The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Bijak Memahami Pesan Tubuh

12 Maret 2013

Pembaca, bayangkan anda memegang tube pasta gigi yang tertutup rapat. Apa yang akan terjadi bila Anda memencet keras tube pasta gigi ini? Di awal mungkin tidak ada perubahan atau pengaruh. Coba Anda lakukan lagi, pencet lebih kuat, semakin kuat, lebih kuat lagi. Apa yang terjadi? Cepat atau lambat pasta gigi di dalam tube akan mencari jalan keluar. Keluarnya bisa dari dasar tube atau dari samping. Intinya pasta akan mencari jalan keluar dengan membuat lubang melalui titik terlemah dari struktur tube.

Sekarang bayangkan tube adalah diri Anda. Bayangkan Anda di bawah tekanan dan mulai mengalami stres psikologis atau emosi. Anda tetap menutup diri  dan tidak bersedia membuka tutup “tube” Anda. Semua Anda simpan atau pendam sendiri. Apa yang akan terjadi? 

Cepat atau lambat tekanan ini pasti mencari jalan keluar. Bila tekanan ini tidak bisa keluar dari “tutup” di atas, dengan diungkapkan dan diselesaikan, maka ia akan mencari jalan keluar lainnya. Tekanan ini akan mencari titik terlemah pada “tube” (baca: sistem tubuh) Anda, bisa melalui sistem pencernaan, sistem saraf, sistem kekebalan tubuh, sistem hormon, otot-otot tubuh, atau pola tidur Anda. Saat tekanan “keluar” melalui sistem tubuh maka kita akan sakit.

Bila tekanan ini berhasil mencari jalan keluar dari “atas” maka ia akan menjadi permusuhan, kebencian, sikap agresif, curiga, marah, atau takut. Bila ditekan ke bawah ia akan menjadi sakit, depresi, adiksi, atau kecemasan.

Memahami Simtom

Tubuh berbicara kepada kita melalui simtom, baik melalui jenis simtom, pengaruh simtom terhadap diri kita, dan perubahan yang ia minta kita lakukan. Kata simtom, dalam bahasa Inggris “symptom”, berasal dari bahasa Yunani, syn yang artinya “bersama”, dan piptein yang artinya “jatuh”.

Dengan kata lain, gangguan kesehatan, kesulitan, atau masalah yang dialami seseorang sebenarnya tidak muncul tiba-tiba. Akar masalah bisa jadi telah berlangsung selama beberapa hari, bulan, atau bahkan tahun sebelum akhirnya “jatuh bersama” dan mengakibatkan munculnya simtom.

Pengalaman hidup kita memengaruhi perilaku, perasaan, sikap mental, dan kesehatan. Dengan menaruh perhatian baik pada sejarah simtom dan juga pengaruh/akibat yang ditimbulkannya, kita dapat mulai menemukan, pada level yang lebih dalam, penyebab yang seringkali sangat halus dan tidak kita sadari yang merupakan kunci untuk kesembuhan diri.

Simtom tidak pernah berdiri sendiri. Simtom terhubung ke masa lalu karena ia muncul akibat kejadian atau situasi yang dialami sebelumnya, dan terhubung dengan masa sekarang karena ia memengaruhi hidup kita saat ini.

Simtom membantu, atau lebih tepatnya memaksa, kita untuk kembali menjalin relasi dan mengenal perasaan yang terpendam. Simtom adalah pembawa pesan dari pikiran bawah sadar bahwa ada sesuatu yang membutuhkan perhatian dan penanganan serius. Bila pesan ini tidak diperhatikan atau diabaikan maka simtom ini akan terus muncul dan berulang.

Trauma tidak berarti sakit atau selalu mengakibatkan munculnya penyakit. Yang menyebabkan penyakit adalah perasaan takut dan kecemasan akibat trauma yang tidak terungkap atau diselesaikan.  

Melalui sakit / penyakit, tubuh menyampaikan pesan yaitu ada yang tidak seimbang (balance). Sakit bukanlah hukuman namun cara alamiah yang digunakan tubuh untuk menciptakan keseimbangan.

Tubuh memiliki kearifan yang luar biasa. Bila kita tanggap dan cermat mendengar pesan yang ia sampaikan maka kita dapat membawa tubuh kembali ke kondisi sehat, harmonis, dan seimbang.

Bila Anda sakit, tanyakan kepada diri sendiri, “Pesan apa yang ingin disampaikan tubuh kepada saya?” Dengan demikian sakit atau penyakit tidak dipandang sebagai sesuatu yang buruk tapi suatu undangan dan peluang untuk menjadi sadar, berubah, dan berkembang. Cara pandang ini menempatkan sakit sebagai sebuah panggilan dan tubuh sebagai sumber informasi yang sangat berharga.

Emosi, Stres, dan Persepsi Diri

Stres per se sifatnya netral, tidak baik dan juga tidak buruk. Yang membuat masalah adalah respon kita terhadap faktor yang mengakibatkan terjadinya stres. Respon setiap orang berbeda saat menghadapi tekanan. Ada yang tetap tenang. Ada yang menjadi panik, takut, dan cemas.

Mengapa bisa timbul reaksi yang berbeda dalam situasi yang sama?

Perbedaannya bergantung pada persepsi seseorang terhadap kemampuannya mengatasi stres. Bila seseorang memandang dirinya mampu mengatasi stres maka responnya akan tetap tenang. Sebaliknya bila ia memandang dirinya tidak mampu maka persepsi ini akan mengakibatkan munculnya berbagai simtom stres yang dirasakan di tubuh fisik. Persepsi ini bergantung pada proses tumbuh kembang setiap orang, khususnya pada aspek mental dan emosi.

Emosi yang direpresi, disangkal, atau diabaikan, yang tidak pernah mendapat kesempatan untuk diungkap, atau tidak pernah mendapat pengakuan atau perhatian, adalah emosi yang paling membutuhkan perhatian kita. Setiap emosi yang direpresi, disangkal, atau diabaikan akan “tersangkut” di dalam tubuh.

Represi terjadi karena mungkin Anda dibesarkan dengan pola dan diajar untuk lebih mementingkan perasaan orang lain daripada perasaan Anda sendiri. Ada banyak emosi yang biasanya direpresi: perasaan terluka, malu, bersalah, dikhianati, marah, sakit hati, dendam, kecewa, benci, sedih, jengkel, tersinggung, takut, khawatir, kesepian, dan kepedihan.

Satu emosi yang paling sering direpresi adalah perasaan marah. Marah direpresi karena, menurut norma yang berlaku di masyarakat, tidak pantas untuk melepaskan perasaan ini di tempat umum atau kepada orang yang membuat Anda marah. Setiap kali Anda “menelan” perasaan ini berarti Anda mengabaikannya dan berpikir perasaan ini akan hilang dengan sendirinya.

Benar, perasaan ini akan “hilang” dan tidak lagi Anda rasakan, secara sadar. Namun jauh di dalam hati semua perasaan ini tetap berkobar dan menunggu waktu yang tepat untuk keluar dalam bentuk simtom. Emosi yang dikubur hidup-hidup tidak akan pernah mati atau padam.

Perasaan yang diabaikan juga akan meminta perhatian. Perasaan atau emosi ini seperti layaknya manusia akan menggunakan segala cara untuk bisa mendapat perhatian Anda. Salah satunya adalah dengan membuat Anda sakit.

Sayangnya, yang lebih sering terjadi, saat kita sakit, kita tidak mengerti bahwa ini adalah satu bentuk komunikasi dari tubuh yang membutuhkan perhatian serius. Kita berusaha untuk “menyembuhkan” sakit dan abai akan pesan yang ingin ia sampaikan, sehingga sakit yang sama akan muncul lagi.

Alasan kita mengalami sakit adalah karena kejadian, peristiwa, atau pengalaman di masa lalu, khususnya yang bermuatan emosi negatif yang intens, masih terus memengaruhi kita, baik sadar maupun tidak sadar.

Hal ini tampak jelas pada tubuh. Setiap detik ada tujuh juta sel darah merah yang mati dan digantikan dengan sel darah merah baru. Setiap tujuh tahun seluruh tubuh kita berganti dengan tubuh yang baru. Namun mengapa sel tubuh yang sakit, walau ia digantikan dengan sel yang baru, tetap saja sakit? Ini karena program internal-nya tidak berubah.

Solusinya adalah dengan mendengarkan dan memahami pesan yang disampaikan simtom dan menyadari, mengakui, menghargai, dan menerima keberadaan perasaan-perasaan yang terpendam atau membutuhkan perhatian. Saat perasaan itu didengar dan diproses maka ia tidak lagi perlu mengirim pesan dalam bentuk simtom. Dengan kata lain penyakit akan sembuh dan tidak akan kembali lagi.

Uraian detil dan lengkap mengenai penyakit psikosomatis saya tulis di buku The Miracle of MindBody Medicine : How to Use Your Mind for Better Health.

Baca Selengkapnya

Distorsi Waktu Dan Hipnoterapi

1 Maret 2013

Hipnosis adalah satu kondisi kesadaran khusus di mana kemampuan tertentu dalam diri manusia mengalami peningkatan sementara kemampuan lainnya meredup di latar belakang. Hipnosis per se tidak bersifat terapeutik. Namun saat hipnosis digabungkan dengan jenis terapi lainnya ia dapat meningkatkan secara signifikan efek terapeutik yang dihasilkan.

Hipnosis adalah satu bentuk kesadaran yang meningkat (altered state of consciousness / ASC). Istilah ASC pertama kali digunakan oleh Arnold M. Ludwig (1966) dengan definisi berikut:

…..setiap kondisi mental yang disebabkan oleh faktor atau tindakan baik secara fisik, psikologis, atau farmakologis, yang secara subjektif dapat diketahui oleh individu itu sendiri (atau oleh pengamat yang objektif), di mana kondisi mental ini berbeda dengan kondisi kesadaran atau fungsi psikologis normal yang biasanya dialami oleh seseorang dalam keadaan sadar normal.

Ada banyak fenomena, pada aspek fisik dan mental, yang bisa muncul dalam kondisi hipnosis, baik muncul secara spontan atau sebagai akibat sugesti. Munculnya fenomena ini juga sangat dipengaruhi oleh tipe sugestibilitas serta kedalaman hipnosis yang berhasil dicapai pada satu waktu tertentu.

Beberapa contoh fenomena hipnosis antara lain perubahan persepsi (halusinasi positif / negatif visual, auditori, olfaktori, gustatori, dan kinestetik), pengaruh terhadap proses otonom dengan menggunakan sugesti dan imajinasi, pengaruh terhadap mood dan emosi, pengaruh pada kognisi, amnesia pascahipnosis, hipermnesia, regresi, revivifikasi, disosiasi, dan perubahan hubungan subjek-objek, dan distorsi waktu.

Sesuai judul artikel dalam kesempatan ini saya hanya akan membahas distorsi waktu. Sedangkan fenomena hipnosis lainnya akan dibahas di kesempatan lain.

Distorsi waktu adalah kemampuan individu mengalami waktu lebih lama atau lebih singkat dari lama waktu yang sesungguhnya (objective time (OT) / clock time (CT)). Dalam hal ini waktu sesungguhnya sama sekali tidak bertambah atau berkurang. Distorsi waktu terjadi karena persepsi kita terhadap waktu berubah akibat pengaruh kondisi hipnosis. Jadi, distorsi waktu adalah waktu subjektif yang dialami dan dirasakan oleh individu.

Secara teknis waktu subjektif disebut dengan experiential time (ET), atau seeming duration (SD), atau estimated personal time (EPT).

Distorsi waktu terjadi bila rasio ET/CT jauh lebih besar atau lebih kecil dari satu. Ada dua jenis distorsi waktu yang dibahas di artikel ini yaitu kontraksi waktu dan ekspansi waktu. Kontraksi waktu, waktu terasa lebih cepat dari waktu sesungguhnya, terjadi bila rasio ET/CT < 1. Sedangkan ekspansi waktu, waktu terasa lebih lama dari waktu sesungguhnya, terjadi bila rasio ET/CT > 1.

Distorsi waktu yang dibahas di artikel ini berbeda dengan regresi (age regression), klien mundur ke masa lalu, dan progresi (pseudo-orientation in time), klien maju ke masa depan. Walau regresi dan progresi juga adalah distorsi waktu, klien mundur atau maju menyusuri garis waktu, namun tujuannya dalam hipnoterapi bertujuan melakukan modifikasi dan (re)konstruksi konten pikiran bawah sadar untuk tujuan terapeutik.

Distorsi waktu sering kita alami dan adalah satu keniscayaan. Saat perhatian kita tercerap pada satu aktivitas atau pengalaman yang menyenangkan, misalnya sedang berdua dengan orang yang kita kasihi, nonton film, atau main game, waktu terasa (sangat) singkat. Kontraksi waktu juga terjadi saat kita bermimpi.

Sebaliknya saat kita berada dalam situasi atau pengalaman yang kurang menyenangkan, misalnya menunggu antrian atau sedang mengikuti pelajaran yang pengajarnya menyampaikan bahan ajar dengan monoton dan membosankan, waktu terasa (lebih) lama.

Saat terjadi distorsi waktu, kita sesungguhnya berada dalam kondisi hipnosis. Semakin dalam kondisi hipnosis yang berhasil dicapai maka semakin signifikan distorsi yang bisa dialami.

Saat pertama kali belajar hipnosis dan hipnoterapi saya cukup tergelitik untuk bertanya, “Apa yang menyebabkan terjadinya distorsi waktu? Bagaimana fenomena ini, dalam konteks hipnoterapi, bisa muncul dengan sendirinya? Mengapa yang lebih sering dialami klien adalah kontraksi waktu, bukan ekspansi waktu?”

Untuk bisa menjawab pertanyaan di atas saya membaca berbagai berbagai buku dan jurnal hipnosis dan hipnoterapi. Sebagai orang yang biasa berpikir kritis saya selalu ingin tahu dasar teori dalam menjelaskan fenomena. Saya tidak bisa serta merta menerima satu penjelasan apa adanya. Dengan mengetahui secara pasti apa yang terjadi di pikiran klien, saya bisa benar-benar yakin dan percaya diri dalam melakukan hipnoterapi.

Dulu di awal karir saya sebagai hipnoterapis klinis ada klien yang mengalami kontraksi waktu dan tidak jarang juga yang mengalami ekspansi waktu. Mengapa bisa terjadi perbedaan ini? Setelah saya teliti dengan saksama ternyata klien yang mengalami kontraksi waktu adalah mereka yang berhasil dibimbing masuk ke kondisi hipnosis yang dalam. Sedangkan yang mengalami ekspansi waktu adalah yang tidak berhasil masuk ke kondisi hipnosis yang dalam dan tampak agak sedikit kurang nyaman / gelisah karena proses terapi berlangsung agak lama.

Berbekal pengalaman ini saya mengembangkan teknik induksi yang mampu membimbing klien masuk dengan cepat dan mudah ke kondisi hipnosis yang (sangat) dalam. Sejak saat itu semua klien saya hanya mengalami kontraksi waktu. Yang lebih menarik lagi, dari pengalaman klinis, saya menemukan semakin dalam kondisi hipnosis maka semakin singkat waktu subjektifnya. Itu sebabnya sesi terapi yang biasanya berlangsung antara dua sampai tiga jam, seringkali dirasakan oleh klien dan juga saya sebagai terapis, hanya berlangsung lima belas sampai tiga puluh menit. Kontraksi waktu ini terjadi secara alamiah dan apa adanya tanpa saya memberi sugesti.

Kembali ke pertanyaan sebelumnya, “Bagaimana penjelasan ilmiah distorsi waktu?”

Dalam kondisi hipnosis, pikiran manusia memproses informasi dengan cara yang berbeda dari kondisi sadar normal. Informasi yang diproses, dalam satuan waktu tertentu, lebih sedikit dibandingkan dalam kondisi sadar normal. Klien dalam kondisi hipnosis menerima lebih sedikit input dari lingkungan sekitarnya. Mereka fokus hanya pada suara dan bimbingan terapis.

“Apa yang terjadi pada pikiran klien sehingga hanya fokus pada suara terapis?”

 Untuk bisa menjawab pertanyaan ini saya akan menjelaskan sekilas mengenai GRO (generalized reality orientation). GRO adalah kerangka referensi internal yang stabil yang mengarahkan seseorang untuk dapat bernavigasi dengan baik dan terarah, dalam ruang dan waktu, bahkan saat ia tidak secara khusus dan saksama memerhatikan keadaan sekelilingnya (Shor,1959). Sedangkan Bruner (1973) menyatakan GRO adalah skema kognitif yang bekerja atau aktif di latar belakang kesadaran yang memungkinkan kita untuk pergi “melampaui informasi yang diperoleh” pada setiap momen untuk mempertahankan orientasi kita terhadap realita.

Penjelasan Shor dan Bruner akan lebih mudah dipahami dengan ilustrasi berikut. Saya yakin Anda pasti pernah mengendarai sepeda motor atau mobil menuju ke satu tempat. Ada kalanya Anda sadar sepenuhnya jalur yang Anda lalui. Di lain kesempatan, pikiran sadar Anda sibuk memikirkan hal-hal lain dan Anda tidak menyadari jalan yang telah Anda lalui. Namun Anda tetap dapat sampai di tujuan dengan selamat. Saat Anda sibuk memikirkan hal lain dan tetap berada dalam jalur jalan yang Anda lalui, ini semua adalah kerja GRO.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, GRO adalah fungsi pikiran yang mengawasi keadaan sekeliling. GRO tidak bekerja saat kita tidur. Dalam hipnoterapi, tingkat keaktifan GRO bergantung pada kedalaman hipnosis yang berhasil dicapai. Semakin dalam kondisi hipnosis, fungsi GRO semakin pudar. Klien yang baik adalah yang bersedia dan mampu melepaskan fungsi pengawasan GRO.

Saat klien berhasil mencapai kondisi hipnosis yang (sangat) dalam, GRO tidak lagi bekerja dan klien mengalami perubahan persepsi terhadap realita. Itu sebabnya klien tidak begitu menyadari atau responsif terhadap lingkungannya dan hanya fokus pada (suara) terapis. Klien masih tetap bisa mendengar suara yang berasal dari lingkungan namun tidak merasa terganggu. Bahkan ada yang tidak lagi bisa secara sadar mendengar suara dari sekitarnya.

Saat GRO tidak aktif, informasi yang masuk ke pikiran menjadi sangat berkurang dan mengakibatkan efisiensi pemrosesan informasi meningkat signifikan. Dari hasil penelitian diketahui klien dalam kondisi hipnosis yang lebih dalam memproses informasi lebih cepat daripada yang kurang dalam (Ingram dkk., 1979).

Secara objektif, dalam kondisi hipnosis, klien mampu memproses informasi dengan lebih akurat dan lebih fokus. Secara subjektif, informasi yang diproses dengan tingkat fokus yang tinggi menghasilkan pengalaman yang berbeda.

Waktu subjektif berhubungan dengan jumlah informasi yang diproses dalam satu waktu tertentu (Ornstein, 1970). Karena jumlah informasi yang diproses dalam kondisi hipnosis sangat berbeda dengan kondisi normal maka sangat wajar bila persepsi terhadap waktu juga ikut berubah. Klien dalam kondisi hipnosis kurang akurat dalam memprediksi rentang waktu, bisa lebih singkat (kontraksi waktu) atau lebih lama (ekspansi waktu). Klien cenderung salah memprediksi lama waktu (kontraksi waktu) hingga 40% (Bower & Brenneman, 1979).

Klien dalam kondisi hipnosis, karena mengalami kesulitan dalam orientasi waktu, akan menggunakan acuan eksternal sebagai referensi untuk menentukan rentang waktu. Acuan eksternal ini adalah sugesti yang diberikan terapis untuk menghasilkan efek distorsi waktu, mempercepat atau memperlambat waktu.

Manfaat Distorsi Waktu Dalam Hipnoterapi

Ada banyak manfaat distorsi waktu dalam hipnoterapi, bergantung pada pengalaman, pengetahuan, kebutuhan terapi, dan kreativitas terapis:

- Ratifikasi Kondisi Hipnosis

Ada klien perlu dibuat yakin bahwa ia telah masuk kondisi hipnosis. Klien tipe ini biasanya akan terus bertanya apakah ia telah masuk atau belum ke kondisi hipnosis. Bila ia tidak merasa yakin sudah berhasil dihipnosis maka pikiran sadarnya akan menganulir semua hasil terapi yang telah berhasil dicapai.

Saya menggunakan distorsi waktu untuk ratifikasi kondisi hipnosis. Di akhir sesi terapi klien saya sering kaget saat menyadari bahwa proses terapi telah berjalan selama tiga jam. Mereka sering berkata, “Wah… nggak terasa ya. Saya pikir baru 20 menit.” Dengan merasakan sendiri distorsi waktu maka klien menjadi benar-benar yakin bahwa mereka berhasil masuk kondisi hipnosis.

- Review Materi Pelajaran

Seringkali, untuk memantapkan pemahaman dan penguasaan terhadap materi pelajaran, kita melakukan pengulangan dengan melakukan review. Review ini dilakukan dalam kondisi sadar normal. Sudah tentu ini akan sangat menyita waktu bila materi yang akan diulang cukup banyak.

Salah satu cara mudah dan efektif untuk mengulang apa yang pernah dipelajari adalah melakukannya di pikiran bawah sadar dengan memanfaatkan distorsi waktu. Materi yang bila dipelajari dalam kondisi sadar normal membutuhkan waktu lama, misal sekitar 2 sampai 3 jam, dapat diselesaikan hanya dalam waktu beberapa menit dengan tingkat penguasaan dan pemahaman yang tinggi.

- Membangkitkan dan Menguatkan Kembali Emosi Positif

Dalam beberapa kasus yang pernah saya tangani, khususnya yang berhubungan dengan relasi suami istri, setelah luka batin atau emosi negatif berhasil diatasi maka saya akan membangkitkan dan menguatkan kembali perasaan cinta yang dulu pernah ada di hati klien terhadap pasangannya.

Saya melakukan regresi ke pengalaman indah saat masih pacaran atau di awal pernikahan, atau di kejadian mana saja yang membuat klien merasakan begitu mencintai dan dicintai pasangannya.

Saat perasaan cinta ini sudah mulai dirasakan kembali saya melanjutkan dengan sugesti untuk memperkuat perasaan ini dan meminta klien mengalami kembali semua perasaan ini bersama pasangannya. Namun kali ini saya memberi sugesti untuk distorsi waktu. Peristiwa yang sebenarnya berlangsung hanya beberapa saat, tidak lama, saya perpanjang waktunya, selama yang dibutuhkan, agar benar-benar dapat diresapi oleh klien. Cara ini bisa diaplikasikan untuk perasaan positif apa saja.

- Mempelajari dan Menguasai Keterampilan Baru

Pikiran tidak dapat membedakan antara hal yang riil dan imajiner. Untuk itu kita dapat berlatih, secara imajiner dalam kondisi hipnosis, dalam waktu subjektif yang lama, namun sesungguhnya hanya sebentar (clock time).

Setelah berlatih secara imajiner maka keterampilan baru ini perlu diintegrasikan seutuhnya dengan mempraktikkannya dalam kondisi riil. 
 
- Untuk Manajemen Rasa Sakit

Secara umum distorsi waktu bekerja berdasar perasaan positif atau negatif yang dialami seseorang. Bila satu kegiatan membangkitkan perasaan suka atau positif maka waktu akan terasa berlalu dengan cepat (kontraksi waktu). Sebaliknya bila emosi yang menyertai suatu kegiatan atau situasi adalah emosi negatif maka waktu akan terasa berjalan sangat lambat.

Demikian juga dengan rasa sakit. Bila seseorang mengalami sakit, secara fisik, maka waktu akan terasa sangat lama. Misalnya, ia baru selesai menjalani operasi. Tentu perlu waktu agar luka bekas operasi bisa sembuh total.

Untuk membantu klien ini terapis dapat memberikan sugesti sehingga waktu yang lama terasa hanya sekejap. Dengan demikian penderitaan klien dapat berkurang signifikan.

Baca Selengkapnya

Process Suggestion

20 Februari 2013

Pembaca, walau kita belum pernah berjumpa namun saya cukup mengenal diri Anda. Saya bisa merasakan getaran pribadi Anda saat membaca artikel ini. Dari sini saya bisa “membaca” dan mendapat gambaran siapa diri Anda:

Anda suka dan nyaman saat bersama orang  yang Anda sayangi. Namun kadang Anda juga ingin menghabiskan waktu sendirian, hanya dengan diri Anda. Sesekali Anda merasa frustrasi dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam hidup Anda yang tidak sejalan dengan yang Anda inginkan.

Dalam situasi tertentu Anda bisa kehilangan kesabaran dan menjadi marah. Anda ingin lebih banyak orang menghargai diri Anda apa adanya. Anda merasa berhak untuk menjadi lebih kaya dan bahagia. Anda menyadari bahwa untuk bisa lebih berhasil Anda hanya perlu lebih fokus dan konsisten dalam melakukan apa yang selama ini telah Anda lakukan.

Kadang Anda berfantasi untuk memiliki bentuk tubuh yang lebih indah sehingga orang lain akan tertarik atau kagum pada Anda. Di lain waktu Anda kesal dengan diri Anda karena tidak menggunakan waktu dengan baik sehingga banyak waktu terbuang percuma. Anda pernah mengalami konflik diri karena ada dua hal yang ingin Anda lakukan namun Anda tidak bisa atau merasa sulit memutuskan mana yang terbaik yang akan Anda lakukan. 

Setelah membaca deskripsi di atas Anda pasti bertanya dalam hati, “Bagaimana Pak Adi bisa tahu tentang diri saya padahal kita belum pernah berjumpa?”

Hmm… inilah yang disebut dengan process suggestion. Jadi, apakah process suggestion?

Sebelum menjelaskan process suggestion saya terangkan sekilas mengenai sugesti, direct dan indirect suggestion.

Sugesti adalah komunikasi bermakna yang secara sengaja, terstruktur, dan sistematis dilakukan oleh seseorang, bisa disebut sebagai hipnotis, suggestor, operator, hipnoterapis, terhadap orang lain, yang disebut sebagai subjek, klien, atau suggestee, dengan tujuan membangkitkan respon secara sukarela di pihak subjek, yang mana respon ini tidak akan timbul tanpa adanya sugesti. 

Direct suggestion adalah sugesti yang bersifat langsung, jelas, apa adanya, tidak membutuhkan penafsiran saat disampaikan kepada subjek. Contohnya: “Tutup mata Anda!”.  Sedangkan indirect suggestion adalah sugesti yang bersifat tidak langsung. Contohnya: “Mata anda sudah menjalankan tugasnya dengan baik hingga saat ini. Apakah anda tidak merasa mata anda lelah karena terus bekerja? Berilah waktu mata anda istirahat sebentar”. 

Bagi Anda yang ingin tahu lebih dalam mengenai sugesti saya menyarankan untuk membaca artikel “Direct vs Indirect Suggestion” dan “Memahami Sugesti Lebih Dalam”.

Process suggestion adalah salah satu bentuk sugesti yang paling ampuh dalam dunia hipnoterapi. Dalam process suggestion terapis secara sengaja memberi klien sugesti dalam bentuk ide-ide yang bersifat umum atau bahkan ambigu. Dalam hal ini klien “diundang” untuk mengisi “ruang kosong”, dalam sugesti, dengan pemikiran atau detil-detil yang dimunculkan sendiri oleh pikiran bawah sadar klien.

Process suggestion adalah satu bentuk sugesti yang bekerja berdasarkan respon pikiran subjek dalam menafsirkan, berdasarkan proyeksinya sendiri, apa yang dimaksud oleh terapis. Terapis membuat pernyataan (sugesti) yang bersifat umum sehingga pikiran subjek memutuskan bagaimana membuat sugesti ini sesuai dan sejalan dengan situasi kehidupannya, dan sugesti ini tampak sangat tepat dan personal untuk subjek.

Inilah yang terjadi di pikiran Anda saat membaca pernyataan saya tentang diri Anda di awal artikel ini. Saya sengaja membuat “ruang kosong” dalam pernyataan saya yang saya tahu pasti akan diisi dengan detil-detil yang dimunculkan atau dipilih pikiran bawah sadar Anda.

Setelah “ruang kosong” ini terisi maka pernyataan saya di atas, yang sebenarnya adalah satu bentuk sugesti (process suggestion), diterima sepenuhnya oleh pikiran bawah sadar Anda dan diyakini sebagai satu hal yang benar.

Prinsip ini juga digunakan dalam ramalan bintang (horoskop), tukang ramal, cold reading, dan sejenisnya. Biasanya tukang ramal hanya perlu sedikit kejelian untuk membaca bahasa tubuh, cara berpakaian, atau mengerti tipe kepribadian, dan setelah itu ia membangun dan mengembangkan process suggestion yang disampaikan kepada kliennya.

Baca Selengkapnya

Kapan Sebenarnya Terapi Mulai Dilakukan?

11 Februari 2013

Hipnoterapi adalah salah satu teknik terapi yang bila dilakukan dengan benar akan memberikan dampak dan hasil yang signifikan berupa perubahan kualitas hidup seseorang. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan baik sebelum, saat, maupun sesudah terapi dilakukan agar terapi bisa optimal. 

Selama ini saya banyak mengulas mengenai proses dan teknik yang digunakan dalam hipnoterapi. Saya belum membahas secara mendalam apa saja yang perlu diperhatikan sebelum melakukan terapi.

Dalam menulis artikel ini saya berasumsi bahwa hipnoterapis telah menjalani pendidikan dan sertifikasi yang sesuai dengan syarat dan ketentuan untuk menjadi hipnoterapis profesional. Apa yang saya jelaskan di sini bertujuan memberi tambahan wawasan dan pengetahuan kepada hipnoterapis klinis agar dapat lebih meningkatkan kinerja dalam membantu para klien.

Sesuai dengan judul artikel ini, saya ingin mengajukan pertanyaan kepada para rekan sejawat saya, hipnoterapis, “Kapan Anda mulai melakukan terapi?”

Jawaban yang sering saya dapatkan adalah terapi dilakukan setelah proses wawancara mendalam atau anamnesa, atau kalau dalam hipnoterapi disebut dengan wawancara prainduksi (preinduction interview). Apakah benar seperti ini? 
Memang hipnoterapi dilakukan setelah klien bertemu dengan terapis, idealnya di ruang terapi yang representatif dengan fasilitas dan suasana yang mendukung. Tentu saat pertama kali bertemu akan terjadi perkenalan dan tanya jawab antara terapis dan klien.

Selama proses anamnesa ini selain terapis berusaha membangun rapport, membangun dan mendapatkan kepercayaan dari klien, juga untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang perlu diketahui, yang berhubungan dengan masalah klien, agar terapis bisa memutuskan langkah atau prosedur terapi terbaik untuk klien. Dari informasi yang berhasil dikumpulkan terapis akan memutuskan apakah masalah klien dapat ia tangani atau tidak.

Terapis juga menilai kesiapan klien untuk menjalani sesi terapi. 
Setelah merasa cukup mendapat informasi yang dibutuhkan, dan merasa yakin klien siap untuk diterapi, maka proses selanjutnya adalah melakukan induksi, baik yang bersifat formal maupun informal, langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect), untuk membawa klien masuk ke kondisi pikiran yang rileks dan dilanjutkan dengan proses terapi.

Dari pengalaman praktik sebagai hipnoterapis sejak tahun 2005 hingga saat ini saya menemukan satu informasi penting, yang setelah saya terapkan, terbukti sangat meningkatkan keefektivan hasil terapi yang saya lakukan. Informasi ini saya ajarkan kepada peserta pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy yang saya selenggarakan.

Temuan saya menyatakan bahwa terapis pertama kali menerapi klien bukan saat bertemu di ruang terapi tapi sejak calon klien pertama kali tahu tentang terapis.

Kita mengenal istilah kesan pertama atau first impression. Dalam konteks hipnoterapi, kesan pertama muncul dalam pikiran calon klien, saat pertama kali bertemu, melihat, mendengar, atau tahu mengenai hipnoterapis. Sudah tentu hal ini, sesuai namanya yaitu kesan pertama, dipengaruhi oleh persepsi calon klien. Dan persepsi bisa baik atau buruk.

Bila kesan pertama calon klien terhadap terapis positif atau baik maka ini akan sangat memudahkan terapis menjalin rapport, membangun kepercayaan, dan keterbukaan. Bila sebaliknya, kesan pertama calon klien terhadap terapis tidak baik atau negatif maka ini akan berpengaruh tidak baik baik proses terapi.

Calon klien tahu tentang terapis bisa melalui banyak sumber, antara lain:

-situs web
-jejaring sosial seperti facebook, twitter, dll
-buku-buku yang ditulis oleh terapis
-artikel yang ditulis di media massa
-talkshow on-air (radio) atau off-air
-acara di televisi di mana terapis adalah narasumbernya
-seminar atau workshop di mana terapis adalah pembicaranya
-rekomendasi dari mantan klien
-rekomendasi dari pihak ketiga selain mantan klien, seperti dokter, psikolog, psikiater, konselor, peserta pelatihan, atau siapa saya yang mengenal atau tahu mengenai terapis
-iklan di surat kabar, majalah, tabloid, radio
-brosur / flyer
-kartu nama
-calon klien bertemu langsung dengan terapis di satu kesempatan

Berikut adalah penjelasan singkat dari masing-masing poin di atas mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan agar dapat menimbulkan kesan pertama yang positif.

Situs Web

Situs web adalah sarana promosi yang sangat baik dan mudah dijangkau. Namun jangan sembarangan mendesain situs. Jangan sampai saat calon klien mengujungi situs Anda kesan yang muncul kurang baik atau malah negatif. Munculnya kesan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya warna dominan, bentuk dan ukuran font, tata letak, gambar yang digunakan, dan konten.
 
Saya pernah menemukan situs hipnoterapis yang dominan warna hitam. Kesan yang muncul adalah mistis atau klenik. Selain itu gambar-gambar yang dipasang di situs ini juga agak “serem” seperti tubuh yang ditusuk jarum atau benda tajam, mengupas buah kelapa dengan gigi, lidah yang disundut dengan rokok yang menyala, dan gambar sejenisnya.

Selain desain dan gambar yang juga sangat menentukan adalah konten situs. Apa saja yang dimuat di situs ini sepenuhnya mewakili atau mencerminkan kualitas dan karakter pemiliknya. Dengan demikian bila kontennya tidak representatif atau tidak sesuai maka kesannya juga tidak baik. Satu contoh, ada situs yang menawarkan hipnoterapi dan sekalian jualan alat untuk menyadap HP orang lain. Bila Anda, sebagai calon klien, mengunjungi situs ini dan ingin menerapikan diri Anda, apakah kesan yang muncul saat membaca konten ini? Apakah Anda bersedia atau mengijinkan diri Anda diterapi oleh hipnoterapis ini? 

Saran saya, sebelum merancang situs, kunjungi dulu sebanyak mungkin situs hipnoterapis lainnya dan berbagai lembaga pendidikan tinggi terkemuka di dalam maupun di luar negeri.

Dengan demikian Anda akan mendapat gambaran mengenai desain yang menampilkan kesan elegan, serius, dapat dipercaya, ilmiah, dan bisa dipertanggungjawabkan. Ada banyak situs rekan-rekan hipnoterapis di Indonesia yang bagus. Saya sering mengunjungi situs rekan-rekan ini yang desainnya indah dan konten yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan saya. 

Salah satu cara untuk meningkatkan derajat kepercayaan calon klien terhadap hipnoterapis adalah dengan sering memuat artikel atau ulasan yang berhubungan dengan hipnoterapi, baik yang Anda tulis sendiri atau dikutip dari sumber lain.

Anda perlu menjelaskan latar belakang pendidikan dan pelatihan yang pernah Anda ikuti. Anda juga perlu memasang foto diri yang menampilkan diri Anda yang cerdas, cakap, percaya diri, dan dapat dipercaya. Resolusi foto haruslah tinggi. Jangan memasang foto yang resolusi rendah. Ada situs yang sama sekali tidak memasang foto diri pemiliknya. Ini akan menimbulkan keraguan dalam diri calon klien dan bertanya, “Siapa ya orang ini? Mengapa dia tidak berani memasang fotonya?” Kita perlu hati-hati agar jangan sampai muncul persepsi negatif di pikiran calon klien.

Hal lain yang sering abai diperhatikan yaitu konsistensi dan akurasi penulisan. Kecakapan dan penguasaan seseorang di bidang tertentu tampak dari ketepatan kosakata yang ia gunakan dalam mengomunikasikan bidang keahliannya. Ada banyak kesalahan penulisan kata “hypnosis”, “hypnotist”, “hypnotherapy”, dan “hypnotherapist”,  contohnya: hipnotist, hypnotis, hipnotherapis, hypnoterapis, ahli hypnotist. Sebaiknya penulisan istilah dalam bahasa Indonesia baku. Bila ingin dalam bahasa Inggris maka pastikan penulisannya benar.

Demikian juga penulisan gelar “certified hypnotist” (CH), dan “certified hypnotherapist” (C.Ht). Ada yang menulis gelar ini menjadi certified of hypnotist dan certified of hypnotherapist. “Certified” adalah kata sifat yang berarti “tersertifikasi”. Setelah kata sifat tidak boleh ada “of”.

Ketidakakuratan ini akan terbaca oleh calon klien dan akan menimbulkan kesan bahwa pemilik situs tidak teliti dalam mengerjakan sesuatu atau tidak benar-benar mengerti / menguasai bidang keahliannya. Bila situsnya saja tidak akurat maka besar kemungkinan saat melakukan terapi juga tidak cermat.

Satu hal lagi, jangan menawarkan terapi lain yang tidak sejalan dengan hipnoterapi, terutama yang bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman di hati klien misalnya membaca telapak tangan, membaca wajah, buka aura, totok aura, pesugihan, pasang susuk, dan sejenisnya.

Intinya, upayakan sedapat mungkin bila calon klien mengunjungi situs Anda maka kesan yang muncul adalah dapat dipercaya, ilmiah, cakap, dan kredibel. 
 
Jejaring Sosial

Jejaring sosial dapat digunakan untuk mengenalkan diri Anda pada publik. Sama seperti situs, apa yang Anda tulis di jejaring sosial mencerminkan siapa diri Anda. Untuk itu Anda perlu sangat hati-hati menuangkan pandangan atau pemikiran Anda. Jangan asal menulis karena Anda tidak tahu siapa saja yang akan membaca tulisan Anda.

Usahakan menulis kisah-kisah inspiratif, memberi saran dan masukan, atau informasi yang bermanfaat bagi mereka yang terhubung dengan Anda.

Buku

Salah satu cara sangat efektif untuk promosi, marketing, dan meningkatkan kredibilitas adalah dengan menulis buku.

Masyarakat, pada level pikiran bawah sadar, umumnya beranggapan bahwa penulis buku adalah orang yang cerdas dan punya kelebihan. Itulah sebabnya mereka mampu menulis buku.

Konten buku, walau tidak secara akurat mencerminkan kepakaran si penulis, namun pada umumnya menimbulkan kesan khusus dalam diri pembaca mengenai penulisnya. Isi buku mencerminkan diri penulisnya. Bila kesan mereka, setelah membaca buku Anda, baik maka ini sangat membantu Anda nanti saat melakukan terapi. Namun bila kesannya negatif, dapat dipastikan calon klien pasti urung menghubungi Anda. Kalaupun ia minta Anda terapi biasanya hasilnya tidak optimal karena pikiran bawah sadar klien tidak sepenuhnya percaya pada terapis.

Salah satu cara untuk menghindari timbulnya kesan negatif dalam diri pembaca buku adalah jangan menulis buku semata-mata dengan tujuan mempromosikan diri atau program Anda. Saya pernah membaca beberapa buku yang isinya lebih banyak mempromosikan pelatihan si penulis. Ini kurang baik. 

Buku yang Anda tulis sebaiknya informatif, preskriptif, edukatif, dan inspiratif. Intinya, jangan memberi janji berlebihan atau bahkan berani memberi jaminan kesembuhan atau uang kembali. Tulislah dengan jujur dan apa adanya, apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Pembaca lebih percaya dan menghargai penulis yang jujur dan mengakui keterbatasan maupun kelebihannya.

Artikel yang Ditulis di Media Massa

Prinsipnya sama dengan menulis buku. Bedanya adalah tulisan Anda hanya dimuat satu kali saja. Setelah itu, “hilang”. Bila Anda menulis di media massa usahakan untuk dimuat di media nasional karena jangkauan distribusinya sangat luas.

Talkshow On-Air (radio) atau Off-Air

Bicara di radio (live) dan off-air punya target audiens dan teknik penyajian materi yang berbeda. Namun ada satu hal yang sama yang harus selalu Anda tampilkan yaitu kesan bahwa Anda benar-benar memahami, menguasai, dan mempraktikkan apa yang Anda sampaikan kepada pendengar Anda.

Kesan apakah Anda benar-benar menguasai materi atau tidak tampak dari kedalaman materi yang disajikan dan dari jawaban Anda atas pertanyaan yang diajukan para pendengar Anda.

Biasanya seusai talkshow akan ada banyak calon klien yang menghubungi terapis baik untuk konsultasi dan atau terapi. Calon klien sudah sangat yakin dengan (kemampuan) terapis dan ini saja sudah menjadi sugesti yang menyembuhkan.

Acara di Televisi

Prinsipnya sama dengan talkshow on-air (radio) atau off-air.

Seminar atau Workshop

Prinsipnya sama dengan talkshow on-air (radio) atau off-air. Dalam penjelasan materi seminar / workshop Anda perlu menyampaikan informasi terkini mengenai hipnosis / hipnoterapi. Jangan mempraktikkan stage hypnosis kepada peserta. Apalagi sampai mempermalukan peserta.

Rekomendasi Dari Mantan Klien dan Pihak Lain

Bila calon klien menghubungi terapis karena mendapat rekomendasi dari mantan klien, yang tentunya puas dengan hasil terapinya, dan dari pihak lain, misalnya dokter, psikolog, psikiater, konselor, peserta seminar, maka rekomendasi ini membantu menempatkan terapis pada posisi otoritas yang tinggi dan membangkitkan pengharapan mental (mental expectancy) dalam diri calon klien untuk juga bisa mencapai hasil terapi seperti yang diharapkan (baca: sembuh).

Iklan di Surat Kabar, Majalah, Tabloid

Bentuk promosi ini kurang disarankan karena dari pengalaman selama ini terbukti kurang efektif dan cukup mahal. Namun bila Anda beriklan di media massa, sama seperti untuk situs, Anda perlu cermat dalam desain agar kesan yang muncul positif dan sebaiknya dalam bentuk artikel. 

Brosur / Flyer

Prinsipnya sama dengan situs. Perhatikan desain, warna dominan, jenis dan ukuran font, kertas (ukuran, jenis, warna, ketebalan, jumlah halaman), gambar dan tulisan yang dipasang.

Kartu Nama

Kartu nama, walaupun hanya selembar kertas kecil berukuran sekitar 9 x 5,5 cm, namun kartu nama bercerita banyak mengenai diri kita. Buatlah kartu nama yang mencerminkan karakter kuat, positif, elegan, dan benar-benar mewakili siapa diri Anda.

Sebaiknya desain kartu nama Anda punya tema yang sama dengan situs dan brosur Anda. Ini berfungsi sebagai penguatan (reinforcement) ke pikiran bawah sadar klien.

Ke manapun Anda pergi pastikan membawa kartu nama untuk dibagikan kepada orang yang Anda temui. Ini adalah salah satu sarana promosi yang sangat baik.

Calon Klien Bertemu Langsung Dengan Terapis di Satu Kesempatan

Seringkali perkenalan calon klien dengan terapis terjadi tanpa disangka atau direncanakan. Anda perlu siap untuk hal ini. Ingat, kesan pertama sangat menentukan. Untuk itu Anda perlu tampil meyakinkan dengan postur yang baik.

Bila saat calon klien pertama kali mengenal atau tahu mengenai terapis dan punya kesan pertama yang baik / positif maka saat mereka menghubungi terapis untuk buat janji bertemu dan menjalani sesi terapi kesan ini sudah menjadi sugesti positif pada pikiran bawah sadarnya.

Pada saat ia bertemu terapis di ruang terapi maka terapis tinggal meneruskan dan membangun proses terapi dari kesan pertama ini.

Saya akhiri artikel ini dengan satu kisah nyata yang diceritakan oleh salah satu klien saya, sebut saja sebagai Ibu Ani yang berasal dari Jakarta. Ibu Ani mengalami masalah emosi yang cukup serius. Ia sangat ingin saya terapi dan sangat percaya bahwa saya bisa membantu mengatasi masalahnya. Ibu Ani telah banyak membaca buku dan berbagai artikel saya, baik di facebook maupun di situs AdiWGunawan.com.

Sambil menunggu jadwal bertemu, saya meminta Ibu Ani untuk menuliskan apa saja yang mengganggu perasaannya dan menceritakan dengan detil kepada saya melalui email.

Saat bertemu saya, Ibu Ani bercerita bahwa saat menulis email ia menangis hebat karena mengingat dan merasakan kejadian yang menyusahkannya. Ternyata setelah menulis dan menangis ia merasa benar-benar lega dan sembuh. Berbagai keluhan fisik yang selama ini ia alami secara tiba-tiba hilang dan tidak pernah kambuh lagi.

Dan saat bertemu saya sebenarnya Ibu Ani sudah sembuh. Saya tinggal melakukan sentuhan akhir saja. Yang terjadi adalah Ibu Ani sangat percaya pada saya dan merasa sangat yakin bila saya terapi hanya dalam satu sesi saja sudah bisa sembuh. Saat ia menulis email dan menangis maka yang terjadi adalah ia mengalami abreaction dan terjadi self-healing.

Saya selalu menyampaikan pada klien bahwa terapis tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menyembuhkan klien. Yang sesungguhnya terjadi klien menyembuhkan diri mereka sendiri dengan difasilitasi oleh terapis yang mereka percayai sepenuh hati.

Demikianlah kenyataannya……..

 

Baca Selengkapnya

Bibliotherapy

4 Februari 2013

Charles Tebbets dalam bukunya Miracles on Demand (1985), yang kini telah menjadi buku klasik di dunia hipnoterapi, menyatakan bahwa sebagian besar perilaku maladaptif adalah hasil dari respon penyesuaian yang tidak tepat, yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan masa kecil, yang tidak sesuai dengan situasi atau kondisi saat dewasa.

Respon penyesuaian yang tidak tepat ini didorong oleh (sistem) kepercayaan / belief yang dipegang seseorang yang menjadi landasan pijak berpikir, berucap, bertindak, dan berperilaku. Kepercayaan ini bisa berasal dari ide yang ditanamkan ke pikiran bawah sadar oleh figur otoritas, seperti orangtua dan atau guru, dari pengalaman yang diberi pemaknaan negatif akibat keterbatasan pengetahuan dan kebijaksanaan, dari lingkungan, dan dari informasi yang didapat baik melalui bacaan, televisi, radio, atau internet.

Ada banyak cara untuk mengubah kepercayaan, dari masa kecil atau remaja, yang tidak kondusif untuk hidup klien dewasa. Terapis bisa melakukan reedukasi baik saat dalam kondisi sadar atau dalam kondisi pikiran yang rileks (deep hypnosis).

Bila dilakukan dalam kondisi sadar normal biasanya terapis akan menunjukkan, dengan menggunakan logika pikiran sadar, bahwa apa yang diyakini klien sebagai hal yang benar atau baik ternyata berpengaruh negatif terhadap hidup klien. Agar bisa hidup nyaman klien perlu meninggalkan kepercayaan ini dan mengadopsi kepercayaan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan tujuan hidup klien.

Upaya untuk mengubah kepercayaan klien, secara sadar, akan mendapat perlawanan dari critical factor sehingga akan lebih sulit dilakukan karena fungsi critical factor menjaga konsistensi data yang ada di pikiran bawah sadar sehingga tidak mudah berubah atau diubah.

Bila dilakukan langsung di pikiran bawah sadar, dalam kondisi hipnosis yang dalam, keberhasilan mengubah kepercayaan bergantung pada beberapa hal. Bila kepercayaan ini bukanlah hal yang bersifat prinsip maka akan lebih mudah dilakukan. Bila kepercayaannya bersifat prinsip, dibutuhkan upaya ektra. Semakin kepercayaan ini mendekati “inti diri” maka semakin sulit diubah.

Cara yang umumnya digunakan untuk mengubah kepercayaan adalah dengan mencari tahu struktur pembentukan kepercayaan yang meliputi aspek kapan kepercayaan ini masuk dan tertanam di pikiran bawah sadar klien, siapa yang melakukannya, intensitas emosi yang terjangkar, dan dalam konteks kejadian apa. Hal ini bisa dilakukan dengan teknik hypnoanalysis yang dikombinasikan dengan age regression. Setelah berhasil menemukan struktur pembentukannya terapis melakukan dekonstruksi kepercayaan dan dilanjutkan dengan rekonstruksi, mengubah kepercayaan lama menjadi kepercayaan baru.

Namun dalam beberapa kasus yang cukup rumit masalah muncul karena ada beberapa atau serangkaian kepercayaan yang bekerja simultan yang menjadi penghambat penyelesaian kasus. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengurai dan melemahkan kepercayaan penghambat ini. Dari pengalaman klinis saya menemukan ada faktor lain yang menjadi penyebab timbulnya masalah dalam hidup klien, selain kepercayaan yang menghambat. Faktor lain ini adalah minimnya pengetahuan atau database yang bisa digunakan sebagai acuan berpikir, bertindak, berubah dan berkembang sehingga klien akan selalu hanya mengacu pada pengetahuan atau data yang sudah usang untuk menjalankan hidupnya. Ibaratnya, klien punya GPS namun dengan data yang sudah usang.

Lama terapi yang berlangsung antara antara 2 sampai maksimal 3 jam per sesi tidak memungkinkan untuk bisa mengajari klien banyak hal yang perlu ia ketahui. Untuk menyiasati hal ini selain hipnoterapi saya juga menggunakan bibliotherapy.

Bibliotherapy, sesuai namanya, terdiri atas dua kata yaitu bibliography dan therapy. Bibliography adalah daftar buku yang digunakan untuk meriset satu topik. Terjemahan bebasnya adalah buku. Dengan demikian bibliotherapy adalah terapi yang dilakukan dengan menggunakan / memanfaatkan informasi yang berasal dari buku yang disesuaikan dengan kebutuhan klien. Bibliotherapy bisa dilakukan bersaman dengan proses hipnoterapi atau berdiri sendiri.

Bila bibliotherapy dilakukan di dalam sesi hipnoterapi maka terapis perlu menjelaskan terlebih dahulu siapa penulis buku yang isinya akan dibacakan kepada klien. Hal ini bertujuan untuk membangun otoritas penulis. Semakin tinggi otoritas penulis di mata klien akan sangat baik. Informasi yang disampaikan akan menjadi sugesti yang sangat kuat karena dilakukan dalam kondisi hipnosis yang dalam.

Bila bibliotherapy dilakukan di luar sesi hipnoterapi maka saat dalam kondisi hipnosis yang dalam terapis menjelaskan bahwa setelah sesi terapi ia akan memberi buku yang perlu dibaca oleh klien. Terapis menjelaskan judul buku, bab yang perlu dibaca (bisa sebagian bisa keseluruhan buku), latar belakang penulis, dan ditambah dengan sugesti bahwa saat membaca buku ini klien langsung masuk ke dalam kondisi hipnosis yang dalam, membaca, memahami, dan menyerap semua informasi yang ia baca untuk perubahan dirinya.

Hal yang perlu diperhatikan yaitu terapis perlu benar-benar tahu isi buku yang disarankan kepada klien. Sebaiknya buku ini berisi pengetahuan atau informasi yang bersifat netral, tidak berdasar agama tertentu. Bila bukunya bersifat spiritual maka sesuaikan dengan agama klien.

Setelah klien membaca buku yang disarankan, mendapat pemahaman baru, barulah terapi dilanjutkan. Dengan cara ini sesi terapi lanjutan akan lebih efektif dan efisien karena pemahaman klien yang telah meningkat.

Bibliotherapy bekerja berdasar prinsip kerja pikiran bawah sadar yang menyatakan bahwa pikiran bawah sadar sangat cerdas di bidang yang ia pahami dan kuasai dengan baik dan sangat bodoh di bidang yang ia tidak kuasai atau pahami dengan baik.

Seringkali terapis memberi sugesti agar klien semakin maju di aspek tertentu, misalnya lebih efektif dalam berkomunikasi, lebih bisa memahami karakter pasangan atau anak, lebih cerdas dalam mengambil keputusan, lebih pintar berbahasa Inggris, lebih mampu mengutarakan pendapat, lebih efektif dalam menyatakan perasaan sayang atau cinta kepada keluarga, dan sebagainya.

Semua ini tidak mungkin bisa terjadi hanya dengan bekal sugesti saja. Sugesti untuk lebih maju di aspek tertentu bisa diterima dan dimengerti pikiran bawah sadar. Namun untuk bisa melaksanakan sugesti ini dibutuhkan pengetahuan sebagai dasar berpikir dan bertindak. Bila pengetahuan ini tidak dimiliki klien akibatnya sugesti untuk lebih berkembang tidak bisa dijalankan sesuai harapan.

Saya kebetulan punya koleksi lcukup banyak buku dengan beragam topik, misalnya  pengembangan diri, relasi, komunikasi, bisnis, spiritual, pendidikan, dan keluarga yang belum saya masukkan ke situs.

Biasanya, bila dibutuhkan melakukan bibliotherapy saya menyarankan klien untuk membeli buku tertentu untuk dibaca. Namun seringkali buku-buku bagus ini sudah tidak tersedia di toko buku. Untuk menyiasati hal ini saya akan memindai (scan) bagian buku yang sesuai dengan kebutuhan klien dan mengirimkannya via email untuk dibaca.

Baca Selengkapnya

Tahukah Anda, Agama (juga) Gunakan Hipnosis?

30 Januari 2013

Pembaca, sebenarnya sudah lama saya ingin sekali menulis artikel ini. Namun karena kesibukan dan fokus saya yang lagi nggak “in” dengan topik ini maka saya menundanya. Keinginan ini muncul lagi saat baru-baru ini saya bertemu dengan seorang kawan yang dengan begitu haqul yakin dan mantap mengatakan bahwa hipnosis adalah ilmu sesat dan dilarang agama.

Nah, apa yang saya tulis di artikel ini merupakan intisari dari edukasi dan diskusi yang saya lakukan dengan kawan saya ini. Setelah mendengar ulasan saya panjang lebar akhirnya kawan saya ini berhasil saya “sesatkan” kembali ke jalan yang benar.

Nah, pembaca, “Apa sih hubungan antara agama dan hipnosis?”

Sebelumnya, saya akan menjelaskan terlebih dahulu definisi hipnosis. Biar kita ada dasar pijakan berpikir yang sama. Ada banyak definisi yang diberikan oleh masing-masing pakar. Namun definisi yang paling banyak digunakan saat ini, yang merupakan definisi resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika yaitu “Hypnosis is the bypass of the critical factor of conscious mind and the establishment of the acceptable selective thinking” atau Hipnosis adalah penembusan faktor kritis pikiran sadar dan diterimanya pemikiran tertentu.

Definisi di atas sama sekali tidak menyinggung “ilmu” atau “kekuatan” yang ditakutkan oleh kebanyakan orang. Jadi, hipnosis sebenarnya sangat sederhana. Saat terjadi penembusan critical factor dan diterimanya suatu pemikiran (baca: sugesti, ide, atau afirmasi) tertentu maka pada saat itu telah terjadi hipnosis.

Ada juga yang mengatakan bahwa hipnosis itu sama dengan tidur. Inipun tidak tepat. Memang, saat seseorang dalam kondisi hipnosis maka ia akan tampak seperti orang tidur. Namun aktivitas mental yang terjadi sangat berbeda.

Kata “hypnosis” pertama kali digunakan oleh James Braid pada tahun 1842. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, Hypnos, yang sebenarnya adalah nama dewa tidur. James Braid semula berpikir hipnosis sama dengan tidur. Namun setelah itu ia memahami dengan benar bahwa kondisi hipnosis tidak sama dengan tidur. Saat ia menyadari bahwa justru dalam kondisi hipnosis seseorang akan sangat fokus pada satu ide atau pemikiran, pada tahun 1847 ia mencoba mengganti kata hypnosis dengan mono-ideaism. Namun istilah hipnosis telah terlanjur populer dan terus digunakan hingga saat ini.

Jadi, tidak benar jika saat dalam kondisi hipnosis pikiran seseorang bisa dikuasai, ditaklukkan, atau tidak sadar. Justru dalam kondisi hipnosis pikiran seseorang menjadi sangat fokus dengan intensitas yang sangat tinggi.

Setiap upaya masuk ke kondisi hipnosis, baik itu waking hypnosis, self hypnosis, atau hetero-hypnosis, pasti mempunyai tiga komponen. Pertama, orang yang melakukan hipnosis harus mempunyai otoritas, atau paling tidak dipandang sebagai figur otoritas di bidangnya. Ini adalah langkah awal untuk menembus atau membuka celah di critical factor pikiran sadar.

Setelah berhasil, dibutuhkan komponen kedua untuk membuat critical factor bersedia menerima informasi yang akan disampaikan. Critical factor akan bertanya, “Mengapa ini bisa bekerja?” Untuk bisa membuat critical factor “puas” maka digunakan salah satu dari tiga otoritas informasi berikut, yaitu doktrin, paradigma (teori atau model) dan trance-logic. Setelah itu baru komponen ketiga digunakan yaitu message unit overload atau membanjiri pikiran dengan sangat banyak unit informasi sehingga pikiran menjadi overload.

Saat terjadi overload maka secara alamiah kita masuk dalam mode fight (lawan) atau flight (lari). Jika subjek melakukan fight (melawan) maka ia tidak bisa masuk ke kondisi hipnosis. Saat subjek memutuskan untuk flight (lari) maka saat itu ia akan “masuk” ke dalam pikirannya, melarikan diri dari serbuan unit informasi yang begitu banyak, dan ia masuk ke kondisi hipnosis.

Kondisi hipnosis adalah kondisi alamiah pikiran manusia. Pernahkah anda saat mencari sesuatu, katakanlah kunci mobil anda, sudah anda cari ke mana-mana tapi tetap nggak ketemu. Padahal kunci mobil itu tepat berada di depan anda? Pasti pernah mengalami hal seperti ini, kan?

Tahukah anda apa yang terjadi? Yang terjadi adalah anda mengalami negative visual hallucination. Benda yang dicari ada namun anda tidak bisa melihatnya. Dan tahukah anda bahwa saat anda mengalami hal ini, anda sebenarnya berada dalam kondisi very deep trance. Jika menggunakan Davis Husband Scale, dari 30 level kedalaman trance, anda berada di level 29.

Atau anda mungkin pernah, saat mandi, tiba-tiba merasakan perih di lutut anda. Setelah anda lihat ternyata lutut anda lecet tergores sesuatu. Mengapa baru saat mandi anda merasakannya? Mengapa saat terluka anda sama sekali tidak merasakannya?

Jawabannya sederhana sekali. Saat lutut anda tergores atau terluka pikiran ada sedang sangat fokus pada sesuatu. Saat itu anda sedang dalam kondisi hipnosis yang dalam. Terjadi pain blocking. Anda tidak merasakan sakit sama sekali. Fenomena ini, bila kita tahu caranya, tentunya dengan kondisi hipnosis, dapat dengan sangat mudah diciptakan. Jadi, tidak ada yang aneh atau mistik dalam hal ini.

Atau mungkin anda pernah sedang membaca buku atau nonton TV, saking asyiknya (baca: fokus), anda tidak mendengar saat dipanggil oleh kawan anda. Ini juga contoh kondisi deep hypnosis.

Nah, kembali ke diskusi kita mengenai hubungan agama dan hipnosis. Dengan mengacu pada definisi hipnosis, dan beberapa keterangan tambahan yang telah saya sampaikan di atas maka anda kini sadar bahwa sebenarnya semua, saya ulangi semua, agama sebenarnya telah menggunakan hipnosis untuk memengaruhi umatnya.

Mari kita lihat praktik atau ritual agama. Kita mulai dengan bentuk bangunan ibadah. Bagaimana bentuknya? Pasti berdiri tegak, besar, dan megah. Lalu, saat kita berada di dalam bangunan ini, bagaimana bentuk dan ketinggian plafon? Apakah rendah ataukah (sangat) tinggi dan megah? Sudah tentu plafonnya tinggi dan megah.

Apa tujuan atau efeknya terhadap diri kita?

Kita, secara sadar atau tidak, akan merasa kecil. Merasa tidak ada apa-apanya. Otoritas gedung ini, ditambah lagi kita tahu bahwa ini adalah tempat ibadah, membuat kita “takluk” dan “pasrah”. Lalu bagaimana dengan pemuka agama yang menyampaikan “pesan”? Dari mana mereka menyampaikan “pesan” mereka? Apakah mereka berdiri sejajar dengan umat ataukah lebih tinggi?

Sudah tentu lebih tinggi. Biasanya di atas mimbar khusus yang hanya diperuntukkan untuk orang-orang khusus. Ini juga salah satu bentuk otoritas. Begitu pikiran sadar kita melihat figur otoritas maka critical factor langsung terpengaruh dan mulai membuka.

Lalu, apa yang digunakan untuk komponen kedua? Benar, sekali. “Pesan” yang disampaikan itu dikutip dari kitab suci, langsung menembus critical factor, dan masuk ke pikiran bawah sadar. “Pesan” ini biasanya dalam bentuk doktrin.

Bagaimana dengan komponen ketiga, message unit overload? Caranya adalah dengan menggunakan repetisi atau emosi. Saat sesuatu “pesan” disampaikan berulang-ulang atau suatu emosi berhasil digugah dan dibuat menjadi intens, baik itu emosi positif maupun negatif, misalnya kebahagiaan karena akan masuk surga atau kengerian dan ketakutan siksa neraka, maka semua unit informasi ini membanjiri pikiran dan menciptakan kondisi overload. Menggugah emosi bisa juga dengan melalui lagu-lagu dengan irama yang lembut dengan syair yang menghanyutkan perasaan atau dengan wangi-wangian tertentu.

Sekarang coba kita lihat ritual doa. Apa yang dilakukan umat sebelum berdoa? Apakah mereka akan ribut, cerita-cerita sendiri, ataukah mereka akan berlutut, diam, hening, dan memusatkan perhatian mereka pada doa yang akan diucapkan? Kondisi pemusatan perhatian ini sebenarnya adalah untuk masuk ke kondisi hipnosis, yang kalau dalam bahasa agama disebut dengan kondisi khusyuk. Setelah pikiran terpusat, hati tenang, barulah doa dibacakan atau diucapkan. Doa yang diucapkan ini sebenarnya adalah sugesti atau afirmasi. Jika doa ini diucapkan sendiri maka ia menjadi auto-suggestion melalui self hypnosis.

Bagaimana doa dengan hanya membaca satu atau dua ayat tertentu dan diulang-ulang? Inipun sama saja. Dengan pemusatan pikiran terhadap doa yang dibacakan akan tercipta kondisi hipnosis (baca: khusyuk).

Bagaimana dengan latihan meditasi dengan objek pernapasan? Bagaimana dengan orang yang melakukan liamkeng atau berlatih meditasi dengan fokus pada suara yang timbul akibat ketukan pada alat bantu tertentu?

Semuanya sama saja. Intinya adalah adanya pemusatan perhatian atau fokus pada sesuatu objek dan adanya repetisi. Semua akan mengakibatkan kondisi overload yang akhirnya akan mengakibatkan kondisi hipnosis.

Banyak orang sangat ingin masuk ke kondisi khusyuk. Namun kondisi ini hanya bisa mereka capai sesekali saja. Tidak bisa diulang sesuai keinginan. Mengapa? Karena kebanyakan kita tidak mengerti mekanisme untuk masuk ke kondisi khusyuk ini. Kita selama ini hanya menggunakan cara trial and error. Ada yang bisa dengan sangat mudah menjadi khusyuk namun ia tidak bisa menjelaskan atau mengajarkan caranya kepada orang lain.

Sulitkah untuk menjadi fokus atau khusyuk? Sama sekali tidak. Justru bila kita tahu caranya kita bisa membuat diri kita khusyuk kapanpun dan di manapun dengan sangat mudah dan cepat.

Banyak orang yang saat berdoa, begitu khusyuknya, sampai merasakan keheningan luar biasa yang disertai perasaan gembira, bahagia, dan damai yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Sungguh pengalaman euphoria spiritual yang sangat luar biasa. Apakah ini ada hubungan dengan kondisi hipnosis? Sudah tentu. Kondisi ini mirip sekali dengan salah satu kondisi hipnosis yang sangat dalam, yang bila kita bisa masuk ke kondisi ini, kita akan merasakan perasaan bahagia, damai, dan luar biasa “enak”. Orang yang berhasil masuk ke kondisi ini biasanya ingin seterusnya berada di kondisi ini karena begitu luar biasanya perasaan mereka.

Kondisi hipnosis jugalah yang sebenarnya digunakan untuk membentuk, membangun, dan memperkuat belief seseorang terhadap doktrin suatu agama. Saat anak masih kecil basically mereka sangat sering berada dalam kondisi hipnosis secara alamiah. Bila doktrin agama diajarkan pada saat anak masih kecil maka efeknya akan sangat kuat.

Mengapa?

Karena saat masih kecil, usia 0-3 tahun, anak belum mempunyai critical factor. Saat usia 3 tahun critical factor baru mulai terbentuk dan akan semakin menebal dan kuat pada usia 8 tahun. Critical factor akan benar-benar tebal saat usia 11 tahun dan ke atas.

Agar doktrin benar-benar diyakini kebenarannya, dipegang dengan sangat kuat oleh seseorang maka doktrin ini harus masuk dalam bentuk kepercayaan (belief) yang dikaitkan dengan emosi yang sangat intens. Dan belief ini bila terus diperkuat, dengan berbagai repetisi, akhirnya menjadi faith atau iman.

Berikut saya kutipkan definisi faith dari kamus elektronika Encarta, “Faith: belief or trust: belief in, devotion to, or trust in somebody or something, especially without logical proof” atau “Iman: kepercayaan pada, kepercayaan yang sangat kuat pada seseorang atau sesuatu, biasanya tanpa bukti yang logis."

Belief yang sudah berhasil dibentuk, dibangun, dan diperkuat akhirnya akan mengkristal menjadi value, yang biasanya menempati level tertinggi dalam hirarki value seseorang. Dan untuk mengubah value ini, sangat-sangat sulit, jika tidak mau dikatakan tidak bisa.

Sebagai penutup artikel ini berikut saya kutipkan email dari dua orang pembaca buku dan artikel saya.

Terima Kasih dari Seorang Pastor

Saya sudah membaca buku anda berjudul, "Hypnosis: The Art of Subconscious Communication", dan "Becoming a Money Magnet". Tulisan anda sangat memperkaya hidup pastor.

Sangat efektif sekali hipnosis untuk keperluan terapi. Banyak masalah emosi terluka / perasaan terluka tersembuhkan dengan hipnosis. Saya ini seorang imam, banyak umat datang ke tempat saya, saya ajak umat untuk berdoa / meditasi,setelah sungguh hening-memasuki gelombang alpa-theta, barulah membacakan firman Tuhan. Hal positif ini sungguh mengubah hidup umat. Kebencian bisa tergantikan dengan pengampunan. Betul kata anda. Salah membuat kalimat ketika orang berada dalam gelombang theta atau alpha, maka berdampak buruk. Pikiran dan perkataan kita harus selalu positif sehingga melahirkan hal positif.

Berlimpah Terima Kasih,

T. Budi

Saling Meneguhkan

Saya sudah membaca hampir semua artikel yang Bapak tulis, dan saya sangat tertarik untuk mempelajarinya lebih dalam. Saya sedang memesan beberapa buku Bapak.

Mengapa saya tertarik?

Sebelumnya saya buta sama sekali tentang hipnosis karena saya pikir dulu itu adalah ilmu sesat. Tetapi setelah saya membaca artikel-artikel yang Bapak tulis, ternyata anggapan saya keliru. Bahkan apa yang Bapak ajarkan, itu juga yang saya ajarkan. Bedanya saya melalui jalur agama, sedangkan Bapak dari jalur psikologi dan sains.

Dan banyak hal ternyata yang selama ini saya tahu dan ajarkan, ternyata setelah saya membaca tulisan Pak Adi, baru saya tahu alasan lain yang ditinjau dari ilmu yang Bapak pelajari. Jadi kesimpulannya adalah saling meneguhkan.

Sekali lagi terima kasih banyak atas pencerahannya Pak. Saya ingin sekali berdiskusi dengan Bapak jikalau ada kesempatan.

Hormat saya,
Pdt. F.G.

Nah, pembaca, setelah anda membaca sejauh ini, bagaimana pandangan anda mengenai hipnosis? Apakah anda akhirnya “tersesat” kembali ke jalan yang benar seperti kawan saya?

Baca Selengkapnya

Understanding Hypnotic Depth

21 Januari 2013

Hypnotic depth atau kedalaman hipnosis adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan seberapa dalam seseorang masuk ke kondisi hipnosis. Kedalaman hipnosis dapat dilihat dengan dua cara yaitu secara objektif dan subjektif.

Secara objektif kedalaman hipnosis diamati melalui respon perilaku subjek terhadap induksi hipnosis dan sugesti hipnosis yang ia terima, misalnya tangan terangkat ke atas, gerakan tangan berputar, dan sebagainya. Pengamatan secara objektif menjelaskan tingkat reseptivitas subjek. Dengan demikian bila dikatakan subjek masuk semakin dalam maka arti sebenarnya adalah pikiran bawah sadar subjek menjadi semakin reseptif menerima dan menjalankan pesan yang disampaikan terapis. 

Sedangkan pengamatan kedalaman hipnosis secara subjektif dilakukan dengan merasakan berapa dalam seseorang tercerap ke dalam pengalaman hipnosis pada satu waktu tertentu.

Ada kebingungan di kalangan hipnoterapis khususnya dengan kata “kedalaman” yang sering digunakan di berbagai buku atau literatur. Kadang, kedalaman yang dimaksud merujuk pada respon perilaku, kadang merujuk pada pengalaman perasaan, dan kadang keduanya.

Sayangnya, indikator kedalaman yang dapat diamati secara kasat mata dalam bentuk respon perilaku dan perasaan subjektif mengenai kedalaman yang dimasuki subjek saat dalam kondisi hipnosis, tidak selalu sejalan.

Bisa saja seseorang merasa masuk sangat dalam dan secara intens tercerap dalam pengalaman hipnosis namun tidak memberi respon perilaku yang sederhana seperti ideomotor response. Bagi subjek tertentu, kedalaman hipnosis yang mereka capai terukur dari respon perilaku yang muncul, sedangkan untuk subjek lainnya, kedalaman ini lebih bersifat pengalaman subjektif. Dengan demikian kemampuan berespon dalam konteks kedalaman hipnosis melibatkan baik respon perilaku dan respon pengalaman yang intens, setidaknya untuk subjek yang sangat sugestif.

Bila respon hipnotik atau kedalaman diukur berdasar perilaku maka dikatakan derajat kedalaman ini terukur secara objektif. Sedangkan bila respon hipnotik atau kedalaman diukur berdasar laporan atas pengalaman subjektif, misalnya tingkat tercerapnya subjek ke dalam pengalaman hipnotik atau berada dalam altered state of consciousness (kondisi kesadaran yang meningkat), maka kedalaman ini berdasar pengalaman subjektif.

Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Hilgard yang menyatakan bahwa kedalaman hipnosis harus ditetapkan berdasarkan dua hal yaitu respon perilaku dan pengalaman subjektif. Hilgard mendefinisikan kemampuan hipnotik sebagai “kemampuan untuk dihipnosis, mengalami pengalaman dengan karakteristik seseorang dalam kondisi hipnosis, dan memberi respon perilaku sejalan dengan kedalaman hipnosis yang dicapainya.”

Hipnoterapis yang cermat akan mengamati bagaimana kliennya berespon dan mendorongnya untuk mengutarakan, secara verbal, pengalaman hipnosisnya; apa yang ia rasakan atau dialami. Hal ini sangat penting dilakukan terutama bagi klien yang respon perilakunya tidak sejalan dengan pengalaman subjektifnya.

Kemampuan masuk ke kondisi hipnosis adalah bakat dan keterampilan. Bakat, maksudnya, ada subjek yang dapat dengan cepat masuk sangat dalam dan ada yang butuh upaya ekstra. Sedangkan keterampilan, maksudnya, subjek dapat meningkatkan kemampuannya untuk masuk ke dalam kondisi hipnosis yang dalam dengan latihan rutin.

Bila subjek dibimbing oleh hipnoterapis maka kemampuan masuk ke kondisi hipnosis yang dalam dipengaruhi oleh faktor dalam diri subjek dan terapis. Faktor dalam diri subjek, seperti yang telah saya jelaskan di artikel “Mengapa Gagal Melakukan Induksi?”, meliputi bakat, niat, motivasi, pengharapan, keikhlasan untuk dihipnosis (mengijinkan atau tidak), kepercayaan pada hipnoterapis, tingkat kecerdasan, level pendidikan, pemahaman bahasa, ada atau tidak rasa takut, bersedia tidak menganalisis, dan resistensi.

Sedangkan faktor dalam diri terapis yang mempengaruhi kedalaman hipnosis yang dicapai klien yaitu conscious dan hypnotic rapport yang terjalin dengan klien, tingkat rasa percaya diri, niat, keterampilan melakukan induksi, ragam teknik induksi yang dikuasai, postur, level otoritas hipnoterapis di mata klien, dan kemampuan komunikasi yang baik, dan kemampuan menurunkan gelombang otak secara sadar masuk ke kondisi yang rileks saat melakukan induksi.

Ada banyak skala kedalaman hipnosis yang diciptakan oleh pakar hipnoterapi atau lembaga riset terkemuka. Masing-masing menggunakan skala yang berbeda. Beberapa di antaranya: Davis-Husband Scale, Friedlander-Sarbin Scale, Lecron-Bordeaux Scale, The Stanford Scales of Hypnotic Susceptibility, Children Hypnotic Susceptibility Scale, Standford Clinical Case for Adults, Standford Clinical Scale for Children, Barber Suggestibility Scale, Barber Creative Imagination Scale, Heron Depth Scale, Hartman Depth Scale, The Arons Scale, Harvard Group Scale, Long Standford Scale, dan Hypnotic Induction Profile.

Dalam hipnoterapi klinis skala mana sebaiknya digunakan?

Ini bergantung pada masing-masing hipnoterapis. Yang sering digunakan adalah Davis-Husband Scale yang terdiri atas 30 level kedalaman dan Harry Arons Scale terdiri enam level kedalaman. Ada juga yang sama sekali tidak menggunakan skala kedalaman apapun. Hipnoterapis tipe ini tidak memandang perlu untuk melakukan uji kedalaman untuk mengetahui level kedalaman yang dicapai klien.

Saya menggunakan skala kedalaman yang saya susun sendiri berdasar riset literatur dan pengalaman praktik saya. Saya menamakannya Adi W. Gunawan Hypnotic Depth Scale yang terdiri 40 level. Saya mengajarkan dengan sangat rinci mengenai AWG Hypnotic Depth Scale di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy karena protokol terapi yang saya kembangkan, Quantum Hypnotherapeutic Protocol, hanya bisa dilakukan dalam kondisi deep trance (profound somnambulism).

Beberapa teknik tingkat lanjut yang kami kembangkan hanya bisa dilakukan minimal di kedalaman Esdaile State ( jauh di bawah profound somnambulism), bahkan ada yang hanya bisa dilakukan di level Ultimate Depth.  Untuk itu terapis harus benar-benar tahu di mana keberadaan klien dan bagaimana cara mencapai kedalaman ekstrim yang menjadi syarat kondisi untuk menggunakan teknik tingkat lanjut.

Dari hasil riset terkini diketahui bahwa kondisi hipnosis adalah kondisi pikiran yang rileks, bukan fisik yang rileks. Dengan demikian, saat tubuh subjek rileks tidak berarti ia telah masuk ke kondisi hipnosis. Sebaliknya, saat pikirannya rileks, walau tubuhnya tidak rileks, subjek sudah masuk ke kondisi hipnosis.

Kedalaman Hipnosis dan Gelombang Otak

Skala kedalaman yang saya jelaskan di atas disusun jauh sebelum teknologi pemindaian otak dan EEG berkembang. Saat ini, selain menggunakan acuan skala kedalaman yang telah ada, kita dapat menggunakan mesin EEG yang didesain khusus untuk mengukur pola gelombang otak saat seseorang masuk ke kondisi hipnosis (yang dalam).

Dari pengukuran gelombang otak dengan DBSA diketahui bahwa siapa saja, terlepas dari tipe sugestibilitasnya, bila masuk ke kondisi hipnosis selalu mengalami perubahan pola gelombang otak secara signifikan. Perubahan ini ada yang diikuti dengan respon fisik tertentu, misalnya lebih rileks, napas lebih lambat, dan ada juga sama sekali tidak mengalami perubahan atau sensasi fisik.

Pola gelombang otaknya seperti berikut: 

  

 

 Pola gelombang otak saat sadar normal.

ef157cb2e436319360c7348d4f0cfffc 

 

 

Pola gelombang otak saat pikiran mulai rileks atau mulai masuk kondisi hipnosis.

 

c74e8174a79d99df2a5e02e9a67d7eef 

Pola gelombang otak saat pikiran sangat rileks, fokus, dan reseptif. Kondisi ini disebut deep hypnosis / deep trance atau deep mental relaxation.

 1389809dbb66d40ad96a967d95585774

 

Baca Selengkapnya

Mengapa Gagal Melakukan Induksi?

14 Januari 2013

“Pak Adi, saya ada masalah dan mau terapi sama bapak. Tapi saya tidak bisa dihipnosis. Apa Pak Adi bisa menerapi saya dengan kondisi seperti ini?” begitu bunyi pesan yang saya terima di inbox.

“Dari mana Anda tahu bahwa Anda tidak bisa dihipnosis?” tanya saya.

“Saya sudah ke tiga hipnoterapis. Mereka semua sudah mencoba berbagai cara untuk menghipnosis saya. Tidak ada yang berhasil. Terapis terakhir yang bilang kalau saya ini tipe klien yang tidak bisa dihipnosis” jawabnya.

Pembaca, apakah benar ada tipe klien yang tidak bisa dihipnosis?

Dari literatur yang saya pelajari, SHSS (Standford Hypnotic Susceptibility Scale) berdasar riset Ernest Hilgard, menyatakan secara umum manusia dibagi menjadi tiga kelompok, dalam konteks sugestibilitas, yaitu yang mudah dihipnosis 10%, moderat 85%, dan yang sulit 10%.

Sedangkan riset yang dilakukan oleh Dr. John Kappas menyatakan bahwa manusia terbagi menjadi dua tipe sugestibilitas yaitu 40% physical suggestibility dan 60% emotional suggestibility. Masih ada sub kategori dari emotional suggestibility, yang dinamakan intellectual suggestibility dan ini mewakili sekitar 5% populasi. Orang tipe intellectually suggestible adalah individu yang sangat kritis dan selalu menuntut penjelasan yang detil mengenai segala sesuatu.

Berdasar data riset di atas dan pengalaman praktik selama ini saya menyimpulkan bahwa semua orang pada dasarnya bisa dihipnosis. Dengan demikian hipnoterapis yang menyatakan bahwa klien tidak bisa dihipnosis adalah pernyataan yang tidak tepat.

Beberapa kali saya bertemu dengan klien yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa dihipnosis. Untuk bisa menghipnosis klien ini saya perlu menetralisir “sugesti” yang diberikan oleh terapis sebelumnya yang menyatakan klien tidak bisa dihiposis. Klien yang semula yakin bahwa mereka tidak bisa dihipnosis, setelah mendapat penjelasan yang benar mengenai proses hipnosis, dapat dengan begitu mudah dan cepat masuk ke kondisi hipnosis yang sangat dalam.

Lalu, apa yang salah dengan proses hipnosis yang ia alami sebelumnya? Saya tidak bisa komentar karena tidak tahu persis apa yang terjadi di ruang terapi saat klien ini dihipnosis.

Apakah ini disebabkan oleh terapis yang tidak cakap? Belum tentu. Ada banyak faktor yang menentukan keberhasilan induksi.

Untuk dapat lebih memahami penjelasan saya selanjutnya terlebih dulu saya akan menjelaskan apa itu induksi.

Induksi adalah proses yang dilakukan oleh hipnoterapis untuk membantu klien berpindah dari kondisi kesadaran normal ke kondisi relaksasi pikiran yang dalam atau kondisi hipnosis. Hal ini tampak dari pergesesan pola gelombang otak yang semula dominan beta menjadi dominan alfa, theta, dan delta.

Induksi adalah proses yang melibatkan dua pihak, hipnoterapis dan klien. Ada syarat yang harus dipenuhi baik oleh hipnoterapis maupun klien agar induksi dapat berjalan lancar dan mencapai hasil seperti yang diharapkan.

Induksi terbagi atas tiga tahap. Setiap tahap ini harus dijalani dengan baik. Kegagalan di satu tahap mengakibatkan tahap berikutnya tidak dapat dijalankan dengan hasil yang optimal.

Tahap satu, hipnoterapis harus memastikan bahwa klien, pada level pikiran sadar dan bawah sadar, bersedia menjalani proses induksi. Satu hal penting dalam tahap ini yaitu dalam diri klien tidak boleh ada perasaan takut atau mispersepsi tentang hipnosis.

Tahap dua, hipnoterapis meningkatkan imajinasi dan pengharapan mental klien. Hal ini penting dan sejalan dengan hukum mental yang menyatakan bahwa apa yang diharapkan terjadi oleh pikiran cenderung akan diwujudkan oleh pikiran.

Tahap satu dan dua bertujuan untuk mendapatkan hypnotic contract yang akan digunakan di tahap tiga yaitu membimbing klien masuk ke kondisi hipnosis.

Di atas saya menyatakan ada banyak faktor yang mempengaruhi proses dan menentukan hasil induksi. Hasil induksi akan tampak dari kedalaman hipnosis yang berhasil dicapai oleh klien.

Walau ada cukup banyak faktor yang mempengaruhi keefektivan induksi namun dapat dibagi menjadi dua komponen besar, faktor klien dan terapis.

Faktor dalam diri klien yang mempengaruhi keefektivan induksi antara lain niat, motivasi, keikhlasan untuk dihipnosis (mengijinkan atau tidak), kepercayaan pada hipnoterapis, tingkat kecerdasan, level pendidikan, pemahaman bahasa, ada atau tidak rasa takut, bersedia tidak menganalisis, dan resistensi. Dari riset yang dilakukan di Adi W. Gunawan Insititue kami menemukan ada enam belas jenis resistensi dalam diri klien yang dapat menghambat induksi.

Sedangkan faktor dalam diri terapis antara lain conscious dan hypnotic rapport yang terjalin dengan klien, tingkat rasa percaya diri, niat, keterampilan melakukan induksi, ragam teknik induksi yang dikuasai, postur, level otoritas hipnoterapis di mata klien, dan kemampuan komunikasi yang baik, dan kemampuan menurunkan gelombang otak secara sadar masuk ke kondisi yang rileks saat melakukan induksi.

Seringkali klien yang sebenarnya sudah berhasil masuk ke kondisi hipnosis yang dalam tetap merasa belum masuk. Hal ini disebabkan karena pemahaman klien tentang kondisi hipnosis salah atau kurang tepat dan hipnoterapis tidak menyediakan cukup waktu menjelaskan informasi yang benar pada klien. Pandangan klien pada umumnya tentang hipnosis adalah mereka akan tertidur atau tidak sadarkan diri, dan tidak bisa mendengar suara apapun. Jadi saat mereka masih bisa mendengar atau sadar, walaupun sebenarnya sudah masuk sangat dalam / rileks, mereka tetap merasa belum berhasil dihipnosi.

Pandangan yang salah lainnya yaitu klien berpikir hipnosis adalah sesuatu yang dilakukan terapis kepada diri mereka. Yang benar, induksi adalah proses yang melibatkan dua pihak. Terapis membimbing dan klien menjalankan bimbingan.Jadi, induksi sebenarnya adalah apa yang klien lakukan pada diri mereka sendiri dengan mengikuti bimbingan terapis.

Hipnoterapis umumnya juga tidak dapat menjelaskan dan meyakinkan kliennya bahwa klien telah masuk kondisi hipnosis karena ia tidak memahami level kedalaman hipnosis beserta fenomena yang bisa terjadi di setiap level kedalaman, baik di aspek fisik maupun mental.

Terapis, sejauh pengamatan saya, jarang melakukan uji kedalaman atau trance ratification. Ada tiga alasan. Pertama, mereka khawatir bila uji kedalaman dilakukan dan ternyata tidak berhasil maka ini akan sangat memalukan. Kedua, mereka tidak tahu cara melakukannya. Ketiga, mereka tidak merasa perlu melakukannya.

Hipnoterapis lebih sering menggunakan teknik induksi progressive relaxation (PR). Nama progressive relaxation sebenarnya kurang tepat. Yang benar adalah fractionated relaxation.

Alasan kebanyakan hipnoterapis menggunakan PR adalah karena:
•teknik ini paling mudah dilakukan karena tinggal membaca script.
•tidak perlu menyentuh klien.
•tidak perlu melakukan uji kedalaman (trance ratification).
•hipnoterapis berpikir bahwa relaksasi fisik adalah indikasi kondisi hipnosis,  padahal tidak. Yang benar hipnosis adalah rileksasi pikiran.

Teknik PR tidak cocok untuk semua tipe klien. PR hanya cocok untuk klien tipe physically suggestible. Ini juga salah satu faktor yang menyebabkan klien sulit masuk kondisi hipnosis yaitu teknik induksinya tidak sesuai dengan tipe sugestibilitas.

Kecakapan melakukan induksi hanya bisa diperoleh melalui latihan dan tidak bisa dengan membaca buku saja. Mengerti teknik induksi adalah satu hal. Mempraktikkan teknik induksi adalah hal lain.

Dalam proses induksi, saat klien sudah duduk di kursi terapi dan menutup mata, maka satu-satunya alat yang dimiliki oleh terapis untuk membimbing dan mempengaruhi klien masuk ke kondisi hipnosis adalah kemampuan komunikasi verbal.

Dalam buku Silent Message karya Albert Mehrabian dikatakan bahwa manusia berkomunikasi dengan menggunakan tiga komponen.Tiga komponen ini adalah kata yang digunakan, nada suara atau intonasi nada saat mengucapkan kata-kata tersebut, dan bagaimana kita menggunakan ekspresi wajah bahasa tubuh untuk menegaskan apa yang kita sampaikan.

Dari ketiga komponen ini ternyata pemilihan kata menempati urutan paling kecil dalam hal keefektivan, yaitu hanya 7%. Nada suara atau intonasi menempati urutan kedua, yaitu sebesar 38%, dan yang paling besar pengaruhnya adalah ekspresi wajah dan bahasa tubuh, yaitu sebesar 55%.

Saat klien menutup mata maka ia tidak bisa melihat ekspresi wajah dan bahasa tubuh terapis. Dengan demikian terapis hanya bisa mengandalkan penggunaan nada suara atau intonasi dan pemilihan kata atau semantik. Untuk itu hipnoterapis perlu berlatih terus menerus sehingga bisa merasakan dan menemukan pola yang tepat untuk melakukan indukasi yang efektif.

Di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy saya mengajarkan 10 teknik dasar induksi. Semua teknik induksi yang ada dalam dunia hipnoterapi bila diteliti dengan cermat pasti menggunakan satu atau kombinasi dari beberapa teknik dasar induksi ini.

Berikut saya jelaskan enam teknik dasar induksi seperti yang saya tulis di buku Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring:

1.Eye Fixation (Fiksasi mata)

Yang dimaksud dengan fiksasi mata adalah klien diminta untuk menatap dengan pandangan yang terfokus pada suatu objek. Objek yang digunakan bisa berupa satu titik pandang, cahaya lilin, ujung jari kelingking, atau apa saja, yang bila mata fokus memandang, akan membuat mata lelah. Teknik fiksasi mata bertujuan untuk membuat pikiran sadar menjadi bosan sehingga lengah.

2. Relaxation or Fatique of Nervous System (Relaksasi atau kelelahan Sistem  Syaraf)

Semua teknik induksi yang meminta klien untuk rileks secara fisik dan mental, dengan mata tertutup, menggunakan relaksasi sebagai dasar untuk induksi, termasuk teknik relaksasi progresif dan induksi Ericksonian yang menggunakan cerita.

Relaksasi progresif adalah relaksasi fisik yang sistematis, yang dimulai dari bagian atas tubuh misalnya dari kepala kemudian turun ke kaki, atau bisa juga dilakukan dari arah sebaliknya, yang disertai dengan sugesti dan atau visualisasi yang bertujuan untuk memperdalam kondisi rileks. Relaksasi dapat diulangi hingga tubuh telah benar-benar rileks, yang mengakiatkan pikiran juga sangat rileks sehingga dapat menghasilkan kondisi trance yang diinginkan.

Sedangkan Eriksonian adalah bentuk hipnosis yang menggunakan metafora dan menggunakan kondisi fisik klien saat relaksasi terjadi, sebagai masukan agar klien dapat masuk ke dalam trance. Misalnya: “Dan saya melihat napas anda semakin lambat dan berat yang berarti anda semakin masuk ke dalam kondisi rileks yang dalam

3.Mental Confusion (Membingungkan Pikiran)

Setiap teknik yang dirancang untuk membingungkan dan membuat lengah pikiran sadar dapat membuat klien masuk ke kondisi hipnosis (trance). Saat pikiran sadar sibuk memikirkan makna dari apa yang diucapkan atau dilakukan oleh terapis, pikiran sadar menjadi lengah. Dengan demikian terapis dapat memberikan sugesti yang langsung masuk ke pikiran bawah sadar.

Cara lain adalah dengan memberikan banyak input secara bersamaan sehingga pikiran sadar tidak sanggup mengatasi banjir informasi (information overload).

4.Mental Misdirection (Menyesatkan pikiran)

Mental misdirection adalah adalah teknik induksi yang menggunakan respon fisik tertentu terhadap sesuatu yang diimajinasikan.Teknik ini menggunakan uji sugestibilitas sebagai sarana untuk membawa klien masuk ke kondisi hipnosis. Contohnya adalah dengan menggunakan teknik eye catalepsy yaitu dengan meminta klien menutup mata dan menggerakkan bola mata ke atas, ke arah ubun-ubun.

Selanjutnya klien disugesti bahwa ia tidak dapat membuka matanya, dan saat klien tidak dapat membuka mata maka klien merasa telah masuk ke kondisi hipnosis. Jika klien dapat membuka matanya, maka terapis harus cepat menggunakan teknik lain tanpa perlu menjelaskan apa yang telah terjadi.   
 
5.Loss of Equilibrium (Kehilangan keseimbangan)

Teknik Loss of Equilibirum adalah teknik yang dilakukan sambil menggerakkan sebagian atau seluruh tubuh klien. Para ibu sering menggunakan teknik ini saat mengayun-ayun anaknya agar tidur.

Contoh lain adalah orang yang duduk di kursi goyang, yang bila menggoyang-goyangkan kursinya, akan semakin rileks dan akhirnya akan tertidur.

6.Shock to Nervous System (Kejutan pada sistem syaraf)

Ada dua cara yang digunakan untuk dapat secara cepat mengalihkan pengawasan pikiran sadar terhadap pintu gerbang bawah sadar. Bila ini berhasil dilakukan maka pikiran bawah sadar akan dapat diakses dengan cepat dan leluasa. Cara pertama adalah dengan membuat pikiran sadar menjadi bosan ( misalnya dengan Eriksonian dan Relaksasi progresif) dan yang kedua adalah membuat pikiran sadar ”kaget”.

Caranya adalah dengan memberikan kejutan yang tidak disangka-sangka sehingga pikiran sadar, untuk sesaat, menjadi bingung karena berusaha mencari makna dari kejadian itu. Pada saat pikiran sadar ”kaget” maka pintu gerbang bawah sadar terbuka untuk sesaat, karena penjaganya sedang lengah, dan pada saat itu dapat dimasukkan sugesti ke dalam pikiran bawah sadar. Sugesti yang dimasukkan bisa berupa perintah agar klien menjadi rileks.

Teknik induksi yang menggunakan kejutan pada sistem syaraf biasa disebut juga dengan teknik induksi cepat. Teknik ini bila dilakukan dengan tepat dan efektif, akan dapat membawa klien masuk ke kondisi hipnosis yang dalam dalam waktu sangat singkat.  

Baca Selengkapnya

Membangun Habit Sukses

9 Januari 2013

Semua orangtua ingin anak-anaknya nanti kelak menjadi orang sukses. Untuk itu orangtua sibuk menyiapkan anak dengan memberi pendidikan formal (baca: sekolah), dan juga pendidikan informal (baca: les) terbaik yang bisa mereka dapatkan untuk anak.

Ini semua tentu sangat baik untuk anak. Dan yang perlu disadari orangtua yaitu masih ada satu lagi bentuk pendidikan yang justru paling penting dari semuanya yaitu pendidikan nonformal atau pendidikan keluarga di rumah.

Sukses dibangun dari kebiasaan-kebiasaan kecil yang dipelajari di rumah, bukan di sekolah atau tempat les. Orangtua seringkali, saking sibuknya atau tidak peduli atau malas atau abai atau memang tidak mengerti, lupa mendidik anak-anak mereka hal-hal yang tampak kecil namun sangat penting sebagai fondasi kebiasaan sukses anak di masa depan.

Apa saja hal-hal kecil yang orangtua jaman sekarang "lupa” atau tidak ajarkan pada anak-anak mereka?

Berikut beberapa hal yang saya temukan:

- orangtua tidak mengajari anak delayed gratification atau kecakapan, keterampilan, dan kekuatan mental untuk menunda kenikmatan agar memperoleh hasil yang lebih besar. Anak-anak jaman sekarang hidup pemenuhan keinginan, bukan kebutuhan, yang instan. 

Dari pengamatan saya sejauh ini seringkali orangtua yang sibuk dan tidak bisa memberi waktu dan perhatian yang dibutuhkan anak cenderung  “menebus” rasa bersalah dengan memberikan anak benda, materi, liburan, atau uang, yang sebenarnya tidak anak butuhkan.

-  orangtua tidak mengajari anak keterampilan komunikasi yang baik. Banyak yang berpikir bahwa dengan anak bisa bicara maka anak secara otomatis terampil berkomunikasi. Kemampuan komunikasi ini antara lain meliputi kemampuan mendengar dengan fokus dan empati, menganalisis, memahami, dan memberi respon yang sesuai. Menguasai bahasa adalah satu hal. Mampu berkomunikasi dengan terampil adalah hal lain.

-  Orangtua tidak mengajari anak etos kerja yang baik. Anak kurang didorong, didukung, dan diarahkan untuk melakukan kerja keras dan cerdas. Hal ini akan tampak dalam diri anak yang mudah putus asa, mudah menyerah, tidak mau susah, mau mudahnya saja, dan komitmen dan keterikatan pada tugas yang rendah.  

-  Orangtua tidak mengajari anak untuk mandiri. Kemandirian bukanlah sesuatu yang diberikan kepada anak. Kemandirian tidak bisa diperoleh secara instan. Kemandirian adalah satu kebiasaan yang dibangun oleh anak melalui tindakan yang berulang. 

Satu contoh kejadian yang tidak mendidik anak untuk mandiri adalah orangtua atau pembantu atau pengasuh anak melakukan atau mengerjakan sesuatu untuk anak padahal sebenarnya anak bisa melakukannya sendiri. Misalnya mengambil makanan, merapikan tempat  tidur, meletakkan tas atau sepatu di tempatnya, menyiapkan buku pelajaran, membawa tas sekolah, memasang tali sepatu, dan masih banyak contoh lainnya. Intinya, anak tidak diberi kesempatan melakukan hal-hal yang sebenarnya bisa ia lakukan. Dengan demikian anak merasa dirinya tidak mampu. Ini mengakibatkan anak tidak mandiri. 

-  Orangtua, sering secara tidak sadar atau sengaja, memaksa anak bersikap tidak jujur. Hal ini tampak, antara lain, saat orangtua mengerjakan tugas atau projek sekolah anaknya; saat ada yang menelpon dan orangtua meminta anak menjawab bahwa mereka tidak ada di rumah;  orangtua terlalu keras menghukum anak sehingga anak cenderung berbohong agar terhindar dari hukuman; meminta anak berbohong pada guru bahwa jalanan macet sehingga anak telat tiba di sekolah padahal yang sebenarnya terjadi adalah orangtuanya bangun kesiangan atau mampir di super market terlalu lama.

-  Orangtua tidak mendorong dan mendukung anak untuk menjadi pribadi yang kompetitif, terutama dengan diri anak sendiri. Atas nama sayang atau cinta, orangtua enggan mendorong anak untuk berani meningkatkan standar pencapaian. 

-  Orangtua tidak mengajari dan mendorong anak untuk berani mengambil risiko. Sudah tentu risiko untuk ukuran anak adalah membuat pilihan dengan konsekuensi yang logis dan terukur di mana anak bisa saja merasa kecewa, sedih, atau menyesal bila ternyata ia salah dalam membuat keputusan. Sebaliknya anak bisa merasa senang, bahagia, dan semangat saat mengetahui keputusannya benar. Orangtua yang baik adalah mereka yang memberi anak ruang untuk berbuat salah.

Salah satu contoh risiko adalah dengan mendorong anak mengikuti kompetisi tertentu. Di sini sudah tentu ada kemungkinan menang atau tidak menang. Risiko dipandang sebagai bagian dari proses tumbuh kembang untuk menjadi pribadi yang sehat. 

-  Orangtua tidak mengajari anak untuk mengenali dan mengelola emosinya. Orangtua yang protektif cenderung untuk membuat hidup anak selalu nyaman dan terhindar dari berbagai perasaan tidak nyaman atau emosi negatif. Termasuk dalam pengelolaan emosi adalah kemampuan mengatasi emosi negatif, kecakapan memberi respon terhadap kritik baik oleh orang lain atau yang dilakukan oleh diri sendiri.

Kecakapan mengelola emosi sangat penting karena kontribusi pengaruhnya terhadap prestasi dan keberhasilan hidup lebih dari 90%. 

-  Orangtua tidak mengajari anak pengetahuan mengenai uang dan cara mengelola uang dengan baik, benar, dan bertanggung jawab.

-  Orangtua tidak mengajari anak untuk hidup hemat yang wajar, bukan pelit atau kikir. Menghargai dan menjalani hidup secara wajar, menikmati uang dengan benar, membeli apa yang menjadi kebutuhan, bukan keinginan, adalah salah satu pelajaran paling penting mengenai uang dan keuangan.

-  Orangtua jarang mengajari anak untuk bersyukur atas semua nikmat dan kemudahan yang anak peroleh dalam hidup.

-  Orangtua jarang mengajari anak kebiasaan membaca buku. Ada pepatah sangat bagus yang berbunyi Leaders are readers. Kebiasaan membaca sangat penting sebagai bagian dari kecakapan menjadi pembelajar sepanjang hayat (life long learner).

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List