The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Hipnosis/Hipnoterapi Bisa Berakibat Fatal

17 Juni 2011

Kembali saya melempar satu judul yang kontroversial. Saya yakin dengan membaca judul artikel ini saja anda pasti sangat penasaran dan tergelitik untuk membaca lebih lanjut. Benar, kan? Inilah salah satu teknik hypnotic writing yaitu sengaja menggunakan judul yang kontroversial dan mengejutkan untuk mendapatkan perhatian.

Benarkah hipnosis/hipnoterapi bisa berakibat fatal? Jawabannya, “Bisa”. Artikel ini tidak bertujuan untuk membuat takut atau menyurutkan semangat belajar dan mempraktikkan hipnosis/hipnoterapi. Sebaliknya artikel ini bertujuan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada sesama praktisi hipnosis dan atau hipnoterapis untuk lebih berhati-hati agar terhindar dari melakukan kesalahan atau malpraktik yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Beberapa kejadian yang bisa berakibat negatif bagi klien bila terapis tidak hati-hati antara lain:
• Semantik yang Salah Dalam Proses Induksi
• Sugesti Yang Salah Dalam Stage Hypnosis
• Sugesti Penguat Yang Kontraproduktif
• Full Body Catalepsy
• Abreaction yang Tidak Tuntas
• Overdosis Obat Setelah Hipnoterapi
• Penggunaan Anestesi Mental Yang Tidak Tepat
• False Memory
• Menghilangkan Bagian Diri
• Penciptaan Bagian Diri Dalam Diri Klien
• Penanganan Kasus Tidak Tuntas


Semantik yang Salah Dalam Proses Induksi

Kesalahan ini bisa terjadi tanpa disengaja atau hipnotis / hipnoterapis tidak tahu jika semantik yang ia gunakan salah. Literatur atau referensi pembelajaran hipnosis / hipnoterapi hampir semuanya ditulis dalam bahasa Inggris. Dan biasanya praktisi hipnosis / hipnoterapis menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Masalah mulai muncul saat proses alih bahasa dilakukan. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang terbatas dan kurangnya pemahaman pengaruh semantik pada pikiran dan tubuh maka hasil alih bahasa yang digunakan dalam proses induksi bisa menimbulkan efek yang berakibat fatal.

Saya pernah membaca di internet ada situs yang menyediakan skrip induksi yang bisa diunduh gratis. Saat saya membaca teknik induksinya, sangat bagus. Yang  menjadi perhatian saya adalah bagian deepening. Si penerjemah tanpa sadar menerjemahkan kalimat deepening secara harafiah, tanpa dipoles lebih lanjut, dan juga tidak memperhatikan efek semantik.

Kalimat sugesti untuk deepening yang menurut saya cukup berbahaya ada pada kalimat kedua dan ketiga:

…..sekarang anda telah benar-benar rileks….
…..dengan setiap hembusan napas anda tenggelam semakin dalam….
…..tenggelam semakin dalam… ke dasar samudera rileksasi yang begitu dalam dan menyenangkan….

Kebetulan saya pernah membaca teknik deepening seperti di atas. Dalam bahasa Inggris kalimatnya adalah “….you are sinking deeper…. sinking even more deeper… to the bottom of the sea of relaxation….”

Sugesti di atas bila dibacakan pada subjek tipe yang analitikal atau emotionally suggestible maka tidak akan jadi masalah. Subjek tipe ini, karena pikirannya yang analitikal, dapat mengerti bahwa yang dimaksud dengan “tenggelam semakin dalam” artinya semakin rileks.
 
Hal ini tentunya berbeda bila dibacakan pada subjek yang sangat sugestif atau physically suggestible. Subjek tipe ini cenderung akan melaksanakan sugesti apa adanya. Tanpa dianalisis dan tanpa ditawar.

Bisa anda bayangkan apa yang akan terjadi saat subjek “tenggelam semakin dalam” menuju ke dasar samudera rileksasi?

Hipnotis atau hipnoterapis yang tidak menyadari hal ini dan tidak cepat membawa subjek keluar dari kondisi “tenggelam” biasanya akan panik karena melihat subjek kesulitan bernapas, karena “tenggelam”, dan mukanya mulai biru. Bila hal ini berlanjut maka akibatnya bisa sangat fatal.

Sugesti Yang Salah Dalam Stage Hypnosis

Dari berbagai literatur stage hypnosis yang pernah saya baca para penulisnya mengatakan seorang hipnotis yang melakukan pertunjukkan atau hiburan dengan menggunakan hipnosis (stage hypnotist) sebaiknya adalah juga seorang hipnoterapis. Alasan mereka mensyaratkan hal ini, setelah saya baca dengan teliti, sangat masuk akal.

Dalam proses melakukan hipnosis untuk hiburan atau pertunjukkan dibutuhkan induksi yang cepat dengan tujuan membawa subjek ke kondisi kedalaman hipnosis yang sangat dalam.

Ada dua hal yang sering luput dari perhatian stage hypnotist. Pertama, teknik shock induction yang digunakan, misalnya dengan menarik tangan atau menarik kepala subjek ke arah depan dengan keras, untuk menimbulkan efek kejutan, dan ini adalah cara yang memang sangat dahsyat untuk menembus critical factor, bisa berakibat buruk terhadap struktur tulang lengan atau leher subjek.

Kondisi ini bisa terjadi bila subjek yang dipilih adalah benar-benar berasal dari penonton sehingga hipnotis harus mempraktikkan shock induction dengan kekuatan penuh agar dapat membawa subjek masuk ke kondisi hipnosis yang sangat dalam dalam waktu yang sangat cepat.

Namun bila subjek yang dihipnosis adalah orang yang telah disiapkan oleh hipnotis, seperti yang kita lihat di tayangan televisi, maka kemungkinan subjek mengalami cidera karena proses shock induction menjadi sangat kecil. Subjek biasanya hanya diminta memandang tisue yang dibakar atau sedikit ditarik lengannya dan biasanya langsung masuk, atau bisa juga hanya berpura-pura, ke kondisi hipnosis yang dalam. Hal ini terjadi karena subjek sebenarnya telah disiapkan oleh hipnotis.

Kedua, kemungkinan terjadinya abreaction. Di kondisi hipnosis yang dalam apa saja bisa terjadi. Seringkali seorang subjek tiba-tiba mengalami abreaction atau ledakan emosi karena repressed content yang selama ini ditekan di bawah sadar akhirnya keluar karena subjek masuk ke kedalaman hipnosis tertentu.

Jika sampai terjadi abreaction spontan maka hipnotis perlu bisa dengan cepat menetralisir keadaan ini dan membawa subjek kembali ke kesadaran normal. Untuk mampu melakukan hal ini dibutuhkan pengetahuan dan kecakapan seorang hipnoterapis.

Pernah ada tayangan televisi yang menunjukkan seorang hipnotis melakukan hipnosis di terminal bis. Hipnotis ini memilih seorang subjek, menghipnosisnya dengan cepat, dan selanjutnya mulai memberikan sugesti atau perintah untuk pertunjukkan.

Apa yang dilakukan hipnotis ternyata berakibat buruk terhadap subjek. Hipnotis ini memberikan sugesti bahwa subjek mendapat telpon dari rumah yang mengabarkan bahwa suaminya meninggal. Subjek disugestikan merasa sangat sedih karena kehilangan orang yang ia cintai.

Akibatnya bisa anda bayangkan. Subjek menangis hebat dan hampir histeris. Melihat hal ini hipnotis menjadi kaget dan baru sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan. Abreaction telah terjadi. Dengan cepat hipnotis berusaha menetralisir keadaan ini dengan membangunkan subjek sambil memberikan sugesti, “Semua hal ini tidak pernah terjadi. Suami anda masih hidup.”

Subjek, setelah keluar dari kondisi hipnosis, tetap terlihat sangat sedih dan khawatir, segera menelpon suaminya. Dan walaupun suaminya sudah berbicara dengannya, dan subjek tahu suaminya masih hidup, ia tetap merasa sedih dan ketakutan. Kita tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi pada subjek ini karena siaran yang bersifat live ini langsung dihentikan.

Selain hal di atas kesalahan fatal bisa terjadi jika hipnotis salah dalam memilih semantik. Salah satu hal yang menarik dalam stage hypnosis adalah saat penonton melihat subjek melaksanakan perintah atau sugesti yang diberikan oleh hipnotis. Semakin lucu atau bahkan tidak masuk akal perintah yang diberikan akan semakin menarik dan mengundang tawa penonton.

Hipnotis yang tidak menyiapkan diri dengan baik bisa salah dalam memberikan sugesti, misalnya:
- Anda merasakan tubuh anda dialiri listrik 10.000 volt
- Anda dikejar-kejar perampok dan mereka menembak dan kena di dada anda.
- Anda dikejar ular Cobra dan akhirnya digigit oleh ular ini.
- Anda tenggelam.
- Anda lari maraton 10 Km (cat: hipnotis tidak tahu jika subjek ada sakit jantung)

Kalimat sugesti di atas jika dilaksanakan oleh subjek akan menjadi sangat lucu. Namun bisa terjadi hal yang sangat fatal. Apa yang disugestikan akan menjadi realita fisik yang dialami oleh subjek.

Sugesti Penguat Yang Kontraproduktif

Hipnotis / hipnoterapis biasanya akan memberikan sugesti pascahipnosis dengan tujuan untuk memperkuat suatu kondisi tertentu, misalnya kondisi rileks. Salah satu teknik yang biasa digunakan adalah dengan pemberian sugesti :

… mulai sekarang dan seterusnya setiap kali anda melihat sesuatu yang berwarna merah, bisa itu baju merah, mobil merah, dan terutama lampu merah, maka anda langsung masuk kembali ke kondisi rileksasi yang sangat dalam seperti yang anda alami saat ini…..

Secara semantik sugesti ini sangat bagus. Tidak ada yang salah. Yang menjadi masalah adalah efek yang terjadi pada subjek bila sugesti ini dijalankan oleh pikiran bawah sadarnya.

Bisa anda bayangkan apa yang bakal terjadi bila subjek sedang mengendarai mobil dan tiba-tiba ia melihat traffic light berubah menjadi warna merah. Seharusnya subjek langsung menghentikan mobilnya. Namun, jika sugesti dijalankan, bukannya menghentikan mobilnya, subjek langsung menjadi rileks dan tidak bereaksi.

Full Body Catalepsy

Saya yakin anda pasti pernah melihat pertunjukkan di mana ada seorang subjek yang dihipnosis dan seluruh tubuhnya dibuat menjadi kaku. Selanjutnya subjek diletakkan di atas kursi yang menopang hanya dua bagian tubuhnya yaitu bagian kaki, biasanya daerah betis hingga pergelangan kaki, dan bagian pundak hingga kepala.

Setelah itu, untuk menimbulkan kesan dahsyat si hipnotis akan meminta seseorang, atau bisa sampai dua orang, untuk naik ke atas tubuh subjek. Tubuh subjek tetap lurus dan kaku dan mampu menahan beban orang di atasnya. Hebat? Memang hebat. Namun hal ini cukup berbahaya. Mengapa?

Sugesti memang bisa membuat otot-otot tubuh menjadi kaku dan keras. Namun yang perlu diingat sugesti tidak bisa, saya ulangi, tidak bisa membuat tulang menjadi kaku atau semakin kuat. Jadi, saat tubuh subjek dinaiki oleh seseorang, yang menahan beban tubuh orang yang berdiri di atasnya ini adalah kekuatan otot-otot tubuh, bukan tulang. Bisa anda bayangkan apa yang akan terjadi bila subjek mengalami rapuh tulang atau osteoporosis?

Abreaction yang Tidak Tuntas

Salah satu bagian dari proses hipnoterapi adalah penanganan abreaction atau ledakan emosi. Terapi akan sangat efektif bila abreaction berhasil ditangani dengan tuntas. Yang menjadi masalah adalah bila ternyata saat sesi terapi selesai, saya katakan selesai karena biasanya sesi hipnoterapi berlangsung sekitar 2 – 3 jam, namun abreaction belum selesai ditangani. Dalam hal ini apa yang harus dilakukan hipnoterapis?

Hipnoterapis yang berpengalaman punya teknik untuk mengisolir atau mengkarantina emosi atau affect yang belum selesai diproses. Emosi ini akan diproses di sesi selanjutnya. Bila hal ini tidak dilakukan maka akan sangat tidak baik untuk kondisi emosi klien. Klien bisa menjadi semakin tidak stabil.

Saya pernah mendapat cerita dari seorang kawan bahwa ada rekannya yang menjalani sesi hipnoterapi. Setelah itu bukannya membaik malah kondisi kawannya ini menjadi semakin parah. Selidik punya selidik ternyata karena waktunya sudah habis hipnoterapis menghentikan proses terapi karena sudah punya jadwal terapi klien berikutnya. Sayangnya hipnoterapis ini tidak mengisolir emosi yang belum selesai diproses.

Sepulangnya klien ini ke rumah kondisinya justru menjadi semakin parah. Keluarga klien menghubungi hipnoterapis ini dan menceritakan apa yang terjadi. Dengan entengnya si hipnoterapis berkata, “Oh itu nggak apa. Minta si A untuk mengingat-ingat kembali kejadian yang membuat ia sedih atau marah dan setelah itu keluarkan emosinya. Bisa dengan marah-marah, teriak, menangis, atau cara lain. Nanti bisa lega dengan sendirinya.”

Saya cukup kaget mendengar cerita ini. Berarti hipnoterapis ini meminta klien mengalami revivification, melakukan self-abreaction, tanpa bimbingan terapis. Ini sudah tentu sangat riskan. 
 
Overdosis Obat Setelah Hipnoterapi

Hipnoterapis yang menangani kasus psikosomatis perlu sungguh-sungguh mencermati kemungkinan ini. Beberapa kasus yang pernah kami tangani memvalidasi hal ini. Seringkali masalah klien seperti hipertensi, diabet, atau insomnia tidak bersifat organik tapi lebih karena faktor psikis atau psikogenik. Dengan kata lain masalah muncul karena pikiran yang stress atau ada emosi yang intens.

Ambil contoh kasus hipertensi. Tekanan darah biasanya naik karena seseorang mengalami emosi tertentu seperti cemas, marah, takut, benci, atau dendam. Saat mengalami emosi ini maka sistem saraf simpatik aktif dan mengakibatkan konstriksi pembuluh darah yang berakibat tekanan darah naik. Ini adalah hal yang alamiah.

Bila klien minum obat untuk menurunkan tekanan darah maka setelah selesai terapi sebaiknya hipnoterapis meminta klien untuk segera kembali ke dokter yang memberikan obat hipertensi untuk memeriksa tekanan darahnya. Sering terjadi setelah selesai terapi, karena telah terjadi resolusi trauma dan emosi yang mengganggu klien selama ini telah berhasil dinetralisir, maka dengan sendirinya tekanan darah kembali turun ke level normal. Bila dalam kondisi ini klien tetap mengkonsumsi obat hipertensi maka yang terjadi adalah obat ini justru membuat tekanan darah klien turun di bawah batas normal. 

Hal yang sama berlaku untuk klien yang mengalami diabet atau minum obat penenang. Setiap selesai terapi maka sebaiknya klien konsultasi ke dokternya. Hipnoterapis tidak diperkenankan meminta klien untuk mengurangi atau menghentikan obat yang diminumnya. Yang boleh dan berhak mengurangi atau menghentikan obat adalah dokter.

Penggunaan Anestesi Mental Yang Tidak Tepat

Salah satu aplikasi hipnosis dalam dunia medis adalah hypnoanesthesia atau anestesi mental. Dengan sugesti tertentu seseorang dapat dibuat mati rasa atau tidak merasakan sakit yang ia derita. Ini tentunya sangat baik misalnya untuk membantu meringankan menghilangkan rasa sakit yang dialami korban yang mengalami luka bakar serius. Anestesi mental bisa juga diaplikasikan untuk menghilangkan rasa sakit pada pasien yang menderita kanker.

Di sisi lain pemanfaatan anestesi mental yang tidak hati-hati bisa menimbulkan efek yang justru kontraproduktif. Contohnya adalah penggunaan anestesi mental untuk menghilangkan rasa sakit atau simtom, padahal simtom ini dibutuhkan oleh tubuh sebagai bentuk komunikasi.

Lebih jelasnya begini. Misalnya seseorang mengalami radang tenggorokan. Sakit saat menelan, akibat radang, tidak boleh dihilangkan. Sakit justru dibutuhkan sebagai petunjuk untuk melakukan pengobatan.

Demikian juga misalnya rasa sakit yang timbul karena terkilir. Sakit dibutuhkan tubuh untuk bisa menentukan respon atau tindakan. Bila sakit dihilangkan maka sendi atau otot yang terkilir ini, yang seharusnya merasa sakit sehingga tidak boleh digunakan untuk sementara waktu, tetap digunakan dan akan mengakibatkan kerusakan otot atau sendi yang parah.

Contoh lainnya adalah sakit kepala atau migrain. Dengan sugesti sakit kepala ini bisa dihilangkan. Namun hal ini sangat tidak disarankan untuk dilakukan. Mengapa? Karena sakit kepala adalah simtom dari beberapa kemungkinan. Bisa jadi saat itu tekanan darah klien sedang drop. Jika simtom dihilangkan maka klien tidak akan tahu bahwa tubuhnya bermasalah dan butuh perhatian.

Anestesi mental boleh digunakan dengan tujuan meringankan penderitaan klien dan sebaiknya digunakan dengan hati-hati dan bijaksana misalnya dengan hanya mengurangi dan tidak menghilangkan rasa sakit atau simtom.

False Memory

Yang dimaksud dengan false memory adalah memori yang berasal dari suatu data (palsu) yang masuk atau dimasukkan ke pikiran bawah sadar seseorang melalui suatu sugesti. False memory bisa terjadi karena hipnoterapis, dalam proses terapi atau saat melakukan forensic hypnosis, baik disengaja atau tidak, melakukan leading bukan guiding. 

Dalam kondisi hipnosis yang dalam sugesti atau instruksi yang diberikan oleh terapis cenderung akan dilaksanakan apa adanya oleh pikiran bawah sadar klien. Jadi, bila misalnya terapis berkata, “Anda melihat pisau yang digunakan penjahat itu?”, jawabannya cenderung, “Ya, saya melihat.” Ini adalah pertanyaan yang bersifat leading. Bandingkan dengan pertanyaan guiding berikut, “Apa yang terjadi? Ceritakan pada saya apa yang anda lihat, dengar, atau rasakan?”.

Salah satu praktik leading, yang pernah saya dengar dan ketahui, adalah praktik regresi yang dilakukan dengan langsung mengarahkan seseorang kembali ke masa dalam kandungan. Terapis ini, yang sebenarnya bukan hipnoterapis, dengan yakin mengatakan bahwa masalah yang dialami kliennya bersumber dari penolakan Ibunya pada dirinya. Ibu klien ini pernah berupaya menggugurkan kandungannya. Hebatnya lagi terapis ini melakukan model terapi seperti ini pada semua kliennya.

Ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi dari model terapi seperti ini. Jika ternyata benar sumber masalah adalah dari masa kandungan dan terapis berhasil melakukan resolusi trauma maka masalah klien bisa selesai.

Kemungkinan kedua, bila ternyata benar sumber masalah berawal dari masa saat dalam kandungan, namun terapis tidak berhasil melakukan resolusi trauma, karena ia mungkin tidak menguasai teknik terapi yang tepat untuk mengatasi masalah ini, maka akibatnya klien akan menjadi semakin parah kondisinya.

Kemungkinan ketiga, bila ternyata sumber masalah klien bukan dari masa dalam kandungan, dan karena leading klien menerima hal ini sebagai suatu kebenaran (false memory), dan terapis tidak mampu melakukan resolusi trauma akibat false memory ini, yang selanjutnya terjadi adalah klien akan sangat marah dan membenci ibunya, yang sebenarnya tidak bersalah dan tidak pernah melakukan upaya aborsi. Bukankah ini justru semakin klien menjadi lebih bermasalah lagi?

Menghilangkan Bagian Diri

Dalam proses hipnoterapi menggunakan Ego Personality Therapy terapis melakukan terapi pada Ego Personality (Bagian Diri) yang terdiri atas Ego State, Part, Introject, dan Alter. Tidak semua Ego Personality ini diproses atau diterapi. Semuanya bergantung kasus.

Seringkali terapis bertemu dengan Ego Personality yang keras kepala, tidak bersedia bekerjasama, dan ingin mencelakai klien. Bila proses negosiasi atau mediasi berjalan sangat alot dan akhirnya buntu ada kemungkinan terapis akan menggunakan jalan pintas yaitu dengan mengeliminasi / menghancurkan atau membekukan Bagian Diri ini.
 
Prosedur ini dilakukan dengan harapan Bagian Diri yang bermasalah ini, begitu telah dieleminasi / dihancurkan atau dibekukan, sudah tidak akan lagi bisa mengganggu hidup klien. Benarkah demikian?

Belum tentu cara ini berhasil. Yang boleh dieliminasi hanya Introject atau Alter. Ego State dan Part tidak boleh dihilangkan karena merupakan Bagian Diri yang berasal dari dalam diri klien dan mempunyai tugas yang spesifik untuk hidup klien, misalnya Bagian Diri yang mengurus pembuatan keputusan, menentukan prioritas, berpikir kritis, mengatur kepemimpinan, keuangan, dan yang lainnya. Bila Bagian Diri ini dihilangkan dan fungsi yang biasa dijalankan Bagian Diri ini tidak ada yang mengambil alih maka akibatnya bisa sangat merugikan diri klien.

Eliminasi Bagian Diri perlu dilakukan dengan sangat hati-hati dengan mengajak diskusi dan mendapat persetujuan dari para Bagian Diri lainnya pada level otoritas tertinggi dalam sistem Ego Personality klien. 

Penciptaan Bagian Diri Dalam Diri Klien

Hipnoterapis, bila tidak terpaksa sekali, sebaiknya tidak mencipta Ego Personality baru dalam diri klien.Sesulit apapun proses terapi, bila yang digunakan adalah teknik Ego Personality Therapy, terapis perlu semaksimal mungkin menggunakan semua resource yang ada dalam diri klien untuk membantu kesembuhan klien.

Ego Personality baru bisa diciptakan dengan mempertimbangkan banyak faktor. Selain faktor keamanan dan kestabilan bagi keseluruhan sistem Ego Personality, terapis juga harus benar-benar tahu karakter seperti apa yang harus ada pada Ego Personality baru ini yang dapat bermanfaat bagi kehidupan klien.

Umumnya Ego Personality yang diciptakan adalah Introject. Kesalahan yang dilakukan umumnya terapis dalam mencipta Introject adalah terapis hanya memberikan sugesti bahwa mulai sekarang dan seterusnya Introject X aktif di dalam diri klien. Terapis membiarkan pikiran bawah sadar klien, dengan persepsi, pengetahuan, dan pemahamannya yang terbatas mengenai Introject, melekatkan atribut karakter, kecakapan, level energi, dan sebagainya pada Introject baru ini. Seringkali karakter Introject ciptaan terapis ini ternyata berbeda dengan karakter asli yang seharusnya dan yang diharapkan oleh terapis.

Penciptaan Introject ini juga tidak boleh dilakukan untuk tujuan iseng atau main-main. Pernah ada klien yang merasa kesepian karena sering ditinggal suaminya berbisnis ke luar kota minta saya untuk “menghidupkan kembali”, di dalam memorinya, mantan pacarnya saat SMP. Saya tidak tahu entah dari mana klien ini mendapat informasi bahwa secara teknis hipnoterapi kita bisa melakukan hal ini.
 
Tentu saja permintaan ini saya tolak. Mengapa? Karena akan sangat merugikan kehidupan rumah tangga klien ini. Klien akan melarikan diri dari masalahnya dan masuk ke pikiran bawah sadarnya dan bertemu dengan mantan pacarnya. Semakin sering ia mengunjungi, bertemu, atau berdialog dengan Introject mantan pacarnya maka Introject ini menjadi semakin kuat  dan klien akan menjadi semakin bergantung padanya.

Sampai satu titik tertentu Introject ini akan menjadi sangat kuat dan bisa mengambil alih kontrol diri klien. Introject yang tadinya bersifat sebagai objek kini telah menjadi subjek dan mengendalikan diri klien. Ini sangat riskan.

Walaupun klien bersikeras meminta saya melakukan prosedur ini saya tetap menolak. Saya menyarankan agar klien bicara terbuka dengan suaminya. Ini adalah solusi terbaik.

Penanganan Kasus Tidak Tuntas

Yang dimaksud dengan penangan kasus tidak tuntas adalah terapi berlangsung lebih singkat dari yang telah direncanakan. Misalnya terapis menargetkan empat sesi terapi namun baru satu sesi terapi tidak bisa diteruskan, bisa karena klien atau terapis yang memutuskan untuk tidak meneruskan terapi dengan alasan tertentu.

Penanganan kasus tidak tuntas cenderung akan merugikan klien. Klien bisa merasa tidak mendapat manfaat dari sesi terapi yang telah ia jalani dan menyimpulkan bahwa hipnoterapi tidak efektif sehingga ia tidak lagi mau menjalani sesi terapi lanjutan baik dengan terapisnya atau dengan terapis lain. Selain itu, bila ternyata dalam proses terapi telah berhasil terungkap pengalaman traumatik yang selama ini tertekan di bawah sadar dan pengalaman ini sedianya akan diproses di sesi lanjutan, namun klien atau terapis karena sesuatu hal tidak bisa atau tidak bersedia meneruskan terapi, maka kondisi klien bisa menjadi labil dan semakin memburuk.

Ada juga klien yang meminta dilakukan terapi saat terapis berkunjung ke kota tempat klien tinggal. Klien biasanya berpikir, “Ah, kebetulan terapisnya datang maka saya bisa minta diterapi. Daripada saya yang ke kota tempat tinggal terapis, selain jauh biaya perjalanan juga mahal.”

Walaupun kita merasa kasihan atau tergerak untuk menolong sesama namun dalam hal ini sebaiknya jangan melakukan terapi kecuali kita dapat melakukan terapi hingga empat sesi, baik terapi dilakukan di tempat klien atau klien yang datang ke tempat terapis. Jika klien sulit memenuhi syarat ini sebaiknya jangan melakukan terapi karena bisa berakibat penanganan kasus tidak tuntas.

 

_PRINT