Sembilan Puluh Detik Yang Menentukan Setelah Terapi

Hipnoterapi dilakukan dengan membimbing klien masuk ke kondisi hipnosis (trance), dengan kedalaman tertentu sesuai kebutuhan dan teknik yang digunakan, melakukan terapi di kedalaman ini, dan setelah itu membimbing klien keluar.

Ada banyak teknik untuk membimbing klien masuk ke kondisi hipnosis. Terlepas dari teknik yang digunakan, saat masuk ke kondisi hipnosis, klien pasti mengalami relaksasi mental yang biasanya diikuti dengan relaksasi fisik. Yang menjadi indikator kondisi hipnosis adalah relaksasi mental, bukan fisik. Kecepatan relaksasi mental dan fisik idealnya berjalan beriringan. Namun dalam praktiknya bisa lebih cepat salah satunya.

Setelah selesai melakukan terapi, terapis membimbing klien keluar dari kondisi relaksasi dengan, biasanya, menghitung perlahan mulai dari satu naik ke sepuluh, atau bisa juga dari sepuluh turun ke satu. Intinya, dengan setiap hitungan klien disugestikan semakin keluar dari kondisi relaksasi dan saat hitungan terakhir klien sudah benar-benar keluar, sadar sepenuhnya, dan kembali ke kondisi sadar normal seperti sebelum relaksasi dilakukan.

Secara teori ini yang akan terjadi. Namun, proses kembali ke kondisi sadar normal, dari kondisi relaksasi mental atau fisik yang (sangat) dalam, tidak sesederhana yang dipikirkan.

Saat klien buka mata, mengikuti hitungan terapis, dan secara resmi terapi diakhiri, ini tidak berarti ia telah benar-benar keluar dari kondisi trance. Dan di sinilah terapis dan atau klien sering secara tidak sadar menganulir semua hasil terapi yang telah dicapai.

Saat klien buka mata sebenarnya ia belum sepenuhnya keluar dari kondisi trance. Semakin dalam klien masuk ke kondisi trance maka dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk membawanya keluar. Hanya dengan mengandalkan atau menggunakan sepuluh hitungan dan ditambah sugesti, seperti yang biasa dilakukan, tidak menjamin klien bisa sepenuhnya keluar dari trance.

Saat klien buka mata pertama kali hingga sekitar sembilan puluh detik kemudian sebenarnya ia masih dalam kondisi hypersuggestible, satu kondisi yang sangat sugestif. Dengan demikian apapun yang klien dengar, lihat, ucap, atau rasakan berlaku sebagai sugesti yang langsung masuk ke pikiran bawah sadarnya. Dan seringkali, karena ketidaktahuan terapis dan klien, mereka menganulir hasil terapi.

Salah satu hal yang paling sering menganulir hasil terapi yang secara tidak sadar dilakukan klien adalah mereka tidak yakin atau ragu telah berhasil dihipnosis atau masuk ke kondisi hipnosis. Biasanya saat buka mata klien ini akan berkata, “Lho, saya kok masih sadar ya? Berarti saya belum masuk kondisi hipnosis.”

Komentar lain yang biasa menandakan keraguan klien, “Saya ingat semua yang saya ucapkan. Tadi itu yang menjawab pikiran sadar saya ya? Soalnya saya masih sadar dan saya yang menjawab semua pertanyaan, bukan pikiran bawah sadar saya.”

Begitu klien mengatakan hal ini atau bahkan hanya mengucapkan di dalam hati keraguannya maka ia telah memberi sugesti kepada dirinya sendiri untuk menganulir semua hasil terapi yang telah dicapai.

Saya ingat di salah satu sesi live therapy yang saya lakukan di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy (SECH 100 jam). Usai live therapy saya biasanya berdiskusi dengan klien dan selalu memberi komentar positif karena bertujuan memberi tambahan sugesti. Saat itu ada beberapa peserta pelatihan yang berkomentar dan kesannya kurang mendukung, walau mereka sebenarnya tidak bermaksud demikian. Komentar mereka antara lain, “Anda tidak merasa pusing setelah menjalani sesi terapi ini?”, “Saya lihat wajah Anda agak pucat. Apakah Anda baik-baik saja?”, “Saya harap Anda benar-benar sembuh dan tidak kambuh lagi.”

Mendengar komentar ini, walau sebenarnya tujuannya baik, saya melarang mereka mengeluarkan komentar yang tidak mendukung. Beberapa saat kemudian, setelah memastikan dan yakin klien sudah sepenuhnya keluar dari kondisi trance, setelah klien meninggalkan ruang pelatihan, barulah saya menjelaskan mengapa saya melarang mereka berkomentar yaitu karena saat itu klien masih dalam kondisi hypersuggestible.

Sembilan puluh detik ini adalah waktu rata-rata. Dari pengalaman saya selama ini ada klien yang butuh waktu jauh lebih lama, bisa sampai sekitar tiga atau empat menit, untuk sepenuhnya keluar dari kondisi trance. Ada lagi yang pikirannya sudah kembali ke kesadaran normal namun tubuhnya masih tertinggal di bawah sana atau masih sangat rileks.

Terapis harus memastikan bahwa saat meninggalkan ruang terapi atau klinik klien telah kembali ke kondisi sadar normal, seperti sebelum ia menjalani sesi terapi. Akan sangat riskan bila klien pulang dan mengendarai sepeda motor atau mobil dalam kondisi yang masih agak trance.

Apakah ada cara agar klien bisa dengan cepat dan pasti keluar dari kondisi trance yang dalam?

Tentu ada. Teknik ini dinamakan instant emerging technique dan saya pelajari dari Tom Silver. Bila ada instant induction, yang bisa membawa klien masuk ke kondisi deep trance dengan sangat cepat, maka kebalikannya adalah instant emerging, yang mampu membawa klien keluar juga dengan sangat cepat. Biasanya hanya butuh waktu sekitar tiga atau empat detik saja.

Alasan saya mengajarkan teknik ini di kelas SECH adalah agar klien tidak bisa, baik secara sadar atau tidak sadar, menganulir hasil terapi karena dengan cepat melewati fase hypersuggestible dan kembali ke kesadaran normal. Ibarat mobil, kita, terapis berperan sebagai montir yang melakukan tune up atau overhaul mesin mobil. Setelah selesai ditangani tentu kita tidak ingin mesin diotak-atik oleh konsumen yang tidak mengerti mesin. Caranya adalah dengan menutup kap mesin dan menguncinya. 



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=161 pada tanggal 23 Juli 2013