The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Artikel ini adalah materi research paper yang saya sampaikan di Indonesia Hypnosis Summit 2011 yang berlangsung di Hotel Oasis Amir Jakarta pada tanggal 16 April 2011. Berikut ini adalah ringkasannya tanpa mengurangi bobot dan kedalaman materi seperti yang saya sampaikan di depan audiens IHS 2011 dan ditambah dengan beberapa pendalaman di bagian tertentu.
Sebelum membahas lebih dalam terlebih dahulu saya akan mengupas judul artikel ini. Unity artinya kesatuan. Multiplicity berarti banyak. Sedangkan “Multilevel Consciousness of Self in Hypnosis” artinya kesadaran diri yang berjenjang dalam hipnosis. Bila digabung semuanya maka makna judul artikel ini dalam bahasa Indonesia adalah “Satu dan Banyak: Kesadaran Diri yang Berjenjang Dalam Hipnosis”.
Definisi Hipnosis
Definisi hipnosis, menurut US Dept. of Education, Human Services Division, adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu pemikiran atau sugesti tertentu (Hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind and followed by the establishment of acceptable selective thinking).
Definisi ini tidak menjelaskan apakah pemikiran atau sugesti yang diterima dijalankan pada level fisik atau mental, atau keduanya. Dengan demikian, setiap penembusan faktor kritis pikiran sadar yang diikuti dengan diterima dan dijalankannya suatu pemikiran (perintah/permintaan) atau sugesti tertentu baik secara fisik dan atau secara mental dapat disebut sebagai kondisi hipnosis.
Hipnosis menurut Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology :
“Hypnosis is psychoneurophysiology science based scientifically on brainwave frequency and amplitude changes from beta state to delta state resulting in enhancing and increasing focus, magnified concentration, and receptivity towards any mental message given to the subconscious”
(hipnosis adalah ilmu psikoneurofisiologis yang secara saintifik berdasarkan pada perubahan frekuensi dan amplitudo gelombang otak dari kondisi beta ke kondisi delta yang mengakibatkan meningkatnya fokus, konsentrasi, dan penerimaan terhadap pesan-pesan mental yang diberikan kepada pikiran bawah sadar).
Pemahaman definisi ini sangat penting sebagai landasan untuk memahami berbagai kondisi kesadaran yang menurut hemat saya masuk dalam kategori kondisi hipnosis.
Level Hipnosis
Para pakar hipnosis / hipnoterapi konvensional pada umumnya sepakat bahwa yang dimaksud dengan kondisi hipnosis adalah kondisi kesadaran mulai level hypnoidal terus “turun” ke level light trance, medium trance, threshold of somnambulism hingga ke level profound somnambulism.
Hasil riset yang dilakukan QHI menemukan banyak hal menarik dan mendorong kami untuk berpikir ulang mengenai kondisi hipnosis seperti yang dinyatakan kebanyakan pakar hipnosis/hipnoterapi konvensional.
Dari riset yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya ditemukan bahwa di bawah level profound somnambulism masih ada level kedalaman yang dinamakan level Esdaile atau Plenary State. Di bawahnya lagi ada level Catatonia, Hypnosleep, dan Ultimate Depth. Dan paling dalam adalah level tidur (sleep). Sedangkan di “bagian atas” terdapat level Higher Consciousness, Super Consciousness, dan Ultimate Height.
Apakah level kesadaran hanya ini saja? Tentu saja tidak. Masih ada sangat banyak level kesadaran lainnya. Namun kondisi kesadaran yang telah disebutkan di ataslah yang kami gunakan dalam riset. Kami memasukkan berbagai kondisi kesadaran di atas juga sebagai kondisi hipnosis. Hal ini dilakukan karena dari riset kami menemukan bahwa walaupun di kedalaman di bawah level profound somnambulism klien sangat sulit atau bahkan tidak bisa memberikan respon secara fisik namun mereka tetap bisa memberikan respon secara mental. Demikian juga pada level di “bagian atas”. Dan sejalan dengan definisi hipnosis yang telah diuraikan di atas maka kami menyimpulkan dan memutuskan bahwa kondisi kesadaran baik mulai hypnoidal hingga Ultimate Depth dan mulai higher consicousness hingga Ultimate Height adalah kondisi hipnosis.
Ini adalah satu simpulan yang sangat penting dalam teori pikiran yang kami kembangkan di QHI. Teori inilah yang menjadi landasan pijak pengembangan berbagai teknik intervensi klinis advanced yang telah kami ujicobakan pada ribuan klien dengan hasil yang sangat memuaskan secara konsisten.
Consciousness
Kesadaran (consciousness) memiliki lima komponen yaitu:
1. Kondisi Kesadaran (State of Consciousness)
2. Isi Kesadaran (Content of Consciousness)
3. Kesadaran (Awareness)
4. Energi Psikis (Psychic Energy)
5. Struktur (Structure)
Untuk memahami kondisi kesadaran maka kita membedakan kesadaran menjadi dua kelompok yaitu yang disebut dengan b-SoC atau baseline sate of consciousness dan d-SoC atau discrete state of consciousness. D-SoC juga disebut dengan ASC atau Altered State of Consciousness. B-SoC adalah kondisi kesadaran yang umumnya kita alami dalam kondisi sadar normal. Sedangkan d-SoC adalah kondisi kesadaran selain b-SoC.
Yang dimaksud dengan kondisi kesadaran dalam konteks hipnosis adalah kondisi kesadaran (d-SoC / ASC) seperti yang telah saya jelaskan di atas. Mulai dari level hypnoidal hingga ke Ultimate Depth, dan dari Higher Consiousness hingga Ultimate Height.
Suatu kondisi ASC distabilkan oleh empat proses yang mempertahankan kesadaran seseorang tetap berada dalam kondisi ini. Sedangkan untuk menentukan apakah suatu kondisi kesadaran adalah ASC atau bukan digunakan sepuluh kriteria. Dalam artikel ini saya sengaja tidak mengulas mengenai proses stabilisasi ASC dan kriterianya karena dibutuhkan artikel tersendiri untuk membahas hal ini.
Isi kesadaran atau content of consciousness adalah muatan yang keluar dari pikiran bawah sadar dan atau nirsadar, naik ke permukaan dan masuk ke wilayah pikiran sadar sehingga dikenali dan diketahui. Setiap kondisi kesadaran merupakan “jalur” bagi pikiran bawah sadar dan atau nirsadar untuk mengeluarkan muatannya sesuai dengan kondisi psikis, kebutuhan, kesiapan, dan ijin dari sistem ego.
Kesadaran (awareness) adalah kemampuan untuk mengetahui atau mengenali atau memikirkan bahwa sesuatu sedang terjadi. Sedangkan kesadaran diri atau self awareness adalah kesadaran akan kondisi sadar. Tingkat kesadaran diri yang tertinggi adalah saat terjadinya perpisahan antara kesadaran dan konten.
Memang cukup sulit untuk mencari padanan kata yang tepat untuk menjelaskan awareness dan consciousness. Kedua kata ini mempunyai padanan kata yang sama, dalam bahasa Indonesia, yaitu kesadaran.
Awareness merujuk pada pengetahuan dasar bahwa sesuatu sedang terjadi, mengamati, atau merasakan. Consciousness umumnya merujuk pada awareness dalam hal yang jauh lebih rumit. Consciousness adalah awareness yang dipengaruhi oleh struktur pikiran.
Contohnya seperti ini. Bila kita mendengar suara burung di luar jendela dan menyadari akan hal ini maka ini adalah awareness. Namun bila saat kita mendengar suara burung, kita mengenali jenis burung yang mengeluarkan suara ini, dan tahu bahwa suara ini datang jendela yang terbuka maka ini adalah consciousness karena dibutuhkan struktur untuk mengenali jenis burung dan arah datangnya suara.
Energi psikis dalam hal ini merujuk pada perhatian atau kesadaran (awareness) dalam konteks bahwa suatu struktur yang sebelumnya tidak berpengaruh terhadap kesadaran dapat diaktifkan bila dibutuhkan.
Yang dimaksud dengan struktur, lebih tepatnya struktur psikologis, adalah organisasi yang relatif stabil dari komponen yang menjalankan satu atau lebih fungsi psikologis tertentu. Beberapa struktur membutuhkan energi dalam jumlah tertentu agar dapat bekerja optimal, beroperasi, dihambat kerjanya, diubah, dan atau didestrukturisasi.
Beberapa struktur membutuhkan sejumlah energi perhatian atau kesadaran agar dapat tercipta, beroperasi, dimodifikasi, atau dihambat kegiatannya.
Ego Psychology
Di tahap awal riset dan pengembangan teori dan teknik terapi Ego State kami mengacu pada karya dan pemikiran John G. Watkins dan Helen H. Watkins. Mereka menulis buku yang sangat bagus mengenai topik ini yaitu Ego State: Theory and Therapy. Selanjutnya kami juga mempelajari karya pakar lain mengenai Ego State seperti Gordon Emmerson (Ego State Therapy), Charless Tebbets (Miracles on Demand), Roy Hunter, dan Gil Boyne (Transformaing Therapy).
Langkah selanjutnya, secara khusus kami mendalami pemikiran Paul Federn yang dituangkan dalam buku Ego Psychology and The Psychoses dan juga karya Edoardo Weiss yang berjudul The Structure and Dynamics of The Human Mind. Inilah dua buku yang berisi informasi dan teori yang menjadi cikal bakal teori Ego State yang dikembangkan Watkins.
Untuk mendapat gambaran yang lebih utuh mengenai Ego State kami membaca dan mempelajari beberapa teknik terapi lain yang “mirip” dengan Ego State Therapy seperti Voice Dialogue, Sub Personalities, dan Transactional Analysis (Eric Berne). Kami juga mempelajari secara mendalam riset yang dilakukan oleh Ernest R. Hilgard yang ditulis dalam bukunya Divided Consciousness: Multiple Controls in Human Thought and Action.
Gambaran yang lebih utuh mengenai Ego State saya peroleh saat mempelajari berbagai penanganan kasus klinis dan riset DID (Dissociative Identity Disorder) yang dilakukan oleh para pakar seperti Putnam, Allison, Kluft, Bernheim, Braun, dan Bliss. Pemahaman yang telah saya dapatkan dari riset literatur sangat membantu saya saat menangani klien yang mengalami Schizophrenia dan DID.
Dari sharing, laporan kasus, dan temuan di ruang praktik alumni QHI, didukung dengan teori dan riset yang ada, yang dilakukan oleh para pakar sebelumnya, akhirnya kami mengembangkan teori Ego Psychology versi QHI beserta teknik intervensi klinisnya. Semua teknik ini diajarkan di pelatihan QHI setelah melalui rangkaian uji coba yang sangat hati-hati dan telah terbukti sangat efektif untuk menangani berbagai kasus klinis mulai yang ringan hingga yang berat seperti schizophrenia, depresi, emosi labil, amnesia, rapid switching, dan berbagai kasus psikosomatis mulai dari sakit kepala, asma, alergi, sinusitis, diabetes, hingga kanker.
Ego Personality
Untuk memudahkan penyebutan Bagian Diri yang ada di dalam diri seseorang kini kami menggunakan istilah Ego Personality, bukan Ego State atau Part. Penggunaan istilah Ego State sering kali kurang pas karena Ego State sendiri adalah suatu Bagian Diri. Masih ada Bagian Diri yang lain seperti Part, Introject, dan Alter. Untuk itu kami menggunakan istilah Ego Personality untuk memayungi semua Bagian Diri.
Dalam konteks terapi kita perlu menggunakan istilah yang tepat untuk merujuk pada satu Bagian Diri tertentu. Setiap Bagian Diri ini muncul atau tercipta melalui proses atau kejadian yang berbeda.
Bagaimana Ego Personality Tercipta?
Watkins dan Watkins, dalam buku Ego State : Theory and Therapy, mengatakan bahwa Bagian Diri tercipta melalui tiga proses, yaitu:
•normal differentiation mengakibatkan munculnya Ego State.
•trauma memunculkan Part atau Alter.
•identifikasi yang mengakibatkan terciptanya introject.
Temuan riset kami menyatakan bahwa Bagian Diri tercipta tidak hanya melalui tiga cara di atas. Ternyata Bagian Diri bisa muncul atau tercipta dengan cara lain, yaitu:
•untuk melaksanakan tujuan tertentu
•karena imprint
•karena sugesti
•hasil pembelajaran
Efektivitas dan keberhasilan terapi Ego Personality ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, kesiapan klien baik pada level pikiran sadar maupun bawah sadar. Kedua, dasar teori dan teknik terapi yang dikuasai oleh terapis. Ketiga pemahaman terapis terhadap proses dan struktur pembentukan Ego Personality.
Ego Personality Therapy tidak efektif atau tidak membuahkan hasil maksimal dan permanen umumnya karena beberapa hal berikut:
•terapi dilakukan hanya dalam kondisi light trance.
•terapi dilakukan hanya dengan teknik negosiasi.
•terapis tidak melakukan pengecekan untuk memastikan bahwa Ego Personality yang diproses benar-benar adalah Aktor dan Provokator, bukan sekedar Eksekutor yang mengakibatkan terjadinya masalah atau penyimpangan perilaku.
•terapi dilakukan dengan tidak memperhatikan struktur pembentukan Ego Personality.
•tidak memperhatikan level dan jenis cathexis (Ego Cathexis / Object Cathexis).
Masih berdasar temuan kami, dalam konteks terapi regresi, Ego Personality bisa tercipta atau muncul di SSE (Subsequent Sensitizing Event) atau di ISE (Initial Sensitizing Event). Regresi menggunakan teknik Ego Personality Therapy bekerja melalui jalur afeksi yang mengarahkan Ego Personality yang sedang aktif (executive), di masa sekarang, mundur ke masa lalu dan terhubung dengan Ego Personality yang pertama kali memegang atau merasakan emosi ini.
Hipnoterapis yang kerap menggunakan teknik Ego Personality Therapy pasti pernah bertemu dengan Ego Personality, baik itu dalam bentuk Ego State, Part, Introject, atau Alter yang bersifat malevolent atau keras dan kejam terhadap klien, tidak bersedia negosiasi dan sangat kuat.
Hipnoterapis, dalam hal ini, perlu menguasai teknik khusus untuk bisa menundukkan dan membuat malevolent Ego Personality melunak dan akhirnya bersedia mengubah sikap, pandangan, dan perannya menjadi lebih positif dan konstruktif bagi hidup klien.
Kekuatan Ego Personality ditentukan oleh faktor berikut:
1. Alasan terciptanya
2. Motivasi / tujuan yang ingin dicapai
3. Intensitas emosi
4. Belief / Value yang dipegang Ego Personality
5. Otoritas yang melakukan imprint / sugesti
6. Intensitas dan jenis cathexis
7. Data / pengetahuan yang dimilikinya
8. Level otoritasnya dalam sistem Ego Psychology
9. Penguatan / repetisi
Cathexis dan Stabilitas Sistem Diri
Cathexis adalah alokasi energi yang mengaktifkan proses psikologis. Dengan kata lain cathexis adalah energi. Secara umum, dalam teori Ego Psychology yang dicetuskan Federn dikenal dua jenis cathexis; ego cathexis dan object cathexis.
Ego cathexis adalah jenis energi yang berisi atau mengandung esensi diri. Ini adalah energi kehidupan dan bersifat sebagai subjek. Setiap elemen yang mendapat ego cathexis akan dialami sebagai “Saya” atau “milik saya”, dengan demikian, adalah milik “saya” atau bagian dari diri saya.
Object cathexis adalah jenis energi yang tidak mengandung esensi diri. Ini adalah energi nirkehidupan dan bersifat sebagai objek. Setiap elemen yang mendapat object cathexis akan dialami sebagai “bukan saya” atau “benda”, dengan demikian, adalah milik sesuatu di luar diri saya.
Untuk lebih mudah memahami mengenai object cathexis anda bisa membayangkan diri anda berada di dalam sebuah ruang yang gelap gulita sambil memegang sebuah senter. Saat anda menyoroti suatu objek di dalam ruang gelap atau saat objek mendapat siraman cahaya maka objek menjadi menonjol dan lebih jelas dibandingkan dengan objek lain yang tidak mendapat cahaya. Cahaya senter ini sama dengan object cathexis yang membuat sesuatu menjadi jelas dan masuk ke pusat perhatian.
Sebuah Ego Personality dikatakan aktif atau executive bila ia mendapat cathexis dalam jumlah jauh lebih besar dibandingkan Ego Personality lainnya. Saat cathexis ditarik dari Ego Personality ini dan dialihkan ke yang lainnya maka Ego Personality yang sebelumnya aktif akan menjadi nonaktif atau dormant dan Ego Personality yang tadinya tidak aktif, namun karena mendapat ego cathexis, kini menjadi aktif atau executive.
Setiap Ego Personality memiliki batas atau boundary dengan level energi tertentu agar dapat beroperasi dengan baik. Batas ini bersifat fleksibel dan dapat ditembus (permeable). Saat suatu objek mengenai batas Ego Personality maka individu akan mengetahui atau mengenali objek. Objek bisa berasal dari dalam diri (berasal dari pikiran) dan bisa juga berasal dari luar diri.
Kemampuan untuk mengenali sumber objek, internal (dari pikiran sendiri) atau eksternal (dari luar diri), hanya bisa terjadi bila batas Ego Personality memiliki jumlah cathexis yang cukup untuk dapat beroperasi secara normal dan optimal.
Saat batas Ego Personality menjadi sangat lemah, karena cathexis sangat sedikit, maka suatu bentuk memori (objek yang berasal dari pikiran/internal) bisa menembus batas ini dan dialami oleh seseorang sebagai sesuatu yang riil dan bersifat ekternal. Dengan kata lain individu ini mengalami halusinasi.
Cathexis diatur dalam suatu sistem energi yang bersifat dinamis dan selalu mencari titik keseimbangan atau equilibrium. Setiap orang punya struktur sistem yang berbeda yang membuat mereka mampu beroperasi secara normal dan optimal. Sistem ini dapat menjadi kacau saat terjadi trauma, atau akumulasi dari beberapa trauma, yang menimbulkan emosi intens dan “menyedot” sebagian besar cathexis sehingga membuat sistem menjadi tidak stabil.
Hipnosis, dengan protokol tertentu, merupakan salah satu modalitas yang sangat efektif dalam mengarahkan atau mengendalikan cathexis. Seorang hipnoterapis, untuk mampu melakukan Ego Personality Therapy dengan efektif dan efisien, perlu mampu dan cakap melakukan manipulasi cathexis, sesuai kebutuhan, untuk bisa membantu sistem energi diri klien kembali ke titik equilibirum.
Multilevel Consciousness
Secara umum pikiran dibagi menjadi tiga yaitu pikiran sadar (conscious), bawah sadar (subconscious), dan nirsadar (unconscious) dengan fungsi dan peran masing-masing. Ketiga pikiran ini beroperasi berdasar prinsip yang berbeda. Dalam kondisi normal ketiga pikiran ini bekerja secara simultan dan saling mempengaruhi. Dari ketiga pikiran ini, satu-satunya pikiran yang bisa di-off-kan hanyalah pikiran sadar. Sedangkan pikiran bawah sadar dan nirsadar selalu dan hanya akan berhenti bila kita meninggal. Untuk memudahkan pembahasan saya menggabungkan pikiran nirsadar menjadi bagian dari pikiran bawah sadar.
Dalam kontek Ego Personality kita mengenal adanya Ego Personality yang aktif pada suatu saat atau yang disebut sebagai executive dan Ego Personality yang “tidak aktif” atau disebut dengan underlying. Dalam kondisi normal hanya ada satu Ego Personality yang executive dalam suatu saat.
Dalam kondisi sistem diri yang kacau maka bisa terjadi:
1.Dua Ego Personality yang aktif bersamaan.
2.Dua Ego Personality yang bergantian aktif dan saling mengenal.
3.Dua Ego Personality yang bergantian aktif namun tidak saling mengenal.
4.Dua Ego Personality yang bergantian aktif namun bersifat amnesia satu arah.
Ego Personality yang underlying sebenarnya tidak benar-benar tidak aktif atau off. Yang terjadi adalah mereka bekerja di latar belakang. Mereka tetap aktif namun tidak tampil di depan.
Untuk dapat dengan mudah mengakses Ego Personality yang underlying kita membutuhkan bantuan kondisi hipnosis. Dan dari temuan di ruang praktik kami menyimpulkan bahwa aksesabilits Ego Personality cukup dipengaruhi oleh kedalaman kondisi hipnosis. Ada Ego Personality yang dapat dengan mudah menjadi executive. Namun ada juga Ego Personality yang baru bisa tampil atau aktif setelah klien dibimbing masuk ke kedalaman hipnosis tertentu.
Proses komunikasi antara hipnoterapis dan Ego Personality selain dipengaruhi oleh hypnotic rapport juga ditentukan oleh ada tidaknya split, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal, dalam sistem Ego Personality.