Memahami Shock Induction

19 Juli 2014 15:08

Salah satu dari sepuluh teknik dasar induksi dalam ranah hipnosis/hipnoterapi adalah teknik memberi kejutan pada pikiran sadar subjek yang dilanjutkan dengan perintah masuk ke kondisi hipnosis yang dalam.

Teknik ini menjadi sangat populer karena digunakan oleh para hipnotis yang melakukan hipnosis hiburan. Selain sangat cepat membawa subjek masuk kondisi hipnosis, hanya dalam beberapa detik saja, teknik kejutan yang lebih dikenal dengan shock induction juga memberikan efek kejut luar biasa terhadap penonton karena hipnotis seolah-olah memiliki daya kuasa yang begitu hebatnya sehingga mampu “menguasai” subjek dan hanya dengan sebuah perintah singkat subjek langsung “tertidur”. Bahkan, bagi orang awam yang tidak mengerti, hipnotis yang melakukan shock induction dipandang atau diyakini memiliki kekuatan supra. Benarkah demikian?

Artikel ini membedah dengan detil cara kerja shock induction, apa yang dilakukan oleh hipnotis/hipnoterapis untuk mampu melakukan shock induction dengan efektif, dan hal yang sebenarnya terjadi baik di aspek fisik maupun mental subjek sehingga bisa dengan begitu cepat masuk kondisi hipnosis yang dalam.

Syarat Melakukan Shock Induction

Syarat utama untuk melakukan shock induction, bagi hipnotis/hipnoterapis, adalah kepercayaan diri yang tinggi, kemudian barulah tekniknya. Siapa saja yang mencoba melakukan shock induction tanpa rasa percaya diri yang tinggi niscaya gagal. Ada beragam cara melakukan shock induction. Namun, bila dicermati semua pada dasarnya mengikuti proses yang sama. Sekali seseorang telah memahami prinsip kerja induksi ini ia pasti bisa mencipta teknik shock induction versinya sendiri.

Syarat lain ada pada klien. Apapun teknik induksi yang digunakan hanya bisa bekerja efektif bila klien bersedia dihipnosis. Bila klien menolak, teknik apapun termasuk shock induction tidak akan bisa bekerja efektif. 

Kapan Teknik Ini Digunakan?

Teknik shock induction lebih banyak digunakan dalam hipnosis hiburan. Hipnotis menggunakan teknik ini karena waktu yang terbatas dan juga untuk memberikan efek hiburan maksimal.

Hipnotis harus mampu menghipnosis subjek masuk kondisi hipnosis yang (sangat) dalam untuk bisa memunculkan berbagai fenomena trance pada kedalaman yang spesifik. Semakin dalam subjek masuk kondisi hipnosis, semakin baik.

Dalam konteks klinis, shock induction biasanya digunakan pada klien yang “sulit” dihiposis. Masuk dalam kategori ini adalah klien yang (sangat) analitikal, cemas, sulit fokus, atau sedang minum obat penenang. Walau teknik ini bisa dan sama efektifnya digunakan untuk hipnosis hiburan dan hipnoterapi tidak banyak terapis yang menggunakannya.

Alasannya antara lain:

·         teknik ini membutuhkan rasa percaya diri yang tinggi. Tidak semua hipnoterapis memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk melakukannya.

·         untuk bisa melakukannya dengan sempurna dibutuhkan latihan yang tidak sedikit.

·         hipnoterapis wanita atau yang bertubuh kecil akan mengalami kesulitan melakukan shock induction bila klien bertubuh (jauh) lebih besar.

·         teknik shock induction membutuhkan kontak fisik antara terapis dan klien, dan ini bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman baik pada diri terapis maupun klien.

·         teknik ini sulit atau kurang maksimal dilakukan saat klien sudah duduk nyaman di kursi terapis, dalam posisi agak berbaring, karena efek kejutan yang bisa ditimbulkan terbatas.

·         teknik ini sifatnya sangat agresif dan mendominasi sehingga pada beberapa klien bisa merasa tidak nyaman, terutama klien yang berada pada posisi otoritas atau klien yang takut pada figur otoritas/dominan.

·         ada perasaan sungkan atau segan bila dilakukan pada klien yang berusia lebih tua atau senior.

·         bisa menimbulkan efek negatif untuk klien yang kebetulan mengalami sakit jantung atau hipertensi.

Cara Kerja Shock Induction

Prinsip kerja shock induction sangat sederhana karena hanya terdiri dari tiga proses. Pertama, buat pikiran sadar subjek kaget dengan kejutan yang tidak disangka. Kedua, beri perintah singkat, tegas, suara keras, dan dengan nada memerintah. Ketiga, lakukan deepening. Proses yang dijelaskan di atas dilakukan dengan asumsi subjek bersedia dihipnosis.

Ada banyak cara untuk membuat subjek kaget. Dua cara yang paling sering dilakukan adalah kejutan dalam posisi berdiri dan duduk. Cara pertama, hipnotis dan klien berdiri saling berhadapan. Terapis menjulurkan tangan dominannya, misal tangan kanan, seperti sedang meminta sesuatu, dengan telapak tangan menghadap ke atas, dan meminta subjek melakukan hal yang sama tapi dengan telapak tangan menghadap ke bawah. Selanjutnya telapak tangan subjek menekan telapak tangan terapis. Sambil terus meminta subjek menekan telapak tangannya, terapis juga meminta subjek untuk fokus memandang matanya sambil mulai memberi sugesti untuk rileks, mata semakin berat, semakin ingin menutup.

Di sini terjadi dua hal penting yang berjalan pararel pada aspek fisik dan mental atau pikiran subjek. Secara fisik, tubuh subjek bukannya rileks tapi justru semakin tegang karena ia menekan dengan kuat telapak tangan hipnotis. Pikiran atau mental subjek menjadi sangat fokus dan juga mengalami kelelahan karena harus melakukan beberapa hal sekaligus yaitu tetap menekan telapak tangan hipnotis, fokus memandang mata hipnotis, dan mendengarkan sugesti yang diberikan. Semua ini membutuhkan banyak energi mental. Saat pikiran sadar dibuat sibuk melakukan berbagai hal ini faktor kritis menjadi lemah. Dengan subjek fokus sebenarnya ia sudah mulai masuk kondisi hipnosis, minimal light trance.

Saat hipnotis melihat mata subjek mulai lelah, mulai berkedip, dan mulai menutup, dan tanpa subjek sangka, dengan tiba-tiba, dengan cepat hipnotis menarik tangannya sehingga subjek kaget. Pada saat inilah, hanya pada saat subjek kaget dan tidak sebelumnya, hipnotis memberi sugesti singkat dengan nada yang tegas, keras, dan memerintah, “Tidur”. Subjek merespon dengan menutup mata dan langsung masuk kondisi hipnosis.

Perintah ini harus singkat dan dimengerti oleh subjek karena memanfaatkan celah waktu yang sangat sempit, antara 0,5 sampai ¾ detik, saat gerbang pikiran bawah sadar terbuka akibat kaget. Ketepatan waktu pemberian perintah sangatlah penting. Bila perintah diberikan sebelum subjek kaget, saat tangan belum ditarik, atau satu detik setelah subjek kaget maka tidak akan berhasil karena gerbang pikiran bawah sadar tertutup.

Saat perintah “tidur” masuk ke pikiran bawah sadar dan dijalankan, bisa terjadi hal yang riskan. Hipnotis pemula dan tidak berpengalaman biasanya tidak mengantisipasi hal ini. Subjek bisa tiba-tiba lemas, tubuhnya jatuh ke arah belakang. Ini bisa fatal karena dapat menimbulkan cedera, terutama di bagian belakang kepala karena membentur lantai. Kemungkinan kedua, subjek terkulai dan jatuh ke depan ke arah hipnotis. Hipnotis yang tidak siap dengan hal ini akan kaget dan turut jatuh karena tertindih oleh subjek. Kemungkinan ketiga, hipnotis yang memang telah siap dengan kemungkinan subjek jatuh ke depan, menahan tubuh subjek yang bersandar di tubuhnya. Kontak fisik ini, di mana hipnotis harus menahan tubuh subjek dengan merangkul, menjadi kurang pantas bila hipnotis dan subjek berlainan jenis.

Mari kita amati lagi respon yang terjadi pada fisik dan pikiran subjek. Di tahap awal, saat subjek diminta menekan tangan hipnotis, yang terjadi adalah tubuh subjek menjadi tegang. Pikiran subjek diminta fokus tetap mempertahankan tekanan tangannya dan juga fokus memandang mata hipnotis. Hipnotis selanjutnya memberi sugesti mata menjadi berat, mengantuk, dan ingin menutup. Sampai di tahap ini pikiran subjek mulai rileks.

Di sini tampak bahwa respon tubuh fisik subjek tidak sejalan dengan respon pikirannya. Respon fisik menjadi sejalan dengan respon pikiran saat tekanan tangan dilepas tiba-tiba dan hipnotis memberi perintah “tidur”. Itu sebabnya subjek langsung lemas dan terkulai. Subjek sebenarnya tidak tidur namun masuk kondisi hipnosis yang dalam dan tampak seperti tidur. Kondisi hipnosis tidak sama dengan tidur. Dalam kondisi hipnosis subjek masih tetap sadar dan bisa berkomunikasi dengan hipnotis. Sedangkan saat tidur subjek tidak bisa diajak komunikasi karena tidak sadar.

Namun tidak semua subjek berespon seperti ini. Ada juga subjek yang kaget dan justru tubuhnya menjadi kaku dan matanya tetap terbuka. Bila ini terjadi hipnotis hanya perlu meminta subjek menutup mata.

Subjek yang telah mendapat perintah tidur dan masuk ke kondisi hipnosis tidak berarti akan terus berada di kedalaman ini. Bila tidak dilakukan deepening atau dipertahankan di kedalaman ini subjek pasti akan naik kembali ke kondisi sadar normal. Untuk itu hipnotis perlu melakukan deepening. Ada dua cara melakukan deepening. Pertama, hipnotis yang melakukannya dengan memberikan sugesti. Hipnotis akan menghitung mulai angka 1, 2, 3, dan seterusnya sambil mensugestikan seiring dengan hitungan yang didengarnya, subjek semakin masuk ke kondisi hipnosis yang semakin dalam, semakin rileks baik secara fisik maupun mental. Cara kedua adalah hipnotis meminta subjek yang menghitung mulai angka 1, 2, 3, dan seterusnya, hitungan dilakukan di dalam hati, sambil meniatkan dengan setiap hitungan yang ia lakukan, ia semakin rileks. Umumnya hipnotis menggunakan kalimat “tidur semakin lelap” atau “tidur semakin dalam”. Cara lain melakukan deepening adalah dengan memutar lembut kepala subjek searah jarum jam sambil diberi sugesti menjadi semakin rileks. Putaran kepala ini mengakibatkan subjek mengalami kehilangan keseimbangan mental (loss of mental equilibirum) sehingga semakin masuk ke kondisi hipnosis yang dalam.  

Uraian di atas adalah shock induction dengan meminta subjek menekan tangannya pada tangan hipnotis. Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan mengajak subjek bersalaman, baik dalam posisi berdiri maupun duduk. Setelah menggenggam tangan subjek, sambil digerak-gerakkan secara acak dengan tujuan untuk membuat bingung pikiran sadar subjek, hipnotis mengajak bicara subjek. Pikiran subjek tentu bingung dan penasaran karena tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Sambil bicara hipnotis mengamati wajah dan mata subjek. Di saat yang sama sekali tidak disangka hipnotis menyentak keras tangan subjek yang digenggamnya dan mengakibatkan subjek kaget. Saat kaget inilah hipnotis memberi sugesti “Tidur”. Proses selanjutnya sama seperti yang dipaparkan di atas.

Kejutan dengan cara menyentak tangan subjek juga bisa berakibat tidak baik. Bila sentakan dilakukan terlalu kuat dan tubuh subjek tidak bisa menahan sentakan ini dapat mengakibatkan masalah pada sendi bahu atau otot lengan cedera.

Posisi tubuh lainnya yang bisa digunakan saat melakukan shock induction adalah dengan posisi duduk di kursi. Dalam hal ini hipnotis duduk di sebelah kanan subjek dan meminta subjek menekan tangannya. Proses selanjutnya sama dengan yang di atas. Bila dilakukan sambil duduk di kursi subjek hanya bisa jatuh ke depan. Di sini terapis perlu tanggap untuk bisa menahan tubuh subjek.  

Cara Aman Melakukan Shock Induction

Dalam konteks terapi, cara yang aman melakukan shock induction, dari pengalaman kami, adalah dengan posisi duduk. Klien sudah duduk di kursi terapi, dalam posisi agak berbaring, dan terapis duduk di sebelah kanannya. Kemudian minta klien menekan tangan kanan terapis. Selanjutnya lakukan seperti yang telah dijelaskan di atas.

Dalam posisi duduk ini, saat terjadi kejutan, klien akan tetap duduk di kursi, tidak akan jatuh ke belakang atau ke depan. Ini tentu sangat aman baik untuk klien maupun terapis. Kelemahan posisi ini adalah efek kejutan yang ditimbulkan tidak sekuat bila klien dalam posisi berdiri. Namun, tetap bisa bekerja dengan baik.

Apakah di SECH Diajarkan Shock Induction?

Dulu, di awal saya mengajar hipnoterapi, saya mengajarkan teknik shock induction. Sekarang, saya hanya menjelaskan teknik ini dan melakukan demonstrasi dengan tujuan agar para peserta pelatihan mengerti cara kerja dan bisa melakukannya dengan benar, bila mereka memutuskan menggunakan teknik ini.

Walau sangat menguasai teknik ini, saya sudah tidak lagi pernah menggunakannya di ruang praktik. Saya telah mengembangkan teknik induksi EAI yang bisa digunakan dengan pendekatan maternal maupun paternal sesuai kondisi klien. Dan sejauh ini, berdasar data yang dihimpun dari hasil praktik para peserta SECH angkatan terakhir, keberhasilan induksi EAI untuk membawa klien tipe apa saja masuk ke kondisi hipnosis yang dalam adalah 100%. Dengan demikian kami tidak lagi merasa perlu menggunakan shock induction, walau sebenarnya bisa.

 

 

 

 

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online4
Hari ini209
Sepanjang masa34.524.179
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique