Analisis Kasus dan Strategi Membantu Anak Tantrum

Saya dapat pertanyaan dari salah satu peserta SECH, sebut saja sebagai Ibu Wati, psikolog klinis, cara menangani kasus anak usia 10 tahun yang mudah terpicu emosinya dan tantrum. Saat tantrum, anak ini berperilaku seperti individu berusia sekitar satu tahun.

Untuk bisa membantu anak ini, saya jelaskan pada para peserta, kita perlu memahami terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi di pikiran bawah sadar (PBS) menggunakan teori dan paradigma yang diajarkan di kelas SECH.

Tantrum adalah ledakan emosi pada individu disertai sikap dan perilaku seperti keras kepala, menjerit, menangis, sulit atau menolak untuk ditenangkan. Seringkali, walau kemauan individu ini telah dipenuhi, perilaku tantrumnya terus berlanjut. 

Tantrum, dari perspektif AWGI, adalah salah satu bentuk abreaksi, luapan emosi, untuk melepas tekanan dalam pot mental individu. Di bawah pot mental ini ada api emosi yang telah membakar pot dalam waktu cukup lama. Saat ada tambahan api, walau hanya sedikit (baca: ada kejadian yang memicu emosi negatif tertentu), tekanan dalam pot mencapai titik kritis dan membahayakan keutuhan pot mental (baca: sistem psikis).

Sebagai upaya pencegahan agar pot mental tidak pecah dan meledak, PBS membuat satu atau beberapa lubang untuk mengeluarkan uap dari dalam pot. Uap ini adalah simtom atau gejala yang tampak dalam bentuk pemikiran, ucapan, dan perilaku atau tindakan tertentu. Dalam kasus anak ini, tantrum adalah simtom.

Simtom bukan masalah. Simtom adalah ekspresi masalah. Simtom adalah pesan dari PBS. Simtom perlu diakui, diterima, dan dimengerti. Simtom adalah petunjuk untuk menemukan solusi.

Dalam kasus anak tantrum, dari perspektif teori yang diajarkan di kelas SECH, masalah yang harus diselesaikan adalah mencari dan menemukan api yang membakar pot mental anak, dan selanjutnya memadamkan api ini. Saat api padam, pot mental dengan sendirinya menjadi dingin dan tidak lagi ada uap yang keluar dari lubang. Dan kalaupun ada api (baca: emosi) baru yang terpicu karena sesuatu hal, anak tidak langsung tantrum karena tekanan dalam pot mentalnya belum atau tidak mudah mencapai titik kritis.

Untuk menemukan akar masalah pada anak usia 10 tahun bisa dilakukan dengan wawancara mendalam dengan kedua orang tua atau pengasuh utama anak. Bila upaya ini tidak membuahkan hasil, barulah terapis menggunakan teknik hipnoanalisis.

Mengingat usia anak masih sangat muda, sumber api emosi anak biasanya berasal dari orang tua dan lingkungan. Penelusuran sumber emosi dalam diri anak diawali dengan bertanya tentang kondisi pikiran dan emosi ibunya sangat mengandung anak ini.

Dari pengalaman dan temuan di ruang praktik, saat anak masih di dalam kandungan ibu, sebagai janin, ia terpapar emosi, baik positif maupun negatif, yang ibunya alami dan rasakan.  Janin menyerap emosi ini dan menyimpannya di memori PBS. Emosi negatif adalah api yang membakar pot mental si anak.

Bila selama ibu mengandung tidak ada masalah emosi, penelusuran dilanjutkan dengan mencari tahu apakah ada kejadian traumatik yang anak alami dalam proses tumbuh kembang dari sejak lahir hingga usia 10 tahun.

Semua informasi yang diperoleh dari hasil penelusuran ini dicatat rapi sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan strategi terapi yang akan diterapkan dalam membantu anak mengatasi masalahnya.

Setelah mendengar uraian saya ini, Ibu Wati menambahkan bahwa anak ini bukan anak kandung tapi anak adopsi. Saat masih bayi, ia ditemukan di keranjang sampah dan diadopsi ke dalam keluarganya saat ini. Rupanya, anak ini dibuang oleh ibu kandungnya setelah dilahirkan.

Berdasar informasi tambahan ini kita dapat dengan sangat gamblang menjelaskan asal mula emosi dalam diri si anak. Yang pasti, ia adalah anak yang tidak diinginkan oleh ibunya sehingga dibuang di keranjang sampah sesaat setelah dilahirkan. Sudah tentu anak ini marah, kecewa, sakit hati, sangat terluka karena ia ditolak dan sengaja hendak dibunuh oleh ibunya.

Besar kemungkinan ia adalah hasil hubungan yang tidak "lazim" antara ibunya dengan pria yang seharusnya menjadi ayahnya. Ibunya bisa saja stres berat kronis saat mengandungnya. Mengingat PBS telah aktif sejak terjadi pembuahan maka apapun yang dialami dan dirasakan si ibu juga dirasakan oleh janin dan semuanya terekam di memori PBS janin.

Anak ini mudah terpicu emosinya dan setelahnya, ia tantrum. Saya jelaskan bahwa ada lima syarat yang harus dipenuhi agar suatu peristiwa direkam di PBS sebagai pengalaman traumatik, yaitu memori disertasi emosi negatif intens.

Kelima syarat ini adalah ada peristiwa yang memunculkan emosi negatif (intens), peristiwa ini bermakna bagi individu, senyawa kimiawi otak pada momen kejadian mendukung, individu merasa terperangkap, dan individu merasa tidak berdaya. Salah satu saja dari kelimat syarat ini tidak terpenuhi, trauma tidak bisa terjadi. Dengan demikian, strategi terapi ditujukan untuk meniadakan salah satu atau beberapa syarat trauma.

Saat individu mengalami emosi negatif intens seperti marah, cemas, atau takut, secara instingtif tubuh masuk ke mode lawan atau lari (fight - flight) dan memproduksi adrenalin guna menyiapkan individu menghadapi bahaya atau apapun yang dipersepsikan sebagai bahaya.

Keberadaan adrenalin mengakibatkan otak menjadi sangat fokus untuk mengamati dan merekam semua data atau informasi pada momen peristiwa ini. Yang direkam adalah data visual (gambar atau warna), auditori (suara), kinestetik (sensasi fisik atau perasaan), olfaktori (aroma atau bau), dan gustatori (rasa).

Rekaman data ini selanjutnya digunakan sebagai acuan agar individu, di masa depan, berhati-hati dalam menjalani hidup. Data ini berfungsi sebagai sistem peringatan dini agar individu tidak mengalami lagi kejadian serupa atau sama dengan yang dulu ia alami. Dan ini adalah fungsi utama PBS yaitu melindungi keselamatan individu dari hal-hal yang ia (PBS) pandang, rasa, nilai, persepsikan, yakini berbahaya atau merugikan individu.

Selanjutnya, kapanpun atau setiap kali individu jumpa data (stimulus/i) yang sama atau serupa dengan data di PBS, yang berasal dari kejadian traumatik, stimulus/i ini mengaktifkan pola reaktif di PBS.

Dalam kasus anak ini, sesuatu di lingkungannya, bisa berupa benda, gambar, wajah orang, warna,  suara, sentuhan, bau atau rasa tertentu menjadi pemicu mengaktifkan memori traumatik dan memunculkan emosi negatif dalam dirinya.

Setiap kali pola reaktif dalam diri si anak terpicu, ia mengalami emosi negatif intens dan emosi ini selanjutnya terakumulasi di dalam sistem psikisnya, mengakibatkan kondisinya menjadi semakin rentan dan tidak stabil.

Dari cerita Ibu Wati, saat anak ini tantrum, ia berperilaku seperti individu berusia satu tahun, dapat disimpulkan bahwa emosi yang membuat ia tantrum juga mengakibatkan terjadi regresi spontan ke usia satu tahun.  Jadi, yang tantrum sesungguhnya adalah anak satu tahun (inner child) mengekspresikan emosinya menggunakan tubuh anak berusia 10 tahun. Inner child ini mengalami fiksasi dan tidak bertumbuh.

Upaya terapi yang dapat dilakukan untuk membantu anak mengatasi masalah tantrum, berdasar uraian di atas adalah, pertama, bila ibu kandungnya bisa dijumpai, terapis membantu menetralisir emosi negatif dalam diri ibunya saat mengandung anak ini. Ini penting dilakukan karena keterhubungan batin antara ibu dan anak pasti berdampak pada anak. Kedua, terapis menetralisir emosi negatif pada kejadian paling awal (akar masalah) dalam diri anak. Ketiga, melakukan modifikasi pada copaste ibu menjadi copaste ibu ideal. Keempat, bila dibutuhkan, terapis menumbuhkembangkan inner child yang mengalami fiksasi di usia satu tahun, dan kelima, terapis menetralisir pola reaktif di PBS anak sehingga stimulus/i yang sama atau serupa dengan data di PBS anak, tentang kejadian traumatik yang ia alami dulu, tidak lagi bisa memicu munculnya emosi negatif. Dan keenam, lingkungan anak, terutama keluarga inti, memberi dukungan penuh, perhatian, dan kasih sayang yang anak butuhkan sehingga ia merasa aman.  

Strategi dan teknik untuk melakukan terapi seperti dijelaskan di atas, diajarkan secara detil, runtut, diperjelas dengan latihan, dan empat terapi klien di depan kelas, disaksikan semua peserta.



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/articles/analisis-kasus-dan-strategi-membantu-anak-tantrum pada tanggal 18 Februari 2020 15:37