Bangga Dengan Standar Hipnoterapi Indonesia

Di salah satu kesempatan, saya berdiskusi dengan beberapa sejawat hipnoterapis AWGI tentang perkembangan dan pengembangan hipnoterapi mazhab AWGI.
 
Saya berbagi pengalaman saat dulu waktu pertama kali belajar hipnoterapi dan mulai berpraktik sebagai hipnoterapis.
 
Pada masa itu, ini kejadian sekitar 20 tahun lalu, saya masih minim pengalaman, pengetahuan, dan wawasan. Saya belum banyak menangani kasus. Saya belum membangun protokol terapi seperti yang sekarang saya gunakan dan ajarkan di kelas 𝐒𝐜𝐢𝐞𝐧𝐭𝐢𝐟𝐢𝐜 𝐄𝐄𝐆 & 𝐂𝐥𝐢𝐧𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐇𝐲𝐩𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐲® (𝐒𝐄𝐂𝐇), yaitu 𝐐𝐮𝐚𝐧𝐭𝐮𝐦 𝐇𝐲𝐩𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐞𝐮𝐭𝐢𝐜 𝐏𝐫𝐨𝐭𝐨𝐜𝐨𝐥, 𝐃𝐮𝐚𝐥 𝐋𝐚𝐲𝐞𝐫 𝐓𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐲.
 
Rata-rata, saat itu, untuk penanganan satu kasus, saya butuh minimal 6 sesi. Bahkan ada yang sampai 15 sesi, tapi klien tidak sembuh. Bahkan pernah terjadi, masalahnya justru menjadi semakin parah.
 
Saya ingat, waktu itu akhir tahun 2005, salah satu kasus yang pernah saya tangani adalah kasus pelecehan yang dialami klien wanita berusia 27 tahun. Klien ini, waktu kecil, mengalami pelecehan dalam bentuk tubuhnya diraba-raba dan dipegang oleh seorang pria. Untungnya, pelecehan ini hanya sampai di sini, tidak lebih.
 
Klien merasa sedih dan menangis setiap kali ia mengingat kejadian ini. Saya bantu si klien dengan sepenuh hati.
 
Apa yang terjadi? Saya lakukan terapi sebanyak 12 sesi. Setiap sesi berlangsung sekitar 1,5 hingga 2 jam. Akhirnya saya menyerah dan minta klien cari terapis lain. Saya sudah lakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan, klien tidak sembuh.
 
Saya tentu tidak bisa dan tidak boleh menyalahkan klien atas kegagalan saya. Saat saya melakukan terapi, saya sangat percaya diri pasti mampu membantunya.
 
Masalahnya, percaya diri saja tidak cukup untuk menghasilkan dampak terapeutik terbaik. Saya harus tahu diri bahwa kompetensi saya masih sangat rendah. Dan saya harus sadar diri untuk bisa segera belajar lagi dan mengembangkan diri lebih lanjut.
 
Saya sadar, pelatihan yang telah saya ikuti, walaupun bagus, belum mampu mengajarkan saya cukup pengetahuan sehingga saya belum mampu membangun kompetensi terapeutik tinggi.
 
Saya akhirnya belajar lagi dari berbagai sumber, seperti buku (lebih dari 1.600 judul buku tetang pikiran, psikologi, hipnosis, hipnoterapi, memori, emosi, energi, trauma, neurosains, neurofeedback, dll ada di perpustakaan pribadi saya di rumah), video (ada lebih dari 350 judul video), belajar online, dan juga belajar langsung di Amerika, secara tatap muka, dengan para pakar terbaik dunia di bidang pikiran dan hipnoterapi.
 
Dari hasil belajar sekian lama, saya akhirnya sadar bahwa sebenarnya dunia hipnoterapi ini sangatlah luas. Masing-masing pakar punya keunggulan dan keterbatasan.
 
Ada pakar yang protokol terapinya membutuhkan waktu bersesi-sesi, antara 10 hingga 20 sesi, untuk menuntaskan satu kasus. Ada yang hanya butuh kurang dari 10 sesi. Ada lagi yang hanya butuh antara 1 sampai 5 sesi.
 
Saya mendalami strategi terapi yang digunakan Josef Breuer, sejawat Sigmund Freud, saat ia menyembuhkan klien bernama Bertha Pappenheim. Bertha sebelumnya telah diterapi oleh Breuer bersesi-sesi tapi tidak bisa sembuh. Sampai terjadi satu kondisi luar biasa, dan Bertha langsung sembuh.
 
Pengalaman terapi ini, bersama pengalaman lainnya, ditulis oleh Breuer dan Freud ke dalam buku Studien über Hysterie, terbit tahun 1895.
 
Saya juga membaca beberapa buku sangat bagus, salah satunya terbit tahun 1949, yang menjelaskan terapis, seorang psikolog perintis terkemuka Amerika, berhasil mengatasi masalah klien yang masuk kategori berat, hanya dalam satu sesi terapi.
 
Juga ada beberapa artikel jurnal, dipublikasi tahun 2013, yang menjelaskan proses hipnoterapi yang sangat efektif, hanya dalam satu sesi terapi, berhasil mengatasi masalah PTSD, trauma, depresi, dan kecemasan.
 
Selain itu, saya sangat berminat dan juga mendalami tulisan dan pemikiran para pakar trauma seperti Bessel van der Kolk, Onno van der Hart, Peter Levine, Robert Scaer, dan banyak pakar lainnya.
 
Saya mempelajari dengan sangat cermat dan mendalam strategi terapi yang digunakan setiap pakar ini. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk secara khusus mendalami strategi terapi pakar hipnoterapi yang secara konsisten mampu menghasilkan dampak terapeutik nyata, pada kasus berat, hanya dalam 1 hingga 6 sesi terapi.
 
Pakar yang mampu melakukan hal ini bisa dihitung dengan jari, sangat langka. Dan untuk bisa bertemu serta belajar langsung pada mereka, biayanya sungguh sangat mahal. Di beberapa kesempatan berbeda saya menyempatkan diri ke Amerika dan belajar secara privat, one-on-one, dengan mereka. Ini tentu dengan biaya yang sangat besar sekali.
 
Saya sungguh beruntung bisa mendapat kesempatan belajar langsung pada beberapa pakar terkemuka ini, di Amerika. Saya mengadopsi mindset, paradigma, cara berpikir, dan keyakinan mereka bahwa apa pun masalah klien, bila penanganannya tepat dan akurat, bisa diselesaikan dalam waktu singkat, efektif, aman, dan tuntas.
 
Pemahaman dan wawasan yang saya peroleh dari mempelajari pemikiran, tulisan, dan teknik-teknik terapi dari para pakar ini saya integrasikan dengan teori PBS yang saya bangun, hingga akhirnya tercipta protokol hipnoterapi seperti yang sekarang saya gunakan dan ajarkan.
 
Saya juga mempelajari teknik terapi berbasis sugesti, dari salah satu pakar terkemuka di Amerika, yang secara konsisten telah terbukti bisa mengatasi masalah klien hanya dalam satu atau maksimal dua sesi terapi. Yang digunakan murni hanya teknik sugesti. Selama dua hari penuh, di kediamannya di Camarillo, California, saya hanya belajar satu teknik ini.
 
Beliau berhasil mencipta teknik ini setelah melakukan riset mendalam dengan mesin EEG khusus, mengukur tingkat kedalaman kondisi hipnosis, daya pada setiap gelombang, dan gelombang otak dominan pada satu momen tertentu. Saya juga memiliki mesin ini.
 
Teknik ini telah saya buktikan keampuhannya saat dulu saya menangani saksi mahkota, korban pengemboman salah satu hotel di Jakarta, sekian tahun lalu. Saya hanya butuh satu sesi, tanpa melakukan regresi, mengakses memori kejadian, berbicara dengan Ego Personality klien, atau mengakses emosinya. Hanya satu sesi dan selesai tuntas.
 
Saya juga, seiring proses belajar berkelanjutan dan berbagai temuan di ruang praktik para hipnoterapis AWGI, menetapkan bahwa penanganan kasus harus bisa tuntas dilakukan hanya dalam 1 hingga 4 sesi terapi.
 
Rekam jejak para hipnoterapis AWGI membuktikan bahwa kebanyakan kasus bisa diselesaikan hanya antara satu hingga dua sesi terapi. Bila hingga dua sesi masih belum tuntas, kami akan lanjutkan hingga maksimal empat sesi terapi. Bila sudah empat sesi masalah klien belum teratasi, kami harus tahu diri dan menyatakan mundur. Kami menyarankan klien untuk mencari terapis yang lebih kompeten.
 
Ketentuan ini semata demi kebaikan dan melindungi kepentingan klien. Saat klien akan berjumpa kami, hipnoterapis AWGI, kami sampaikan secara terbuka bahwa baik terapis maupun klien harus komit, bila dibutuhkan, menjalani maksimal hingga empat sesi terapi. Setiap sesi berdurasi sekitar 3 jam.
 
Ini adalah komitmen bersama, bukan keharusan menjalani sampai empat sesi terapi. Bila dalam satu atau dua sesi masalah telah teratasi, terapi tidak perlu dilanjutkan.
 
Dengan mengetahui ketentuan ini klien dapat menyiapkan dirinya, baik secara finansial atau emosional sebelum menjalani proses terapi.
 
Hipnoterapis AWGI, sesuai ketentuan, tidak diperkenankan secara sengaja memperpanjang sesi terapi hingga bersesi-sesi, misal sampai 10 atau 12 sesi, padahal ia menyadari dirinya tidak mampu mengatasi masalah klien.
 
Klien harus diperlakukan dengan hormat dan bermartabat. Tidak boleh dijadikan kelinci percobaan atau sapi perah. Bila hipnoterapis AWGI tidak mampu membantu klien mengatasi masalah, ia harus bersedia mengakui bahwa dirinya tidak mampu, dan menyarankan klien mencari bantuan terapis lain yang lebih kompeten. Terapis harus sadar diri bahwa kompetensi terapeutiknya belum memadai untuk membantu klien ini.
 
Bila terapis sengaja abai dan memperpanjang sesi terapi, padahal terapis tidak cakap, terapis ini telah melakukan pelanggaran kode etik yaitu sengaja memperpanjang sesi terapi demi tujuan mendapat keuntungan finansial dari klien. Ini pelanggaran berat.
 
Saya jelaskan juga kepada para sejawat hipnoterapis AWGI ini bahwa sangat penting memilih guru yang tepat. Sebagai murid, kita tidak hanya belajar ilmu, strategi, teknik dari seorang guru, kita juga mengadopsi nilai hidup (value), kepercayaan (belief), pola pikir, dan paradigmanya.
 
Saya beruntung mendapat kesempatan belajar pada para guru terbaik di bidang hipnoterapi. Sebelum saya memutuskan belajar pada guru-guru ini, saya melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
 
Saya mencari informasi tentang pemikiran, tulisan, buku, video, atau testimoni tentang mereka. Dari sini saya bisa mengukur kapasitas calon guru saya. Baru setelah saya yakin benar dengan kemampuan dan kapasitas mereka, saya berangkat dan belajar kepada mereka langsung di Amerika.
 
Dan yang juga sangat penting, namun ini sering tidak orang ketahui, saat kita belajar pada seorang guru, disadari atau tidak, di dalam diri kita tercipta introjek si guru. Bila kualitas guru ini baik maka kualitas introjek guru di dalam diri kita juga baik. Demikian pula sebaliknya.
 
Ini semua disadari atau tidak menentukan realitas kita. Bila guru kita berkata hipnoterapi baru bisa menunjukkan hasil setelah 10 atau 12 sesi, maka muridnya juga pasti akan mengalami hal serupa.
 
Namun, bila gurunya berkata bahwa hanya butuh waktu antara 1 hingga 4 sesi saja masalah sudah bisa diatasi, dan ia membuktikan ucapannya dengan praktik dan tindakan nyata, kita sebagai murid juga akan mengadopsi keyakinan ini dan demikianlah yang kita alami.
 
Apakah masalah bisa diselesaikan hanya dalam waktu 1 hingga 4 sesi? Jawabannya sangat bisa.
 
Pengalaman kolektif kami, para hipnoterapis AWGI, melakukan lebih dari 130.000 sesi konseling dan atau terapi sejak tahun 2005 hingga saat ini, menunjukkan demikianlah adanya, dan demikianlah kenyataannya.
 
Saat ini, kelas SECH sedang berlangsung. Para calon hipnoterapis AWGI telah melakukan banyak praktik menangani beragam kasus, menuliskan laporan lengkap dan detil, dan dikirim ke grup untuk saya baca, pelajari, beri saran, komentar, dan supervisi. Hampir semua kasus yang mereka tangani tuntas hanya dalam satu sesi terapi.
 
Saya berpesan kepada setiap murid saya, jadilah skeptik yang cerdas. Bila ada suatu informasi luar biasa, yang tidak sejalan dengan pengetahuan atau hal yang kita ketahui, kita boleh skeptis, tapi tetap menyisakan ruang untuk memeriksa data ini dan belajar.
 
Misalnya, bila ada yang mengatakan bahwa ia bisa menyembuhkan masalah emosi dan perilaku hanya dengan menjentikkan jarinya, tanpa ia melakukan apa pun, kita boleh skeptis. Tapi jangan hanya berhenti di sini. Coba cari tahu lebih lanjut. Siapa tahu, orang ini benar. Bila ia benar punya kemampuan seperti ini, tentu akan sangat baik bila kita bisa belajar padanya.
 
Masalahnya, banyak orang yang mengalami reflex Semmelweiss, yaitu kecenderungan untuk berpegang pada keyakinan, pengetahuan, norma, kepercayaan, atau paradigma tertentu dan menolak ide atau informasi baru yang tidak sejalan atau bertentangan dengannya.
 
Orang tipe seperti ini yang sering berkata, "Ah.. ini tidak masuk akal."
 
Benar, ini tidak masuk akal, tapi tidak masuk di akalnya, karena ia tidak punya pengetahuan untuk mengerti fenomena yang dihadapi.
 
Saya juga berpesan agar murid saya jangan sampai mengalami Dunning-Kruger effect, yaitu kondisi ketika seseorang merasa dirinya lebih pintar atau lebih mampu dari orang lain, mulai dari pengetahuan hingga kinerja. Padahal, mereka sebenarnya tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan yang sepadan.
 
Dunia ilmu adalah semesta tak berbatas. Apa yang kita ketahui saat ini hanya seperti sebutir pasir di hamparan pasir di pantai. Masih ada terlalu banyak ilmu atau pengetahuan yang belum kita pelajari atau ketahui keberadaannya.
 
Saya kembali memberi penjelasan pada para hipnoterapis AWGI tentang beberapa teknik terapi advanced yang saya kembangkan dan ciptakan. Teknik-teknik ini memberi hasil luar biasa, tapi masih sangat sulit atau belum bisa dijelaskan cara kerjanya secara ilmiah, menggunakan teori yang ada saat ini. 
 
Ada yang teknik cepat mengatasi kondisi alergi. Teknik ini saya beri nama Instant Allergy Cure (IAC) dan sudah saya buktikan keefektifannya pada sangat banyak kasus.
 
Ada teknik untuk mengatasi emosi negatif intens tanpa harus melakukan apa pun, cukup dengan meminta klien fokus pada masalahnya, menarik dan mengeluarkan napas panjang, dan memori kejadian bisa pudar dengan sendirinya.
 
Setelahnya, memori-memori lain yang berhubungan dengan kejadian terakhir juga akan terungkap secara otomatis, tanpa harus dilakukan apa pun dan juga pudar. Proses ini berlangsung hanya beberapa menit.
 
Ada teknik berbasis energi medan morfik yang digunakan untuk menetralisir emosi negatif, baik secara tatap muka atau secara jarak jauh.
 
Ada beberapa teknik terapi berbasis kecerdasan tubuh dan medan energi tubuh yang saat ini masih saya ujicobakan dan sempurnakan. Dengan teknik ini, terapis hanya perlu memberi input pada PBS klien tentang masalah klien. Selanjutnya PBS klien menyelesaikan sendiri masalahnya, tanpa klien atau terapis melakukan apa pun.
 
Ada lagi teknik berbasis kesadaran untuk menetralisir emosi-emosi negatif dengan cepat, mudah, dan tuntas, tanpa klien atau terapis melakukan sesuatu.
 
Salah satu teknik advanced yang saya putuskan untuk diajarkan pada publik adalah 𝐓𝐡𝐞 𝐇𝐞𝐚𝐫𝐭 𝐓𝐞𝐜𝐡𝐧𝐢𝐪𝐮𝐞® (𝐓𝐇𝐓). Saya mulai mengajar THT sejak Juni 2018. Saat ini THT telah saya dan para certified trainer AWGI ajarkan kepada lebih dari 40.000 orang di seluruh Indonesia.
 
Banyak yang tidak percaya bila THT bisa menetralisir emosi dengan sangat cepat. Bahkan banyak rekan sejawat saya, sesama akademisi, juga tidak percaya. Para mahasiswa saya di Magister Psikologi Profesi, saat saya jelaskan bahwa THT bisa mengatasi fobia dalam waktu sekitar maksimal 15 menit, juga tidak percaya.
 
Menurut mereka, fobia biasanya baru bisa diatasi setelah 10 - 15 sesi terapi. Namun, mereka akhirnya percaya karena saya membuktikan pada mereka keefektifan THT. Saya juga mengajarkan mereka cara melakukan THT baik kepada diri sendiri maupun pada klien-klien mereka kelak.
 
Saya terus melakukan integrasi dan peningkatan protokol hipnoterapi AWGI, dengan memasukkan komponen medan morfik dan teknologi kesadaran. Hasilnya, protokol AWGI menjadi semakin kuat dan efektif.
 
Jadi, dalam konteks hipnoterapi, idealnya berapa sesi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah klien?
 
Jawabannya bergantung. Ada yang belajar teknik-teknik tradisional atau konvensional, dan ini butuh waktu lebih lama, bisa sampai 12 sesi atau lebih, untuk mengatasi suatu masalah. Ada yang belajar teknik-teknik baru, dan hanya butuh beberapa sesi.
 
Saya membaca beberapa buku bagus terbitan beberapa tahun terakhir, membahas hipnoterapi, dan saya masih menemukan format terapi bersesi-sesi. Rata-rata di atas 10 sesi untuk menuntaskan satu masalah.
 
Mana yang lebih baik? Dalam konteks terapi, fokusnya bukan pada mana yang lebih baik, tapi pada keamanan, keefektifan, kenyamanan, dan ketuntasan.
 
Hipnoterapi mazhab AWGI bersifat eklektif integratif. Saya, di awal belajar, mengacu dan menggunakan standar guru-guru saya di Amerika. Sekarang, setelah saya menekuni, berpraktik, mengembangkan, mengajarkan hipnoterapi selama 20 tahun, saya dan para hipnoterapis AWGI telah menetapkan standar kita, standar AWGI.
 
Ini adalah standar yang diciptakan oleh kita, orang Indonesia. Kita sangat bangga dengan standar ini. Standar pelatihan dan kompetensi hipnoterapi versi Indonesia ini sangat layak menjadi salah satu acuan standar (benchmark) hipnoterapi dunia.
 
Saya akhiri sesi diskusi kami dengan satu kalimat penuntup: Hipnoterapis profesional tidak sekadar fokus pada income, tapi lebih fokus dan mengutamakan outcome.
 
Demikianlah adanya...
Demikianlah kenyataannya...


Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=412 pada tanggal 13 Agustus 2024