The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Dalam uraian teori yang menjadi landasan protokol hipnoterapi yang diajarkan di kelas pendidikan hipnoterapis profesional Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy® (SECH), saya juga menjelaskan hasil penelitian terkini tentang hubungan antara cara kerja otak dan proses hipnoterapi. Ini bertujuan untuk memberikan peserta pengetahuan yang solid, berlandaskan riset dan kajian ilmiah, sehingga mereka memiliki pemahaman yang mendalam dan rasa percaya diri yang tinggi.
Saya sangat menganjurkan para peserta didik SECH untuk terus belajar dan mendalami hasil-hasil penelitian terkait usai pendidikan. Saya senang bisa berbagi berbagai artikel jurnal dan ebook yang membahas topik yang mereka minati.
Terlepas dari itu, satu hal yang sangat saya tekankan adalah bahwa proses belajar hipnoterapi yang ideal adalah dengan membangun kompetensi terapeutik yang tinggi serta kecakapan dalam membantu klien mengatasi masalah mereka. Bila mereka tidak memahami secara neurosains, bagaimana proses terapi yang mereka lakukan berhasil membantu klien sembuh, ini bukan masalah.
Yang paling penting adalah, mengingat mereka belajar dan mempraktikkan hipnoterapi, bukan neurosains, mereka harus benar-benar memahami, dari perspektif ilmu pikiran dan hipnoterapi, mengapa terapi yang mereka lakukan konsisten memberikan hasil yang efektif dan bertahan lama. Ini saja sudah cukup.
Sebagai hipnoterapis, memiliki pemahaman yang baik tentang cara kerja otak yang mendasari hipnoterapi tentu sangat berharga. Pengetahuan ini membantu terapis memahami bagaimana hipnoterapi memengaruhi otak, yang pada akhirnya memengaruhi emosi, pola pikir, serta perilaku. Namun, memahami sains di balik hipnoterapi saja tidak cukup untuk secara efektif menyelesaikan masalah klien.
Di kelas SECH, saya menjelaskan tentang amygdala hijack atau pembajakan amigdala, yaitu kondisi ketika amigdala mengambil alih kendali dan menyebabkan respons emosional yang intens. Kondisi ini terjadi ketika otak rasional diabaikan, dan sinyal langsung dikirim ke "otak emosional".
Istilah amygdala hijack pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence untuk menggambarkan situasi ketika seseorang bereaksi secara berlebihan atau impulsif akibat pemicu emosional.
Amigdala adalah bagian dari sistem limbik di otak yang berperan dalam memproses emosi, khususnya emosi yang berhubungan dengan rasa takut, marah, dan stres. Ketika seseorang menghadapi situasi yang dianggap mengancam atau memicu stres, amigdala mengirim sinyal peringatan ke tubuh untuk bereaksi cepat dalam bentuk respons lawan atau lari (fight-or-flight response).
Namun, dalam situasi amygdala hijack, respons ini terjadi terlalu cepat, sebelum bagian otak lain yang lebih rasional, seperti korteks prefrontal, memiliki kesempatan untuk mengevaluasi situasi secara logis. Hasilnya adalah reaksi emosional yang sangat kuat, yang sering kali disertai dengan keputusan atau tindakan yang kurang bijak.
Saat seseorang mengalami amygdala hijack, mereka bisa mengalami kondisi, antara lain: marah atau takut yang berlebihan, gelisah atau cemas tanpa alasan yang jelas, tidak mampu berpikir jernih atau membuat keputusan yang rasional, melakukan tindakan impulsif yang biasanya mereka sesali kemudian.
Contoh amygdala hijack yang umum adalah ketika seseorang bereaksi marah secara berlebihan dalam sebuah argumen, kemudian merasa menyesal setelah situasi mereda. Reaksi tersebut disebabkan oleh amigdala yang "mengambil alih," menyebabkan respons emosional yang tidak terkendali.
Saya menjelaskan bagaimana suatu informasi, saat diterima oleh pikiran (otak) melalui enam indera, diproses di beberapa bagian otak seperti talamus, hipotalamus, hipokampus, amigdala, korteks prefrontal, aktivasi poros HPA, dan lainnya.
Saya bertanya kepada para peserta, "Apakah dengan Anda mengetahui cara kerja amygdala hijack, Anda bisa langsung menggunakan pengetahuan ini untuk membantu klien Anda?"
Jawabannya, tidak. Kita adalah hipnoterapis, bukan praktisi neurosains. Pengetahuan dan kajian neurosains serta hipnoterapi kita gunakan untuk memberikan validasi ilmiah atas apa yang kita lakukan.
Saya kemudian menguraikan secara detail bagaimana Quantum Hypnotherapeutic Protocol, Dual Layer Therapy, yang mereka praktikkan dapat menyelesaikan masalah amygdala hijack dengan memproses pikiran bawah sadar (PBS) yang berisi pengalaman traumatis serta emosi yang memicu respons fight-or-flight. Penjelasan dan pemahaman ini semakin kuat saat dipadukan dengan pengetahuan tentang cara kerja otak.
Ada satu teknik yang saya ciptakan, berdasar pemahaman akan mekanisme amygdala hijack, yang sangat efektif dan mampu dengan cepat "mendinginkan" amydala yang "panas" (overaroused). Namun ini bukan teknik hipnoterapi. Teknik ini dilakukan dalam kondisi sadar normal, sama sekali tidak membutuhkan kondisi trance.
Kunci sukses hipnoterapi terletak pada kompetensi dan keterampilan terapis dalam menerjemahkan pengetahuan ini menjadi teknik-teknik terapeutik yang praktis. Seorang terapis yang memiliki pengetahuan tetapi kurang pengalaman mungkin memahami mekanisme trance dan respons neural, tetapi tanpa kemampuan untuk membangun hubungan, menyesuaikan teknik, dan membimbing klien melalui proses yang aman dan memberdayakan, terapi tidak dapat memberikan hasil yang diinginkan.
Hipnoterapi yang efektif memerlukan kombinasi empati, komunikasi, kemampuan beradaptasi, dan keahlian teknis. Terapis harus tahu bagaimana berinteraksi dengan kebutuhan unik klien, menemukan masalah mendasar, dan menggunakan teknik hipnoterapi yang memfasilitasi perubahan nyata. Ini melibatkan penyesuaian pendekatan untuk setiap individu, menyesuaikan teknik sesuai kebutuhan, serta membangun lingkungan yang aman dan penuh kepercayaan di mana klien merasa terbuka dan termotivasi untuk berubah.
Singkatnya, meskipun pengetahuan tentang cara kerja otak membentuk pemahaman dasar, kompetensi terapis dalam menerapkan pengetahuan ini yang sebenarnya membawa transformasi dan penyelesaian masalah klien.