The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Parentifikasi dan Infantilisasi: Penyebab, Dampak, dan Strategi Mengatasinya

9 September 2024
Parentifikasi dan Infantilisasi: Penyebab, Dampak, dan Strategi Mengatasinya

Parentifikasi dan infantilisasi adalah dua fenomena psikologis yang dapat secara signifikan memengaruhi dinamika keluarga dan perkembangan individu. Kedua istilah ini menggambarkan situasi di mana peran orang tua dan anak menjadi terbalik atau terdistorsi, yang mengarah pada hubungan yang tidak sehat dan ketegangan emosional.

Meskipun sifatnya berlawanan, parentifikasi dan infantilisasi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan alamiah individu dalam sistem keluarga. Memahami apa yang menyebabkan dinamika ini, dampaknya, dan cara-cara untuk mengatasinya sangat penting untuk membina hubungan yang lebih sehat dan kesejahteraan pribadi. 

Parentifikasi

Parentifikasi adalah fenomena dalam hubungan keluarga di mana seorang anak secara emosional atau fisik mengambil peran sebagai pengasuh atau "orang tua" bagi salah satu atau kedua orang tua, atau bahkan bagi saudara-saudaranya.

Parentifikasi biasa terjadi pada keluarga di mana orang tua tidak tersedia secara fisik atau emosional, mungkin karena sakit, kecanduan, masalah kesehatan mental, terlalu sibuk dengan berbagai aktivitas, bercerai, atau kesulitan ekonomi.

Dalam situasi seperti ini, anak-anak merasa terdorong untuk memikul tanggung jawab orang dewasa untuk menjaga stabilitas keluarga atau mendukung orang tua mereka secara emosional. Anak diminta untuk memenuhi tanggung jawab yang biasanya merupakan kewajiban orang dewasa, seperti mengurus rumah tangga, memberikan dukungan emosional yang intens, atau bahkan mengambil keputusan penting.

Rumah tangga dengan orang tua tunggal, di mana orang tua mungkin kewalahan dengan tuntutan kehidupan sehari-hari, juga dapat berkontribusi pada anak yang melangkah ke peran orang dewasa. Dalam beberapa kasus, norma budaya atau masyarakat yang menekankan kesetiaan atau tanggung jawab keluarga dapat menekan anak-anak untuk mengambil peran ini sebelum waktunya.

Parentifikasi dapat terjadi dalam dua bentuk utama: parentifikasi instrumental dan parentifikasi emosional. Parentifikasi instrumental adalah anak melakukan tugas-tugas fisik atau praktis, seperti merawat adik, membersihkan rumah, atau membantu mengatur keuangan keluarga. Sementara parentifikasi emosional adalah anak harus memberikan dukungan emosional yang berlebihan kepada orang tua atau anggota keluarga lainnya, seperti menjadi pendengar atau pemberi nasihat, yang menempatkan beban psikologis yang berat pada mereka.

Parentifikasi bisa berdampak negatif pada perkembangan anak, karena mereka kehilangan masa kanak-kanaknya dan sering merasa tertekan oleh tanggung jawab yang tidak semestinya. Akibatnya, anak dapat mengalami masalah emosi atau hubungan di kemudian hari, seperti kesulitan membangun batasan yang sehat atau merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain.

Dampak dari parentifikasi dapat berlangsung lama dan merusak. Anak-anak yang mengalami parentifikasi sering mengalami tingkat stres, kecemasan, dan kelelahan yang tinggi. Mereka berjuang dengan batasan emosional, merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain bahkan saat dewasa.

Masa kecil mereka sering kali terganggu, membuat mereka kehilangan kesempatan untuk bereksplorasi, bermain, dan berkembang secara alami. Anak-anak yang mengalami parentifikasi juga berjuang dengan harga diri yang rendah, perasaan tidak mampu, atau kesulitan mempercayai orang lain. Dalam hubungan, mereka bisa mengambil peran sebagai pengasuh, yang terkadang menyebabkan ketergantungan atau kelelahan.

Pembalikan peran ini dapat diperburuk oleh faktor budaya yang menempatkan nilai tinggi pada kewajiban dan kesetiaan keluarga, yang membuat anak-anak memprioritaskan kebutuhan orang tua mereka di atas kebutuhan mereka sendiri. 

Infantilisasi

Di ujung spektrum yang berlawanan adalah infantilisasi, di mana seseorang diperlakukan seperti bayi atau anak kecil, meskipun mereka sudah dewasa atau lebih tua. Ini dapat terjadi dalam berbagai konteks, seperti dalam hubungan antarpribadi, keluarga, atau bahkan di tempat kerja, di mana seseorang, seringkali orang tua atau figur otoritas, secara berlebihan mengendalikan atau mengatur tindakan, keputusan, atau emosi orang lain seolah-olah mereka tidak mampu mengelola hidupnya sendiri.

Infantilisasi dapat berasal dari gaya pengasuhan yang terlalu protektif, di mana orang tua atau pengasuh merasa perlu untuk melindungi anak-anak mereka dari kenyataan hidup. Hal ini dapat terjadi karena kecemasan akan keselamatan anak atau keinginan untuk mempertahankan kontrol atas perkembangan anak karena takut dengan kemandirian anak.

Infantilisasi juga dapat terjadi akibat orang tua yang terlalu memanjakan anak, tidak memberi ruang pada anak, yang sesungguhnya telah bertumbuh menjadi pribadi dewasa, untuk menjalani peran utuh sebagai manusia dewasa.

Orang yang diinfantilisasi diperlakukan seolah-olah mereka tidak mampu menangani tanggung jawab yang biasanya sesuai dengan usia mereka. Hal ini dapat melibatkan keputusan-keputusan sehari-hari atau tanggung jawab yang lebih besar seperti keuangan, pekerjaan, atau hubungan pribadi.

Orang tua terus memperlakukan anak dewasa sebagai anak kecil, melayani hampir semua kebutuhan anak, membuat keputusan untuk anak pada banyak aspek kehidupan anak, menghindarkan anak dari stres atau tekanan dari lingkungan, mencegah anak dari mengalami kegagalan, dan memastikan semuanya baik adanya untuk anak. Anak tidak pernah mendapat kesempatan belajar dan bertumbuh seperti yang seharusnya dan mengakibatkan anak mengalami fiksasi pada usia tertentu.

Dalam hal ini, orang tua mengendalikan banyak aspek kehidupan orang yang diinfantilisasi, termasuk bagaimana mereka berpikir, bertindak, atau membuat keputusan, seolah-olah mereka masih anak-anak yang membutuhkan arahan dan perlindungan terus-menerus.

Infantilisasi bisa menghambat perkembangan pribadi, harga diri, dan kemandirian seseorang. Orang yang sering diinfantilisasi bertumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri, bergantung pada orang lain, atau mengalami kesulitan mengembangkan keterampilan hidup yang diperlukan untuk berfungsi secara mandiri dalam kehidupan dewasa.

Hal ini dapat menyebabkan rasa tidak berdaya, ketergantungan, dan pertumbuhan pribadi yang terhambat. Individu yang diinfantilisasi saat berjuang untuk membentuk hubungan timbal balik yang sehat, sering merasa didominasi atau dikendalikan oleh orang lain. Seiring waktu, hal ini dapat menumbuhkan kebencian, kecemasan, dan depresi. 

Mengatasi Parentifikasi dan Infantilisasi

Mengatasi masalah parentifikasi dan infantilisasi membutuhkan pendekatan yang beragam. Pertama, membina komunikasi yang terbuka di dalam keluarga sangatlah penting. Mendorong anak-anak untuk mengekspresikan perasaan dan kebutuhan mereka dapat membantu meringankan beban parentifikasi dan mendorong dinamika keluarga yang lebih sehat. Terapi keluarga juga dapat bermanfaat, memberikan ruang yang aman bagi anggota keluarga untuk mengeksplorasi peran mereka dan membangun hubungan yang lebih seimbang.

Bagi individu yang mengalami infantilisasi, membangun harga diri dan otonomi sangatlah penting. Hal ini dapat dicapai dengan menetapkan tujuan-tujuan kecil yang dapat dicapai yang mendorong kemandirian dan kepercayaan diri. Terlibat dalam kegiatan yang mendorong pertumbuhan pribadi, seperti mengejar pendidikan atau hobi, juga dapat membantu individu mendapatkan kembali rasa memiliki. Selain itu, mencari dukungan dari profesional kesehatan mental dapat memberikan solusi yang berharga untuk mengatasi perasaan tidak mampu dan mengembangkan keterampilan asertif.

Kesimpulannya, parentifikasi dan infantilisasi adalah dua dinamika berbahaya yang mengganggu perkembangan alami individu dan hubungan mereka. Parentifikasi memaksa anak-anak untuk tumbuh terlalu cepat, sementara infantilisasi menghambat pertumbuhan mereka dengan memperlakukan mereka sebagai orang yang tidak mampu.

Kedua dinamika ini berakar pada tekanan emosional, budaya, atau masyarakat dan dapat berdampak luas pada kesehatan mental dan emosional seseorang. Namun, melalui pengakuan, penetapan batasan, dukungan profesional, dan menumbuhkan kemandirian, dinamika ini dapat diatasi, yang mengarah pada hubungan yang lebih sehat, lebih seimbang, dan rasa otonomi pribadi yang lebih besar.

 

 

_PRINT