Saya menulis artikel ini sebagai jawaban atas permintaan dan pertanyaan calon peserta pelatihan, Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy. Calon peserta ini, sebut saja Pak Budi, mengaku telah belajar ke banyak lembaga hipnoterapi, membaca banyak buku, serta juga aktif sebagai hipnoterapis.
Saat saya tanyakan apa yang ia ingin pelajari dari saya, jawabnya, “Saya mau belajar hanya materi advanced QHI.”
“Maksud, Bapak?” tanya saya.
“Begini Pak Adi, saya kan sudah pernah mengikuti pelatihan di lembaga X, lembaga Y, dengan trainer ini, trainer itu (Pak Budi menyebut beberapa nama lembaga dan trainer hipnosis dan hipnoterapi). Jadi saya sudah tahu banyak mengenai hipnosis dan hipnoterapi. Saya hanya mau belajar teknik advanced QHI. Kan, seperti yang Bapak jelaskan, teknik advanced QHI baru diajarkan di minggu kedua. Jadi saya ikut yang minggu kedua dan ketiga saja” jawabnya lancar dan tegas.
“Pak, kalau mau belajar di QHI maka Bapak perlu mengikuti materi mulai dari hari pertama, penjelasan teori selama 3 hari, baru setelah itu ke materi advanced di minggu kedua dan ketiga” jawab saya.
“Maaf Pak, bukannya saya meremehkan materi QHI. Seperti yang telah saya jelaskan tadi, saya kan sudah ikut banyak pelatihan. Saya juga sudah banyak baca buku hipnosis dan hipnoterapi. Selain itu saya juga seorang hipnoterapis aktif. Jadi, yang saya butuhkan hanya materi advanced, bukan yang basic” jawabnya lagi.
Pembaca, setelah berdiskusi beberapa saat saya tahu bahwa saya tidak bisa mengajarkan materi QHI kepada Pak Budi. His cup is full. Gelasnya sudah penuh. Lha, kalau sudah penuh bagaimana mungkin saya bisa mengisinya?
Materi QHI didesain sedemikian rupa sehingga alumnus nantinya mampu melakukan hipnoterapi dengan benar, efektif, efisien, dan dengan hasil terapi yang permanen. Inti materi QHI adalah Quantum Hypnotherapeutic Procedure (QHP). Namun untuk bisa benar-benar mampu melakukan QHP seperti yang saya lakukan, untuk bisa mencapai hasil terapi seperti yang saya capai di ruang praktik saya, maka dibutuhkan pemahaman mendalam mengenai cara kerja pikiran, dinamika dan proses terapi, pemahaman cara kerja teknik secara mendalam, dan masih banyak hal lain lagi.
Saya mengajarkan teori yang melandasi QHP di tiga hari pertama. Bila ada peserta yang tidak hadir satu hari saja, dari tiga hari pertama ini, maka saya akan meminta peserta ini mundur. Mengapa? Kalau tidak mengerti dasar teorinya lalu bagaimana mau belajar yang lebih advanced?
Setelah tiga hari pertama, di sesi selanjutnya, peserta masih terus mendapatkan tambahan dasar teori dan berbagai update pengetahuan terkini.
Setiap tahap pelatihan diikuti dengan tugas praktik yang disusun secara sangat sistematis dan hati-hati agar peserta pasti mampu melakukannya dengan berhasil. Sesederhana apapun praktik yang diminta untuk dilakukan, peserta pelatihan harus melakukannya. Ini bertujuan sebagai batu fondasi pemahaman untuk teknik yang lebih advanced. Bila tahap ini tidak dilakukan dengan benar maka saya jamin peserta pasti akan mengalami kesulitan saat belajar teknik advanced.
Penasaran dengan “luasnya” pengetahuan Pak Budi yang tetap bersikeras hanya mau ikut materi advanced saya akhirnya mengajukan pertanyaan, “Sebagai sesama hipnoterapis aktif, kalau berkenan, boleh tahu dalam satu minggu Bapak menerapi berapa orang klien?”
“Ya, kalau sempat saya terima satu hari satu klien” jawabnya.
“Rata-rata dalam satu minggu berapa klien, Pak?” tanya saya lagi.
“Ya, kadang dua, kadang tiga. Nggak mesti lah. Kalau Pak Adi, dalam satu hari terima berapa klien?” Pak Budi balik bertanya.
“Rata-rata saya terima dua klien. Bahkan pernah tiga orang dalam sehari” jawab saya.
“Pak, kalau boleh share, apakah Bapak pernah menerapi klien yang moditas utamanya visual, dan saat Bapak minta klien membayangkan sesuatu, gambarnya nggak bisa keluar?” tanya saya lagi.
“Pernah. Beberapa kali saya mengalaminya” jawab Pak Budi.
“Dari pengalaman Bapak apa yang menyebabkan hal ini terjadi?”
“Oh, ini karena klien kurang deep.”
“Apa yang Bapak lakukan agar gambar atau imajinasi klien bisa muncul?”
“Saya lakukan deepening lagi.”
“Hasilnya?”
“Nggak tahu kenapa tapi tetap nggak bisa muncul gambarnya. Padahal saya yakin klien sebenarnya sudah sangat deep. Kayaknya klien nggak siap diterapi. Ada resistensi. Orangnya visual tapi gambarnya nggak bisa muncul.”
Dari jawaban Pak Budi saya tahu bahwa sebenarnya ada pemahaman yang kurang pas mengenai hubungan antara level kedalaman trance dan kemampuan memunculkan gambar mental atau imajinasi.
“Karena gambarnya tetap nggak bisa muncul, dan klien sudah sangat deep, apa yang Bapak lakukan?” kejar saya.
“Saya kasih sugesti saja. Dan saya terminate. Lha, bagaimana mau terapi, gambarnya nggak bisa muncul” jawabnya.
Pembaca, hal-hal yang tampak sangat sepele ini sebenarnya adalah hal yang sangat penting dalam proses terapi. Bagaimana mungkin Pak Budi bisa melakukan teknik advanced dalam QHP secara benar bila dasar teorinya saja dia kurang atau tidak menguasai.
“Kalau menurut Pak Adi, apa yang menyebabkan orang visual tidak bisa membayangkan sesuatu dalam kondisi trance?” tanya Pak Budi.
Saya hanya tertawa saja mendengar pertanyaan ini dan menjawab, “Nah, Pak, inilah yang saya ajarkan di tiga hari pertama QHI. Filosofi terapi yang saya kembangkan tentunya tidak sama dengan rekan-rekan trainer lain. Untuk bisa memahami apa yang saya lakukan Bapak perlu memahami dasar teori dan alur berpikir saya saat menciptakan QHP. Dengan pemahaman ini barulah Bapak bisa melakukan hipnoterapi versi QHI secara benar. Itulah sebabnya saya tetap meminta Bapak mengikuti kelas QHI secara penuh. Saya mengajarkan dasar teori mengapa gambar mental orang visual nggak bisa muncul dan bagaimana cara mengatasi hal ini. Juga bagaimana membuat orang yang auditori dan kinestetik bisa dengan mudah melakukan visualisasi. Kalau Bapak mencopot sedikit dari trainer ini, sedikit dari trainer satunya, tanpa dilandasi satu alur terapi utama maka Bapak pasti akan bingung.”
Walaupun telah mendapat penjelasan panjang lebar dari saya, Pak Budi tetap hanya ingin ikut kelas advanced QHI. Ya, sudah, saya nggak bisa apa-apa. Tentu saja saya tidak bisa mengabulkan permintaannya. His cup is full. When the cup is full, it is full.
Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=57 pada tanggal 21 Juli 2010