mengalami lupus erythematosus. Ader mampu mengkondisikan tikus-tikus ini dan menurunkan keagresifan imun sistem mereka terhadap sel-sel tubuhnya sendiri, sehingga terjadi pengurangan inflamasi akut lupus secara signifikan.

Beberapa tahun kemudian, Olness dan Ader (1992) menggunakan model yang sama, berhasil membantu seorang anak perempuan penderita lupus, mengkondisikan imun sistemnya sehingga mengurangi jumlah kemoterapi yang semula direncanakan 12 kali turun menjadi hanya 6 kali, mencapai hasil pengobatan yang sangat baik dan bertahan lebih dari lima tahun.

Ader (2000) menyimpulkan bahwa sistem saraf pusat memengaruhi fungsi imun sistem. Sementara Dantzer (2001) dan Volmer-Conna (2001) menyatakan perilaku sakit yang berhubungan dengan infeksi akut sebenarnya adalah hasil dari komunikasi antara imun sistem dan otak, yang sebenarnya bersifat adaptif untuk kesembuhan dan keselamatan individu. 

Otak terhubung dengan imun sistem melalui jalur limbic-hypnothalamic-pituitary. Otak memengaruhi imun sistem dengan mengeluarkan neurotransmitter dan hormon yang mengaktifkan reseptor spesifik pada permukaan limfosit T dan B. Hal ini mengaktifkan mekanisme intraseluler tertentu yang dapat menekan atau meningkatkan kinerja imun sistem. Molekul spesifik yang disekresi oleh sistem saraf pusat untuk memengaruhi imun sistem disebut neuroimmunotransmitter.Imun sistem dan sistem saraf adalah satu kesatuan dengan tujuan bersama untuk menjaga dan memelihara identitas diri organisme hidup (Booth dan Ashbridge, 1993).

Membantu Penderita Autoimun dengan Hipnoterapi

Penelitian pengaruh pikiran dan emosi terhadap imun sistem diawali oleh George F. Solomon dari Stanford University, orang Amerika pertama yang memelajari interaksi antara pikiran dan imun sistem. Solomon di tahun 1960an mengobati pasien-pasien penderita rheumatoid arthritis dan ia mengamati para pasien ini kambuh saat mengalami stres. Ia berhipotesis bahwa imun sistem, melalui mekanisme yang belum diketahui saat itu, terpicu untuk menyerang sendi-sendi para pasien ini pada saat mereka mengalami stres. Ia selanjutnya mengajukan hipotesis bahwa imun sistem pasti sangat sensitif terhadap stres dan responsif pada emosi dan pikiran (Solomon dan Moss, 1964; Solomon, Levine, dan Kraft, 1968; Solomon, Amkraut, dan Kasper, 1974; Solomon,1981).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa imun sistem dipengaruhi oleh emosi yang dialami seseorang, baik emosi positif maupun negatif. Pengalaman hidup yang melibatkan emosi negatif seperti kesedihan mendalam, marah, terluka, persaan bersalah, dan depresi memengaruhi secara negatif dan menekan kinerja imum sistem dalam melawan bateri, virus, atau jamur pagoten (Ipsa, Devi, dan Ravindra, 2014; Kiecolt-Glaser dan Glaser, 2002). Sementara hal-hal seperti optimisme, kegembiraan, kebahagiaan, tawa-canda, nutrisi yang sesuai, cukup tidur, dan manajemen stres yan baik efektif meningkatkan fungsi dan kinerja imun sistem seperti yang dinyatakan oleh Cousins (1976), Rossi (1993), Dreher (1995), Ravics (2000), Carhnetski dan Brenman (2001), Klasing (2007), dan Lange, Dimitrov dan Born (2010).

Earnest Rossi (1986, 1990, 1993; Rossi dan Cheek, 1998) melaporkan bahwa pikiran dan imun sistem berkomunikasi melalui beragam mekanisme, dan penggunaan hipnosis dapat membantu memulihkan kondisi penderita penyakit autoimun. Menurut Rossi, saat penderita masuk ke kondisi hipnosis, mereka dapat berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar dan berbicara langsung kepada jaringan dan sel-sel tubuh melalui bahasa gambaran mental yang melibatkan ke lima indra.

Penurunan tingkat keparahan serangan akut penyakit autoimun dan peningkatan remisi dapat dicapai melalui hipnoterapi, yaitu dengan dengan mengurangi konflik emosi intrapsikis yang berhubungan dengan masalah kesehatan atau sakit (Cheek dan LeCron,1968).

Ada banyak teknik hipnoterapi hipnoterapi yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan klien. Teknik apapun yang mampu melakukan hal ini, juga dapat memberi kontribusi positif bagi regulasi positif imun sistem (Bowers dan Kelly, 1979). Sementara menurut Achterberg, McGraw dan Lawis (1981), pelatihan relaksasi dan praktik teratur relaksasi otot memiliki efek profilaktik dalam menunda dan besar kemungkinan bisa mencegah kambuhnya simtom rheumatoid arthritis.

Penelitian yang dilakukan Laidlaw, Booth, dan Large (1996) menunjukkan bahwa 32 dari 38 partisipan penelitian mampu mengurangi ukuran kulit yang memerah setelah menerima sugesti. Kiecolt-Glaser dan rekan sejawatnya (Kiecolt-Glaser, Marucha, Atkinson dan Glaser, 2001) menyatakan hipnosis dapat digunakan sebagai modulator disregulasi selular imun sistem. Brigham-Davis (1994) melaporkan bahwa gambaran mental dapat digunakan dan memberi efek terapeutik pada penderita systemic lupus erythematosus, scleroderma, reumathoid arthritis, multiple sclerosis, amyotrophic lateral sclerosis, chronic fatique, immune dysfuntion syndrome, fibromyalgia, dan myasthenia gravis.Strategi yang digunakan Brigham-Davis yaitu membantu klien memandang imun sistem sebagai sahabat yang mengasihi dan melindungi tubuh mereka. Brigham-Davis menekankan pentingnya keseimbangan antara sel T helper dan Tsuppressor agar imun sistem dapat berfungsi optimal.

Rasa sakit dan tidak nyaman yang disebabkan oleh penyakit autoimun juga dapat dikurangi dengan hipnoterapi dengan hasil yang baik sesuai laporan dari Van Pelt (1961), Millikin (1964), Crasilneck dan Hall (1975), Smith dan Balaban (1983) dan Torem (2007).

Berikut ini adalah teknik yang bisa digunakan dalam hipnoterapi untuk membantu penderita autoimun: relaksasi pikiran dan tubuh (mind-body relaxation), pemberian sugesti, penguatan ego (ego strengthening), ego state therapy, pemberi label baru (relabeling),  pemaknaan ulang (reframing), restrukturisasi, “kembali dari masa depan”, dan metafora terapeutik dengan gambaran mental simbolik terbimbing (Torem, 1987, 1992a, 1992b, 1993, 2007).

Penyakit Autoimun yang Pernah Kami Tangani

Dari perspektif ilmu pikiran, sangat erat keterkaitan antara pikiran, emosi, dan tubuh. Emosi, menurut hukum pikiran, selalu butuh ekspresi. Ekspresi ini bisa ke arah luar dalam bentuk ucapan atau tindakan. Atau bila emosi direpresi, tidak bisa keluar, maka ia akan diekspresi melalui organ, dalam bentuk sakit fisik. 

Bila sampai terjadi sakit fisik karena ekspresi emosi yang direpresi maka solusinya adalah mengeluarkan emosi ini dari sistem psikis, mengekspresikannya ke luar, dengan teknik atau cara yang tepat dan aman, sehingga tidak lagi mengganggu kesehatan. 

Kami pernah menangani klien penderita myasthenia gravis, fibromyalgia, psoriasis, ankylosing spondylitis ,dan lupus erythematosus. Walau gejala penyakit autoimun ini berbeda satu dengan yang lain, secara teknis terapi sebenarnya sama. Penyakit autoimun, dalam pemahaman kami, hipnoterapi klinis AWGI, adalah simtom yang diungkap oleh pikiran bawah sadar (PBS) dalam upaya menyampaikan pesan spesifik ke pikiran sadar. Akar masalah simtom ini, antara lain, bisa karena PBS menghukum individu atas kesalahan yang individu lakukan, bisa karena emosi negatif yang direpresi hingga akhirnya menumpuk di PBS dan diekspresikan melalui organ atau fisik, bisa karena perasaan bersalah, sugesti atau imprint dari figur otoritas, identifikasi, atausecondary gain.

Pada kasus myasthenia gravis, PBS klien memunculkan simtom dengan tujuan agar suami memberi perhatian pada klien. Rupanya klien merasa kurang mendapat perhatian dari suaminya. Dan yang menarik adalah saat terapis bertanya pada PBS klien dari mana PBS mendapat ide untuk memunculkanmyasthenia gravis dan mengapa bukan sakit lain, dengan lugas PBS menjawab bahwa ide ini ia dapat saat klien melakukan pemeriksaan darah di laboratorium. Saat itu klien membaca brosur tentang myasthenia gravis. Dan PBS klien mendapat ide untuk memunculkan simtom ini dalam diri klien agar suami lebih sayang dan perhatian.

Melalui proses hipnoterapi, terapis melakukan edukasi pada PBS klien dan akhirnya PBS setuju untuk menghilangkan simtom ini dan hingga saat ini klien terbebas dari simtom myasthenia gravis. 

Apakah klien sembuh? Kami, hipnoterapis klinis, tidak dalam posisi menyatakan demikian, karena ini adalah ranah medis. Yang bisa menentukan klien sembuh atau tidak adalah dokter. Kami hanya membantu menangani emosi atau program pikiran yang menyebabkan munculnya simtom. Dalam penanganan sakit fisik, prinsip yang kami, hipnoterapis AWGI, pegang teguh adalah hipnoterapi adalah terapi komplementer. Yang utama selalu adalah pengobatan yang dilakukan oleh dokter. 

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online3
Hari ini279
Sepanjang masa34.479.914
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique