Kondisi Hipnosis Sebagai Syarat Hipnoterapi

Hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dalam kondisi hipnosis untuk menangani masalah medis atau psikologis. Sementara hipnosis adalah kondisi kesadaran melibatkan perhatian terfokus dan berkurangnya kesadaran periferal yang bercirikan peningkatan kapasitas respons terhadap sugesti. Kedua definisi ini ditetapkan American Psychological Association (APA) Divisi 30 di tahun 2014 (Elkins dkk, 2015, p.6-7).

Hipnoterapi adalah terapi, menggunakan teknik atau metode apa saja, dilakukan di dalam kondisi hipnosis, untuk mencapai tujuan terapeutik spesifik. Hipnosis adalah kondisi kesadaran bercirikan pikiran sadar rileks, fungsi kritis analitis pikiran sadar menurun, disertai meningkatnya fokus dan konsentrasi, sehingga individu menjadi sangat responsif terhadap pesan atau informasi yang diberikan kepada pikiran bawah sadar (Gunawan, 2017).

Seturut definisi di atas, salah satu syarat hipnoterapi adalah klien harus berada dalam kondisi hipnosis selama proses terapi berlangsung. Ada empat cara umum untuk memasuki kondisi hipnosis: dilakukan sendiri, dibantu orang lain, menggunakan obat atau zat kimia tertentu, dan secara spontan.

Dalam konteks hipnoterapi, proses klien beralih dari kondisi kesadaran normal ke kondisi hipnosis disebut induksi. Terdapat banyak varian teknik induksi. Namun secara umum, terbagi menjadi empat kategori: induksi instan, induksi cepat, induksi panjang, dan induksi berbasis emosi.

Di kalangan hipnoterapis terdapat pemahaman salah bahwa hipnosis adalah sesuatu yang terapis lakukan pada klien. Klien masuk kondisi hipnosis karena kerja atau upaya terapis menggunakan skrip atau teknik tertentu. Klien hanya pasif dan semuanya adalah tanggung jawab terapis. Pemahaman salah ini juga saya alami dulu di awal karir saya sebagai hipnoterapis.

Berdasar pengalaman dan temuan di ruang praktik, saya merevisi pemahaman ini. Pemahaman yang benar, menjadi landasan praktik saya dan diajarkan di kelas pendidikan dan sertifikasi hipnoterapis profesional, 𝐒𝐜𝐢𝐞𝐧𝐭𝐢𝐟𝐢𝐜 𝐄𝐄𝐆 & 𝐂𝐥𝐢𝐧𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐇𝐲𝐩𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐲® (𝐒𝐄𝐂𝐇), yaitu hipnosis adalah sesuatu yang klien lakukan pada dirinya sendiri, atas persetujuan dan izin klien, dengan mengikuti tuntunan terapis. Klien aktif dan ikut serta dalam proses induksi yang difasilitasi terapis. 

Agar dicapai hasil terapi optimal, terapis selain wajib mampu melakukan induksi dengan efektif, juga perlu memahami kondisi, kedalaman, pendalaman, kestabilan, dan fenomena hipnosis. 

Terapis profesional tidak sekadar baca skrip induksi. Setiap induksi yang terapis lakukan bertujuan menuntun klien mencapai kedalaman hipnosis spesifik, seturut masalah yang hendak diselesaikan dan teknik terapi yang digunakan. 

Dari temuan kami, para hipnoterapis AWGI, bila syarat dan kondisinya terpenuhi, klien dengan sangat mudah masuk dan bertahan di kondisi hipnosis, sedalam yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalahnya. Sebaliknya, klien akan bertahan sedangkal yang dibutuhkan, demi mempertahankan keselamatan dan kesejahteraan hidupnya. 

Terapis pemula biasanya melengkapi dirinya dengan banyak skrip atau teknik induksi untuk "menghadapi" klien mereka. Pendekatan ini sangat tidak disarankan karena bisa mengakibatkan terapis bingung dalam memilih skrip dan tidak fokus. 

Sementara terapis profesional dan berpengalaman mengandalkan dan menggunakan satu atau dua skrip induksi yang telah teruji efektif menuntun klien masuk kondisi hipnosis dalam. 

Pendalaman adalah teknik yang terapis gunakan untuk menuntun klien masuk ke kondisi hipnosis yang lebih dalam lagi. Terdapat tiga teknik pendalaman yang biasanya digunakan dalam praktik hipnoterapi: verbal, visual, dan gabungan keduanya. 

Teknik pendalaman verbal adalah dengan melakukan penghitungan, bisa dengan hitungan naik atau turun. Sementara pendalaman visual adalah dengan meminta klien membayangkan ia menuruni tangga, naik eskalator, atau lift. Cara lain, klien diminta membayangkan berada di tempat kedamaian. Teknik pendalaman berbasis visual sering tidak efektif dan bisa kontraproduktif. 

Dalam penentuan kedalaman kondisi hipnosis, mayoritas hipnoterapis menggunakan fenomena fisik yang klien alami sebagai parameter, seperti napas melambat dan ritmik, wajah datar, tubuh rileks, tangan terasa berat bila diangkat, atau ada jeda dalam menjawab.  

Fenomena fisik ini tidak akurat karena hanya berlaku bagi klien dengan tipe sugestibilitas fisik, tidak untuk klien dengan tipe sugestibilitas emosi atau intelektual. Terapis profesional menggunakan parameter yang bersifat universal, berlaku untuk klien bertipe sugestibilitas fisik maupun emosi. 

Untuk menentukan kedalaman kondisi hipnosis, terapis perlu melakukan uji kedalaman, baik yang sifatnya terbuka (overt) atau tersamar (covert), dengan merujuk pada skala kedalaman. Terdapat banyak skala kedalaman hipnosis yang disusun oleh pakar hipnoterapi atau lembaga riset terkemuka, masing-masing menggunakan skala berbeda. 

Dari hasil penelusuran literatur diketahui sejauh ini terdapat 25 skala kedalaman hipnosis. Beberapa di antaranya: Davis-Husband Scale, Friedlander-Sarbin Scale, Lecron-Bordeaux Scale, The Stanford Scales of Hypnotic Susceptibility, Children Hypnotic Susceptibility Scale, Standford Clinical Case for Adults, Standford Clinical Scale for Children, Barber Suggestibility Scale, Barber Creative Imagination Scale, Heron Depth Scale, Hartman Depth Scale, The Arons Scale, Harvard Group Scale, Long Standford Scale, dan Hypnotic Induction Profile. 

Dari 25 skala hipnosis yang dijelaskan di atas, dalam dunia hipnosis dan hipnoterapi, terutama di Indonesia, yang paling dikenal adalah skala Davis dan Husband yang terdiri 30 kedalaman, terbagi menjadi lima jenjang: insusceptible, hypnoidal, light trance, medium trance, dan deep trance (profound somnambulism).

Dalam praktik membantu klien, dari pengalaman kami, hipnoterapis perlu menggunakan satu skala kedalaman sebagai acuan, tidak bisa menggunakan bebeberapa skala sekaligus, karena setiap skala, yang disusun oleh pakar atau lembaga berbeda, menggunakan jumlah kedalaman dan fenomena hipnosis berbeda. 

Seorang terapis tidak hanya harus terampil dalam membimbing klien masuk ke kondisi hipnosis dalam, tetapi juga perlu mampu menjaga klien dalam kondisi hipnosis ini selama terapi berlangsung. Hipnosis bukanlah kondisi yang statis, melainkan dinamis. Klien dapat mengalami fluktuasi pada tingkat kedalaman tertentu. Oleh karena itu, terapis harus cermat dalam mengamati dan menilai kedalaman hipnosis yang sedang dialami klien.

Kegagalan dalam proses terapi sering terjadi bukan karena teknik terapinya tidak efektif, tetapi karena kedalaman dan kestabilan kondisi hipnosis yang dialami klien tidak memenuhi syarat untuk terapi yang efektif.



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=400 pada tanggal 6 Mei 2024