Memahami dan Memaknai Client-Centered Hypnotherapy

Beberapa hari setelah QHI mempublikasikan kelulusan alumninya di harian nasional Kompas, 1 Desember 2010, saya mendapat pertanyaan dari beberapa rekan berhubungan dengan pernyataan bahwa para alumni ini, setelah melalui proses pendidikan yang sangat terstruktur dan intens yang berlangsung selama 100 jam tatap muka di kelas, berhak menyandang gelar certified client-centered hypnotherapist. Pertanyaan mereka adalah apa beda certified hypnotherapist dan certified client-centered hypnotherapy?

Terminologi client-centered hypnotherapist saat ini memang cukup banyak digunakan oleh rekan-rekan hipnoterapis di Indonesia. Pemahaman dan pemaknaannya juga bisa berbeda bergantung pada masing-masing individu.
 
Jadi, apakah client-centered hypnotherapy itu? Apa bedanya dengan client-centered hypnotherapist?

Client-centered hypnotherapy terdiri atas tiga kata yaitu client, centered, dan hypnotherapy. Sedangkan hypnotherapy terdiri atas dua kata yaitu hypnosis dan therapy.

Hipnoterapi adalah terapi, menggunakan teknik apa saja, yang dilakukan dengan atau dalam kondisi hipnosis. Sedangkan hipnosis adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti atau perintah tertentu. Jadi, hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan setelah faktor kritis klien berhasil ditembus atau klien telah masuk ke kondisi rileksasi mental yang dalam.

Client adalah orang yang menjalani hipnoterapi. Sedangkan “centered” berarti berpusat. Dengan demikian client-centered hypnotherapy adalah terapi, dengan menggunakan teknik apa saja, yang dilakukan setelah faktor kritis berhasil ditembus atau dalam kondisi rileksasi mental yang dalam, dan berpusat pada klien.
 
Kata berpusat pada klien atau client-centered mengandung makna niat, tujuan, teknik, dan proses terapi dilakukan semata-mata demi kemajuan dan kebaikan hidup klien dan dilakukan dengan memahami kesiapan mental dan fisik, pola pikir, riwayat hidup, karakter, kepribadian, kondisi kejiwaan, dan tujuan akhir yang ingin dicapai klien.
 
Client-centered hypnotherapist adalah hipnoterapis yang melakukan hipnoterapi yang berpusat pada klien.

Salah satu parameter yang menentukan apakah seorang hipnoterapis bersifat client-centered atau therapist-centered adalah teknik yang ia gunakan. Bila berpusat pada klien maka proses terapi, mulai dari fase wawancara, induksi, dan teknik intervensi klinis yang digunakan semuanya disesuaikan dengan kondisi klien. Jadi, pendekatannya sangat bergantung pada klien. Setiap terapi yang berpusat pada klien prosesnya selalu unik dan berbeda.

Bila terapis hanya menggunakan satu teknik saja, dengan kata lain memaksakan tekniknya pada klien baik itu teknik induksi maupun teknik terapi maka proses terapi ini masuk kategori terapi yang berpusat pada terapis (therapist centered) bukan berpusat pada klien (client centered).

Therapist centered terjadi saat terapis hanya menggunakan satu teknik terapi, misalnya hanya sugesti, untuk menangani beragam kasus, padahal tidak semua kasus bisa diselesaikan dengan sugesti. Atau terapis yang mengatakan bahwa klien tidak bisa dihipnosis karena klien terlalu analitikal. Yang sesungguhnya terjadi adalah bukan kliennya yang terlalu analitikal namun  terapisnya yang kurang cakap melakukan induksi. Tidak ada klien yang tidak bisa dihipnosis. Semua orang bisa dihipnosis. Seanalitikal apapun klien, asalkan klien mengijinkan, tidak ada kendala bahasa dan komunikasi, dan terapis sungguh-sungguh mengerti dinamika cara kerja pikiran dan menguasai teknik induksi dengan benar, maka klien pasti bisa masuk kondisi deep trance dengan mudah, cepat, dan pasti. Ada pepatah yang dengan gamblang menjelaskan kondisi ini yaitu if the only tool you have is a hammer, you will treat every problem as a nail.

Parameter lain adalah bila terapis, sebelum melakukan hypnoanalysis, telah berani memastikan bahwa masalah klien disebabkan oleh pengalaman traumatik tertentu, dan dalam hal ini terapis langsung menyimpulkan atau menetapkan kejadian atau pengalaman traumatik yang terjadi di masa kecil, atau bahkan di past life klien, maka ini adalah therapist centered bukan client centered.

Contoh kasusnya seperti ini. Seorang klien datang ke terapis dan mengeluh mengenai kondisi keuangannya yang tidak baik. Klien sudah kerja keras namun selalu gagal. Klien beberapa kali ditipu rekan bisnis. Usaha yang semula berjalan lancar entah kenapa mengalami kendala dan macet sehingga klien rugi besar.

Dengan hanya mendengar sekilas penjelasan klien terapis langsung berani menyimpulkan bahwa pasti di masa kecil klien pernah mendapat imprint atau sugesti dari orangtuanya bahwa uang adalah akar segala kejahatan. Sugesti ini akhirnya menjadi belief negatif dan ini yang mensabotase diri klien.

Ada lagi terapis yang mengatakan bahwa kondisi klien ini terjadi karena di kehidupan lampau (past life) klien pernah menipu beberapa orang. Jadi, apa yang dialami klien di kehidupan saat ini adalah proses membayar hutang karma dari masa lampau. Dan rekan bisnis yang menipu klien di kehidupan saat ini pastilah dulunya adalah orang yang klien tipu. Dengan kesimpulan ini terapis langsung membawa klien ke masa lalu untuk menemukan akar masalahnya dengan menggunakan teknik regresi.

Apakah benar ini akar masalahnya? Belum tentu. Namun bila terapis melakukan regresi pada klien, dengan dasar asumsi ini, maka klien “bisa” menemukan akar masalah yang sejalan dengan asumsi terapis. Hal ini terjadi karena terapis melakukan leading yaitu mengarahkan pikiran klien mengikuti kemauan terapis, bukan guiding. Yang dimaksud dengan guiding adalah terapis hanya berperan sebagai fasilitator dan pikiran bawah sadar klien yang mengungkapkan akar masalah klien.

Apakah client-centerd berarti apapun yang diminta oleh klien pasti (akan/harus) dipenuhi oleh terapis?

Sudah tentu tidak. Saya memaknai client-centered hypnotherapy sebagai hipnoterapi yang berpusat pada klien dan dilakukan dengan kesadaran, kreativitas, dan integritas tinggi dan bersandar pada nilai-nilai kemoralan, spiritualitas, dan kebijaksanaan.

Tidak semua permintaan klien perlu dipenuhi. Misalnya klien ingin bercerai dengan pasangannya dan belum bisa melakukannya karena masih ada perasaan kasihan. Klien datang ke terapis dan meminta terapis untuk menghilangkan perasaan kasihan ini. Apakah perasaan kasihan bisa dihilangkan? Bisa. Apakah terapi ini boleh dilakukan? Boleh, namun sebaiknya jangan. Justru peran terapis di sini, jika memungkinkan, adalah menyatukan kembali pasangan yang ingin bercerai. Apalagi bila mereka sudah punya anak. Perceraian, apapun alasannya, pasti akan menjadi pengalaman traumatik dan melukai hati anak.

Contoh lain, seorang ibu yang meminta hipnoterapis untuk menghentian kebiasaan merokok suaminya. Apakah ini bisa dilakukan? Bisa, asalkan suaminya bersedia dan mengijinkan untuk diterapi. Namun, terapi ini sebaiknya tidak dilakukan bila keinginan berhenti merokok tidak berasal dari keinginan dan kesadaran si suami. Hipnoterapis yang tidak mengindahkan hal ini, apalagi melakukan terapi tanpa persetujuan klien, biasanya akan mengalami perlawanan hebat dari pikiran bawah sadar klien. Alih-alih berhasil menerapi klien seringkali justru kebiasaan buruk yang akan dihilangkan menjadi semakin parah. Saya menyebut fenomena ini sebagai efek pembalikan dari pikiran bawah sadar.

Satu contoh lagi. Seorang wanita, sebut saja Ani, menikah dengan Budi. Ani, waktu masih kuliah dulu sempat pacaran dengan Joko. Ternyata sekarang ini Budi dan Joko adalah rekan sekantor. Joko bercerita pada Budi bahwa dulu waktu masih kuliah ia dan Ani adalah rekan seangkatan dan mereka sempat pacaran. Joko menceritakan banyak hal yang dulu ia lakukan dengan Ani termasuk mereka pernah melakukan hubungan suami istri.

Budi kemudian menanyakan hal ini pada Ani dan Ani mengakuinya, namun tidak seperti yang diceritakan oleh Joko. Budi minta Ani bercerita secara jujur karena ia sebenarnya tidak mempermasalahkan hal ini. Budi hanya ingin tahu apa yang terjadi sesungguhnya.

Ani, karena sudah banyak lupa akan kejadian itu, akhirnya minta bantuan hipnoterapis untuk melakukan forensic hypnosis. Dan selama proses forensic hypnosis Budi akan ikut berada di dalam ruang terapi untuk mengetahui apa yang dulunya terjadi.

Apakah hipnoterapis akan menerima permintaan Ani untuk melakukan forensic hypnosis?

Menurut hemat saya sebaiknya tidak dilakukan. Mengapa? Karena apa gunanya bagi Budi mengetahui apa yang dulu terjadi antara Ani dan Joko? Jika Budi benar-benar bisa menerima istrinya apa adanya, tidak mempermasalahkan masa lalu, lalu buat apa ia meminta istrinya menceritakan kejadian itu selengkap-lengkapnya sampai perlu minta bantuan hipnoterapis? Sebagai suami yang bijaksana seharusnya Budi menegur Joko untuk tidak perlu menceritakan kejadian di masa lalu. Ya kalau benar terjadi, bagaimana kalau ternyata Joko hanya ingin merusak rumah tangga Budi dan Ani? Bagaimana kalau ternyata Joko masih senang pada Ani?

Bagaimana kalau ternyata saat sesi forensic hypnosis dari pikiran bawah sadar Ani keluar data yang bersifat sangat pribadi, yang selama ini ditekan atau disembunyikan oleh pikiran bawah sadar Ani, dan data ini mengakibatkan goncangan kejiwaan baik pada Ani maupun Budi? Bisa-bisa nantinya malah Budi yang butuh terapi. Atau bisa juga Budi tidak bisa menerima hal ini dan memutuskan bercerai.  

Kasus lainnya misalnya ada klien yang mengalami schizophrenia, depresi berat dengan kecenderungan bunuh diri, korban kekerasan seksual, atau kasus lain yang berat dan hipnoterapis sadar bahwa ia belum punya pengalaman, kecakapan, atau pengetahuan untuk menangani kasus-kasus seperti ini, maka akan sangat bijaksana bila hipnoterapis tidak menerima klien ini dan merujuk ke terapis lain yang lebih kompeten.

Kondisi klien yang parah seperti pada kasus yang diceritakan di atas membutuhkan penanganan yang bersifat segera, efektif, dan tepat sasaran. Ada kasus di mana karena ego hipnoterapis yang tidak mau mengakui keterbatasan kecakapannya, tidak bersedia merujuk klien ke terapis lain yang lebih cakap, tetap menerima klien depresi berat dan tidak mampu memberikan terapi yang efektif untuk membantu klien. Akibatnya klien hampir melakukan bunuh diri. Teknik terapi yang dilakukan oleh hipnoterapis di atas dalam menangani kasus depresi berat adalah hanya dengan konseling, nasehat, dan sugesti yang semuanya dilakukan dalam kondisi sadar normal, bukan deep trance.

Ada lagi klien wanita yang datang dan minta dihipnosis agar langsing. Permintaan ini tentunya tidak serta merta diterima. Hipnoterapis perlu mengerti Body Mass Index dalam bahasa Indonesia disebut Index Masa Tubuh (IMT) yaitu sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori underweight (kekurangan berat badan), overweight (kelebihan berat badan) dan obesitas (kegemukan). Jika klien sudah underweight namun tetap ingin lebih kurus lagi maka yang perlu dibereskan adalah alasan atau emosi di balik keinginan ini, bukan menuruti kemauan klien yang ingin menurunkan berat badan.

Inilah yang saya maksudkan client-centered hypnotherapy sebagai hipnoterapi yang berpusat pada klien dan dilakukan dengan kesadaran, kreativitas, dan integritas tinggi dan bersandar pada nilai-nilai kemoralan, spiritualitas, dan kebijaksanaan.



Dipublikasikan di https://adiwgunawan.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=73 pada tanggal 13 Desember 2010