Engram, Program Pikiran Penyebab Masalah dan Cara Mengatasinya

Pengalaman klinis membantu klien mengatasi masalah mereka memberi pelajaran sangat berharga bagi diri saya. Setiap sesi terapi sifatnya unik, personal, dan mengandung pembelajaran penting baik untuk klien maupun saya sebagai terapis. Kami bertumbuh dan berkembang bersama melalui interaksi terapeutik yang terjalin selama proses terapi.

Klien-klien ini adalah pribadi unik dan berharga yang hidupnya menjadi tidak nyaman karena ada sesuatu yang mengganggu dan mengakibatkan munculnya masalah.

Ada sangat banyak masalah yang bisa kita alami. Untuk mudahnya, saya mendefinisikan masalah sebagai pola pikir, sikap, perilaku atau tindakan yang tidak sejalan dengan keinginan dan harapan sehingga menimbulkan gangguan atau ketidaknyamanan dalam menjalani hidup. Ada juga yang menggunakan istilah penyimpangan perilaku.

Apapun masalah klien, bila dicermati, selalu memiliki pola yang sama. Ada masalah yang diakibatkan murni oleh gangguan fisik, ada juga yang karena faktor psikis, dan ada juga yang gabungan keduanya.

Yang dimaksud pola yaitu dulunya mereka baik-baik saja dan karena sesuatu sebab, seringkali yang tidak mereka ketahui atau sadari, muncul masalah. Jadi, masalah yang dialami klien adalah akibat dari sebab spesifik yang terjadi di masa lalu klien.

Berikut saya beri contoh sederhana untuk lebih memperjelas paparan saya. Saya yakin Anda pasti mengenal, atau mungkin Anda sendiri, orang yang takut gelap atau ruang sempit tertutup (claustrophobia). Tahukah Anda, bahwa saat lahir, tidak ada satupun bayi takut gelap atau ruang sempit tertutup.

Saat dalam kandungan, bayi berada di tempat yang gelap dan sempit, di dalam kandungan ibu, dan merasa sangat nyaman. Setelah lahir, bayi membawa dua rasa takut yaitu takut pada suara keras dan takut jatuh (ketinggian). Takut-takut yang lain dipelajari dalam proses tumbuh kembang melalui interaksi dengan lingkungan.

Lalu, bagaimana orang dewasa bisa takut gelap atau ruang sempit tertutup?

Ada banyak kemungkinan yang bisa menjadi akar masalah. Dengan teknik regresi, terapis bisa mencari dan menemukan kapan pertama kali klien mulai merasa takut dan apa yang terjadi saat itu. Salah satu kemungkinan adalah saat kecil ia pernah dikunci atau terkunci di dalam lemari yang gelap dan sempit sehingga merasa sangat ketakutan. Kondisi ini akan semakin parah bila ia menangis untuk waktu yang lama tapi tidak dibukakan. Yang ia alami dan rasakan, selain takut, panik, tidak berdaya, juga ada perasaan ditinggalkan.

Setelah dewasa, saat berada di dalam ruang yang sempit ia akan merasa sangat tidak nyaman. Kondisi ini akan semakin parah bila tiba-tiba lampu mati sehingga ruangan menjadi gelap gulita. Dan saat itu ia pasti takut dan panik.

Klien hanya mengalami perasaan ini bila berada di tempat gelap atau ruang sempit tertutup. Bila di tempat terang, terbuka dan lapang, ia merasa nyaman dan sama sekali tidak ada masalah. Dengan kata lain, di dalam diri klien, ada semacam program pikiran yang dorman dan akan teraktivasi bila ada pemicu yang spesifik. Program pikiran yang membuat masalah dinamakan engram.

 

Definisi Engram

Istilah engram pertama kali digunakan oleh Richard Sermon, cendekiawan Jerman, tahun 1904. Sermon mendefinisikan engram sebagai impresi stimulus yang dapat diaktivasi ulang (reaktivasi) oleh pengulangan kondisi energetik yang mengendalikan penciptaannya.

Berdasar definisi Sermon, Hubbard, pencetus Dianetics dan Scientology, mendefinisi engram sebagai gambaran mental yang merupakan rekaman dari suatu pengalaman berisi rasa sakit, kondisi tidak sadar, atau ancaman terhadap keselamatan hidup, baik nyata atau hanya imajinasi.

Definisi lain menyatakan bahwa engram secara hipotetis adalah sarana penyimpanan jejak-jejak memori sejalan dengan perubahan biofisika atau biokimiawi di otak (dan jaringan otak lainnya) sebagai respon dari stimuli eksternal.

Saya mendefinisikan engram sebagai rekaman peristiwa yang dialami seseorang, baik berupa kejadian nyata, kejadian dalam imajinasi, atau mimpi, di mana informasi ini masuk ke pikiran bawah sadar saat faktor kritis tidak aktif karena pengaruh obat, emosi yang intens, shock, rasa sakit fisik yang intens, atau sebab-sebab lain, dapat langsung aktif dan seterusnya memengaruhi perilaku sejak engram tercipta, atau dorman hingga teraktivasi dikemudian hari melalui pemicu yang serupa atau sama dengan komponen penyusun engram.

 

Jenis Engram

Dari definisi yang saya paparkan di atas dan dari pengalaman klinis sejauh ini saya menyimpulkan ada dua jenis engram. Pertama, engram yang begitu tercipta langsung aktif dan seterusnya memengaruhi dan  mengendalikan pikiran, ucapan, perasaan, tindakan, dan perilaku seseorang. Engram tipe ini beroperasi berdasar instruksi spesifik, terkandung dalam komponen verbal, yang berasal dari arti literal atau pemaknaan subjek terhadap semantik yang digunakan dalam komunikasi.

Jenis kedua adalah engram yang tidak langsung aktif setelah tercipta. Engram ini sifatnya dorman, diam di pikiran bawah sadar, menunggu pemicu yang tepat untuk mengaktifkannya. Setelah terpicu, engram ini aktif, memengaruhi dan mengendalikan pikiran, ucapan, perasaan, tindakan, dan perilaku seseorang untuk satu waktu tertentu dan setelah itu kembali dorman menunggu terpicu lagi.

 

Prenatal Engram

Prenatal engram adalah engram yang tercipta saat bayi dalam kandungan ibu. Engram jenis ini adalah yang paling destruktif dari semua jenis engram dan tercipta berdasar pengalaman hidup yang dialami ibu saat mengandung. Apa yang dilihat, diucap atau didengar, dan terutama dirasakan ibu hamil, saat faktor kritis lemah atau tidak aktif karena sebab tertentu, menjadi komponen pembentuk engram yang sangat kuat.

Reaksi negatif wanita saat mengetahui dirinya hamil atau reaksi negatif suaminya saat diberitahu tentang kehamilannya, termasuk pemikiran untuk melakukan aborsi atau telah melakukan upaya aborsi namun gagal, akan mencipta prenatal engram yang sangat kuat memengaruhi kehidupan si anak di kemudian hari. 

Dalam konteks klinis, apabila terapis benar telah menemukan dan memroses tuntas kejadian awal yang menjadi akar masalah dan klien sembuh, namun beberapa saat kemudian tanpa alasan yang jelas kambuh, maka yang menjadi penyebab kambuh adalah prenatal engram.

 

Komponen Engram

Dari pengalaman klinis, saya menyimpulkan bahwa dalam setiap engram bisa terkandung hingga 12 (dua belas) komponen: penembusan faktor kritis (critical factor by-pass), waktu, tempat, visual (eksternal/lingkungan, internal/gambaran mental), auditori (eksternal/lingkungan, internal/self-talk), sensasi/respon fisik, bau (olfaktori), rasa (gustatori), individu yang terlibat (introject, identofact), perilaku, emosi, dan rasa sakit pada fisik.

 

Sifat Engram

Engram dapat secara permanen menyatu dengan dan memengaruhi sebagian atau semua sistem tubuh dan berlaku sebagai entitas yang memiliki memori, kemampuan berpikir, logika, sikap, kepribadian, karakter, kebiasaan, dan emosi mengikuti perkembangan usia kronologis dan mental subjek saat engram tercipta.

Engram adalah satu-satunya faktor penyebab penyakit psikosomatis. Ia menimbulkan penyakit psikosomatis, antara lain, berdasar instruksi yang ada dalam komponen verbal, atau mengekspresikan emosi yang dikandungnya melalui bagian tubuh yang paling lemah pada saat tertentu. 

Engram, yang berlaku sebagai entitas, akan mempertahankan dirinya dari hal-hal yang ia persepsikan sebagai hal yang merugikan, mengancam, dan terutama membahayakan keberlangsungan hidupnya. Setiap upaya yang dilakukan terapis untuk menetralisir atau menghilangkan engram ini akan mendapat perlawanan gigih darinya.

Engram dapat aktif dan bekerja di latar belakang dan secara sangat halus memengaruhi pikiran sadar, tindakan, atau sistem tubuh subjek dengan menggunakan emosi.

 

Proses Reaktivasi Engram

Engram adalah program pikiran yang dorman dan baru akan teraktivasi bila ada pemicu spesifik yang sama atau mirip dengan salah satu atau beberapa komponen penyusun engram. Pemicu ini, disebut aktivator, bisa berasal dari dalam (bentuk pikiran tertentu) atau dari luar/lingkungan, adalah segala sesuatu yang mengingatkan subjek, baik pada level pikiran sadar atau biasanya di level pikiran bawah sadar, mengenai kejadian di masa lalu yang ia alami yang mengakibatkan terciptanya engram.

Aktivasi engram mengikuti logika yang menyatakan “semua sama dengan semua” atau “apa saja sama dengan apa saja” : A = B = C = D. Logika engram menyatakan bahwa apel = mobil = rumah = buku. Artinya, apapun yang menjadi komponen engram dapat menjadi aktivator karena dianggap sama.

Saat engram teraktivasi, ia membuat seseorang berkata, bertindak, dan atau melakukan hal yang sama, atau sejalan dengan instruksi yang terkandung di dalam engram atau membuat keputusan yang sama dengan yang dituntut oleh engram.

Engram dapat teraktivasi kembali secara parsial atau penuh. Kekuatan engram selain bergantung pada kekerapan ia teraktivasi kembali juga ditentukan oleh derajat aktivasinya, parsial atau penuh, dan terutama intensitas emosi yang terkandung di dalamnya. Intensitas emosi engram adalah akumulasi energi emosi dari kejadian awal, yang mengakibatkan terciptanya engram, ditambah dengan emosi dari berbagai kejadian lanjutan yang sama atau serupa dengan kejadian awal. Umumnya, di level pikiran sadar, subjek tidak (dapat) mengingat kejadian awal.

 

Contoh Engram tipe 1

Engram tipe ini tidak membutuhkan aktivator dan langsung aktif bekerja memengaruhi subjek sejak ia tercipta. Contohnya adalah berbagai kalimat negatif yang diucapkan oleh orangtua atau lingkungan kepada anak. Misalnya “kamu tidak bisa”, “kamu bodoh”, “kamu jelek”, “kamu pelupa”, dan berbagai kalimat negatif lainnya.

Begitu engram tercipta, ia langsung aktif menjalankan instruksi yang terkandung dalam komponen verbalnya. Melalui proses pengulangan, pada kejadian lanjutan, engram ini semakin lama menjadi semakin kuat dan merealisasikannya menjadi realita dalam diri anak. Ini yang kita kenal dengan “your wish is my command”.

Contoh lain adalah saat pasien menjalani operasi dan harus dibius total. Umumnya orang berpikir pasien dalam kondisi tidak sadar sehingga tidak bisa mendengar atau merasakan apa yang terjadi.

Dari hasil riset diketahui bahwa walau telah dibius total,  pikiran bawah sadar pasien tetap sadar sepenuhnya, mampu mendengar dan mengetahui apa yang terjadi selama proses operasi.

Dengan demikian, apapun yang diucapkan oleh dokter bedah, dokter anestesi, perawat, atau siapa saja yang ada di dalam ruang operasi, khususnya kata-kata negatif atau kata yang dapat dimaknai sebagai negatif, akan mencipta engram.

Misalnya, saat melakukan operasi, tanpa sengaja dokter bedah berkata kepada koleganya, “Ini operasi paling sulit yang pernah saya lakukan sepanjang karir saya sebagai dokter bedah.”

Pernyataan ini dapat dimaknai oleh pikiran bawah sadar pasien bahwa kondisinya sangat parah sehinga ia sulit sembuh atau pulih sepenuhnya. Dan saat engram ini tercipta, demikianlah yang akan terjadi.

Bisa juga dokter bermaksud baik dengan berkata, “Selesai operasi, dia tidak akan pernah sama seperti dulu lagi.” Maksud dokter, si pasien akan berubah, sehat, dan pulih sepenuhnya dari sakit menahun yang telah dideritanya. Tapi pikiran bawah sadar pasien bisa mengartikan sebaliknya.

Kondisi yang sama juga dapat terjadi pada pasien koma. Tanpa disadari oleh orang disekitarnya, apapun yang mereka ucapkan tentang si pasien akan masuk ke pikiran bawah sadar si pasien dan mencipta engram.

Di buku The Miracle of MindBody Medicine saya menjelaskan penanganan kasus klien yang mengalami amnesia, berubah perilakunya, setelah mengalami koma selama sepuuh hari pascaoperasi.

 

Contoh Engram tipe 2

Di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy (SECH), pelatihan hipnoterapi 100 jam yang saya selenggarakan, di salah satu sesi live therapy, saya menerapi klien, sebut saja Budi, untuk masalah emosi yang mudah meledak dengan kecenderungan melakukan tindakan destruktif.

Budi mengatakan bahwa ia sangat mudah marah. Bahkan untuk hal-hal yang sepele ia bisa marah besar. Bila sudah marah, selain reaksi verbal, ia membanting barang-barang yang berada di dekatnya. Selanjutnya ia meninju kepalanya sendiri dengan keras. Bila masih belum puas, Budi membenturkan kepalanya ke tembok berulang kali sampai kemarahannya reda.

Saya melakukan regresi untuk mencari tahu apa yang terjadi di masa lalunya. Singkat cerita, dari hasil regresi diketahui bahwa semua ini bermula saat Budi berusia 6 tahun. Saat itu Budi bolos, tidak masuk sekolah. Mengetahui hal ini, ibu Budi marah besar. Selain mengamuk dan marah besar, ibunya juga memukul Budi. Masih merasa belum puas, si ibu membenturkan kepala Budi ke pintu berulang kali.

Mari kita telaah apa yang terjadi pada Budi menggunakan pemahaman kita mengenai engram:

  1. penembusan faktor kritis: saat Budi dimarahi ibunya tentu ia merasa takut. Perasaan takut ini mengakibatkan terjadinya penembusan critical factor.
  2. waktu: Budi dimarahi oleh ibunya di pagi hari, usia 6 tahun.
  3. tempat : di rumah, tepatnya di ruang keluarga.
  4. visual : Budi menyaksikan ekspresi wajah dan bahasa tubuh ibunya saat mengamuk.
  5. auditori : Budi mendengar suara ibunya, kata yang diucapkan, nada, tekanan suara. Bila ada suara dari lingkungan, saat kejadian ini, misalnya siaran radio yang memainkan lagu X, maka suara ini juga masuk ke dalam pikiran bawah sadarnya dan menjadi komponen engram. Budi juga berkata di dalam hati bahwa ibunya membenci dirinya dan sukanya marah-marah terus.
  6. sensasi fisik: tubuh Budi gemetar, pandangan mata menjadi gelap, jantung berdebar kencang, napas pendek dan cepat.
  7. bau : tidak ada bau spesifik yang terekam.
  8. rasa : tidak ada rasa spesifik yang terekam.
  9. individu yang terlibat: Ibu yang marah besar, memaki, memukul, dan membenturkan kepala Budi ke tembok. Ibu adalah introject dan sekaligus dapat menjadi identofact.
  10. perilaku : Budi merasa takut, tidak berdaya, tidak bisa dan tidak berani membela diri karena semakin ia membela diri, ibunya menjadi semakin marah.
  11. emosi : Budi merasa sedih, tidak dicintai, tidak dimengerti karena ibunya tidak bersedia mendengar alasan ia tidak masuk sekolah. Budi marah dan benci ibunya namun merasa tidak berdaya.
  12. rasa sakit fisik: Budi merasa sakit di wajah dan kepalanya karena dipukuli dan dibenturkan ke pintu oleh ibunya.

 

Dari hasil regresi diketahui bahwa Budi sering dimarahi, dipukul, dan kepalanya dibenturkan ke pintu atau tembok oleh ibunya. Regresi tidak langsung mengungkap kejadian awal terciptanya engram. Setelah melalui beberapa kali regresi, melewati rangkaian beberapa kejadian, regresi akhirnya berhenti di usia enam tahun. Dan inilah awal mula terciptanya engram yang memengaruhi kondisi emosinya hingga ia berperilaku destruktif.

Kejadian-kejadian lanjutan yang sama atau serupa dengan kejadian awal, di mana kejadian lanjutan ini mengandung muatan emosi yang serupa dengan kejadian pertama, walau dengan intensitas yang berbeda, memberikan efek penguatan (compounding) pada engram. Semakin lama engram ini berisi emosi yang semakin intens dan membuatnya menjadi semakin kuat.

Engram tersimpan di pikiran bawah sadar Budi, sifatnya dorman, dan sewaktu-waktu dapat aktif kembali bila terpicu oleh aktivator yang sama atau serupa dengan komponen yang ada di dalam Engram.

Aktivator engram ini, misalnya, Budi melihat wajah wanita yang mirip dengan ibunya, atau ia melihat wajah ibunya saat ini dengan ekspresi yang mirip atau sama dengan dulu waktu memarahinya, atau mendengar suara dengan nada tertentu seperti dulu nada ibunya memarahinya, atau Budi mendengar lagu X, atau tubuh Budi gemetar (oleh sebab tertentu), atau saat Budi ditegur bosnya dan ia merasa tidak berdaya karena tidak bisa membela diri, atau saat kepala Budi sakit karena terbentur sesuatu.

Jadi, ada begitu banyak kemungkinan aktivator. Namun yang pasti, saat teraktivasi, engram secara otomatis membuat pikiran sadar dan faktor kritis melemah, bergantung derajat aktivasinya. Bila engram teraktivasi parsial maka pikiran sadar dan faktor kritis menjadi lemah namun masih aktif. Saat engram teraktivasi penuh, pikiran sadar dan faktor kritis benar-benar tidak bekerja, subjek mengalami regresi spontan kembali ke peristiwa traumatik yang dulu ia alami, mengalami semuanya sama seperti dulu terutama dalam respon perilaku dan emosi yang ia rasakan. 

Dalam kasus Budi, saat engram teraktivasi, ada dua kemungkinan perilaku yang ditampilkan Budi (dewasa). Pertama, perilaku sebagai Budi kecil, usia 6 tahun, yang tidak berdaya, takut, dan respon fisik lainnya. Kedua, perilaku ibunya, yaitu berteriak, memukul, meninju, dan membenturkan kepala Budi ke tembok. Pada perilaku kedua, ibunya berperan sebagai identofact.

Jadi, sangat jelas, bahwa yang memukul, meninju, dan membenturkan kepala Budi ke tembok bukan Budi kecil tapi identofact ibunya. Yang terlihat dari luar adalah Budi (dewasa) marah, memukul dirinya sendiri, dan membenturkan kepalanya ke tembok.

Pilihan peran yang dimainkan oleh subjek, saat engram aktif, ditentukan oleh pikiran bawah sadar mengikuti mekanisme tertentu. Terapis dapat memodifikasi mekanisme ini sehingga pilihan pikiran bawah sadar, yang tadinya terjadi secara otomatis, dapat diarahkan untuk membuat pilihan yang menguntungkan klien. 

Dengan regresi saya berhasil menemukan dan memastikan bahwa kejadian di usia enam tahun ini benar adalah akar masalah (ISE). Selanjutnya saya melakukan restrukturisasi engram. Penting bagi terapis untuk memastikan bahwa yang diproses adalah ISE. Bila bukan ISE hasil terapi biasanya tidak akan maksimal dan besar kemungkinan klien akan kambuh.

Pertama, saya memproses komponen emosi. Ini langkah yang sangat penting karena kekuatan engram ditentukan oleh intensitas emosi. Semakin intens emosi, semakin kuat engram, dan semakin sulit untuk dilakukan modifikasi atau restrukturisasi.

Pemrosesan emosi tentu menggunakan teknik yang sesuai dengan situasi dan kondisi klien. Dalam kasus Budi, saya menggunakan tiga teknik pemrosesan emosi, dari total sembilan belas teknik yang kami kembangkan di Adi W. Gunawan Institute, sesuai dengan situasi dan kondisi Budi saat terapi berlangsung.

Setelah emosi berhasil dinetralisir selanjutnya saya memproses komponen engram lainnya terutama komponen “ibu”. Baru setelah itu, komponen lainnya yang dirasa perlu dimodifikasi.

Terapi berlangsung selama hampir dua jam dan hasilnya sungguh menggembirakan. Usai terapi Budi berkata bahwa ia merasa sangat lega. Beberapa hari kemudian kami menghubungi Budi dan menanyakan perkembangannya. Ia menyampaikan bahwa setelah terapi ia sempat bertengkar dengan salah seorang rekan kerjanya. Kali ini reaksinya berbeda. Ia marah namun marahnya adalah marah yang wajar. Ia tidak lagi merusak barang di sekitarnya, memukul diri sendiri, atau membenturkan kepalanya ke tembok.

 

Teknik Modifikasi Lain

Dalam NLP dikenal beberapa teknik terapi seperti Swish Pattern, Submodality Change, Reverse Trigger, Fast Phobia Cure (FPC), dan Collapsing Anchor. Teknik-teknik ini bertujuan menghilangkan atau mengalihkan faktor pemicu engram. Penjelasan detil mengenai teknik ini bisa dibaca di buku saya The Secret of Mindset.

Swish Pattern menggunakan proses visual dan bisa juga auditori. Gambar atau suara yang semula memicu satu kondisi emosi tertentu, aktivator yang mengaktifkan engram, dimanipulasi sedemikian rupa sehingga saat gambar atau suara ini muncul ia akan memicu gambar atau suara lain yang tidak ada hubungannya dengan engram. Dengan demikian engram tidak akan teraktivasi dan masalah selesai.

Demikian pula dengan Submodality Change. Teknik ini melakukan perubahan pada modalitas dengan tujuan membuat engram tidak dapat teraktivasi karena komponennya berubah. Aktivator yang tadinya dapat memicu engram menjadi aktif kini tidak lagi bisa bekerja karena komponen engram telah berubah, lebih tepatnya diubah.

Reverse Trigger bekerja dengan prinsip yang sama dengan Swish Pattern namun yang diproses bukan gambar melainkan emosi atau perasaan. Sedangkan FPC bertujuan “merusak” alur film kejadian sehingga tidak bisa lagi diakses dan engram tidak bisa teraktivasi. Terakhir, Collapsing Anchor, menetralisir emosi pada engram dengan membenturkannya dengan emosi positif yang jauh lebih kuat. Saat emosi dalam engram berhasil dinetralkan maka saat ia teraktivasi tidak akan mengakibatkan munculnya masalah.

Berdasar pengalaman klinis saya menggunakan teknik-teknik yang saya jelaskan di atas, ada satu temuan menarik. Bila intensitas emosi dalam engram sangat kuat maka umumnya teknik-teknik ini tidak bisa bekerja optimal seperti yang diharapkan. Bila ini terjadi, cara efektif untuk menetralisir engram ini adalah dengan melakukan regresi dan memroses engram di kejadian awal.

 

Engram Menular

Engram dapat menyebar, seperti virus, menulari orang lain. Pada kasus yang saya jelaskan di atas, engram dalam diri Budi, bila engramnya tidak dinonaktifkan melalui proses terapi, dapat menular ke anaknya. Misalnya, suatu saat Budi punya anak, Dani. Dani cukup aktif, nakal, suka membantah, sering tidak masuk sekolah, dan ini membuat Budi marah.

Perilaku Dani menjadi aktivator yang mengaktifkan engram dalam diri Budi. Saat engramnya aktif dan Budi memainkan peran sebagai ibunya, maka apa yang dulu ibunya lakukan padanya, saat ia berusia 6 tahun, akan ia lakukan pada anaknya, yaitu memarahi, memukul, dan membenturkan kepala si anak ke tembok.

Saat Dani mengalami hal ini, tercipta engram di dalam dirinya, yang sebenarnya adalah duplikasi dari engram yang ada di dalam diri Budi. Sampai suatu saat engram di dalam Dani teraktivasi dan membuat ia melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan papanya dulu, yaitu marah, membanting benda di sekitarnya, memukul diri sendiri, dan membenturkan kepalanya ke tembok. Demikianlah seterusnya.

Ini yang sering kita dengar dengan kalimat “Dia ini persis seperti bapaknya” atau “Dia ini persis seperti ibunya.”

Dengan dasar pemahaman ini sekarang Anda dapat mengerti apa yang sesungguhnya terjadi di lembaga pendidikan tertentu, yang beberapa kali ramai diberitakan, karena ada calon mahasiswanya meninggal akibat kekerasan fisik yang dilakukan senior kepada yunior saat menjalani masa orientasi.

Yang terjadi adalah engram, yang berisi program kekerasan, di dalam diri mahasiswa senior berasal dari seniornya lagi yang memperlakukan mereka dengan sangat keras atau kejam saat masa orientasi. Engram ini teraktivasi saat mereka menjadi panitia penyelenggara masa orientasi. Engram ini selanjutnya menular ke mahasiswa baru yang akan melakukan hal yang sama di tahun berikutnya kepada adik kelas mereka. Demikian seterusnya sampai dilakukan tindakan untuk memutus mata rantai penyebaran engram ini.



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=166 pada tanggal 12 Agustus 2013