The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Mengungkap Rahasia Hypnotic Language Pattern Telemarketer

23 Desember 2010

Pembaca yang budiman, saya yakin sebagai pemegang kartu kredit anda pasti pernah mendapat telpon dari salah satu telemarketer perusahaan kartu kredit itu yang menawarkan anda produk mereka. Biasanya telemarketer ini akan berbicara dengan cepat dan dialog yang terjadi kurang lebih seperti berikut ini:

“Selamat pagi. Bisa bicara dengan Bapak Budi Jatmiko Siswono?”

“Ya, saya sendiri.”

“Selamat pagi Bapak Bapak Budi Jatmiko Siswono. Bagaimana kabarnya Pak. Baik?

“Ya, baik.”

“Nama saya Reni dari kartu kredit ABCD Jakarta. Bisa minta waktunya sebentar?”

“Ya, bisa. Ada apa ini?”

“Pak Budi, saat ini Bapak adalah pemegang kartu kredit ABCD dengan nomor kartu 1234567890?

“Ya, benar.”

“Selamat Pak Budi Jatmiko Siswono. Melihat track record pembayaran kartu kredit pak Budi selama ini yang cukup baik maka bapak berhak mendapat vouncher yang berisi 100 poin yang dapat digunakan untuk memenangkan tiga mobil BMW seri 3 yang terbaru dan 6 tiket pesawat “Angin Ribut” rute Jakarta – Singapore pulang pergi. Voucher ini akan dikirimkan ke alamat Bapak bersama dengan kartu kredit “Angin Ribut-ABCD” yang belum aktif. Nanti bisa Pak Budi aktivasi dengan menghubungi nomor telpon yang tertera di kartu kredit. Apakah benar alamat pengiriman Bapak adalah di Jl. Cinta no 10, RT 5, RW 3, Surabaya?”

“Ya, benar.”

“Terima kasih Pak Budi. Kami akan segera kirimkan kepada Pak Budi voucher undian yang berisi 100 poin untuk mememangkan hadiah tiga mobil BMW seri 3 yang terbaru dan 6 tiket pesawat “Angin Ribut” rute Jakarta – Singapore pulang pergi bersama kartu kredit “Angin Ribut-ABCD” ke alamat Pak Budi di di Jl. Cinta no 10, RT 5, RW 3, Surabaya. Alamat pengirimannya sudah benar ya Pak?”

“Ya, benar.”

“Baik Pak Budi. Terima kasih untuk waktunya. Selamat pagi.”


Di lain kesempatan pernah juga ada telemarketer dari bank GTCD yang menawarkan upgrade kartu kredit dari Gold ke Platinum. Dialog yang terjadi antara lain sebagai berikut:

“Selamat pagi. Bisa bicara dengan Ibu Endah Kusmiati Atmaja?”

“Ya, saya sendiri.”

“Selamat pagi Ibu Endah. Bagaimana kabar Ibu pagi ini? Baik, kan?”

“Ya, baik.”

“Saya Rini dari kartu kredit GTCD Jakarta. Bisa minta waktunya sebentar?”

“Ya, bisa.”

“Saya ingin konfirmasi mengenai kartu kredit Platinum Ibu Endah. Melihat track record pembayaran kartu kredit Gold Ibu sampai saat ini yang sangat bagus Ibu terpilih untuk bisa meng-upgrade ke kartu Platinum. Kami akan mengirimkan kartu kredit Platinum ke alamat Ibu. Apakah benar alamat Ibu Endah adalah di Jl. Antah Berantah no 007, Malang?”

“Benar.”

“Baik Ibu Endah. Terima kasih untuk waktunya. Kartu kredit Platinum Ibu Endah akan segera kami kirim ke alamat Jl. Antah Berantah no 007, Malang. Selamat pagi dan selamat beraktivitas.”


Membaca apa yang saya tulis di atas tampak tidak ada yang istimewa. Ini adalah transkrip dialog yang terjadi antara seorang telemarketer dan nasabah kartu kredit. Namun, tahukah anda bahwa dalam dialog ini sebenarnya telemarketer menggunakan skrip dengan alur yang sangat jelas, bagi yang memahami hypnotic language pattern, untuk secara cerdik mempengaruhi nasabah agar bersedia menerima apa yang ditawarkan.

Mari kita analisa apa yang sebenarnya terjadi, baik pada aspek semantik (pilihan kata) yang digunakan dalam dialog dan juga proses hipnosis yang terjadi.

Sebelum saya teruskan saya ingin menyegarkan kembali pemahaman anda mengenai hipnosis. Hipnosis adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti atau pemikiran tertentu.

Menembus faktor kritis bisa dilakukan dengan menggunakan otoritas, informasi yang mengandung muatan emosi yang tinggi, message overload, trance logic, rileksasi pikiran, identifikasi kelompok, dan imajinasi.

Pada dua contoh transkrip di atas telemarketer berbicara dengan agak cepat dan antusias. Hal ini bertujuan mengakibatkan terjadinya message overload sebagai upaya menembus faktor kritis nasabah.


Kasus 1. Dialog dengan Bapak Budi Jatmiko Siswono

“Selamat pagi. Bisa bicara dengan Bapak Budi Jatmiko Siswono?”
“Ya, saya sendiri.”
“Selamat pagi Bapak Bapak Budi Jatmiko Siswono. Bagaimana kabarnya Pak. Baik?
“Ya, baik.”
“Nama saya Reni dari kartu kredit ABCD Jakarta. Bisa minta waktunya sebentar?”
“Ya, bisa. Ada apa ini?”
“Pak Budi, saat ini Bapak adalah pemegang kartu kredit ABCD dengan nomor kartu 1234567890?
“Ya, benar.”

Apa yang terjadi pada dialog di atas sebenarnya adalah telemarketer itu memasang “Yes Set” dengan mengajukan pertanyaan yang selalu dijawab dengan jawaban “Ya” oleh Pak Budi. “Yes Set” bertujuan untuk menyiapkan, lebih tepatnya mengarahkan, pikiran klien untuk setuju, beberapa kali, dengan pertanyaan yang “ringan” dan “alamiah” dan setelah itu secara tidak sadar pikiran akan setuju dan meng-“Ya”-kan tawaran yang diajukan.

Cara kerjanya begini. Pikiran manusia cenderung malas untuk berubah. Saat pikiran berjalan di satu rel tertentu maka pikiran cenderung akan terus berjalan di rel ini, dengan segala konsekuensinya.
 
Coba jawab pertanyaan ini dengan cepat. Misalnya ada titik A dan B di tanah lapang. Jarak antara A dan B adalah 12 meter. Seekor katak kecil melompat dari A menuju ke B. Satu kali melompat katak kecil ini mampu menempuh jarak 1 meter. Berapa lompatan katak kecil ini mencapai titik B?

Jawabannya adalah sudah tentu 12 lompatan yang didapat dari 12 dibagi 1.

Seekor katak yang lebih besar melakukan hal yang sama. Ia melompat dari A ke B yang letaknya di tanah lapang. Setiap kali melompat ia mampu menempuh jarak 2 meter. Berapa lompatan ia mencapai B?

Jawabnya sudah tentu 6 lompatan. Benar, kan? Yaitu 12 dibagi 2 sama dengan 6.

Katak dewasa juga melakukan hal yang sama. Setiap kali melompat katak dewasa ini, yang kakinya besar, otot-ototnya kuat dan kekar, baru habis makan serangga yang sangat lezat, mampu menempuh jarak 3 meter. Ia melompat dengan semangat menggunakan kakinya yang sangat kuat dan berangkat dari A ke B yang letaknya di seberang kolam air. Berapa lompatan ia mencapai B?

Jawabannya sudah tentu 12 dibagi 3 sama dengan 4 lompatan. Mudah, kan?

Pembaca, apa benar 4 lompatan? Jawaban ini salah. Yang benar adalah hanya 2 lompatan. Mengapa dua? Ya, karena A dan B dipisahkan oleh kolam air. Jadi, si katak melompat ke dalam kolam, lalu berenang menuju ke B, dan setelah itu melompat keluar. Jadi hanya butuh 2 lompatan. Namun pikiran yang telah terkunci dengan pola jarak AB (12 meter) dibagi dengan jarak setiap lompatan katak tidak akan memperhatikan faktor bahwa pada kondisi ketiga A dan B dipisahkan oleh kolam air. Dan katak, sesuai dengan karakternya, tidak melompat di dalam kolam air, tapi berenang. Anda jelas sekarang dengan “Yes Set”?

“Selamat …Pak Budi Jatmiko Siswono.”

Telemarketer menggugah pikiran Pak Budi. Kita umumnya senang bila mendapat ucapan selamat. Apalagi dilakukan dengan nada yang riang, gembira, dan antusias. Saat mendapat ucapan selamat maka pikiran Pak Budi masuk ke kondisi antisipatif, “Wah, ini pasti ada sesuatu yang menarik. Saya diberi ucapan selamat. Tapi, selamat ini untuk apa ya?”

Setelah itu telemarketer langsung menjawab pertanyaan pikiran Pak Budi yang bertanya-tanya yaitu dengan menyambung dengan kalimat:

“Melihat track record pembayaran kartu kredit pak Budi selama ini yang cukup baik maka bapak berhak mendapat voucher yang berisi 100 poin yang dapat digunakan untuk memenangkan tiga mobil BMW seri 3 yang terbaru dan 6 tiket pesawat “Angin Ribut” rute Jakarta – Singapore pulang pergi.”

Wow…sampai di sini Pak Budi tentunya sangat senang. Ia mendapat pujian sebagai nasabah yang baik dengan track record yang terpuji karena selalu tepat waktu membayar tagihan kartu kredit. Dan sebagai apresiasinya Pak Budi mendapat hadiah voucher yang bisa digunakan untuk mendapatkan hadiah yang luar biasa yaitu mobil BMW seri 3 yang harganya bisa mencapai 500 juta rupiah dan juga tiket ke luar negeri gratis.

Telemarketer ini dengan cerdik telah melakukan seeding atau implant ide bahwa Pak Budi akan memenangkan hadiah yang ditawarkan. Imajinasi ini saja sudah cukup untuk melemahkan fungsi analitikal pikiran sadar. Dengan demikian sebenarnya nasabah sudah masuk ke kondisi trance.

Tanpa disadari Pak Budi pikirannya sudah membayangkan bagaimana nikmatnya naik mobil BMW seri 3. Mungkin juga dia akan jugal mobil ini dan uang tunainya akan digunakan untuk membeli rumah baru atau untuk keperluan lain. Atau Pak Budi membayangkan sedang berlibur dengan keluarganya ke Singapore dengan tiket gratis baik pesawat “Angin Ribut”. Ini saja sudah cukup untuk membuat Pak Budi masuk ke kondisi trance.

"Voucher ini akan dikirimkan ke alamat Bapak bersama dengan kartu kredit “Angin Ribut-ABCD” yang belum aktif. Nanti bisa Pak Budi aktivasi dengan menghubungi nomor telpon yang tertera di kartu kredit. Apakah benar alamat pengiriman Bapak adalah di Jl. Cinta no 10, RT 5, RW 3, Surabaya?”
“Ya, benar.”

Nah, ini yang sebenarnya ingin ditawarkan kepada Pak Budi yaitu kartu kredit baru yang merupakan kerjasama antara maskapai penerbangan “Angin Ribut” dan kartu kredit ABCD. Untuk bisa mendapatkan voucher maka Pak Budi harus bersedia menerima kiriman kartu kredit baru ini. Sungguh satu cara yang sangat cerdik. Resistensi atau kemungkinan penolakan Pak Budi, terhadap tawaran kartu kredit baru, diturunkan atau dihilangkan dengan iming-iming dapat voucher berhadiah mobil BMW dan perjalanan ke luar negeri gratis.

Alamat pengiriman yang sengaja ditanyakan oleh telemarketer bertujuan untuk secara indirect mendapat persetujuan Pak Budi bahwa ia bersedia menerima kiriman kartu kredit baru ini. Saat Pak Budi menjawab “ya” maka diasumsikan persetujuan telah didapatkan.

 

Kasus 2. Dialog dengan Ibu Endah Kusmiati Atmaja

 “Selamat pagi. Bisa bicara dengan Ibu Endah Kusmiati Atmaja?”
“Ya, saya sendiri.”
“Selamat pagi Ibu Endah. Bagaimana kabar Ibu pagi ini? Baik, kan?”
“Ya, baik.”
“Saya Rini dari kartu kredit GTCD Jakarta. Bisa minta waktunya sebentar?”
“Ya, bisa.”

Dialog di atas adalah untuk memasang “Yes Set”.

“Saya ingin konfirmasi mengenai kartu kredit Platinum Ibu Endah.”

Perhatikan penggunaan kata “konfirmasi” pada kalimat di atas. Konfirmasi mengandung makna bahwa telah terjadi pembicaraan sebelumnya, mengenai kartu kredit Platinum, antara Ibu Endah dan telemarketer ini. Pembicaraan melalui telpon kali ini bersifat memastikan atau validasi untuk “closing” dari suatu “open loop” yaitu pembicaraan sebelumnya yang belum sampai pada kata akhir.

Apakah Ibu Endah pernah bicara dengan telemarketer ini sebelumnya? Tidak pernah. Namun dengan adanya kata “konfirmasi” pikiran bawah sadar Ibu Endah, tanpa disadari, menerima ide bahwa ia pernah bicara mengenai hal ini sebelumnya.

"Melihat track record pembayaran kartu kredit Gold Ibu sampai saat ini yang sangat bagus Ibu terpilih untuk bisa meng-upgrade ke kartu Platinum. Kami akan mengirimkan kartu kredit Platinum ke alamat Ibu. Apakah benar alamat Ibu Endah adalah di Jl. Antah Berantah no 007, Malang?”
“Benar.”

Kalimat di atas diawali dengan pujian mengenai track record Ibu Endah. Selanjutnya, ini yang sebenarnya ingin dijual ke (pikiran bawah sadar) Ibu Endah,  telemarketer menawarkan upgrade kartu kredit dari Gold ke Platinum. Di sini juga digunakan kata “terpilih” berarti ini adalah suatu kehormatan, sesuatu yang sangat berharga karena untuk bisa upgrade harus melalui proses seleksi yang ketat.

Selanjutnya Ibu Endah ditanya mengenai alamatnya. Saat Ibu Endah menjawab “ya” maka pada saat ini pula diasumsikan ia setuju dengan tawaran ini.

“Baik Ibu Endah. Terima kasih untuk waktunya. Kartu kredit Platinum Ibu Endah akan segera kami kirim ke alamat Jl. Antah Berantah no 007, Malang. Selamat pagi dan selamat beraktivitas.”

Dengan kalimat ini telemarketer mengakhiri pembicaraannya dan mendapatkan persetujuan dari nasabahnya.

 

Pembaca, apakah anda juga pernah mendapat telpon semacam ini? Saya yakin pasti pernah. Saya juga sangat sering. Kalau mendapat telpon seperti ini apa yang harus dilakukan agar tidak terjebak dengan hypnotic language pattern yang digunakan telemarketer?

Saya biasanya melakukan hal berikut untuk “mengerjai” si telemarketer:

1.Saya jawab semuanya dengan baik dan sopan mengikuti skenario yang digunakan oleh telemarketer. Dan di saat akhir pembicaraan, saat ia menanyakan alamat pengiriman, saya bilang, “Wah… maaf Mbak… saya tidak tahu. Nanti saya tanya sama Tuan.” Biasanya si telemarketer akan bertanya, “Lho, anda ini siapa?”. Saya jawab, “Saya sopir.. Bapak lagi main golf sampai sore. HP saya yang pegang.”

2.Saat ditanya apa kabar saya menjawab dengan nada malas, tidak semangat, dan terkesan loyo dan lemas. Biasanya telemarketer masih akan berusaha untuk “mengangkat” mood dengan bertanya hal lain dan saya konsisten menjawab dengan tidak semangat dan loyo. Biasanya saya bisa langsung merasakan perubahan semangat si telemarketer menawarkan produknya. Dan cara ini sering sangat berhasil.

3.Dari awal saat ditanya saya menjawab bahwa ia salah sambung. Nama yang ia tanyakan itu tidak saya kenal.

4.Saya dengan tegas menolak apapun yang ia tawarkan.
5.Telpon tidak saya angkat.

_PRINT