The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel
Dua Dekade Perjalanan: Konstruksi Protokol Hipnoterapi Singkat yang Efektif
9 Januari 2025
Dua puluh tahun lalu, tepatnya di tahun 2005, saat saya mulai praktik hipnoterapi, saya membekali diri dengan banyak teknik terapi. Saat itu, dalam pemikiran saya yang masih sangat hijau di bidang hipnoterapi, saya merasa dengan menguasai banyak teknik terapi, saya siap membantu klien mengatasi masalah mereka.
 
Di tahun-tahun awal, selain menggunakan teknik berbasis sugesti untuk mengubah kebiasaan atau perilaku, saya juga menggunakan teknik-teknik lain seperti: desensitisasi sistematis, reframing, Parts Therapy, Time Line Therapy, Ego Strengthening, regresi, progresi, Empty Chair Technique (Gestalt Therapy), Hypnotic Pain Management, Progressive Muscle Relaxation (PMR), Anchoring, Swish Pattern, Collapsing Anchor, Submodality Change, Fast Phobia Cure, Guided Imagery, Inner Child Healing, Tempat Kedamaian, Belief Changing Technique, dan masih banyak lagi.
 
Saya harus menghafal kegunaan setiap teknik dan cara melakukannya dengan benar. Bisa dibayangkan betapa pusingnya saya saat itu.
 
Cara saya melakukan terapi waktu itu adalah dengan menganalisis masalah klien, berusaha menemukan "akar masalah" lewat sesi wawancara, kemudian memilih teknik yang saya rasa sesuai untuk mengatasi masalah klien. Ini di luar teknik induksi yang saya gunakan, yang juga cukup memusingkan karena ada banyak skripnya dan harus dipilih sesuai karakter klien.
 
Misalnya, klien datang dengan masalah fobia. Untuk mengatasi kondisi ini, saya bisa memilih salah satu dari beberapa teknik berikut: memberikan sugesti, desensitisasi sistematis, fast phobia cure, Parts Therapy, Collapsing Anchor, Submodality Change, atau teknik lainnya yang saya pikir akan efektif.
 
Demikian pula jika klien, dari hasil wawancara, saya simpulkan mengalami masalah karena imprint dari figur otoritas, saya akan memilih teknik khusus untuk mengatasi imprint. Namun, bagaimana bila penyebabnya adalah emosi negatif yang intens? Atau konflik internal? Atau emosi positif? Setiap situasi memerlukan pertimbangan baru.
 
Sering kali, setelah saya menggunakan satu teknik, hasilnya belum sesuai harapan. Saya tahu klien belum sembuh berdasarkan laporan mereka beberapa hari kemudian.
 
Kemudian, klien kembali untuk sesi kedua. Di sesi ini, saya menggunakan teknik lain. Hal ini berlangsung bersesi-sesi. Saat itu, sebagai hipnoterapis pemula, saya tidak memahami cara melakukan uji hasil terapi untuk memastikan terapi yang saya lakukan berhasil.
 
Sangat sering terjadi klien, usai terapi, menyatakan kondisinya sudah membaik. Namun beberapa hari kemudian masalahnya muncul lagi. Ini adalah kondisi yang saya sebut sebagai kesembuhan semu. Berdasarkan temuan kami, kesembuhan semu terjadi karena terapis tidak berhasil memproses tuntas akar masalah.
 
Saat itu saya tidak secara khusus memproses akar masalah karena saya memang tidak tahu caranya. Saya juga tidak menyadari betapa pentingnya hal ini, karena berbagai literatur yang saya pelajari saat itu hanya membahas hipnoterapi berbasis sugesti.
 
Satu tahun pertama saya melakukan terapi dengan cara seperti ini. Ketika terapi saya tidak berhasil membantu klien mengatasi masalahnya, selain merasa kecewa pada diri sendiri, saya merasa harus belajar teknik-teknik baru yang "lebih ampuh." Proses ini sungguh melelahkan.
 
Ternyata, semakin banyak teknik yang saya pelajari, bukannya membuat terapi saya semakin mudah dan efektif, tetapi justru menjadi semakin ribet. Setiap kali hendak menangani klien, saya selalu bertanya-tanya: Teknik apa yang sebaiknya digunakan?
 
Ada momen di mana saya hampir memutuskan berhenti melakukan terapi. Saya merasa hipnoterapi tidak cocok untuk saya dan tidak efektif. Namun, saya urung berhenti karena dari berbagai literatur yang saya pelajari, hipnoterapi terbukti sangat efektif. Saya simpulkan, yang salah bukan ilmunya, tetapi saya yang belum kompeten.
 
Saya memutuskan untuk membeli lebih banyak buku hipnoterapi dari luar negeri. Selain itu, saya mempelajari banyak video yang membahas topik ini. Selama dua tahun berikutnya, walau masih jatuh bangun, saya mulai mengembangkan protokol hipnoterapi dengan pendekatan hipnoanalisis. Pemikiran saya saat itu didasari oleh pemahaman yang saya peroleh setelah membaca tulisan Josef Breuer dan Sigmund Freud, khususnya terkait penanganan klien bernama Bertha Pappenheim.
 
Dari rasa ingin tahu yang sangat kuat setelah membaca tulisan mereka, saya membaca lebih banyak literatur modern untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang pola dan proses yang terjadi dalam terapi.
 
Jika sebelumnya saya fokus mempelajari berbagai teknik terapi, kini saya memusatkan perhatian pada menemukan pola yang selalu hadir di setiap masalah klien. Akhirnya, melalui analisis kasus terapi serta literatur para pakar hipnoterapi, saya berhasil menemukan pola ini.
 
Setelah mempelajari lebih banyak karya dan pemikiran para pakar hipnoterapi serta pakar memori, saya akhirnya meninggalkan strategi terapi berbasis banyak teknik, yang sangat merepotkan.
 
Pemikiran saya sederhana. Jika saya saja kerepotan harus menghafal banyak teknik, dan dalam praktiknya ternyata tidak efektif membantu klien, bagaimana dengan orang yang akan saya ajari cara melakukan terapi seperti ini?
 
Protokol hipnoterapi yang saya kembangkan menekankan pada pemberdayaan klien melalui resolusi akar masalah dengan cepat, efisien, dan tuntas. Dibandingkan metode tradisional yang sering kali terfokus pada mengubah perilaku, pendekatan ini langsung menargetkan akar masalah.
 
Untuk menemukan akar masalah, terdapat dua strategi. Strategi pertama, terlepas dari teknik pengungkapan atau uncovering technique yang digunakan, begitu PBS mengungkap suatu kejadian, di usia berapa pun peristiwa ini terjadi, terapis menyatakan ini adalah akar masalah.
 
Sementara pada strategi kedua, terapis tidak serta merta menerima dan menyatakan kejadian yang diungkap oleh PBS adalah akar masalah. Untuk memastikannya, terapis melakukan validasi. Bila ternyata dari hasil validasi diketahui kejadian ini bukan akar masalah, terapis berkewajiban untuk melakukan pengungkapan lebih lanjut hingga akhirnya ditemukan akar masalah yang adalah kejadian paling awal.
 
Mayoritas hipnoterapis menggunakan strategi pertama. Sangat sedikit yang mengerti dan menggunakan strategi kedua. Saya beruntung menemukan buku yang ditulis oleh salah satu pakar hipnoterapi di Amerika yang menggunakan dan menjelaskan strategi kedua. Saya memutuskan menggunakan strategi ini dalam protokol yang saya kembangkan.
 
Selanjutnya, saya mematangkan protokol terapi yang mudah diikuti dan memberikan tingkat keberhasilan terapeutik yang tinggi serta konsisten. Protokol ini yang saya gunakan di ruang praktik dan ajarkan di kelas hipnoterapi Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy® (SECH) hingga saat ini, dengan berbagai penajaman pada setiap tahap berdasarkan temuan di ruang praktik dan hasil pembelajaran lebih lanjut.
 
Perjalanan ini mengajarkan saya bahwa keberhasilan terapi tidak ditentukan oleh banyaknya teknik yang dikuasai, tetapi oleh pemahaman mendalam terhadap dinamika pikiran bawah sadar dan akar masalah klien, serta kemampuan untuk menyelesaikannya dengan pendekatan yang tepat dan efisien.
 
Protokol ini tidak hanya membantu saya menjadi hipnoterapis yang lebih kompeten, tetapi juga telah memberikan dampak positif bagi banyak klien dan peserta pelatihan. Saya percaya, hipnoterapi yang efektif adalah hipnoterapi yang mudah dipelajari, dipahami, dan diaplikasikan oleh siapa pun yang ingin membawa perubahan positif dalam hidup sesama.
 
Dalam konteks standar kompetensi dan kualitas, saya memutuskan hanya berafiliasi dengan satu organisasi hipnoterapi terkemuka di Amerika, yang saya tahu memiliki standar sangat tinggi, The American Council of Hypnotist Examiners (ACHE) yang didirikan di tahun 1980 oleh guru saya, Gil Boyne. ACHE adalah pelopor hipnoterapi modern dan adalah lembaga yang sangat dihormati.
 
Berdasarkan fakta bahwa mayoritas masalah klien berhasil kami, para hipnoterapis AWGI, bantu atasi hanya dalam satu hingga empat sesi terapi, saya menamakan hipnoterapi yang kami praktikkan—hipnoterapi mazhab AWGI—sebagai 'brief hypnotherapy' atau hipnoterapi singkat.
 
Demikianlah perjalanan ini saya lalui, dan inilah komitmen saya untuk terus belajar, berbagi, dan menyempurnakan langkah-langkah dalam membantu orang lain menuju kehidupan yang lebih baik, menjadi insan mulia paripurna. Dengan hipnoterapi, kita memuliakan manusia, dan turut mencipta dunia yang lebih baik untuk semua.
 
Baca Selengkapnya

Video

𝐒𝐜𝐢𝐞𝐧𝐭𝐢𝐟𝐢𝐜 𝐄𝐄𝐆 & 𝐂𝐥𝐢𝐧𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐇𝐲𝐩𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐲® (𝐒𝐄𝐂𝐇)
Informasi Hasil Regresi, Valid?
Cara Mudah Menanam Impian ke Pikiran Bawah Sadar

Artikel

Dua Dekade Perjalanan: Konstruksi Protokol Hipnoterapi Singkat yang Efektif
9 Januari 2025
Dua puluh tahun lalu, tepatnya di tahun 2005, saat saya mulai praktik hipnoterapi, saya membekali diri dengan banyak teknik terapi. Saat itu, dalam pemikiran saya yang masih sangat hijau di bidang hipnoterapi, saya merasa dengan menguasai banyak teknik terapi, saya siap membantu klien mengatasi masalah mereka.
 
Di tahun-tahun awal, selain menggunakan teknik berbasis sugesti untuk mengubah kebiasaan atau perilaku, saya juga menggunakan teknik-teknik lain seperti: desensitisasi sistematis, reframing, Parts Therapy, Time Line Therapy, Ego Strengthening, regresi, progresi, Empty Chair Technique (Gestalt Therapy), Hypnotic Pain Management, Progressive Muscle Relaxation (PMR), Anchoring, Swish Pattern, Collapsing Anchor, Submodality Change, Fast Phobia Cure, Guided Imagery, Inner Child Healing, Tempat Kedamaian, Belief Changing Technique, dan masih banyak lagi.
 
Saya harus menghafal kegunaan setiap teknik dan cara melakukannya dengan benar. Bisa dibayangkan betapa pusingnya saya saat itu.
 
Cara saya melakukan terapi waktu itu adalah dengan menganalisis masalah klien, berusaha menemukan "akar masalah" lewat sesi wawancara, kemudian memilih teknik yang saya rasa sesuai untuk mengatasi masalah klien. Ini di luar teknik induksi yang saya gunakan, yang juga cukup memusingkan karena ada banyak skripnya dan harus dipilih sesuai karakter klien.
 
Misalnya, klien datang dengan masalah fobia. Untuk mengatasi kondisi ini, saya bisa memilih salah satu dari beberapa teknik berikut: memberikan sugesti, desensitisasi sistematis, fast phobia cure, Parts Therapy, Collapsing Anchor, Submodality Change, atau teknik lainnya yang saya pikir akan efektif.
 
Demikian pula jika klien, dari hasil wawancara, saya simpulkan mengalami masalah karena imprint dari figur otoritas, saya akan memilih teknik khusus untuk mengatasi imprint. Namun, bagaimana bila penyebabnya adalah emosi negatif yang intens? Atau konflik internal? Atau emosi positif? Setiap situasi memerlukan pertimbangan baru.
 
Sering kali, setelah saya menggunakan satu teknik, hasilnya belum sesuai harapan. Saya tahu klien belum sembuh berdasarkan laporan mereka beberapa hari kemudian.
 
Kemudian, klien kembali untuk sesi kedua. Di sesi ini, saya menggunakan teknik lain. Hal ini berlangsung bersesi-sesi. Saat itu, sebagai hipnoterapis pemula, saya tidak memahami cara melakukan uji hasil terapi untuk memastikan terapi yang saya lakukan berhasil.
 
Sangat sering terjadi klien, usai terapi, menyatakan kondisinya sudah membaik. Namun beberapa hari kemudian masalahnya muncul lagi. Ini adalah kondisi yang saya sebut sebagai kesembuhan semu. Berdasarkan temuan kami, kesembuhan semu terjadi karena terapis tidak berhasil memproses tuntas akar masalah.
 
Saat itu saya tidak secara khusus memproses akar masalah karena saya memang tidak tahu caranya. Saya juga tidak menyadari betapa pentingnya hal ini, karena berbagai literatur yang saya pelajari saat itu hanya membahas hipnoterapi berbasis sugesti.
 
Satu tahun pertama saya melakukan terapi dengan cara seperti ini. Ketika terapi saya tidak berhasil membantu klien mengatasi masalahnya, selain merasa kecewa pada diri sendiri, saya merasa harus belajar teknik-teknik baru yang "lebih ampuh." Proses ini sungguh melelahkan.
 
Ternyata, semakin banyak teknik yang saya pelajari, bukannya membuat terapi saya semakin mudah dan efektif, tetapi justru menjadi semakin ribet. Setiap kali hendak menangani klien, saya selalu bertanya-tanya: Teknik apa yang sebaiknya digunakan?
 
Ada momen di mana saya hampir memutuskan berhenti melakukan terapi. Saya merasa hipnoterapi tidak cocok untuk saya dan tidak efektif. Namun, saya urung berhenti karena dari berbagai literatur yang saya pelajari, hipnoterapi terbukti sangat efektif. Saya simpulkan, yang salah bukan ilmunya, tetapi saya yang belum kompeten.
 
Saya memutuskan untuk membeli lebih banyak buku hipnoterapi dari luar negeri. Selain itu, saya mempelajari banyak video yang membahas topik ini. Selama dua tahun berikutnya, walau masih jatuh bangun, saya mulai mengembangkan protokol hipnoterapi dengan pendekatan hipnoanalisis. Pemikiran saya saat itu didasari oleh pemahaman yang saya peroleh setelah membaca tulisan Josef Breuer dan Sigmund Freud, khususnya terkait penanganan klien bernama Bertha Pappenheim.
 
Dari rasa ingin tahu yang sangat kuat setelah membaca tulisan mereka, saya membaca lebih banyak literatur modern untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang pola dan proses yang terjadi dalam terapi.
 
Jika sebelumnya saya fokus mempelajari berbagai teknik terapi, kini saya memusatkan perhatian pada menemukan pola yang selalu hadir di setiap masalah klien. Akhirnya, melalui analisis kasus terapi serta literatur para pakar hipnoterapi, saya berhasil menemukan pola ini.
 
Setelah mempelajari lebih banyak karya dan pemikiran para pakar hipnoterapi serta pakar memori, saya akhirnya meninggalkan strategi terapi berbasis banyak teknik, yang sangat merepotkan.
 
Pemikiran saya sederhana. Jika saya saja kerepotan harus menghafal banyak teknik, dan dalam praktiknya ternyata tidak efektif membantu klien, bagaimana dengan orang yang akan saya ajari cara melakukan terapi seperti ini?
 
Protokol hipnoterapi yang saya kembangkan menekankan pada pemberdayaan klien melalui resolusi akar masalah dengan cepat, efisien, dan tuntas. Dibandingkan metode tradisional yang sering kali terfokus pada mengubah perilaku, pendekatan ini langsung menargetkan akar masalah.
 
Untuk menemukan akar masalah, terdapat dua strategi. Strategi pertama, terlepas dari teknik pengungkapan atau uncovering technique yang digunakan, begitu PBS mengungkap suatu kejadian, di usia berapa pun peristiwa ini terjadi, terapis menyatakan ini adalah akar masalah.
 
Sementara pada strategi kedua, terapis tidak serta merta menerima dan menyatakan kejadian yang diungkap oleh PBS adalah akar masalah. Untuk memastikannya, terapis melakukan validasi. Bila ternyata dari hasil validasi diketahui kejadian ini bukan akar masalah, terapis berkewajiban untuk melakukan pengungkapan lebih lanjut hingga akhirnya ditemukan akar masalah yang adalah kejadian paling awal.
 
Mayoritas hipnoterapis menggunakan strategi pertama. Sangat sedikit yang mengerti dan menggunakan strategi kedua. Saya beruntung menemukan buku yang ditulis oleh salah satu pakar hipnoterapi di Amerika yang menggunakan dan menjelaskan strategi kedua. Saya memutuskan menggunakan strategi ini dalam protokol yang saya kembangkan.
 
Selanjutnya, saya mematangkan protokol terapi yang mudah diikuti dan memberikan tingkat keberhasilan terapeutik yang tinggi serta konsisten. Protokol ini yang saya gunakan di ruang praktik dan ajarkan di kelas hipnoterapi Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy® (SECH) hingga saat ini, dengan berbagai penajaman pada setiap tahap berdasarkan temuan di ruang praktik dan hasil pembelajaran lebih lanjut.
 
Perjalanan ini mengajarkan saya bahwa keberhasilan terapi tidak ditentukan oleh banyaknya teknik yang dikuasai, tetapi oleh pemahaman mendalam terhadap dinamika pikiran bawah sadar dan akar masalah klien, serta kemampuan untuk menyelesaikannya dengan pendekatan yang tepat dan efisien.
 
Protokol ini tidak hanya membantu saya menjadi hipnoterapis yang lebih kompeten, tetapi juga telah memberikan dampak positif bagi banyak klien dan peserta pelatihan. Saya percaya, hipnoterapi yang efektif adalah hipnoterapi yang mudah dipelajari, dipahami, dan diaplikasikan oleh siapa pun yang ingin membawa perubahan positif dalam hidup sesama.
 
Dalam konteks standar kompetensi dan kualitas, saya memutuskan hanya berafiliasi dengan satu organisasi hipnoterapi terkemuka di Amerika, yang saya tahu memiliki standar sangat tinggi, The American Council of Hypnotist Examiners (ACHE) yang didirikan di tahun 1980 oleh guru saya, Gil Boyne. ACHE adalah pelopor hipnoterapi modern dan adalah lembaga yang sangat dihormati.
 
Berdasarkan fakta bahwa mayoritas masalah klien berhasil kami, para hipnoterapis AWGI, bantu atasi hanya dalam satu hingga empat sesi terapi, saya menamakan hipnoterapi yang kami praktikkan—hipnoterapi mazhab AWGI—sebagai 'brief hypnotherapy' atau hipnoterapi singkat.
 
Demikianlah perjalanan ini saya lalui, dan inilah komitmen saya untuk terus belajar, berbagi, dan menyempurnakan langkah-langkah dalam membantu orang lain menuju kehidupan yang lebih baik, menjadi insan mulia paripurna. Dengan hipnoterapi, kita memuliakan manusia, dan turut mencipta dunia yang lebih baik untuk semua.
 
Baca Selengkapnya
Hipnoterapi Untuk Menangani Disorganized Attachment
7 Januari 2025

Pak Adi yang saya hormati. Melalui pesan ini, saya ingin menyampaikan ungkapan terima kasih karena beberapa waktu lalu saya melakukan hipnoterapi pada klien wanita berusia 21 tahun yang mengalami disorganized attachment.

Disorganized attachment adalah salah satu kondisi psikologis yang sangat sulit diatasi. Bahkan beberapa ahli menyatakan disorganized attachment adalah kondisi yang tidak bisa disembuhkan, harus diterima dan dijalani seumur hidup, di mana klien tetap perlu menanggung masalah ini dan belajar strategi coping.

Disorganized attachment adalah kondisi di mana seseorang mendorong orang lain menjauh dari dirinya saat orang tersebut ingin dekat dengannya. Namun, saat kehilangan orang ini, mereka malah mencarinya dan ingin mendekat. Jadi, dekat dengan seseorang, salah, tapi jauh dari orang ini, juga salah.

Klien telah merasakan masalah ini sejak di sekolah dasar. Ia telah mencoba mengatasi kondisi ini dengan bantuan profesional lain. Klien dirujuk ke saya untuk menjalani sesi hipnoterapi karena di area attachment belum ada perbaikan.

Saya melakukan hipnoterapi menggunakan protokol hipnoterapi AWGI. Di sesi pertama, saya jujur tidak menyangka, mengalami kejadian atau pengalaman luar biasa.

Saya menggunakan teknik hipnoanalisis untuk mencari dan menemukan akar masalah yang klien alami. Biasanya, dari pengalaman kita, hipnoterapis AWGI, umumnya kita menemukan satu akar masalah (ISE-Initial Sensitizing Event) dengan satu atau beberapa kejadian lanjutan sebagai penguat (SSE-Subsequent Sensitizing Event).

Kasus klien ini ternyata bersifat multi-ISE. Satu simtom, disorganized attachment, disebabkan oleh 7 (tujuh) ISE dan 10 (sepuluh) SSE.

Seingat saya, jumlah ISE paling banyak pada kasus multi-ISE yang pernah kita temukan adalah 3 ISE. Jadi bisa dibayangkan kerja yang harus dilakukan untuk resolusi traumanya.

Walau saya sudah memproses tuntas 7 ISE dan 10 SSE, ternyata kasus ini belum tuntas. Secara teknis terapi, saya menyadari bahwa proses yang saya lakukan tuntas. Namun, dari uji hasil terapi, saya tahu masalah klien belum tuntas.

Mengingat proses terapi yang telah berlangsung cukup lama, dan saya, selaku terapis, dan klien telah sama-sama lelah, demi kebaikan klien, saya memutuskan untuk mengakhiri sesi terapi ini.

Saya sempat berpikir bahwa hipnoterapi mungkin tidak cocok untuk klien ini karena kejadian yang mendasari simtomnya ternyata sangat banyak. Saya berpikir, klien mungkin tidak merasakan manfaat karena terapinya tidak tuntas dalam satu sesi.

Namun saya ingat bahwa seturut protokol AWGI, kita memberi klien kesempatan untuk melanjutkan terapi hingga empat sesi. Dengan demikian, saya memberi klien kesempatan bertemu di sesi kedua.

Menariknya, saat pertemuan kedua, klien mengungkapkan bahwa sejak selesai menjalani sesi pertama, ia mengalami perubahan signifikan. Perubahan ini tampak nyata dan terlihat oleh rekan-rekannya. Rekan-rekannya jadi tertarik mencoba hipnoterapi.

Yang menarik adalah bahkan sebelum akar masalahnya tuntas ditangani, klien telah mengalami perubahan nyata dan signifikan.

Sebelum sesi kedua, saya sempat berdiskusi dengan salah satu sejawat hipnoterapis AWGI perihal penanganan kasus ini. Sejawat ini memberi beberapa saran dan masukan untuk lebih memaksimalkan proses dan hasil terapi yang akan saya lakukan.

Pada sesi kedua, ditemukan lagi 5 (lima) ISE. Dan ternyata, ini adalah sisanya. Setelah 5 ISE ditemukan dan diproses tuntas, klien langsung merasa bahwa proses ini telah tuntas mengatasi masalahnya.

Seturut protokol, saya melakukan uji hasil terapi. Dan memang demikianlah adanya. Klien merasa nyaman, tidak lagi merasa terganggu dengan kedekatan ataupun jarak yang jauh, dalam konteks relasi dengan orang lain.

Jadi, untuk masalah klien ini, disorganized attachment, tuntas dalam dua sesi terapi, setelah saya membantu ia menemukan dan memproses tuntas 12 (dua belas) ISE dan 10 (sepuluh) SSE. Dari 12 ISE, tiga di antaranya berupa kejadian saat klien dalam kandungan.

Saya bersyukur bisa belajar hipnoterapi dengan Pak Adi, bukan hanya karena teknik hipnoterapinya yang terbukti aman dan efektif mengatasi masalah klien-klien saya, tetapi saya juga merasa memiliki komunitas untuk berdiskusi tentang apa yang sedang dijalani.

Dalam diskusi ini konstruktif, semua mencari jalan keluar terbaik bagi klien. Ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi saya belajar dengan Pak Adi. Saya berharap lebih banyak lagi orang, dan mungkin psikiater lain juga, belajar hipnoterapi untuk menolong klien-klien yang membutuhkan.

Salam hormat,
dr. Jiemi Ardian, SpKj

Baca Selengkapnya
Pengamatan Mendalam Terhadap Fenomena
5 Januari 2025
Beberapa hari lalu saya mengalami kondisi suasana hati yang tidak nyaman, terpicu oleh satu kejadian sepele. Secara logika, kejadian ini harusnya tidak berdampak pada diri saya. Namun, kenyataannya, emosi saya terpicu dan suasana hati saya menjadi tidak kondusif.
 
Secara pikiran sadar saya menyadari apa yang sedang terjadi pada diri saya. Saya tahu benar, yang terjadi pada diri saya adalah terpicunya memori traumatik disosiatif akibat kejadian sepele.
 
Saya tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Saat saya sedang beraktivitas, emosi ini seolah hilang, suasana hati saya menjadi normal seperti biasa. Saat saya sedang sendiri, suasana hati saya kembali tidak nyaman.
 
Yang terjadi pada diri saya adalah saat memori traumatik disosiatif ini terpicu dan aktif, ia turut mengaktifkan Ego Personality (EP) yang memegang memori dan emosinya. Saat saya melakukan aktivitas, EP ini bergeser digantikan oleh EP lain, kondisi saya menjadi baik-baik saja. Namun saat saya sedang sendiri, EP bermasalah ini aktif dan saya kembali mengalami suasana hati tidak nyaman.
 
Kondisi ini berlangsung selama sehari penuh. Saat itu saya tidak punya waktu khusus untuk melakukan swaterapi, jadi saya biarkan saja si EP ini aktif dan saya berusaha meredam dampaknya terhadap diri saya dengan cara tertentu.
Sampai tahap tertentu, saya berhasil. Namun saya tahu, ini harus diselesaikan secara tuntas agar di masa depan ia tidak lagi terpicu dan mengganggu saya.
 
Besoknya, saat saya meditasi di pagi hari, secara khusus saya sempatkan untuk menelaah dan mencari tahu sumber masalah emosi ini.
 
Saya mengakses kembali emosi tidak nyaman yang saya alami kemarin. Setelahnya, saya sadari dan fokus pada sensasi yang diakibatkan oleh emosi ini. Teknik ini disebut "Pengamatan Mendalam Terhadap Fenomena".
 
Saya tahu, bila saya memberi waktu yang cukup dalam mengamati sensasi emosi ini, cepat atau lambat pasti akan muncul memori kejadian yang menjadi sumber emosi ini. Dan benar, demikianlah yang terjadi.
 
Tiba-tiba, muncul satu kejadian saat saya berusia 5 tahun. Saya melihat diri saya yang berusia 5 tahun sedang menangis karena merasa tidak disayangi oleh kakek saya.
 
Memang, dulu waktu saya kecil, saya tidak dekat dengan kakek. Dan menurut orang-orang, kakek lebih sayang pada adik saya. Sementara saya lebih dekat dan lebih disayang oleh nenek.
 
Hingga saat dewasa, saya tidak merasa ada masalah dengan hal ini. Dan juga tidak pernah teringat, terkenang, atau bermimpi tentang kakek saya. Munculnya memori ini tentu cukup mengagetkan saya. Saya sama sekali tidak menyangka. Namun saya menerima sepenuhnya data yang diungkap oleh pikiran bawah sadar (PBS) saya.
 
Saat itu saya sedang dalam kondisi meditatif. Pikiran saya tenang, fokus, tubuh saya sangat rileks. Saya dapat melihat kejadiannya dengan jelas, namun sama sekali tidak terpengaruh. Secara teknis hipnoterapi, saya berada dalam kondisi hipnosis dalam (deep trance), mengalami hipermnesia tipe 1.
 
Langkah selanjutnya, saya melakukan terapi pada diri saya, menggunakan pengetahuan, wawasan, dan kebijaksanaan saya sebagai orang dewasa. Saya berkomunikasi dengan diri saya yang berusia 5 tahun, membantu ia untuk melepaskan emosi yang selama ini ia pendam, memberi edukasi, pengertian, dukungan, dan rasa aman padanya, berkomunikasi dengan introjek kakek dan nenek tentang apa yang dialami, dirasakan, dan diinginkan oleh diri saya yang kecil, serta melakukan resolusi trauma.
 
Hasilnya? Saya langsung merasa sangat lega. Setelah meditasi, hingga hari ini—tiga hari setelahnya, saat saya menulis kisah ini—perasaan saya tetap tenang, nyaman, dan lega, seperti yang biasa saya alami sehari-hari.
 
Teknik Pengamatan Mendalam Terhadap Fenomena adalah salah satu cara efektif untuk mencari akar masalah dalam konteks melakukan swaterapi. Namun, untuk menerapkan teknik ini secara aman dan efektif, meditator perlu melatih pikiran agar mencapai kondisi konsentrasi yang kuat, ketenangan mendalam, dan keheningan pikiran. Meditator juga perlu memiliki pengetahuan, wawasan, dan kebijaksanaan yang cukup agar dapat melakukan resolusi trauma dengan baik dan tuntas.
 
Tujuan utama dari kondisi ini adalah memastikan bahwa ketika memori kejadian yang menjadi akar masalah muncul, meditator dapat tetap tenang, tidak terpengaruh, dan mampu menjaga jarak antara dirinya sebagai pengamat dan objek (memori kejadian) yang diamati. Kondisi ini memungkinkan meditator untuk melihat kejadian tersebut secara objektif tanpa terjebak dalam emosi yang muncul sehingga mampu tetap berpikir jernih untuk menentukan dan menerapkan strategi resolusi.
 
Jika meditator belum mencapai tingkat konsentrasi yang cukup kuat dan ketenangan pikiran yang stabil, ada risiko besar bahwa ia akan tersedot masuk ke dalam pengalaman tersebut, dan kembali mengalami kejadian traumatis seperti yang dulu dialami. 
 
Dalam konteks hipnoterapi, meditator yang semula berada di kondisi hipermnesia tipe 1, hadir sebagai pengamat terhadap suatu fenomena (kejadian atau peristiwa), tersedot masuk ke kejadian, mengalami revivifikasi, menjadi dirinya yang berusia kecil, dan mengalami kembali trauma ini sama seperti dulu.
 
Ketika ini terjadi, alih-alih memperoleh kesembuhan, meditator justru mengalami trauma ulang. Hal ini tentu sangat riskan, terutama jika kejadian yang dihadapi sangat traumatik dan meninggalkan jejak emosional yang mendalam.
 
Oleh karena itu, persiapan mental dan latihan konsentrasi yang memadai sangat penting sebelum menggunakan teknik ini. Dengan pikiran yang tenang dan fokus, meditator dapat menjalani proses pengamatan fenomena secara aman, efektif, dan terapeutik, tanpa risiko memperburuk kondisi emosionalnya.
Baca Selengkapnya
Belajar Hipnoterapi SECH: Sungguh Beda dan Benar Sangat Efektif
26 Desember 2024
Pak Adi yang saya hormati. Saya izin berbagi pengalaman saya belajar hipnoterapi.
 
Pada tahun 2019, sebagai bagian dari kurikulum Professional Diploma in Counseling and Psychotherapy yang saya ikuti, saya mempelajari beberapa teknik terapi, seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Solution Focused Brief Therapy (SFBT), dan basic hypnotherapy.
 
Untuk modul basic hypnotherapy, saya belajar selama 6 hari dengan total durasi 48 jam tatap muka di kelas. Dalam kelas tersebut, saya mempelajari sejarah hipnoterapi, satu teknik induksi (progressive relaxation), dan beberapa teknik lainnya, termasuk teknik hipnoanalisis yang sangat mendasar. Namun, strategi resolusi trauma tidak diajarkan.
 
Setelah menyelesaikan modul basic hypnotherapy, saya belum berani mempraktikkan hipnoterapi karena merasa belum kompeten. Pada tahun 2020, saya kembali belajar hipnoterapi. Kali ini saya belajar advanced hypnotherapy dengan durasi pendidikan 85 jam, ditambah 30 jam praktik mandiri, dan 5 jam supervisi.
 
Di modul advanced hypnotherapy, saya belajar lebih banyak teknik, tetapi teknik-teknik ini berdiri sendiri, bukan dalam satu kesatuan protokol. Akibatnya, saya harus berkreasi sendiri "meracik" teknik yang akan digunakan saat menangani klien. Hal ini cukup merepotkan.
 
Sebagai contoh, untuk teknik induksi saja kami diberikan beberapa skrip. Saya harus memilih dan mempelajari sendiri skrip mana yang cocok untuk tipe klien tertentu.
 
Walaupun ini adalah kelas advanced hypnotherapy, para peserta tidak diajarkan secara jelas bagaimana mengetahui apakah klien sudah berada di kedalaman hipnosis yang sesuai untuk terapi. Akibatnya, saya terpaksa hanya mengandalkan intuisi.
 
Setelah menyelesaikan kelas advanced ini, saya merasa lebih percaya diri untuk mempraktikkan hipnoterapi. Saya mampu menangani klien dengan hasil yang lebih baik dibandingkan ketika hanya menggunakan teknik lain. Namun, saya tidak pernah berhasil menyelesaikan masalah klien dalam 2-3 sesi terapi. Biasanya membutuhkan lebih banyak sesi.
 
Jujur, selama praktik dahulu, saya sering mencampur berbagai teknik, karena terapis disarankan untuk kreatif dan mengembangkan gaya sendiri. Hal ini kemudian dipoles oleh supervisor saat sesi supervisi. Sayangnya, kami tidak diajarkan cara melakukan uji hasil terapi. Saya hanya bisa memantau hasil terapi melalui sesi berikutnya, yang sering kali membuat proses terapi menjadi lebih lama.
 
Tahun 2024, saya belajar hipnoterapi Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy® (SECH) di AWGI. Saya sangat terkesan dengan materi yang diajarkan. Pak Adi mengajarkan protokol hipnoterapi Quantum Hypnotherapeutic Protocol dengan Dual Layer Therapy.
 
Walaupun hanya diajarkan dua teknik utama, dengan berbagai variannya, teknik-teknik ini sangat powerful dan efektif. Sebelumnya, saya diajarkan banyak teknik, tetapi malah bingung karena tidak jelas harus menggunakan teknik yang mana. Terutama bagi terapis pemula yang minim pengalaman, hal ini sangat membingungkan.
 
Materi yang diajarkan di kelas SECH juga sangat advanced. Kami hanya belajar satu teknik induksi yang telah dilengkapi uji kedalaman trance yang presisi.
 
Di kelas SECH juga dijelaskan secara detail dan sistematis tentang cara mencari, menemukan akar masalah, melakukan resolusi trauma dengan tuntas, teknik penanganan abreaksi, dan teknik Ego Personality (EP), dan masih banyak lagi.
 
Dulu, saya hanya mengetahui satu teknik abreaksi standar. Untuk teknik EP, saya harus banyak membaca artikel jurnal untuk mengumpulkan data dan pengetahuan. Di kelas SECH, semua materi disampaikan secara terstruktur, detail, lengkap, tanpa saya harus bersusah-payah mencari sendiri. Dan yang paling penting, teknik yang diajarkan terbukti sangat efektif.
 
Saya sangat terinspirasi dengan pendekatan eklektik integratif yang menjadi ciri khas AWGI. Pak Adi mampu merancang dan menggabungkan berbagai teknik serta strategi terbaik yang sejalan dengan teori pikiran yang menjadi landasan hipnoterapi AWGI. Hasilnya adalah protokol yang sangat mudah dipelajari, dipahami, dipraktikkan, dan efektif.
 
Hal penting dalam proses pendidikan SECH yang berdampak signifikan pada terbangunnya kompetensi hipnoterapi kami adalah Pak Adi mewajibkan kami melakukan praktik hipnoterapi menggunakan protokol lengkap, dan menulis laporan kasus terapinya secara detail. Selanjutnya Pak Adi mempelajari dengan sangat cermat setiap laporan kasus, memberi saran dan masukan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas terapi kami ke depan.
 
The Heart Technique® (THT) yang diciptakan oleh Pak Adi benar-benar revolusioner. Teknik ini bukan hanya untuk menetralisir emosi, tetapi juga untuk mengganti belief klien dengan mudah, cepat, dan efektif. Dulu, saat saya masih menggunakan teknik lain, mengganti belief memerlukan banyak sesi terapi yang kompleks dan melelahkan. Selain THT, saya juga terinspirasi dengan konsep keterhubungan secara energetik yang diterapkan dalam protokol hipnoterapi di AWGI.
 
Walaupun terapi mazhab AWGI terlihat sederhana, dari perenungan saya, saya menemukan banyak lapisan strategi, teknik, dan teori yang terintegrasi untuk mencapai ketuntasan terapi. Hal ini mencerminkan pemikiran yang sangat mendalam.
 
Pak Adi mampu membuat sesuatu yang kompleks menjadi sederhana, praktis, dan efektif. Kami, murid SECH, sungguh beruntung. Tanpa harus bersusah-payah, kami mendapatkan protokol dan teknik terapi yang sangat efektif untuk membantu klien.
 
Untuk menggambarkan perbedaan saya belajar di tempat lain dan di AWGI, mungkin bisa lebih jelas bila saya menggunakan metafora memasak mie:
 
Di tempat saya belajar dulu, kami diberikan bahan dasarnya: tepung, telur, gula, garam, dll (teknik induksi, teknik hipnoanalisis, teknik Ego State, dll), dan kami disuruh untuk latihan belajar buat resep sendiri. Resep juga harus kami sesuaikan dengan klien. Ribet banget dalam prosesnya, dan memakan waktu yang lama, walaupun hasilnya bisa enak.
 
Di kelas SECH, buat mie ini seperti masak mie instan. Buka bungkus, mie dan bumbu sudah disediakan. Tinggal mengikuti protokol (instruksi) cara masak. Hasilnya sudah pasti enak. Asal mengikuti protokolnya, terapi sudah pasti akan bagus hasilnya. Sat-set, satu sesi, masalah klien tuntas teratasi.
 
Terima kasih Pak Adi. Sejak saya mengikuti kelas SECH bulan Juni 2024 hingga saat ini, saya telah berhasil menangani 20 klien dengan sangat baik dan tuntas, hanya dalam satu sesi terapi. Kasus yang saya tangani juga cukup kompleks dan sulit.
 
Terima kasih untuk semua bimbingan yang Pak Adi berikan.
 
Salam hormat,
Irence Monica
(SECH-35 / 2024)
Baca Selengkapnya