Mengapa Gagal Melakukan Induksi?

14 Januari 2013 18:08

“Pak Adi, saya ada masalah dan mau terapi sama bapak. Tapi saya tidak bisa dihipnosis. Apa Pak Adi bisa menerapi saya dengan kondisi seperti ini?” begitu bunyi pesan yang saya terima di inbox.

“Dari mana Anda tahu bahwa Anda tidak bisa dihipnosis?” tanya saya.

“Saya sudah ke tiga hipnoterapis. Mereka semua sudah mencoba berbagai cara untuk menghipnosis saya. Tidak ada yang berhasil. Terapis terakhir yang bilang kalau saya ini tipe klien yang tidak bisa dihipnosis” jawabnya.

Pembaca, apakah benar ada tipe klien yang tidak bisa dihipnosis?

Dari literatur yang saya pelajari, SHSS (Standford Hypnotic Susceptibility Scale) berdasar riset Ernest Hilgard, menyatakan secara umum manusia dibagi menjadi tiga kelompok, dalam konteks sugestibilitas, yaitu yang mudah dihipnosis 10%, moderat 85%, dan yang sulit 10%.

Sedangkan riset yang dilakukan oleh Dr. John Kappas menyatakan bahwa manusia terbagi menjadi dua tipe sugestibilitas yaitu 40% physical suggestibility dan 60% emotional suggestibility. Masih ada sub kategori dari emotional suggestibility, yang dinamakan intellectual suggestibility dan ini mewakili sekitar 5% populasi. Orang tipe intellectually suggestible adalah individu yang sangat kritis dan selalu menuntut penjelasan yang detil mengenai segala sesuatu.

Berdasar data riset di atas dan pengalaman praktik selama ini saya menyimpulkan bahwa semua orang pada dasarnya bisa dihipnosis. Dengan demikian hipnoterapis yang menyatakan bahwa klien tidak bisa dihipnosis adalah pernyataan yang tidak tepat.

Beberapa kali saya bertemu dengan klien yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa dihipnosis. Untuk bisa menghipnosis klien ini saya perlu menetralisir “sugesti” yang diberikan oleh terapis sebelumnya yang menyatakan klien tidak bisa dihiposis. Klien yang semula yakin bahwa mereka tidak bisa dihipnosis, setelah mendapat penjelasan yang benar mengenai proses hipnosis, dapat dengan begitu mudah dan cepat masuk ke kondisi hipnosis yang sangat dalam.

Lalu, apa yang salah dengan proses hipnosis yang ia alami sebelumnya? Saya tidak bisa komentar karena tidak tahu persis apa yang terjadi di ruang terapi saat klien ini dihipnosis.

Apakah ini disebabkan oleh terapis yang tidak cakap? Belum tentu. Ada banyak faktor yang menentukan keberhasilan induksi.

Untuk dapat lebih memahami penjelasan saya selanjutnya terlebih dulu saya akan menjelaskan apa itu induksi.

Induksi adalah proses yang dilakukan oleh hipnoterapis untuk membantu klien berpindah dari kondisi kesadaran normal ke kondisi relaksasi pikiran yang dalam atau kondisi hipnosis. Hal ini tampak dari pergesesan pola gelombang otak yang semula dominan beta menjadi dominan alfa, theta, dan delta.

Induksi adalah proses yang melibatkan dua pihak, hipnoterapis dan klien. Ada syarat yang harus dipenuhi baik oleh hipnoterapis maupun klien agar induksi dapat berjalan lancar dan mencapai hasil seperti yang diharapkan.

Induksi terbagi atas tiga tahap. Setiap tahap ini harus dijalani dengan baik. Kegagalan di satu tahap mengakibatkan tahap berikutnya tidak dapat dijalankan dengan hasil yang optimal.

Tahap satu, hipnoterapis harus memastikan bahwa klien, pada level pikiran sadar dan bawah sadar, bersedia menjalani proses induksi. Satu hal penting dalam tahap ini yaitu dalam diri klien tidak boleh ada perasaan takut atau mispersepsi tentang hipnosis.

Tahap dua, hipnoterapis meningkatkan imajinasi dan pengharapan mental klien. Hal ini penting dan sejalan dengan hukum mental yang menyatakan bahwa apa yang diharapkan terjadi oleh pikiran cenderung akan diwujudkan oleh pikiran.

Tahap satu dan dua bertujuan untuk mendapatkan hypnotic contract yang akan digunakan di tahap tiga yaitu membimbing klien masuk ke kondisi hipnosis.

Di atas saya menyatakan ada banyak faktor yang mempengaruhi proses dan menentukan hasil induksi. Hasil induksi akan tampak dari kedalaman hipnosis yang berhasil dicapai oleh klien.

Walau ada cukup banyak faktor yang mempengaruhi keefektivan induksi namun dapat dibagi menjadi dua komponen besar, faktor klien dan terapis.

Faktor dalam diri klien yang mempengaruhi keefektivan induksi antara lain niat, motivasi, keikhlasan untuk dihipnosis (mengijinkan atau tidak), kepercayaan pada hipnoterapis, tingkat kecerdasan, level pendidikan, pemahaman bahasa, ada atau tidak rasa takut, bersedia tidak menganalisis, dan resistensi. Dari riset yang dilakukan di Adi W. Gunawan Insititue kami menemukan ada enam belas jenis resistensi dalam diri klien yang dapat menghambat induksi.

Sedangkan faktor dalam diri terapis antara lain conscious dan hypnotic rapport yang terjalin dengan klien, tingkat rasa percaya diri, niat, keterampilan melakukan induksi, ragam teknik induksi yang dikuasai, postur, level otoritas hipnoterapis di mata klien, dan kemampuan komunikasi yang baik, dan kemampuan menurunkan gelombang otak secara sadar masuk ke kondisi yang rileks saat melakukan induksi.

Seringkali klien yang sebenarnya sudah berhasil masuk ke kondisi hipnosis yang dalam tetap merasa belum masuk. Hal ini disebabkan karena pemahaman klien tentang kondisi hipnosis salah atau kurang tepat dan hipnoterapis tidak menyediakan cukup waktu menjelaskan informasi yang benar pada klien. Pandangan klien pada umumnya tentang hipnosis adalah mereka akan tertidur atau tidak sadarkan diri, dan tidak bisa mendengar suara apapun. Jadi saat mereka masih bisa mendengar atau sadar, walaupun sebenarnya sudah masuk sangat dalam / rileks, mereka tetap merasa belum berhasil dihipnosi.

Pandangan yang salah lainnya yaitu klien berpikir hipnosis adalah sesuatu yang dilakukan terapis kepada diri mereka. Yang benar, induksi adalah proses yang melibatkan dua pihak. Terapis membimbing dan klien menjalankan bimbingan.Jadi, induksi sebenarnya adalah apa yang klien lakukan pada diri mereka sendiri dengan mengikuti bimbingan terapis.

Hipnoterapis umumnya juga tidak dapat menjelaskan dan meyakinkan kliennya bahwa klien telah masuk kondisi hipnosis karena ia tidak memahami level kedalaman hipnosis beserta fenomena yang bisa terjadi di setiap level kedalaman, baik di aspek fisik maupun mental.

Terapis, sejauh pengamatan saya, jarang melakukan uji kedalaman atau trance ratification. Ada tiga alasan. Pertama, mereka khawatir bila uji kedalaman dilakukan dan ternyata tidak berhasil maka ini akan sangat memalukan. Kedua, mereka tidak tahu cara melakukannya. Ketiga, mereka tidak merasa perlu melakukannya.

Hipnoterapis lebih sering menggunakan teknik induksi progressive relaxation (PR). Nama progressive relaxation sebenarnya kurang tepat. Yang benar adalah fractionated relaxation.

Alasan kebanyakan hipnoterapis menggunakan PR adalah karena:
•teknik ini paling mudah dilakukan karena tinggal membaca script.
•tidak perlu menyentuh klien.
•tidak perlu melakukan uji kedalaman (trance ratification).
•hipnoterapis berpikir bahwa relaksasi fisik adalah indikasi kondisi hipnosis,  padahal tidak. Yang benar hipnosis adalah rileksasi pikiran.

Teknik PR tidak cocok untuk semua tipe klien. PR hanya cocok untuk klien tipe physically suggestible. Ini juga salah satu faktor yang menyebabkan klien sulit masuk kondisi hipnosis yaitu teknik induksinya tidak sesuai dengan tipe sugestibilitas.

Kecakapan melakukan induksi hanya bisa diperoleh melalui latihan dan tidak bisa dengan membaca buku saja. Mengerti teknik induksi adalah satu hal. Mempraktikkan teknik induksi adalah hal lain.

Dalam proses induksi, saat klien sudah duduk di kursi terapi dan menutup mata, maka satu-satunya alat yang dimiliki oleh terapis untuk membimbing dan mempengaruhi klien masuk ke kondisi hipnosis adalah kemampuan komunikasi verbal.

Dalam buku Silent Message karya Albert Mehrabian dikatakan bahwa manusia berkomunikasi dengan menggunakan tiga komponen.Tiga komponen ini adalah kata yang digunakan, nada suara atau intonasi nada saat mengucapkan kata-kata tersebut, dan bagaimana kita menggunakan ekspresi wajah bahasa tubuh untuk menegaskan apa yang kita sampaikan.

Dari ketiga komponen ini ternyata pemilihan kata menempati urutan paling kecil dalam hal keefektivan, yaitu hanya 7%. Nada suara atau intonasi menempati urutan kedua, yaitu sebesar 38%, dan yang paling besar pengaruhnya adalah ekspresi wajah dan bahasa tubuh, yaitu sebesar 55%.

Saat klien menutup mata maka ia tidak bisa melihat ekspresi wajah dan bahasa tubuh terapis. Dengan demikian terapis hanya bisa mengandalkan penggunaan nada suara atau intonasi dan pemilihan kata atau semantik. Untuk itu hipnoterapis perlu berlatih terus menerus sehingga bisa merasakan dan menemukan pola yang tepat untuk melakukan indukasi yang efektif.

Di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy saya mengajarkan 10 teknik dasar induksi. Semua teknik induksi yang ada dalam dunia hipnoterapi bila diteliti dengan cermat pasti menggunakan satu atau kombinasi dari beberapa teknik dasar induksi ini.

Berikut saya jelaskan enam teknik dasar induksi seperti yang saya tulis di buku Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring:

1.Eye Fixation (Fiksasi mata)

Yang dimaksud dengan fiksasi mata adalah klien diminta untuk menatap dengan pandangan yang terfokus pada suatu objek. Objek yang digunakan bisa berupa satu titik pandang, cahaya lilin, ujung jari kelingking, atau apa saja, yang bila mata fokus memandang, akan membuat mata lelah. Teknik fiksasi mata bertujuan untuk membuat pikiran sadar menjadi bosan sehingga lengah.

2. Relaxation or Fatique of Nervous System (Relaksasi atau kelelahan Sistem  Syaraf)

Semua teknik induksi yang meminta klien untuk rileks secara fisik dan mental, dengan mata tertutup, menggunakan relaksasi sebagai dasar untuk induksi, termasuk teknik relaksasi progresif dan induksi Ericksonian yang menggunakan cerita.

Relaksasi progresif adalah relaksasi fisik yang sistematis, yang dimulai dari bagian atas tubuh misalnya dari kepala kemudian turun ke kaki, atau bisa juga dilakukan dari arah sebaliknya, yang disertai dengan sugesti dan atau visualisasi yang bertujuan untuk memperdalam kondisi rileks. Relaksasi dapat diulangi hingga tubuh telah benar-benar rileks, yang mengakiatkan pikiran juga sangat rileks sehingga dapat menghasilkan kondisi trance yang diinginkan.

Sedangkan Eriksonian adalah bentuk hipnosis yang menggunakan metafora dan menggunakan kondisi fisik klien saat relaksasi terjadi, sebagai masukan agar klien dapat masuk ke dalam trance. Misalnya: “Dan saya melihat napas anda semakin lambat dan berat yang berarti anda semakin masuk ke dalam kondisi rileks yang dalam

3.Mental Confusion (Membingungkan Pikiran)

Setiap teknik yang dirancang untuk membingungkan dan membuat lengah pikiran sadar dapat membuat klien masuk ke kondisi hipnosis (trance). Saat pikiran sadar sibuk memikirkan makna dari apa yang diucapkan atau dilakukan oleh terapis, pikiran sadar menjadi lengah. Dengan demikian terapis dapat memberikan sugesti yang langsung masuk ke pikiran bawah sadar.

Cara lain adalah dengan memberikan banyak input secara bersamaan sehingga pikiran sadar tidak sanggup mengatasi banjir informasi (information overload).

4.Mental Misdirection (Menyesatkan pikiran)

Mental misdirection adalah adalah teknik induksi yang menggunakan respon fisik tertentu terhadap sesuatu yang diimajinasikan.Teknik ini menggunakan uji sugestibilitas sebagai sarana untuk membawa klien masuk ke kondisi hipnosis. Contohnya adalah dengan menggunakan teknik eye catalepsy yaitu dengan meminta klien menutup mata dan menggerakkan bola mata ke atas, ke arah ubun-ubun.

Selanjutnya klien disugesti bahwa ia tidak dapat membuka matanya, dan saat klien tidak dapat membuka mata maka klien merasa telah masuk ke kondisi hipnosis. Jika klien dapat membuka matanya, maka terapis harus cepat menggunakan teknik lain tanpa perlu menjelaskan apa yang telah terjadi.   
 
5.Loss of Equilibrium (Kehilangan keseimbangan)

Teknik Loss of Equilibirum adalah teknik yang dilakukan sambil menggerakkan sebagian atau seluruh tubuh klien. Para ibu sering menggunakan teknik ini saat mengayun-ayun anaknya agar tidur.

Contoh lain adalah orang yang duduk di kursi goyang, yang bila menggoyang-goyangkan kursinya, akan semakin rileks dan akhirnya akan tertidur.

6.Shock to Nervous System (Kejutan pada sistem syaraf)

Ada dua cara yang digunakan untuk dapat secara cepat mengalihkan pengawasan pikiran sadar terhadap pintu gerbang bawah sadar. Bila ini berhasil dilakukan maka pikiran bawah sadar akan dapat diakses dengan cepat dan leluasa. Cara pertama adalah dengan membuat pikiran sadar menjadi bosan ( misalnya dengan Eriksonian dan Relaksasi progresif) dan yang kedua adalah membuat pikiran sadar ”kaget”.

Caranya adalah dengan memberikan kejutan yang tidak disangka-sangka sehingga pikiran sadar, untuk sesaat, menjadi bingung karena berusaha mencari makna dari kejadian itu. Pada saat pikiran sadar ”kaget” maka pintu gerbang bawah sadar terbuka untuk sesaat, karena penjaganya sedang lengah, dan pada saat itu dapat dimasukkan sugesti ke dalam pikiran bawah sadar. Sugesti yang dimasukkan bisa berupa perintah agar klien menjadi rileks.

Teknik induksi yang menggunakan kejutan pada sistem syaraf biasa disebut juga dengan teknik induksi cepat. Teknik ini bila dilakukan dengan tepat dan efektif, akan dapat membawa klien masuk ke kondisi hipnosis yang dalam dalam waktu sangat singkat.  

_PRINT   _SENDTOFRIEND

Upcoming Events
Counter
Online1
Hari ini1.436
Sepanjang masa34.531.078
1 Facebook
2 Youtube
3 Instagram
4 Quantum Morphic Field Relaxation
5 Asosiasi Hipnoterapi Klinis Indonesia
6 The Heart Technique