Forensik Hipnosis: Untuk Terapi atau Penyidikan?

Ramai media memberitakan kecelakaan  tragis di Tol Jagorawi Km 8+200, Cibubur, Jakarta Timur, pada 8 September 2013 dini hari, yang melibatkan AQJ (13), putra bungsu mantan pasangan suami istri Ahmad Dhani dan Maia Estianty. Kecelakaan ini mengakibatkan tujuh orang meninggal dunia.

Saya tidak akan membahas mengenai kejadian kecelakaan ini. Artikel ini fokus pada “lupa ingatan” yang dialami AQJ pascakecelakaan seperti yang diberitakan salah satu media online. “Kondisi dia semakin membaik sesudah menjalani serangkaian operasi akibat kecelakaan. Bahkan, ia sudah bisa sedikit mengingat apa yang ada dalam pikirannya sebelum dirinya mengalami kecelakaan tersebut. Dia ingat cuma pengin nyalip. Tapi, sudah enggak bisa ngapa-ngapain. Dari situ dia sudah blank. Masuk tol tuh dia sudah blank," ucap Mita, personel duo The Virgin, seusai menjenguknya di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2013).

Tidak banyak yang bisa diingat oleh AQJ mengenai kejadian itu. Kemudian, ia dilarikan ke rumah sakit terdekat dari lokasi kecelakaan itu, Rumah Sakit Meilia Cibubur. Lalu, atas permintaan orangtuanya, ia dipindahkan ke RSPI.

"Dia bilang, 'Aku banyak lupa.' Kayak apa ya, orang enggak merasakan apa-apa, kayak enggak tahu apa-apa. Kerasa kayak orang mimpi saja, terus bangun," lanjut Mita.

Apa yang dialami oleh AQJ adalah amnesia akibat represi memori atas satu kejadian traumatik yang tidak bisa ditangani oleh pikiran sadar. Memori ini ditekan sedemikian rupa oleh pikiran bawah sadar sehingga tidak dapat diakses oleh pikiran sadar.

Amnesia adalah kondisi terganggunya daya ingat atau hilangnya memori. Penyebabnya bisa bersifat organik atau bersifat fungsional. Amnesia yang bersifat organik adalah kehilangan memori yang disebabkan oleh gangguan pada otak, seperti kecelakaan, menderita sakit yang mempengaruhi sel otak, dan penggunaan obat-obatan tertentu, biasanya obat penenang. Sedangkan amnesia yang bersifat fungsional disebabkan oleh faktor psikologis, seperti gangguan mental, sakit jiwa, stress akibat trauma, atau karena faktor pertahanan diri (defense mechanism) seperti menolak menerima dan mengakui adanya suatu keadaan yang traumatik.

 

Jenis Amnesia 

Ada banyak jenis amnesia baik yang disebabkan oleh faktor organik maupun fungsional. Berikut ini adalah enam jenis amensia seperti yang saya tulis di buku The Miracle of MindBody Medicine:

1. Anterograde amnesia adalah ketidakmampuan untuk mengingat peristiwa yang terjadi setelah kejadian traumatik atau awal penyakit yang menyebabkan amnesia. Anterograde amnesia sering terjadi sehabis suatu peristiwa akut seperti trauma, serangan jantung, kekurangan oksigen, atau serangan epilepsi.

Mereka yang terkena anterograde amnesia mengalami kesulitan membentuk memori baru karena ada hambatan dalam mentransfer data yang ada di memori jangka pendek ke memori jangka panjang yang bersifat permanen. Mereka dapat mudah lupa kejadian yang baru mereka alami, nama atau wajah orang yang baru mereka jumpai, namun memori dari masa lalu dapat mereka ingat dengan mudah.

2. Retrograde amnesia adalah salah satu tipe amnesia yang paling sering dialami. Orang yang mengalami amnesia tipe ini mengalami kesulitan dan tidak mampu mengingat data yang berasal dari masa sebelum terjadinya amnesia. Namun mereka dapat mencipta, membentuk, dan mengingat memori mulai dari saat terjadinya amnesia dan masa sesudahnya. Retrograde amnesia dapat disebabkan oleh goncangan atau pukulan yang keras pada kepala akibat kecelakaan atau terjatuh.  Amnesia tipe ini juga dapat disebabkan oleh pengunaan obat-obatan tertentu dalam jangka panjang atau karena stroke. Bagian dari otak yang menyimpan memori masa lalu rusak dan tidak dapat diakses sehingga mengakibatkan amnesia. 

3. Emotional/hysterical amnesia adalah hilangnya ingatan pada memori atau kelompok memori tertentu. Hilangnya memori ini bukan karena faktor organik yaitu kerusakan otak namun disebabkan oleh pikiran bawah sadar melakukan represi atau menyembunyikan memori yang mengandung emosi negatif yang intens. Satu sifat unik amnesia ini yaitu ia hampir selalu dapat diatasi dengan menggunakan hipnosis atau hipnoterapi. 

4. Posthypnotic amnesia adalah hilangnya memori karena pengaruh sugesti yang diberikan saat seseorang dalam kondisi hipnosis. Bisa meliputi ketidakmampuan mengingat peristiwa yang terjadi selama hipnosis atau informasi yang tersimpan di memori jangka panjang. Sugesti diberikan saat seseorang dalam kondisi hipnosis dan dijalankan setelah ia keluar dari kondisi hipnosis. Segmen memori yang tidak dapat diingat atau diakses bergantung pada sugesti yang diberikan. 

5. Lacunar amnesia adalah hilangnya memori mengenai satu kejadian tertentu. Ini adalah jenis amnesia yang meninggalkan celah (lacuna) pada rekaman data di memori.   

6. Transient global amnesia adalah hilangnya memori spontan yang bisa berlangsung antara beberapa menit hingga beberapa jam dan biasanya dialami oleh orang berusia paruh baya dan lanjut. 

 

Dari uraian di atas tampak bahwa apa yang dialami oleh AQJ adalah anterograde amnesia yang disebabkan oleh pengalaman traumatik. Bila ini terjadi apa yang bisa atau perlu dilakukan untuk bisa membantu penderita agar bisa kembali mengingat kejadian itu?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas yang sangat perlu ditanyakan adalah untuk apa seseorang mengingat kembali kejadian traumatik? Apakah sekedar mengembalikan segmen memori yang terepresi, untuk mengatasi trauma (terapi), atau untuk tujuan penyidikan kepolisian?

Amnesia adalah satu bentuk pertahanan diri dan bertujuan untuk kebaikan diri individu. Memori yang terepresi mengandung emosi dengan intensitas yang sangat tinggi. Itulah sebabnya ia “disembunyikan” sedemikian rupa sehingga tidak bisa diakses. Saat memori berhasil diingat kembali maka muatan emosi ini juga akan dialami oleh individu. Pengalaman ini dapat mengakibatkan guncangan pada kondisi mental, gangguan kestabilan sistem psikis, dan berakibat sangat negatif.

Bila memang tidak diperlukan, dan selama tidak mengganggu, maka akan lebih baik membiarkan segmen memori ini “disembunyikan” di pikiran bawah sadar sampai seseorang lebih siap dan kuat untuk memrosesnya. Bila memang perlu segera diungkap maka ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati, menggunakan forensik hipnosis, dan tentu memerhatikan kesiapan kondisi fisik dan psikis individu.

Cara yang paling sering digunakan untuk mengungkap memori yang terepresi adalah dengan meminta klien mundur, dalam pikirannya, dan mengingat apa yang ia lakukan sebelum peristiwa traumatik. Dengan cara ini diharapkan klien dapat mengingat kembali peristiwa traumatik itu. Cara ini bisa berhasil namun bukan tanpa resiko.

Saya ingat beberapa tahun lalu saat saya membantu klien, sebut saja Yon, yang adalah korban selamat dari pengemboman hotel Ritz Carlton. Yon datang ke saya, dari Jakarta, setelah selama sekitar tiga bulan menjalani sesi terapi intensif namun tidak berhasil. Yon, yang adalah saksi mahkota, sempat diwawancarai oleh beberapa televisi nasional dan diminta menceritakan apa yang terjadi saat pengeboman itu.

Yon selalu mulai dengan cerita saat ia mendorong meja kecil, tempat meletakkan makanan, ke dalam restoran. Dan setelah itu tiba-tiba di dalam restoran ada suara ledakan sangat keras. Sampai di sini ia pasti langsung diam, pandangan matanya nanar, tubuhnya dingin dan kaku, tidak bisa digerakkan, ia tidak bisa bersuara. Butuh waktu rata-rata antara setengah jam sampai satu jam untuk Yon bisa kembali ke kondisi normal dan ia tidak bersedia melanjutkan ceritanya.

Apa yang terjadi? Saat menjawab pertanyaan wartawan, Yon kembali mengalami peristiwa ini, di dalam pikirannya, dan ia kembali “mengalami” (revivifikasi) kejadian ini. Dengan demikian setiap kali ia menceritakan kejadian ini, ia mengalami trauma ulang. Semakin lama kondisinya menjadi semakin parah karena trauma yang berulang. Menurut profesional yang menanganinya, Yon mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Selain mengalami stres ia juga tidak bisa melihat meja makan ukuran kecil, kerumunan orang banyak, pintu darurat, dan mendengar suara keras seperti mercon, guntur, atau suara sepeda motor yang digeber. Setiap kali melihat atau mendengar salah satu dari hal ini ia pasti langsung “hang” selama hampir setengah jam.

Apa yang saya lakukan untuk membantu Yon? Saya akan jelaskan di akhir artikel ini.

 

Mengungkap Data untuk Terapi

Dalam konteks terapi, data yang direpresi perlu diungkap agar dapat diproses sehingga tidak lagi mengganggu hidup klien. Tujuan utama, sebenarnya, adalah menetralisir emosi yang melekat pada memori. Saat emosi berhasil dinetralisir maka memori ini akan menjadi memori biasa yang tidak lagi mengganggu hidup klien. Klien dapat mengingat kejadian yang dulunya sangat traumatik hanya sebagai kenangan masa lalu sama seperti kejadian lainnya.

Untuk dapat mengakses memori yang terepresi dan memrosesnya dengan aman, ada beberapa kondisi yang perlu dipenuhi pada klien dan terapis. Di sisi klien, pertama, ia harus bersedia dibantu atas kesadarannya sendiri, tidak bisa atas rayuan, paksaan, atau ancaman. Kedua, klien siap secara fisik dan mental.

Dari sisi terapis, ia harus cakap melakukan hipnoterapi, khususnya dalam menggunakan berbagai teknik regresi, teknik disosiasi, penanganan abreaksi, dan teknik menembus screen memory

Terapi sebaiknya dilakukan dalam kondisi deep trance untuk meminimalisir efek emosi terhadap tubuh. Saat klien diregresi dan melihat (hipermnesia) atau mengalami kembali (revivifikasi) kejadian traumatik maka secara otomatis pikiran dan tubuhnya akan masuk ke kondisi genting dan mengaktifkan sistem saraf simpatik (fight or flight). Sedangkan saat dalam kondisi deep trance atau relaksasi yang dalam maka yang aktif adalah sistem saraf parasimpatik. Sistem saraf ini tidak bisa aktif bersamaan karena dalam satu waktu hanya bisa satu saja yang aktif.

Saat memroses memori pengalaman traumatik sebaiknya dilakukan dengan disosiasi, jangan asosiasi, agar klien tidak mengalami trauma ulang. Bila dengan disosiasi klien masih merasakan emosi yang berhubungan dengan kejadian itu maka lakukan double dissocation atau bahkan triple dissociation.

Ada beberapa cara melakukan pemrosesan secara disosiasi. Pertama, klien diregresi kembali ke kejadian dan hanya menyaksikan kejadian. Kedua, sama dengan yang pertama namun klien menyaksikan kejadian menggunakan kesadarannya saat ini. Ketiga, sama dengan yang pertama namun klien menyaksikan kejadian menggunakan kesadarannya dari masa depan.

Double dissocation adalah kondisi di mana klien menyaksikan dirinya sedang menyaksikan kejadian (A melihat B melihat kejadian X, di mana A=B). Sedangkan triple dissociation adalah kondisi di mana klien menyaksikan dirinya sedang menyaksikan dirinya sedang menyaksikan kejadian (A melihat B melihat C melihat kejadian X, di mana A=B=C).  Semakin banyak disosiasi maka semakin kecil kemungkinan klien mengalami kembali emosi yang berhubungan dengan kejadian.

Untuk keperluan terapi, terapis tidak berkepentingan untuk melakukan pemeriksaan kebenaran data atau informasi yang terungkap. Apapun yang diungkap klien diterima sebagai satu kebenaran. Yang penting klien sembuh dari pengalaman traumatiknya. Seringkali data yang terungkap sudah “terkontaminasi” oleh berbagai informasi yang disampaikan oleh orang di sekitar klien, pascakejadian, atau dari berbagai pemberitaan yang klien lihat, baca, atau dengar. Ini bisa terjadi karena pikiran bawah sadar merekam kejadian bukan apa adanya namun apa kita-nya. Artinya, memori ini bisa berubah, bertambah atau berkurang karena sifatnya yang dinamis dan rekonstruktif bergantung pada banyak faktor.

Setelah datanya berhasil terungkap maka tugas utama terapis adalah menetralisir emosi yang melekat pada memori ini menggunakan teknik yang sesuai dengan situasi dan kondisi klien. Dari pengalaman klinis menangani klien ditemukan bahwa emosi intens sangat sulit atau tidak bisa diatasi hanya dengan memberi sugesti. Untuk itu terapis perlu melakukan teknik intervensi yang tidak sekedar berbasis sugesti. 

 

Mengungkap Data untuk Penyidikan

Bila tujuannya adalah untuk penyidikan maka perlakuannya berbeda. Sebaiknya operator yang mengajukan pertanyaan adalah hipnoterapis yang cakap melakukan regresi atau penyidik yang juga seorang hipnoterapis.

Syarat di atas sangat penting karena bila salah bertanya maka data yang keluar bisa salah. Kesalahan yang sering terjadi adalah operator melakukan leading bukan guiding. Selain itu yang sangat perlu diperhatikan adalah tekanan suara, pilihan kata, ekspresi atau mimik wajah saat bertanya, dan pengharapan operator karena akan terbaca oleh pikiran bawah sadar klien dan berpengaruh atas jawaban yang klien berikan.

Sebelum forensik dilakukan, klien harus menjalani tes kesehatan fisik dan mental dan dinyatakan siap. Semua proses direkam mulai dari awal hingga akhir, tanpa terputus,  dengan beberapa kamera. Ada kamera yang khusus merekam suara dan wajah klien, suara dan wajah operator atau hipnoterapis atau penyidik, dan juga ada yang merekam keseluruhan ruangan yang digunakan untuk kegiatan forensik.

Sebagai hipnoterapis klinis, menurut hemat saya, sebaiknya usai diforensik klien juga perlu langsung diterapi.  Alasannya, forensik dapat mengungkap memori yang sebelumnya disembunyikan oleh pikiran bawah sadar. Dengan terungkapnya memori ini maka klien dapat mengingat kembali kejadian traumatik. Tentu hal ini akan tidak baik bagi klien.

Bisa juga, setelah berhasil mendapatkan data yang dibutuhkan, operator kembali membuat klien “lupa”  atau melakukan amnesia pada klien. Secara teknis ini bisa dilakukan namun tidak dianjurkan karena sama dengan operator memasang bom yang dapat meledak sewaktu-waktu.

Kembali ke pertanyaan di atas yang belum dijawab, “Apa yang saya lakukan untuk membantu Yon?”

Mengingat Yon telah berkali-kali mengalami trauma ulang karena diminta menceritakan apa yang terjadi, saya memutuskan untuk tidak mengakses memorinya. Yang saya lakukan adalah menggunakan teknik khusus, tanpa perlu mengakes memori, namun langsung mencabut emosi keluar dari segmen memori itu.

Hasilnya? Hanya dalam waktu sekitar satu jam saya berhasil membantu Yon mengatasi masalahnya. Usai terapi Yon pulang ke Jakarta dan langsung masuk kerja seperti biasa dan sama sekali tidak ada masalah. 



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=170 pada tanggal 23 September 2013