The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Uji Sugestibilitas: Perlukah?

21 Juli 2010

Salah satu peserta Indonesia Hypnosis Summit (IHS) 2010 mengirimi saya email dan bertanya, “....saat Bapak menjelaskan mengenai induksi, Bapak tidak bicara tentang uji sugestibilitas. Kita tahu bahwa sangat penting untuk bisa mengetahui tipe sugestibilitas klien agar dapat melakukan teknik induksi yang sesuai sehingga dapat membawa klien masuk ke kondisi deep trance sebelum melakukan terapi. Kemarin itu apakah memang tidak sempat dijelaskan ataukah Pak Adi merasa uji sugestibilitas tidak penting?”

Wah, peserta ini cukup jeli. Saya memang tidak menjelaskan mengenai uji sugestibilitas. Saya menjelaskan enam teknik dasar induksi dan pengelompokkan teknik induksi. Enam teknik dasar induksi adalah Eye Fixation, Relaxation of Nervous System, Mental Confusion, Mental Misdirection, Loss of Equilibrium, dan Shock to Nervous System.

Dari enam teknik dasar ini dikembangkan menjadi sangat banyak teknik induksi. Walaupun saat ini ada begitu banyak teknik induksi namun bila dicermati dengan sungguh-sungguh maka teknik induksi yang ada dapat dikategorikan menjadi empat kelompok: Progressive Relaxation (yang biasanya membutuhkan waktu 30 – 45 menit), Rapid Induction ( sekitar 4 menit), Instant Indcution (beberapa detik), dan Emotionally Induced Induction (induksi karena emosi yang dialami klien).

Nah, kembali ke pertanyaan yang menjadi judul artikel ini, “Uji Sugestibilitas : Perlukah?”

Jawabannya bergantung kebutuhan. Bila untuk melakukan stage hypnosis maka uji sugestibilitas harus dilakukan untuk bisa memilih atau menemukan subjek hipnosis yang mudah. Bisa anda bayangkan apa yang terjadi jika stage hypnotist tidak melakukan uji sugestibilitas dan langsung memilih subjek dari penonton. Akibatnya akan fatal karena subjek tidak akan bisa dihipnosis dengan cepat dan tidak akan ada pertunjukkan yang menarik.

Bagaimana dengan hipnoterapi? Apa perlu uji sugestibilitas?

Di tahun-tahun awal saya sebagai hipnoterapis saya memang sangat menekankan pentingnya uji sugestibilitas. Hal ini bertujuan agar saya dapat melakukan induksi dengan tepat sehingga klien bisa masuk ke kondisi deep trance.

Bila mengacu pada SHSS (Stanford Hypnotic Suceptibility Scale) yang dikembangkan oleh Ernest Hilgard maka manusia terbagi menjadi 85% yang moderat, 10% mudah, dan 5% sulit dihipnosis. SHSS ini banyak digunakan sebagai acuan oleh hipnoterapis hingga saat ini.

Dr. Kappas mengembangkan teori sugestibilitas yang menyatakan bahwa manusia terbagai menjadi dua kategori besar yaitu physical suggestibility (sugestibilitas yang bersifat fisik) dan emotional suggestibility (sugestibilitas yang bersifat emosi). Dari penelitian ditemukan bahwa 60% populasi bersifat emotionally suggestible dan 40% physically suggestible. Kelompok emotionally suggestible mempunyai sub kategori yang dinamakan intellectual suggestibility yang mewakili sekitar 5% populasi.

Pakar lain, Herbert Spiegel, mengembangkan teknik uji sugestibilitas, dengan menggunakan gerakan bola mata dan empat indikator lainnya, yang dikenal dengan Hypnotic Induction Profile (HIP). Selanjutnya Spiegel juga mengembangkan Spectrum of Hypnotizability and Personality Style dan mengelompokkan subjek ke dalam tipe Apollonian, Odyssean, dan Dionysian. 

Ada pengalaman menarik saat seorang rekan menceritakan pengalamannya saat diinduksi oleh seorang hipnoterapis. Rekan ini, di depan kelas pelatihan, diinduksi berkali-kali dengan menggunakan bermacam teknik, tetap tidak bisa masuk ke kondisi hipnosis. Akhirnya hipnoterapis ini berkata, “Anda tidak bisa trance karena anda masuk kategori orang yang tidak bisa dihiposis.”

Saat mendengar cerita ini ada dua hal yang muncul di pikiran saya. Pertama, hipnoterapis ini mengacu pada HIP Spiegel, Regular Zero Profile, yang menyatakan bahwa orang dalam kategori ini tidak bisa dihiposis. Kedua, hipnoterapis ini mungkin gemas pada rekan saya ini karena telah dicoba dihipnosis berulang kali tapi tetap tidak berhasil sehingga untuk mudahnya ia mengatakan bahwa rekan saya ini masuk kategori orang yang tidak bisa dihipnosis.

Benarkah ada kategori orang yang tidak bisa dihipnosis?

Jawabannya bergantung pada teori apa atau pendapat pakar mana yang kita gunakan sebagai acuan. Di sini tidak ada jawaban benar atau salah. Yang ada adalah untuk setiap teori atau pendapat pakar mempunyai konsekuensi yang spesifik terhadap hasil induksi yang kita lakukan.

Dulu waktu saya pertama kali mendalami hipnoterapi saya sempat bingung saat membaca riset para pakar mengenai tipe sugestibilitas dan apa yang harus dilakukan untuk bisa melakukan induksi dengan benar yang bisa membawa klien masuk ke kondisi deep trance.

Di awal karir saya sebagai hipnoterapis saya sangat memperhatikan uji sugestibilitas. Biasanya sebelum menghipnosis klien saya akan meminta klien melakukan The Hand Drop Test, Arm Rising and Falling Test, Postural Sway, dan kadang bisa ditambah dengan The Pendulum Swing Test.  

Dari pengalaman saya menemukan bahwa uji sugestibilitas di atas sebenarnya adalah untuk menemukan klien yang masuk kategori Physically Suggestible. Kalau klien sulit menjalankan tes, misalnya Arm Rising and Falling Test, maka saya tahu klien ini masuk kategori emotionally suggestible atau mungkin yang tipe intellectual.

Untuk klien yang “sulit” maka saya perlu menggunakan teknik induksi yang sesuai. Misalnya dengan teknik 7 plus minus 2, auto dual method, teknik hand rolling, dan teknk yang bersifat membingungkan pikiran.

Namun jujur saya merasa tidak nyaman dengan hal ini. Setiap kali mau melakukan terapi saya harus melakukan uji sugestibilitas. Dan yang membuat hal ini menjadi semakin sulit bagi saya adalah ada banyak klien yang telah ke hipnoterapis lain yang juga melakukan hal ini, uji sugestibilitas. Nah, klien datang ke saya karena merasa belum mengalami perubahan signifikan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi bila saya melakukan, di awal sesi terapi, hal yang sama yang dilakukan terapis sebelumnya. Seringkali sejak awal terapi klien sudah menolak. Mereka berpikir, “Lho, ini kan yang dilakukan terapis sebelumnya. Saya tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Cara ini nggak mungkin berhasil.”

Berangkat dari pengalaman ini saya selanjutnya berpikir, “Apakah ada teknik induksi yang sederhana, yang bisa dilakukan pada semua klien tanpa perlu tahu tipe sugestibilitasnya? Apakah ada teknik yang sederhana, mudah dipelajari, mudah diaplikasikan, mudah diduplikasi, dan yang paling penting telah teruji sangat efektif untuk bisa membawa subjek tipe apapun masuk ke kondisi deep trance dengan cepat dan pasti?”

Saya mencari hampir 3 tahun. Dan akhirnya menemukannya. Teknik ini selanjutnya saya ujicobakan di ruang praktik saya dengan hasil yang sangat memuaskan. Seiring dengan perkembangan pemahaman mengenai cara kerja pikiran saya menyempurnakan teknik induksi ini sehingga menjadi jauh lebih efektif. Dan baru-baru ini, di kelas Quantum Hypnosis Indonesia angkatan 9 saya kembali menyempurnakan teknik ini dan hasilnya sungguh luar biasa.

Yang saya lakukan adalah saya menggabungkan teknik induksi asli dengan pengetahuan yang saya dapatkan dari hasil riset dengan menggunakan Mind Mirror IV dengan melihat langsung perubahan gelombang otak dan kedalaman trance saat induksi diberikan.

Sebelum penyempurnaan di QHI 9, dari pengalaman, teknik induksi ini terbukti mempunyai tingkat efektivitas antara 90% - 92,17% mampu membawa klien tipe apapun masuk ke kondisi profound somnambulism. Yang “gagal” diinduksi bukan berarti tidak masuk deep trance namun sering kali klien melampaui kondisi profound somnambulism dan masuk ke level Esdaile atau Hypnotic Coma. Untuk yang level ini tidak dihitung.

Penyempurnaan teknik induksi di QHI 9 ini mempunyai tingkat efektivitas yang sangat tinggi. Hasil uji sementara menghasilkan rata-rata 97,34%. Saya masih menunggu laporan lanjutan dari alumni QHI. Semua hipnoterapis QHI, termasuk saya pribadi hanya menggunakan teknik induksi ini di ruang praktik kami.

Jadi, menjawab pertanyaan di atas, uji sugestibilitas apakah perlu dilakukan atau tidak semuanya bergantung pada masing-masing individu. Sekali lagi ini bukan benar atau salah. Namun lebih pada teori yang digunakan.

Untuk saya pribadi dan semua alumni QHI, dalam konteks hipnoterapi, kami sama sekali tidak menggunakan uji sugestibilitas saat akan melakukan induksi.

_PRINT