Pikiran Sadar? Tidak Ada Itu Pikiran Sadar

19 Oktober 2015 16:03

Bagi praktisi hipnosis dan hipnoterapi, judul di atas tentu sangat absurd, tidak masuk akal. Bila Anda berpikir seperti ini, maka tujuan saya menarik perhatian Anda, tercapai. Saya sepenuhnya mengerti judul artikel ini sangat provokatif, bertentangan dengan teori pikiran yang selama ini digunakan dalam konteks hipnosis dan hipnoterapi.

Artikel ini merupakan kristalisasi pemikiran yang berasal dari berbagai literatur, temuan empiris di ruang praktik, dan hasil diskusi intensif dengan rekan sejawat hipnoterapis klinis AWGI, ditulis dengan tujuan merangsang dan mendorong daya nalar, membuka dan memperluas cakrawala pikir, dan memperkaya wawasan khususnya di bidang hipnoterapi klinis.

Walau artikel ini telah selesai ditulis namun tidak bersifat final karena ia ditulis berdasar temuan dan pemahaman kami saat ini. Tentu masih sangat terbuka lebar peluang menambah atau mengubah beberapa bagian tulisan ini bila di kemudian hari ada temuan-temuan baru. 

Teori pikiran, yang diacu dalam memelajari dan mempraktikkan hipnosis/hipnoterapi menyatakan bahwa pikiran manusia terdiri atas tiga bagian: pikiran sadar (PS), pikiran bawah sadar (PBS), dan pikiran nirsadar (PNS). Masing-masing dengan fungsi, peran, sifat, dinamika kerja yang unik. Beberapa literatur memasukkan PNS sebagai bagian dari pikiran PBS. Dengan demikian, umumnya praktisi hipnosis/hipnoterapi kenal dua pikiran, PS dan PBS.

PS mempunyai empat fungsi spesifik yaitu mengidentifikasi informasi yang masuk melalui melalui panca indera - penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, sentuhan atau perasaan, membandingkan informasi yang masuk dengan basis data (referensi, pengalaman dan segala informasi ) yang berada di pikiran bawah sadar, melakukan analisis, dan akhirnya membuat keputusan.

Pikiran PBS mempunyai fungsi / menyimpan hal-hal berikut: kebiasaan (baik, buruk, dan reflek), emosi, memori jangka panjang, kepribadian, intuisi, kreativitas, persepsi, kepercayaan (belief) dan nilai hidup (value). 

 

PS dan PBS, dalam kondisi sadar normal, keduanya aktif dan saling memengaruhi. Dalam hipnosis/hipnoterapi, untuk menjangkau PBS, terapis perlu lakukan induksi, baik formal atau tidak, untuk bisa menembus faktor kritis (critical factor) PS. Dalam kondisi tidur, PS tidak bekerja. PBS selalu aktif dalam segala situasi dan kondisi. 

 

Menurut teori lama, perbandingan kekuatan pengaruh PS dan PBS terhadap individu adalah satu berbanding sembilan. Namun temuan terkini sangatlah berbeda. 

 

Szegedy-Mazhak, dalam artikel “Mysteries of the Mind: Your Unconscious is Making Your Everyday Decisions” menyatakan bahwa cognitive neuroscientist menemukan PBS bertanggung jawab, mempengaruhi, dan menentukan proses dan hasil dari 95% hingga 99% aktivitas berpikir, dan dengan demikian menentukan hampir semua keputusan, tindakan, emosi, dan perilaku individu. 

 

Dari pernyataan di atas tampak bahwa perbandingan kekuatan PS dan PBS bukan lagi satu banding sembilan namun bisa mencapai satu banding sembilan puluh sembilan. Sedangkan menurut Tor Norrentranders PBS seribu kali lebih kuat daripada PS. Dari penjelasan di atas tampak bahwa PBS sangat kuat memengaruhi dan kendalikan hidup individu. 

 

Pikiran dan Kesadaran 

 

Sebelum membahas tentang PS dan PBS saya akan jelaskan lebih dulu mengenai kesadaran atau consciousness. Kesadaran bukanlah kondisi absolut, tunggal. Terdapat banyak lapis kesadaran, mulai dari kondisi sadar normal hingga kondisi tidur. Pada setiap lapis kesadaran terdapat EP yang berbeda. 

 

Kondisi dan kemampuan pikir individu yang sadar normal tentu beda dengan yang “ngelamun”, sedang “high” karena obat-obatan, stres, panik, takut, sedih, gembira, atau mengantuk. Semua ini, disadari atau tidak, terkait dengan aktivasi EP. Kondisi kesadaran spesifik, bila tidak dilakukan intervensi, akan aktifkan EP spesifik. 

 

Ada lima komponen kesadaran (consciousness): kondisi kesadaran (state of consciousness), konten kesadaran (content of consciousness), keadaan mengetahui / sadar (awareness), energi, dan struktur. 

Kondisi hipnosis adalah salah satu dari kondisi kesadaran yang berlapis-lapis. Itu sebabnya ada beragam kedalaman hipnosis dengan fenomenanya masing-masing. Sedangkan data yang disampaikan oleh EP ini disebut dengan muatan kesadaran. 

 

Pikiran Sadar Menurut Perspektif Teori Ego Personality 

 

Teori pikiran (sadar / bawah sadar) yang dijadikan referensi hipnotis/hipnoterapis seluruh dunia berkembang sejak awal era hipnosis moderen. Tentu teori ini tidak mencakup pemahaman ego state yang baru berkembang di sekitar tahun 1970an awal. 

 

Konsep segmentasi kepribadian telah lama disebut dalam berbagai literatur (Assagioli, 1972; Beahrs, 1982; Freud, 1923; Janet, 1907; Jung, 1969; Kernberg, 1976; Kohut, 1977). Namun teori spesifik membahas ego state dikenalkan John G. Watkins dan istrinya Helen H. Watkins, di awal tahun 1970an dan ditulis dalam buku Ego States: Theory and Therapy. John Watkins belajar konsep ego state dari Federn (1952), dan Weiss (1960). Demikian pula Eric Berne (1961) dalam merumuskan Transactional Analysis

 

Istilah Ego Personality (EP) digunakan sebagai payung besar untuk menaungi Bagian Diri yang ada di dalam diri individu. Saya memutuskan menggunakan istilah Ego Personality setelah membaca dan mendapat tambahan informasi berharga tentang segmentasi kepribadian di beberapa literatur seperti karya Beahrs (1982), Kohut (1977), Putnam (1989).

 

Menurut teori ego state, yang dikembangkan Watkins dan Watkins (1976), dalam diri manusia ada tiga bagian diri yaitu ego state, part, dan introject. Sedangkan dalam payung Ego Personality semula terdapat lima bagian diri yaitu ego state, part, introject, identofact,dan alter. 

Berdasar temuan di ruang praktik kami, kami menemukan jenis-jenis bagian diri yang belum pernah dinyatakan dalam berbagai literatur, yaitu Mission, Imprint, Iatron, Phantom, Outer, Entity, Retro, Follower, Transfer, Duplicate, Copaste, dan Carryover. 

 

Mengamati EP paling mudah adalah saat baru bangun tidur. Saat ini biasanya ada dua EP konflik, dan satu EP pengamat. Satu EP ingin individu segera bangkit dari tempat tidur. EP lainnya masih ingin bermalas-malasan di ranjang. Kedua EP ini lakukan dialog, tarik ulur, dan semua ini diamati oleh satu EP lagi. Dengan demikian, dalam situasi ini ada tiga EP aktif simultan.

Dari uraian di atas muncul pertanyaan penting, “Yang manakah yang dimaksud dengan individu? Apakah EP yang ingin segera bangun dari tempat tidur, EP yang masih ingin bermalas-malasan, ataukah EP pengamat?”

Pertanyaan berikutnya, “Bila individu akhirnya buat keputusan bangun dari tempat tidur, EP manakah yang buat keputusan ini? Apakah salah satu dari tiga EP tersebut? Atau EP yang lain lagi?"

Terlepas dari EP manapun yang membuat keputusan, apakah EP yang memutuskan ini adalah PS atau PBS?

Menurut teori EP yang kami kembangkan, yang dimaksud dengan individu adalah EP atau Bagian Diri yang aktif, pada satu saat atau kondisi kesadaran tertentu, dan sepenuhnya mengendalikan diri individu.

Hal ini tentu mengakibatkan implikasi signifikan dan sangat serius dalam memahami kerja PS dan PBS. Dalam teori lama, yang tetap sahih hingga saat ini, PS dan PBS seolah-olah adalah dua sistem terpisah. Untuk menjangkau PBS, PS perlu dibuat nonaktif dengan teknik induksi yang mampu menembus faktor kritis.

Dari perspektif teori EP, dalam kondisi sadar, yang dimaksud individu adalah EP spesifik yang aktif saat itu, yang menjalankan dan mengendalikan diri individu. Dengan demikian, saat terapis berkomunikasi dengan klien, yang sesungguhnya terjadi, terapis sedang berkomunikasi atau mengakses EP eksekutif yang berperan sebagai pikiran sadar individu.

Di dalam diri klien tentu ada banyak EP lain. Namun, EP-EP lain ini tidak aktif, di permukaan, saat itu, sehingga tidak bisa diakses. Kondisi ini disebut underlying. Dengan gunakan teknik tertentu terapis dapat dengan mudah mengakses dan aktifkan EP underlying, naik ke “permukaan” kesadaran dan bisa diajak komunikasi.

Dalam beberapa literatur dikatakan bahwa salah satu fungsi PS adalah berpikir logis dan rasional. Dari pengalaman klinis dan temuan di lapangan, disimpulkan bahwa individu tidak mungkin bisa sepenuhnya berpikir logis dan rasional. Berpikir logis dan rasional sifatnya situasional dan kontekstual. Dalam perspektif EP, logis dan rasional sepenuhnya ditentukan kondisi kesadaran dan EP mana yang sedang aktif pada saat itu.

Masing-masing EP berlaku sebagai entitas di dalam diri seseorang, lengkap dengan preferensi, pengalaman, memori, sifat, karakter, kebiasaan, emosi, pola pikir, logika, rasionalitas, pengetahuan, dengan usia dan bentuk tertentu. Logika dan rasionalitas individu sepenuhnya ditentukan oleh fungsi dan kemampuan nalar EP yang aktif pada saat itu.

Namun, pada umumnya dan dalam kondisi normal, ada satu EP dominan yang aktif kendalikan individu. EP inilah yang disebut sebagai PS.

Trance Menurut Perspektif EP

Saat terapis jumpa dan bicara dengan klien, tentu terjadi komunikasi antara PS terapis dan PS klien. Saat terapis membimbing klien masuk kondisi hipnosis, dengan teknik induksi, apa yang sebenarnya terjadi?

Dari perspektif EP, yang terjadi EP eksekutif atau PS klien mengikuti bimbingan induksi dan melepas kendalinya atas diri klien, mundur ke “latar belakang” untuk sementara waktu, dan mengizinkan terapis berkomunikasi langsung dengan PBS yang sebenarnya adalah EP-EP lain yang sebelumnya bersifat underlying.

Hipnosis hanya bisa terjadi bila terjadi penembusan faktor kritis PS. Lalu, di mana faktor kritis PS, dalam konteks induksi?

Yang disebut faktor kritis sebenarnya adalah kemampuan analisis atau komparasi data dari luar, dengan data yang telah ada di PBS (memori). Saat EP eksekutif “mundur” sudah tentu kemampuan analisisnya juga berhenti bekerja.

EP eksekutif atau PS ini adalah EP yang, biasanya dan normalnya, tumbuh dan berkembang sejalan dengan usia kronologis dan terutama pengalaman hidup dan kebijaksanaan individu. Namun bisa juga terjadi EP eksekutif adalah EP yang mengalami fiksasi, “stuck” atau “tersangkut” di masa lalu, tidak bertumbuh, akibat pengalaman traumatik yang tidak terselesaikan.

Satu hal penting, yang masih butuh penelitian lanjutan, yaitu berapa tepatnya kedalaman hipnosis yang dicapai klien saat ia mengalami trance, berdasar perspektif teori EP, bila mengacu pada skala kedalaman yang digunakan untuk mengukur kedalaman trance pada klien yang diinduksi formal menggunakan teknik tertentu.

Akurasi kedalaman trance yang dicapai klien, melalui uji kedalaman, sangat penting diketahui terapis. Hal ini untuk memastikan klien benar telah berada di kedalaman tertentu untuk dapat jalani proses hipnoterapi secara efektif dan optimal.

Di AWGI kami menggunakan Adi W. Gunawan Hypnotic Depth Scale, skala kedalaman trance dengan rentang mulai 0, sadar penuh, hingga 40, kondisi tidur lelap. Dan untuk bisa melakukan hipnoterapi secara efektif, menurut standar AWGI, kedalaman trance yang perlu dicapai klien minimal full somnambulism (kedalaman 24 – 27), dan akan sangat baik profound somnambulism (kedalaman 28 – 30).

EP tinggal di lapis kedalaman tertentu. Dan untuk menjangkau EP ini klien perlu mencapai kedalaman trance yang sesuai. Demi efisiensi waktu dan keefektifan terapi, kami selalu lakukan terapi hanya di kedalaman antara 24 – 30.  

Dari pengalaman klinis, saat EP eksekutif telah nonaktif, misal bergeser ke “belakang”, dan klien dapat mengalami amnesia, yang merupakan salah satu paramater kedalaman profound somnambulism, klien kurang bisa mempertahankan kestabilan kedalaman somnambulisme ini karena tubuh fisik tidak terlatih (melalui proses) bimbingan induksi yang terstruktur dan sistematis.

Setiap terapi adalah hal yang sangat serius karena menyangkut pikiran dan hidup klien. Terapi, apalagi yang langsung memroses PBS, adalah pekerjaan besar. Di sinilah titik utama transformasi berlangsung dan terjadi. Ada dua syarat utama yang harus dicapai klien untuk bisa menjalani restrukturisasi pikiran dengan efektif. Pertama, kedalaman yang sesuai. Kedua, kestabilan kondisi kesadaran (state of consciousness) selama proses terapi dilakukan.

Dua Perspektif Pikiran Bawah Sadar

PBS dapat dipahami melalui dua perspektif. Pertama, PBS berlaku sebagai satu unit koheren. Pendekatan ini yang digunakan oleh para hipnoterapis yang mempraktikkan hipnoterapi berbasis sugesti (suggestive hypnotherapy). Saat klien sudah dalam kondisi hipnosis dalam, terapis berikan sugesti pada PBS. Target sugesti ini adalah PBS sebagai satu unit atau kesatuan.

Pendekatan kedua, ini yang digunakan oleh hipnoterapis AWGI, dan sebagai basis kerja Quantum Hypnotherapeutic Protocol (QHP), PBS adalah agregat dari EP yang ada di dalamnya, dengan fungsi dan perannya masing-masing. Dengan pendekatan ini, setiap proses terapi yang dilakukan, haruslah mampu menarget dan memroses dengan tepat EP yang bermasalah atau yang alami pengalaman traumatik.

Dalam penelitian tentang kondisi disosiasi, yang dilakukan Hilgard, subjek dihipnosis hingga capai kondisi hipnosis dalam (deep trance) dan alami anestesi. Tangan subjek dimasukkan ke dalam air es yang sangat dingin dan subjek sama sekali tidak merasa apapun.

Namun saat ditanya apakah ada EP yang tahu, mencatat, atau merasakan sakit akibat tangan dicelupkan ke dalam air es, ternyata ada. EP ini dapat diajak komunikasi dan ia jelaskan apa yang ia rasakan. Hilgard menamakan EP ini hidden observer atau pengamat tersembunyi.

Trance Selektif

Berbeda dengan pemahaman awam, kondisi hiposis atau trance tidak serta merta meliputi atau dialami oleh keseluruhan diri klien. Bisa terjadi, walau jarang, klien yang telah berhasil diinduksi dan masuk kondisi hipnosis dalam, ini divalidasi dengan uji kedalamantrance, dapat tiba-tiba buka mata dan kembali ke kondisi sadar normal.

Terapis pemula atau minim pengalaman biasanya akan kaget dan mengira ia gagal lakukan induksi. Bisa juga terapis merasa bingung karena sebelumnya semua indikator, baik fisik maupun mental, menunjukkan klien sudah dalam kondisi hipnosis dalam (profound somnambulism), namun tiba-tiba klien kembali ke kondisi sadar normal.

Bila terapis cukup jeli, ia pasti bisa membaca situasi ini sebagai pergeseran EP. EP yang diinduksi berbeda dengan EP yang tiba-tiba buka mata klien. Di sini terjadi trance selektif. Untuk itu terapis perlu mengakses kembali EP yang menjadi target terapi. 

Simpulan

Dari perspektif teori EP, PS dan PBS tidak dapat dianggap hanya sebagai dua sistem utuh yang berdiri sendiri. Individu juga tidak lagi dapat dipandang hanya sebagai satu entitas yang memiliki dua jenis pikiran, PS dan PBS.

PS individu sebenarnya adalah EP eksekutif yang saat itu dominan menjalankan dan mengendalikan diri individu sehari-hari. Sedangkan faktor kritis (critical factor) adalah kemampuan EP eksekutif melakukan analisis dan komparasi data. Kemampuan ini sepenuhnya bergantung pada perkembangan, kebijaksanaan, kemampuan berpikir, data pada EP eksekutif, dan kemampuan akses data ke memori kolektif yang ada di PBS.  

Trance menurut perspektif teori EP terjadi bila salah satu dari dua kondisi berikut terpenuhi. Pertama, EP eksekutif menjadi nonaktif. Kedua, terapis mampu mengakses dan mengaktifkan EP underlying “naik” ke permukaan dan menjadi eksekutif.

Terdapat banyak EP di PBS, dengan peran dan fungsinya masing-masing. Proses terapi akan sangat efektif bila berhasil mengaktifkan dan memroses langsung EP yang bermasalah atau yang membuat masalah dalam hidup klien.

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online3
Hari ini1.012
Sepanjang masa34.479.411
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique