Mengapa Anak Suka Berbohong?

Di milis SECH yang menjadi wajah saling belajar dan membelajarkan khusus untuk alumni SECH baru-baru ini hangat dibicarakan terapi anak. Salah satu topik yang dibahas adalah cara mengatasi kebiasaan anak yang suka berbohong. Saya tidak akan menjelaskan teknik terapinya di sini namun saya akan membagikan alasan mengapa anak berbohong. Satu hal yang perlu disadari para orangtua yaitu berbohong adalah suatu kebiasaan yang dipelajari bukan bawaan sejak lahir.

Anak berbohong karena 4 alasan utama:

1. Meniru orangtua. Seringkali orangtua berbohong di depan anda. Misalnya ada tetangga atau tamu yang mencari si ayah atau ibu. Namun karena mereka, orangtua, tidak mau bertemu dengan tamu ini, maka mereka meminta pembantu menyampaikan pesan, “Katakan kalo Bapak atau Ibu lagi tidur”, dan ini mereka lakukan di depan anak mereka.
Yang lebih parah lagi kalau pas HP mereka bunyi dan mereka tahu yang menelpon adalah orang yang mereka hindari maka mereka meminta anak menjawab telpon sambil dibisiki, “Bilang saja mama lagi pergi dan lupa bawa HP”.

2. Orangtua bertanya sesuatu yang sebenarnya jawabannya sudah jelas diketahui si orangtua. Misalnya si Ibu lagi nonton TV dan di ruang itu ada anaknya bermain, tidak ada orang lain. Tiba-tiba si Ibu mendengar suara gelas pecah dan langsung bertanya, “Siapa yang mecahin gelas?”
Ini pertanyaan yang salah karena sebenarnya si Ibu tahu pasti anaknya yang memecahkan gelas. Yang benar pertanyaannya adalah, “Bagaimana kok bisa pecah?”
Bila anak mendapat pertanyaan pertama maka besar kemungkinan ia akan berbohong.

3. Bila hukumannya terlalu berat dibandingkan dengan kesalahan yang dilakukan. Bisa dibayangkan bila kita melanggar lampu merah dan hukumannya adalah dendan Rp. 10 juta atau 1 tahun penjara. Siapa yang mau? Semua pasti mati-matian akan berbohong walaupun sebenarnya melanggar lampu merah. Benar kan? Ini adalah suatu bentuk defense mechanism alamiah. Sama dengan anak. Jika anak jujur dan mengakui kesalahannya tapi hukumannya terlalu berat maka anak akan cenderung berbohong demi mencari selamat.

4. Orangtua tidak konsisten. Misalnya ortu berjanji asalkan anak berkata jujur maka mereka tidak akan marah atau menghukum si anak. Eh, saat anak mengaku atau berkata jujur malah dimarahi atau dipukul. Dari sini anak belajar satu hal. Lebih aman berbohong daripada jujur. Kalau perilaku ini sering diulang maka akan menjadi habit.

Satu hal lagi, perilaku adalah bentuk strategi yang paling efektif, dari berbagai strategi yang telah dicoba oleh seorang anak, untuk bisa mendapatkan hal-hal yang ia inginkan dengan cepat dan mudah dan dengan tingkat keberhasilan yang paling tinggi.

Contohnya kalau anak minta sesuatu dan tidak dituruti orangtua anak bisa mencoba strategi menangis, marah, teriak, memukul,atau berguling-guling di lantai. Jika dengan strategi ini keinginannya tercapai maka ia akan mengulanginya lagi. Bila terjadi repetisi maka akhirnya jadi kebiasaan atau habit. Habit akan mengeras menjadi karakter dan karakter akhirnya yang akan menentukan nasib si anak saat ia dewasa kelak.

Ini yang sebenarnya digarap oleh Nanny 911. Mereka mengubah perilaku anak dengan tidak mengijinkan strategi si anak bisa berhasil mendapatkan yang si anak inginkan. Untuk bisa berhasil maka si anak “dipaksa” mencoba strategi baru. Dan begitu strategi yang dilakukan anak adalah yang baik maka strategi ini langsung mendapat penguatan (reinforcement) sehingga menjadi perilaku baru, tentunya yang baik, seperti yang diinginkan oleh orangtua.



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=49 pada tanggal 21 Juli 2010