Pikiran Bawah Sadar, Sangat Sadar Dan Cerdas

Dunia objektif muncul dari pikiran itu sendiri
~Buddha

Benar, anda tidak salah membaca judul artikel ini. Banyak orang tidak tahu bahwa sebenarnya pikiran bawah sadar sangat sadar dan cerdas. Kita menyebutnya pikiran bawah sadar karena pikiran sadar kita seringkali tidak menyadari keberadaan dan cara kerja pikiran bawah sadar.

Proses berpikir yang terjadi antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar berjalan pararel atau bersamaan. Bedanya adalah pikiran sadar bisa berhenti bekerja sedangkan pikiran bawah sadar tidak akan pernah berhenti walau hanya sedetik saja. Saat pikiran bawah sadar kita berhenti bekerja maka saat itu pula kontrak hidup kita di dunia ini sudah selesai.

Lalu apa maksudnya dengan pernyataan bahwa pikiran bawah sadar sangat sadar dan cerdas?

Untuk menjelaskan pernyataan ini saya akan menceritakan kasus seorang klien, sebut saja Pak Purnomo, yang pernah saya tangani.

Ceritanya begini. Pak Purnomo datang ke tempat saya untuk konsultasi dan terapi. Keluhannya yaitu ia telah bekerja sangat keras, fokus, pantang menyerah, namun tetap sangat sulit untuk berhasil. Selalu saja ada hambatan yang ia alami. Pak Purnomo malah sempat berpikir bahwa sudah nasibnya jadi orang gagal. Lha, sudah berusaha habis-habisan kok masih nggak bisa sukses.

Melalui diskusi yang intens saya akhirnya berhasil menggali dan menemukan akar masalah yang membuat Pak Purnomo begitu sulit untuk berhasil.

Oh ya, Pak Purnomo adalah seorang salesman. Ia sempat sukses besar dan mendapat bonus mobil dari hasil bisnisnya. Namun secepat ia meraih keberhasilan itu demikian cepat pula bisnisnya turun dan akhirnya stagnan.

Saya berusaha menggali akar masalah dengan menanyakan perasaan yang dirasakan Pak Purnomo setiap kali ia menjalankan bisnisnya. Ternyata perasaan yang senantiasa muncul adalah ia merasa tidak tulus terhadap calon klien, merasa tidak pantas jika mendapatkan untung dari hasil penjualannya, merasa takut ditolak, dan tidak berani melakukan follow-up terhadap calon klien.

Apabila ia harus menemui klien di luar kota maka yang muncul adalah perasaan tidak nyaman, khawatir, dan enggan untuk pergi jauh dari keluarganya. Ia (pikiran sadar) tahu bahwa semua ini ia lakukan demi membahagiakan keluarganya namun perasaan tidak enak ini sangat kuat dan akhirnya mengganggu kinerjanya.

Bila dianalisis sepintas maka yang tampak menjadi akar masalah adalah perasaan tidak percaya diri atau harga diri yang kurang baik. Bila kurang jeli dalam melakukan analisis maka bisa muncul kesimpulan yang menyatakan bahwa Pak Purnomo ini kurang fokus, tidak tahu impiannya, terlalu banyak alasan, tidak berani mengambil keputusan besar, tidak mau just-do-it agar bisa dapat duit, tidak melakukan massive action, atau mungkin juga ia pada dasarnya malas.

Apakah benar kesimpulan di atas?

Melalui penggalian (baca: interview) yang hati-hati dan mendalam akhirnya diketahui bahwa semua hambatan atau alasan yang diceritakan oleh Pak Purnomo sebenarnya adalah simtom (symptom) dari suatu akar masalah (root cause) yang jauh lebih serius.

Sebagai terapis jika kita tidak hati-hati maka yang akan kita terapi adalah perasaan tidak percaya diri dan bukan akar masalanya. Nah, bila yang kita, sebagai terapis, bereskan adalah simtom maka keluhan yang sama pasti akan muncul lagi di kemudian hari.

Lalu, apa sih sebenarnya akar masalah Pak Purnomo?

Percaya nggak kalau saya memberi tahu anda bahwa akar masalahnya bukan perasaan tidak percaya diri. Akar masalahnya adalah perasaan bersalah yang mendalam terhadap orangtuanya.

Lho, lalu apa hubungan antara perasaan bersalah terhadap orangtua dan perasaan tidak tulus terhadap calon klien, merasa tidak pantas jika mendapatkan untung dari hasil penjualan, merasa takut ditolak, tidak berani melakukan follow-up terhadap calon klien, dan merasa cemas kalau harus meninggalkan keluarganya ke luar kota untuk menjalankan bisnisnya?

Dulu, waktu saya baru mulai menjadi seorang terapis, saya bingung jika menghadapi kasus seperti ini. Namun pengalaman yang saya kumpulkan dari banyak membaca berbagai literatur dan praktik menangani banyak klien akhirnya memberikan pencerahan bagi diri saya.

Saya langsung ingat dengan apa yang dikatakan oleh maestro hipnoterapi Milton Erickson mengenai pikiran bawah sadar. Dalam buku saya Hypnotherapy:The Art of Subconscious Restructuring saya mengutip sembilan hal menarik yang dikatakan oleh Erickson mengenai pikiran bawah sadar. Salah duanya adalah pikiran bawah sadar sangat sadar dan cerdas. Selain itu salah satu sifat dan tujuan pikiran bawah sadar adalah melindungi pikiran sadar dan diri seseorang dari sesuatu hal yang dirasa merugikan atau membahayakan.

Nah, saat saya menemukan akar masalah Pak Purnomo saya hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala takjub akan hasil pengamatan Erickson. Benar sekali. Dalam kasus Pak Purnomo pikiran bawah sadarnya melindungi dirinya dari sesuatu yang ”dipandang” akan ”merugikan” diri Pak Purnomo.

Hal apa yang dipandang akan merugikan Pak Purnomo?

Keberhasilannya di bisnis yang ia jalankan.

Lho, bukankah Pak Purnomo sangat ingin sukses?

Tentu. Tapi, ini kan kemauan pikiran sadar Pak Purnomo. Bukan keinginan pikiran bawah sadarnya. Dari teori pikiran kita tahu bahwa pikiran bawah sadar sembilan kali lebih kuat dari pikiran sadar. Dengan demikian bila terjadi konflik maka yang selalu menang adalah pikiran bawah sadar.

Nah, sekarang mari kita analisis apa yang terjadi pada diri Pak Purnomo.

Pikiran sadar Pak Purnomo ingin agar ia bisa sukses di bisnis yang ia jalani. Di sisi lain, pikiran bawah sadarnya merasa bersalah dan ingin agar Pak Purnomo tidak melukai perasaan orangtuanya.

Apa sih yang terjadi di antara Pak Purnomo dan orangtuanya sehingga timbul perasaan bersalah di dalam diri Pak Purnomo?

Ceritanya begini. Pak Purnomo dulu telah berjanji kepada orangtuanya bahwa ia akan menekuni satu bidang profesi tertentu. Nah, orangtuanya sangat berharap agar Pak Purnomo benar-benar menjalani profesi tersebut. Ternyata, seiring dengan waktu berjalan Pak Purnomo memutuskan menekuni bidang profesi yang sama sekali berbeda dengan profesi yang dulu pernah ia janjikan. Sudah tentu orangtuanya sangat kecewa. Pak Purnomo, walaupun menyadari kekecewaan orangtuanya dan merasa bersalah karena telah ingkar janji, tetap menekuni profesi yang ia pilih.

Di sinilah pikiran bawah sadar mulai ”berulah”. Jauh di lubuk hatinya Pak Purnomo merasa bersalah karena telah ingkar janji. Nah, pikiran bawah sadar, dengan logika berpikirnya sendiri, merasa bahwa apa yang dilakukan Pak Purnomo ini tidak pantas. Pikiran bawah sadar ingin Pak Purnomo menepati janjinya pada orangtuanya.

Lalu, apa yang dilakukan pikiran bawah sadar untuk bisa memastikan bahwa Pak Purnomo akan menepati janjinya?

Pikiran bawah sadar memunculkan berbagai simtom dalam bentuk perasaan tidak tulus terhadap calon klien, merasa tidak pantas untuk mengambil keuntungan, merasa tidak nyaman kalau harus keluar kota, dan berbagai perasaan tidak nyaman lainnya. Intinya adalah pikiran bawah sadar berusaha mensabotase keberhasilan Pak Purnomo di bidang sales dan marketing.

Mengapa pikiran bawah sadar mensabotase Pak Purnomo? Agar Pak Purnomo mengalami kesulitan dan gagal dalam bisnisnya. Dengan demikian Pak Purnomo diharapkan akan  menjalankan profesi seperti yang dulu pernah ia janjikan pada orangtuanya.

Dengan menggunakan prosedur terapeutik tertentu, yang akan terlalu teknis bila saya jelaskan di artikel ini, akhirnya saya berhasil melakukan reedukasi pikiran bawah sadar serta melakukan integrasi bagian-bagian dari pikiran Pak Purnomo yang mengalami konflik kepentingan.

Hasilnya? Sungguh dahsyat.

Satu hari setelah melakukan sesi konseling dan terapi saya mendapat sms dari Pak Purnomo yang mengatakan bahwa ia kini merasa jauh lebih baik, tenang, dan damai dengan dirinya sendiri. Tiga hari kemudian Pak Purnomo mendapatkan ”durian runtuh”.

Apa itu?

Pak Purnomo mendapat hadiah mobil dari kawannya. Ini sungguh-sungguh rejeki tak terduga. Pak Purnomo memang telah menuliskan di daftar impiannya bahwa ia ingin punya mobil dengan spesifikasi tertentu. Nah, yang ia dapatkan ternyata lebih bagus dari mobil impiannya. Yang benar-benar ”nggak masuk akal” adalah ia mendapatkan hadiah ini dari seorang kawan yang tinggal di kota lain. Dan benar-benar gratis, nggak usah bayar.

Apa yang terjadi? Jawabannya sederhana saja. Saat mental block telah berhasil diatasi maka pikiran mampu bekerja dengan ”daya” maksimal dan kongruen. Dengan demikian The Law of Attraction dapat diarahkan untuk bekerja secara maksimal dalam membantu kita menarik hal-hal yang kita inginkan.

Oh ya, selain Pak Purnomo, ada dua orang rekan saya lainnya yang juga berhasil mendapatkan mobil gratis. Rekan yang pertama mendapatkan hadiah dari kawannya. Rekan satunya lagi mendapatkan hadiah dari sebuah bank. Semua ini terjadi karena mental block yang selama ini menghalangi mereka telah berhasil diatasi.

So... hati-hati dengan apa yang anda ucapkan atau niatkan karena pikiran bawah sadar anda akan mewujudkannya dengan atau tanpa persetujuan dari pikiran sadar anda.

Kasus yang saya ceritakan ini termasuk kasus yang ringan. Yang lebih rumit lagi adalah bila terjadi double-symptom. Maksudnya, simtom yang tampak dalam perilaku seseorang ternyata adalah simtom dari suatu simtom yang merupakan simtom dari suatu akar masalah.



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=15 pada tanggal 21 Juli 2010