The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA
Saya mendapat pertanyaan dari seorang sahabat, "Pak Adi apa bisa menangani pasien dengan masalah gangguan kejiwaan?"
Sebelum memberi jawaban, saya meminta sahabat ini untuk menjelaskan lebih lanjut apa yang ia maksud dengan gangguan kejiwaan, agar saya dapat memahami dengan benar konteks pertanyaannya.
Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan gangguan kejiwaan adalah kondisi emosi yang tidak terkendali, berbicara dari hati sampai besok pagi, sering mengenang hal yang sudah berlalu dan tidak relevan, serta mengalami depresi.
Di lain kesempatan, dari sahabat yang lain, saya mendapat pertanyaan, "Pak Adi, apakah NPD bisa disembuhkan dengan hipnoterapi?"
Saya juga meminta sahabat ini untuk menjelaskan apa yang ia maksud dengan NPD agar saya mendapat pemahaman yang benar mengenai maksudnya.
Sahabat ini kemudian memberikan uraian cukup panjang mengenai NPD (Narcissistic Personality Disorder) atau Gangguan Kepribadian Narsistik, mencakup definisi, ciri-ciri, sikap, perilaku, kondisi emosi, dampak, dan jenis-jenis NPD. Saya tahu bahwa informasi ini ia ambil dari internet.
Saya kemudian bertanya lebih lanjut tentang kondisi emosi dan perilaku calon klien, agar lebih memahami situasinya. Kembali ia mengutip informasi dari internet dan memberi uraian panjang lebar tentang apa yang dimaksud dengan NPD.
Saya sampaikan kepada sahabat ini bahwa saya tahu apa yang dimaksud dengan NPD. Saya mempelajari buku DSM-5 dan Psikologi Abnormal. Yang saya butuhkan adalah kondisi riil yang dialami calon klien.
Ia menjelaskan bahwa calon klien mengalami kondisi suka marah, tidak bisa dikritik, suka membanggakan dirinya hebat padahal menggunakan sumber daya orang lain, suka memotong pembicaraan orang lain, suka dipuji, arogan, tidak punya teman, dan tidak punya empati.
Di beberapa kesempatan lain, ada calon klien bertanya apakah hipnoterapi bisa menyembuhkan trypophobia, trikotilomania, cognitive anxiety, bipolar, BDD (Body Dysmorphic Disorder), BPD (Borderline Personality Disorder), OCD (Obsessive Compulsive Disorder), Gender Dysphoria, Histrionic Personality Disorder, dan Frotteuristic Disorder.
Saya selalu meminta mereka melupakan label-label ini dan menjelaskan secara rinci kondisi emosi dan simtom perilaku yang dialami.
Mengapa hipnoterapis AWGI memerlukan detail simtom klien?
Alasan saya selalu meminta sahabat yang bertanya pada saya untuk menjelaskan secara detail simtom, kondisi emosi, dan perilaku calon klien adalah karena kami, hipnoterapis AWGI, bekerja dengan paradigma yang berbeda dari psikiater dan psikolog klinis.
Kami bekerja mengikuti standar layanan, aturan, dan kode etik yang tegas dan jelas. Kami tidak dapat dan tidak boleh menangani kasus-kasus berat yang berada di luar ranah keilmuan dan kompetensi terapeutik kami.
Kami tidak menggunakan terminologi psikiatri atau psikologi klinis dan tidak melakukan penegakan diagnosis, karena itu bukan bidang kami. Bahkan jika seorang hipnoterapis AWGI kebetulan memiliki latar belakang sebagai psikiater atau psikolog klinis, ketika ia menjalankan hipnoterapi dengan protokol AWGI, ia tidak perlu melakukan penegakan diagnosis.
Kami bekerja dengan memanfaatkan simtom sebagai landasan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui hipnoanalisis, kami menggunakan simtom untuk menelusuri pikiran bawah sadar klien, menjangkau dan mengungkap akar masalah klien.
Kami sering kali bertemu dengan klien yang memberikan label tertentu atas kondisinya setelah mencari informasi di internet atau bertanya kepada orang lain.
Berdasarkan label atau informasi ini, ada di antara mereka kemudian meyakini bahwa kondisinya sulit atau bahkan tidak bisa pulih. Hal ini tentu sangat merugikan diri mereka sendiri dan menghambat proses terapi.
Dengan tidak menggunakan label tertentu dan lebih fokus pada simtom emosi serta perilaku, kami dapat menjelaskan kepada klien—berdasarkan teori PBS yang menjadi acuan kami—apa yang sebenarnya ia alami, mengapa ia mengalami kondisi ini, dan bagaimana kondisinya dapat, sampai tahap tertentu, dibantu melalui hipnoterapi.
Pendekatan ini juga merupakan bagian dari edukasi terapeutik yang kami lakukan, bertujuan untuk memberikan informasi, pengetahuan, dan wawasan yang lebih objektif kepada klien, serta memberikan harapan bahwa kondisinya masih dapat dibantu dengan hipnoterapi.
Tujuan kami melakukan hipnoterapi adalah membantu klien yang mengalami disorder untu kembali menjadi order, sesuai orderan yang kami terima.
Apakah hipnoterapis perlu mempelajari buku DSM-5 dan Psikologi Abnormal?
Jawabannya tergantung pada kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Hipnoterapis tentu sangat boleh mempelajari kedua buku ini, karena sangat informatif dan kaya informasi. Namun, keduanya sama sekali tidak menjelaskan teknik atau strategi secara rinci untuk menangani setiap kondisi psikologis yang dibahas.
Dulu, dalam upaya menambah pengetahuan dan memperluas wawasan, saya membaca dan mempelajari kedua buku ini dengan serius. Setiap kali saya akan menangani klien, saya selalu merujuk kepada kedua buku ini untuk memperoleh penjelasan lebih mendalam.
Namun, pada akhirnya, saya memutuskan untuk tidak lagi fokus pada kedua buku ini. Paradigma dan protokol hipnoterapi yang saya kembangkan, praktikkan, dan ajarkan, serta pengalaman dan temuan di ruang praktik para hipnoterapis AWGI—yang hingga saat ini telah melakukan lebih dari 130.000 sesi konseling dan terapi dengan hasil yang sangat baik dan optimal—sama sekali tidak membutuhkan label atau diagnosis.
Kami hanya fokus pada simtom klien. Simtom, menurut paradigma hipnoterapi AWGI, adalah pesan yang disampaikan oleh PBS kepada individu atau pikiran sadar bahwa ada sesuatu—yaitu akar masalah—di PBS yang perlu diselesaikan.
Dan memang demikianlah adanya. Saat akar masalah ini berhasil diungkap dan diselesaikan, simtom akan hilang dengan sendirinya, masalah klien terselesaikan, dan ia sembuh.
Bagaimana dengan orang yang mengalami gangguan kejiwaan?
Bagi seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan, langkah yang paling tepat bukan menemui hipnoterapis, tetapi berkonsultasi langsung dengan psikiater atau dokter spesialis jiwa, karena mereka memiliki kompetensi dalam menangani kondisi ini.
Sementara untuk kondisi emosi yang tidak terkendali atau kebiasaan mengenang hal yang sudah terjadi, biasanya berupa kejadian yang mengandung emosi negatif intens, ini bisa dibantu dengan hipnoterapi.
Bagaimana dengan orang yang mengalami gangguan psikologis lainnya?
Berdasarkan penjelasan calon klien mengenai kondisi emosi dan simtom yang mereka alami, hipnoterapis AWGI akan memutuskan apakah kondisi ini bisa dibantu dengan hipnoterapi atau tidak.
Bila kondisi ini di luar kompetensi terapeutik kami, kami tidak boleh menanganinya. Kami menyarankan klien untuk meminta bantuan psikiater atau psikolog klinis.
Saya mendapat pertanyaan dari seorang sahabat, "Pak Adi apa bisa menangani pasien dengan masalah gangguan kejiwaan?"
Sebelum memberi jawaban, saya meminta sahabat ini untuk menjelaskan lebih lanjut apa yang ia maksud dengan gangguan kejiwaan, agar saya dapat memahami dengan benar konteks pertanyaannya.
Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan gangguan kejiwaan adalah kondisi emosi yang tidak terkendali, berbicara dari hati sampai besok pagi, sering mengenang hal yang sudah berlalu dan tidak relevan, serta mengalami depresi.
Di lain kesempatan, dari sahabat yang lain, saya mendapat pertanyaan, "Pak Adi, apakah NPD bisa disembuhkan dengan hipnoterapi?"
Saya juga meminta sahabat ini untuk menjelaskan apa yang ia maksud dengan NPD agar saya mendapat pemahaman yang benar mengenai maksudnya.
Sahabat ini kemudian memberikan uraian cukup panjang mengenai NPD (Narcissistic Personality Disorder) atau Gangguan Kepribadian Narsistik, mencakup definisi, ciri-ciri, sikap, perilaku, kondisi emosi, dampak, dan jenis-jenis NPD. Saya tahu bahwa informasi ini ia ambil dari internet.
Saya kemudian bertanya lebih lanjut tentang kondisi emosi dan perilaku calon klien, agar lebih memahami situasinya. Kembali ia mengutip informasi dari internet dan memberi uraian panjang lebar tentang apa yang dimaksud dengan NPD.
Saya sampaikan kepada sahabat ini bahwa saya tahu apa yang dimaksud dengan NPD. Saya mempelajari buku DSM-5 dan Psikologi Abnormal. Yang saya butuhkan adalah kondisi riil yang dialami calon klien.
Ia menjelaskan bahwa calon klien mengalami kondisi suka marah, tidak bisa dikritik, suka membanggakan dirinya hebat padahal menggunakan sumber daya orang lain, suka memotong pembicaraan orang lain, suka dipuji, arogan, tidak punya teman, dan tidak punya empati.
Di beberapa kesempatan lain, ada calon klien bertanya apakah hipnoterapi bisa menyembuhkan trypophobia, trikotilomania, cognitive anxiety, bipolar, BDD (Body Dysmorphic Disorder), BPD (Borderline Personality Disorder), OCD (Obsessive Compulsive Disorder), Gender Dysphoria, Histrionic Personality Disorder, dan Frotteuristic Disorder.
Saya selalu meminta mereka melupakan label-label ini dan menjelaskan secara rinci kondisi emosi dan simtom perilaku yang dialami.
Mengapa hipnoterapis AWGI memerlukan detail simtom klien?
Alasan saya selalu meminta sahabat yang bertanya pada saya untuk menjelaskan secara detail simtom, kondisi emosi, dan perilaku calon klien adalah karena kami, hipnoterapis AWGI, bekerja dengan paradigma yang berbeda dari psikiater dan psikolog klinis.
Kami bekerja mengikuti standar layanan, aturan, dan kode etik yang tegas dan jelas. Kami tidak dapat dan tidak boleh menangani kasus-kasus berat yang berada di luar ranah keilmuan dan kompetensi terapeutik kami.
Kami tidak menggunakan terminologi psikiatri atau psikologi klinis dan tidak melakukan penegakan diagnosis, karena itu bukan bidang kami. Bahkan jika seorang hipnoterapis AWGI kebetulan memiliki latar belakang sebagai psikiater atau psikolog klinis, ketika ia menjalankan hipnoterapi dengan protokol AWGI, ia tidak perlu melakukan penegakan diagnosis.
Kami bekerja dengan memanfaatkan simtom sebagai landasan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui hipnoanalisis, kami menggunakan simtom untuk menelusuri pikiran bawah sadar klien, menjangkau dan mengungkap akar masalah klien.
Kami sering kali bertemu dengan klien yang memberikan label tertentu atas kondisinya setelah mencari informasi di internet atau bertanya kepada orang lain.
Berdasarkan label atau informasi ini, ada di antara mereka kemudian meyakini bahwa kondisinya sulit atau bahkan tidak bisa pulih. Hal ini tentu sangat merugikan diri mereka sendiri dan menghambat proses terapi.
Dengan tidak menggunakan label tertentu dan lebih fokus pada simtom emosi serta perilaku, kami dapat menjelaskan kepada klien—berdasarkan teori PBS yang menjadi acuan kami—apa yang sebenarnya ia alami, mengapa ia mengalami kondisi ini, dan bagaimana kondisinya dapat, sampai tahap tertentu, dibantu melalui hipnoterapi.
Pendekatan ini juga merupakan bagian dari edukasi terapeutik yang kami lakukan, bertujuan untuk memberikan informasi, pengetahuan, dan wawasan yang lebih objektif kepada klien, serta memberikan harapan bahwa kondisinya masih dapat dibantu dengan hipnoterapi.
Tujuan kami melakukan hipnoterapi adalah membantu klien yang mengalami disorder untu kembali menjadi order, sesuai orderan yang kami terima.
Apakah hipnoterapis perlu mempelajari buku DSM-5 dan Psikologi Abnormal?
Jawabannya tergantung pada kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Hipnoterapis tentu sangat boleh mempelajari kedua buku ini, karena sangat informatif dan kaya informasi. Namun, keduanya sama sekali tidak menjelaskan teknik atau strategi secara rinci untuk menangani setiap kondisi psikologis yang dibahas.
Dulu, dalam upaya menambah pengetahuan dan memperluas wawasan, saya membaca dan mempelajari kedua buku ini dengan serius. Setiap kali saya akan menangani klien, saya selalu merujuk kepada kedua buku ini untuk memperoleh penjelasan lebih mendalam.
Namun, pada akhirnya, saya memutuskan untuk tidak lagi fokus pada kedua buku ini. Paradigma dan protokol hipnoterapi yang saya kembangkan, praktikkan, dan ajarkan, serta pengalaman dan temuan di ruang praktik para hipnoterapis AWGI—yang hingga saat ini telah melakukan lebih dari 130.000 sesi konseling dan terapi dengan hasil yang sangat baik dan optimal—sama sekali tidak membutuhkan label atau diagnosis.
Kami hanya fokus pada simtom klien. Simtom, menurut paradigma hipnoterapi AWGI, adalah pesan yang disampaikan oleh PBS kepada individu atau pikiran sadar bahwa ada sesuatu—yaitu akar masalah—di PBS yang perlu diselesaikan.
Dan memang demikianlah adanya. Saat akar masalah ini berhasil diungkap dan diselesaikan, simtom akan hilang dengan sendirinya, masalah klien terselesaikan, dan ia sembuh.
Bagaimana dengan orang yang mengalami gangguan kejiwaan?
Bagi seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan, langkah yang paling tepat bukan menemui hipnoterapis, tetapi berkonsultasi langsung dengan psikiater atau dokter spesialis jiwa, karena mereka memiliki kompetensi dalam menangani kondisi ini.
Sementara untuk kondisi emosi yang tidak terkendali atau kebiasaan mengenang hal yang sudah terjadi, biasanya berupa kejadian yang mengandung emosi negatif intens, ini bisa dibantu dengan hipnoterapi.
Bagaimana dengan orang yang mengalami gangguan psikologis lainnya?
Berdasarkan penjelasan calon klien mengenai kondisi emosi dan simtom yang mereka alami, hipnoterapis AWGI akan memutuskan apakah kondisi ini bisa dibantu dengan hipnoterapi atau tidak.
Bila kondisi ini di luar kompetensi terapeutik kami, kami tidak boleh menanganinya. Kami menyarankan klien untuk meminta bantuan psikiater atau psikolog klinis.
Teori Sintergi yang dikemukakan oleh Jacobo Grinberg dalam bukunya, La Teoría Sintérgica (1991), merupakan konsep revolusioner yang menggabungkan ilmu neurofisiologi, fisika kuantum, dan tradisi mistik. Dalam teorinya, Grinberg, seorang neurofisiolog, psikolog, dan peneliti kesadaran asal Mexico, menjelaskan bahwa realitas yang kita alami sehari-hari bukanlah representasi objektif dari dunia luar, melainkan konstruksi subjektif yang bergantung pada pola sinergi antara kesadaran dan aktivitas otak dalam berinteraksi dengan Lattice.
Lattice: Jaringan Energi dan Informasi
Lattice, menurut Grinberg, adalah jaringan energi dan informasi murni yang menghubungkan dan membentuk segala sesuatu di alam semesta. Lattice bukan hanya bahan dasar konstruksi bagi dunia fisik tetapi juga bagi kesadaran, pikiran, dan pengalaman subjektif manusia.
Lattice dapat dianalogikan sebagai “kode sumber” dari eksistensi yang mengandung potensi realitas dalam bentuk murni. Dalam keadaan dasarnya yang tidak terdistorsi, Lattice adalah Kesadaran Murni (Pure Consciousness)— kondisi non-dualitas, tanpa batas, tanpa objek, dan tanpa persepsi individu.
Namun, ketika informasi dari Lattice difilter oleh otak manusia, maka terbentuklah realitas subjektif yang berbeda-beda pada setiap individu.
Teori ini juga memiliki kesamaan dengan ajaran mistik Timur, seperti dalam filsafat Vedanta, Kabbalah, dan Buddhisme Zen, yang menyatakan bahwa realitas adalah proyeksi dari kesadaran yang lebih tinggi.
Peran Kesadaran, Otak, Intensi, dan Emosi dalam Konstruksi Realitas
Proses konstruksi realitas dalam Teori Sintergi melibatkan empat elemen utama: kesadaran, otak, intensi, dan emosi.
Kesadaran
Kesadaran merupakan elemen utama yang terhubung langsung dengan Lattice. Melalui kesadaran, manusia dapat mengakses potensi tak terbatas dari Lattice. Semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang, semakin mampu ia mengakses Lattice tanpa distorsi.
Orang yang berlatih meditasi mendalam atau memiliki peningkatan kesadaran, sering kali mengalami realitas yang lebih luas dan berbeda dari yang biasa orang alami. Ini terjadi karena otak mereka mengalami korelasi sinergis yang lebih tinggi, memungkinkan mereka mengakses informasi yang lebih luas dari Lattice.
Otak
Otak manusia tidak semata-mata “menghasilkan” kesadaran secara terisolasi, melainkan berfungsi seperti pemancar sekaligus penerima dalam jaringan energi. Aktivitas 86 miliar neuron menciptakan suatu medan energi kompleks yang disebut medan neuronal di sekeliling otak.
Dalam Teori Sintergi, realitas yang kita alami adalah konstruksi dari korelasi sinergis antara otak (medan neuronal) dengan Lattice. Sinergi terjadi ketika pola aktivitas neuron dalam otak bekerja secara harmonis untuk menciptakan pengalaman kesadaran yang spesifik. Jika kita mengubah pola korelasi otak (frekuensi vibrasi pikiran dan perasaan kita), maka pengalaman yang kita alami pun berubah.
Otak memancarkan medan elektromagnetik yang kaya informasi (neuronal field), bukan hanya sinyal listrik internal. Grinberg mengibaratkan otak sebagai pesawat radio atau tuner yang menangkap frekuensi dari medan universal; otak menyelaraskan diri dengan medan kesadaran luas dan “mereduksi” (meng-collapse) kontinuum kemungkinan di medan itu menjadi persepsi spesifik.
Otak bertindak sebagai pemfilter realitas. Ia mengubah informasi dari Lattice menjadi pengalaman dan realitas subjektif yang dapat dipahami. Namun, otak juga bisa menciptakan distorsi negatif. Ketika otak bebas dari filter negatif, informasi dari Lattice dapat diterjemahkan menjadi pengalaman hidup yang lebih harmonis dan sesuai dengan keinginan individu.
Semakin tinggi sinergi medan neuronal, otak akan semakin mampu menyelaraskan frekuensinya dengan struktur Lattice. Dengan kata lain, kondisi koheren dan harmonis dalam aktivitas neuronal memungkinkan otak untuk "tuning" atau beresonansi dengan Lattice dalam keadaan fundamentalnya.
Intensi
Intensi adalah mekanisme pengarah perhatian dan energi seseorang ke aspek tertentu dari Lattice. Dengan menetapkan intensi yang jelas dan disertai dengan emosi positif, seseorang dapat memengaruhi Lattice dan mencipta realitas yang diinginkan.
Dalam prosesnya, seseorang menetapkan intensi atau tujuan tertentu, seperti kesuksesan, kesehatan, atau kebahagiaan. Melalui praktik-praktik seperti meditasi, visualisasi, atau hipnosis, individu dapat mengubah kondisi kesadaran mereka, untuk mengurangi distorsi yang dihasilkan oleh otak. Dengan demikian, mereka dapat lebih mudah mengakses Lattice dan menciptakan realitas sesuai dengan intensi mereka.
Emosi
Emosi memiliki frekuensi vibrasi tertentu yang memengaruhi resonansi seseorang dengan Lattice. Emosi positif seperti syukur, cinta, dan kebahagiaan meningkatkan resonansi dengan realitas yang diinginkan. Sebaliknya, emosi negatif seperti takut, cemas, benci, dan marah menciptakan distorsi yang menghambat manifestasi realitas yang positif.
Dalam konteks ini, emosi berperan sebagai "penggerak" dalam proses manifestasi. Jika kesadaran adalah kapal dan Lattice adalah lautan energi, maka emosi adalah angin yang mendorong kapal tersebut menuju tujuan. Semakin selaras emosi seseorang dengan realitas yang diinginkan, semakin cepat ia mencapai tujuan tersebut.
Ketika seseorang menetapkan intensi yang jelas dan memperkuatnya dengan emosi positif, ia menciptakan interferensi konstruktif dalam Lattice.
Pikiran Bawah Sadar dan Limiting Belief: Penghalang Menuju Realitas yang Lebih Luas
Dalam proses konstruksi realitas, pikiran bawah sadar (PBS) memegang peranan sangat penting. PBS menyimpan program dan kepercayaan (belief) yang membentuk cara seseorang memandang dunia. Limiting belief atau kepercayaan yang bersifat menghambat, disebut sebagai mental block, membatasi seseorang dalam mengakses potensi penuh dari Lattice, dan mengakibatkan tercipta realitas yang lebih sempit dan terbatas.
Misalnya, seseorang yang memiliki limiting belief “Saya tidak layak sukses” atau "Saya tidak berharga" akan terus mengalami kegagalan meskipun Lattice menawarkan berbagai potensi keberhasilan. Keyakinan negatif ini menciptakan filter tambahan dalam otak yang menghambat korelasi sinergis, mempersempit interpretasi realitas, dan menghalangi manifestasi realitas yang diinginkan, sehingga informasi dari Lattice yang terkait dengan keberlimpahan tidak dapat diakses.
Kepasrahan: Melepaskan dan Membiarkan Lattice Bekerja
Setelah seseorang menggunakan kesadaran, otak, dan pikiran dalam menetapkan intensi, mengakses Lattice, dan menyelaraskan emosi, langkah terakhir adalah melepaskan semua ekspektasi dan membiarkan Lattice bekerja. Konsep pasrah atau letting go, ada yang menyebutnya sebagai kondisi non-attachement (tanpa keterikatan), bukan berarti menyerah, tetapi menunjukkan keyakinan penuh bahwa Lattice akan mewujudkan realitas yang diinginkan sesuai dengan vibrasi yang telah ditetapkan.
Dalam kondisi batin yang stabil, yakin, dan pasrah, seseorang membiarkan Lattice bekerja tanpa hambatan dan kelekatan dari ego dan ketakutan. Kondisi ini menciptakan aliran energi yang lebih harmonis dan memungkinkan konstruksi realitas terjadi secara alami.
Kesimpulan
Teori Sintergi Jacobo Grinberg menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana realitas terbentuk melalui interaksi antara kesadaran, otak, dan intensi. Lattice sebagai sumber energi dan informasi murni menjadi dasar dari segala kemungkinan realitas. Dengan menyelaraskan kesadaran, emosi, dan melepaskan limiting belief, seseorang dapat mengakses potensi tak terbatas dari Lattice dan membentuk realitas sesuai dengan tujuan hidupnya.
Pada akhirnya, memahami dan menerapkan teori sintergi dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu seseorang tidak hanya mencapai tujuan-tujuannya, tetapi juga mengalami dimensi eksistensi yang lebih luas dan mendalam. Dengan demikian, seseorang tidak hanya hidup dalam realitas yang terbatas oleh pikiran dan persepsi lama, tetapi juga mampu menciptakan realitas baru yang lebih selaras dengan potensi sejatinya, dan mengalami kehidupan yang lebih bermakna.
Konsep unconscious atau pikiran bawah sadar (PBS) telah menjadi salah satu topik utama dalam studi psikologi dan hipnoterapi. Banyak tokoh atau pakar mengutarakan pemikiran atau gagasan yang berbeda tentang unconscious.
Tulisan berikut bermaksud menjelaskan secara ringkas perbedaan konsep unconscious menurut Sigmund Freud, Timothy D. Wilson, dan Adi W. Gunawan. Meskipun ketiganya sepakat bahwa unconscious memiliki pengaruh besar terhadap pikiran, emosi, dan perilaku manusia, masing-masing memiliki perspektif yang berbeda mengenai cara kerja, sifat, dan dampaknya terhadap kehidupan individu.
Unconscious Menurut Sigmund Freud
Sigmund Freud (1856–1939), pencetus psikoanalisis, melihat unconscious sebagai tempat penyimpanan dorongan primitif, impuls seksual, agresi, dan konflik yang direpresi. Dalam pandangannya, pikiran sadar tidak mampu menangani pengalaman traumatis atau dorongan yang tidak dapat diterima, sehingga unconscious bertindak sebagai tempat penyimpanan yang tersembunyi.
Menurut Freud, struktur pikiran manusia terbagi menjadi tiga lapisan utama:
1. Conscious (Pikiran Sadar): Bagian pikiran yang aktif dan dapat diakses dengan mudah, seperti pemikiran logis dan kesadaran sehari-hari.
2. Preconscious (Pikiran Pra-Sadar): Informasi yang tidak selalu disadari, tetapi dapat dengan mudah diakses jika diperlukan, seperti ingatan atau pengalaman yang bisa diingat kembali.
3. Unconscious (Pikiran Bawah Sadar): Tempat penyimpanan konflik psikologis, trauma, dan dorongan naluriah yang direpresi karena tidak dapat diterima oleh kesadaran.
Freud berpendapat bahwa unconscious memiliki pengaruh besar terhadap kepribadian dan perilaku individu, bahkan jika individu tersebut tidak menyadari keberadaannya.
Misalnya, seseorang yang memiliki trauma masa kecil mungkin mengalami fobia terhadap suatu objek tanpa memahami alasan di balik ketakutannya. Hal ini terjadi karena trauma tersebut telah direpresi ke dalam unconscious, tetapi tetap mempengaruhi respons emosional dan perilaku.
Selain itu, Freud juga mengembangkan konsep mekanisme pertahanan ego, yaitu strategi bawah sadar yang digunakan untuk melindungi individu dari kecemasan akibat konflik batin. Beberapa mekanisme pertahanan ini meliputi:
• Represi: Menghapus ingatan traumatis dari kesadaran.
• Proyeksi: Menyalahkan orang lain atas perasaan atau keinginan yang tidak dapat diterima.
• Rasionalisasi: Membuat alasan logis untuk membenarkan perilaku yang tidak rasional.
• Sublimasi: Mengalihkan dorongan agresif atau seksual menjadi aktivitas yang lebih dapat diterima secara sosial.
Dalam konteks terapi, menurut Freud, unconscious dapat diakses dan diproses melalui teknik tertentu, seperti:
• Asosiasi bebas: Pasien berbicara secara spontan tentang segala sesuatu yang muncul dalam pikirannya, tanpa sensor atau filter.
• Analisis mimpi: Menginterpretasikan simbol dalam mimpi sebagai manifestasi dari konflik bawah sadar.
• Hipnosis: Digunakan dalam terapi awal Freud untuk mengakses trauma yang tersembunyi dalam unconscious.
Dengan memahami konflik yang ada di unconscious, Freud meyakini bahwa individu dapat melepaskan ketegangan psikologis dan mencapai keseimbangan emosional yang lebih baik.
Unconscious Menurut Timothy D. Wilson
Timothy D. Wilson, seorang psikolog sosial, memperkenalkan konsep Adaptive Unconscious dalam bukunya Strangers to Ourselves: Discovering the Adaptive Unconscious (2002). Berbeda dengan Freud, Wilson melihat unconscious bukan sebagai sumber konflik psikodinamis, melainkan sebagai sistem otomatis yang membantu manusia beradaptasi dengan lingkungan dan membuat keputusan cepat.
Wilson berargumen bahwa sebagian besar aktivitas mental kita terjadi tanpa disadari, dan banyak keputusan yang kita buat sehari-hari dipengaruhi oleh Adaptive Unconscious. Misalnya, ketika seseorang bertemu dengan orang baru, ia secara otomatis menilai kepribadian orang tersebut dalam hitungan detik tanpa berpikir secara sadar. Proses ini terjadi karena unconscious mengandalkan pola dan pengalaman masa lalu untuk membuat penilaian cepat.
Ciri utama Adaptive Unconscious menurut Wilson:
1. Bekerja secara otomatis: Tanpa perlu melibatkan pikiran sadar, seperti saat mengemudi atau berbicara dalam bahasa ibu.
2. Memproses informasi dengan cepat: Misalnya, kita dapat menilai suasana hati seseorang hanya dari ekspresi wajahnya dalam hitungan detik.
3. Membantu pengambilan keputusan: Seperti memilih pasangan, pekerjaan, atau produk dalam situasi yang tidak memungkinkan analisis mendalam.
4. Belajar secara implisit: Adaptive Unconscious memungkinkan individu belajar dari pengalaman tanpa harus menyadari proses belajarnya, seperti saat anak kecil belajar berbicara.
Berbeda dengan teori Freud yang menekankan perlunya teknik terapi khusus untuk mengakses unconscious, Wilson menyatakan bahwa unconscious dapat diidentifikasi melalui refleksi dan pengujian kognitif.
Beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengenali pola bawah sadar seseorang meliputi:
• Journaling (Menulis Jurnal): Membantu seseorang mengamati pola pikir dan emosinya.
• Mindfulness (Kesadaran Penuh): Memungkinkan individu menyadari kebiasaan dan pola pikir yang muncul secara otomatis.
• Eksperimen Kognitif: Menggunakan teknik psikologi eksperimental untuk mengungkap pola bawah sadar.
Dalam terapi, pendekatan Wilson sering digunakan dalam terapi perilaku-kognitif (CBT), di mana pasien diajarkan untuk mengenali kebiasaan berpikir otomatis yang tidak produktif dan menggantinya dengan pola pikir yang lebih adaptif.
Unconscious Menurut Adi W. Gunawan
Adi W. Gunawan (AWG) mengembangkan konsep Protective Unconscious, yang menekankan bahwa unconscious atau pikiran bawah sadar (PBS) adalah bagian dominan dari sistem pikiran manusia. PBS bertanggung jawab atas pola pikir, emosi, dan perilaku individu, serta mengendalikan sekitar 95-99% dari aktivitas mental, menjadikannya faktor paling berpengaruh dalam kehidupan seseorang.
Fungsi dan Cara Kerja PBS
Fungsi utama PBS adalah melindungi individu dari hal-hal yang dirasakan, diyakini, atau dipersepsikan sebagai ancaman terhadap keselamatan dan kesejahteraan. PBS bekerja secara otomatis dalam membangun mekanisme perlindungan, terlepas dari apakah ancaman tersebut nyata atau hanya persepsi individu.
Sebagai contoh, seseorang yang pernah mengalami pengalaman buruk dalam berbicara di depan umum mungkin akan mengalami ketakutan berbicara di depan banyak orang di masa depan. Hal ini terjadi karena PBS telah menyimpan pengalaman tersebut sebagai sesuatu yang harus dihindari.
PBS bekerja dengan logikanya sendiri, yang terpisah dari logika pikiran sadar. Ini berarti bahwa sesuatu yang dianggap tidak rasional oleh pikiran sadar bisa dianggap sangat nyata oleh unconscious. Oleh karena itu, meskipun seseorang secara rasional mengetahui bahwa berbicara di depan umum tidak berbahaya, PBS tetap dapat menciptakan respons ketakutan ekstrem karena mengacu pada pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam sistemnya.
PBS sebagai Penyimpan Program Mental
PBS menyimpan program mental yang telah tertanam sejak lahir dan terus terbentuk dari pengalaman hidup, baik positif maupun negatif. Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi dengan keyakinan negatif tentang uang, misalnya, PBS akan membentuk pola yang menghambat keberlimpahan finansialnya.
Kualitas hidup seseorang ditentukan oleh kualitas program pikiran yang tersimpan dalam PBS. Jika program tersebut positif, konstruktif, dan mendukung, individu memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mencapai kesuksesan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program dalam PBS bersifat negatif, penuh ketakutan, atau mengandung limiting beliefs, individu akan mengalami hambatan dalam berbagai aspek kehidupan.
PBS juga memproteksi program pikiran agar tidak mudah diubah atau berubah. Setiap usaha untuk mengubah program pikiran akan mendapatkan perlawanan dari PBS, karena dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas individu. Inilah sebabnya mengapa seseorang sering mengalami kesulitan dalam mengubah kebiasaan, pola pikir, atau mengatasi mental block tanpa intervensi yang tepat, seperti hipnoterapi.
PBS dan Mekanisme Stimulus-Respons
PBS bekerja berdasarkan strategi stimulus-respons, sesuai dengan program yang ada di dalamnya. Untuk setiap stimulus spesifik, PBS akan memberikan respons spesifik, dan pola ini akan terus berulang hingga terjadi perubahan pada program pikiran yang mendasarinya.
Sebagai contoh, seseorang yang memiliki trauma terhadap anjing akibat pengalaman buruk di masa kecil mungkin secara otomatis merasa cemas setiap kali melihat anjing, meskipun secara sadar ia memahami bahwa tidak semua anjing berbahaya. Ini terjadi karena PBS menjalankan program perlindungan yang telah tertanam sebelumnya.
PBS sebagai Sistem Satu Unit atau Multi Sub-Sistem
Menurut AWG, PBS dapat dipandang sebagai satu unit utuh atau sebagai sistem yang terdiri dari banyak sub-sistem. Pemahaman ini memiliki implikasi penting dalam terapi:
• Jika PBS dipandang sebagai satu unit, maka terapi dilakukan secara global dan menyasar keseluruhan PBS, untuk mengubah program yang menghambat individu.
• Jika PBS dipandang sebagai sistem dengan banyak sub-sistem, maka terapi dapat difokuskan pada bagian spesifik yang menyimpan trauma, mental block, atau program tertentu yang perlu diubah.
Pendekatan yang digunakan akan sangat bergantung pada cara pandang terapis, serta kondisi dan kebutuhan spesifik dari individu yang menjalani terapi.
PBS dalam perspektif Adi W. Gunawan adalah mekanisme perlindungan utama individu, yang bekerja secara otomatis, menyimpan program mental, dan mengontrol pola pikir serta emosi. Dengan logikanya sendiri yang berbeda dari pikiran sadar, PBS memainkan peran besar dalam menentukan kehidupan seseorang.
Karena sifatnya yang protektif, PBS cenderung mempertahankan program yang ada dan memberikan perlawanan terhadap perubahan, yang menjelaskan mengapa mengatasi mental block atau mengubah kebiasaan lama sering kali membutuhkan intervensi khusus seperti hipnoterapi.
Dengan memahami bagaimana PBS bekerja dan bagaimana cara mengaksesnya secara efektif, individu dapat mengatasi hambatan bawah sadar dan memprogram ulang dirinya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Perbandingan Unconscious Menurut Freud, Wilson, dan Adi W. Gunawan
Aspek | Freud | Wilson | AWG |
---|---|---|---|
Fokus utama | Konflik batin akibat trauma dan dorongan bawah sadar | Pemrosesan otomatis dan kebiasaan adaptif | Sistem perlindungan dan pembentuk program mental |
Aksesibilitas | Sulit diakses, perlu psikoanalisis | Bisa diidentifikasi melalui refleksi dan pengujian kognitif | Bisa diakses melalui hipnoterapi dan reprogramming PBS |
Cara kerja | Berisi dorongan dan keinginan terlarang yang direpresi | Mengolah informasi cepat tanpa kesadaran | Menyimpan program mental dan bertindak sebagai mekanisme perlindungan |
Fungsi utama | Menekan konflik emosional agar tidak mengganggu pikiran sadar | Membantu manusia beradaptasi dengan lingkungan | Melindungi individu dari hal yang dianggap berbahaya atau mengancam |
Implikasi terhadap kepribadian | Kepribadian ditentukan oleh konflik bawah sadar dan pengalaman masa lalu | Kepribadian berkembang dari kebiasaan, intuisi, dan respons adaptif terhadap lingkungan | Kepribadian ditentukan oleh program mental yang tertanam di PBS, yang bisa direprogram untuk mendukung pertumbuhan individu |
Kesimpulan
Ketiga perspektif ini menawarkan pemahaman yang berbeda tentang bagaimana unconscious bekerja dalam kehidupan manusia. Freud melihatnya sebagai gudang konflik yang harus diselesaikan, Wilson sebagai sistem adaptasi otomatis, dan Adi W. Gunawan sebagai mekanisme perlindungan yang bisa diprogram ulang untuk mendukung pertumbuhan individu. Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat memilih pendekatan yang paling sesuai untuk mengoptimalkan potensi unconscious dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik.