The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Continuative Suggestion

22 Mei 2013

Continuative Suggestion (CS)  adalah satu bentuk sugesti pascahipnosis (posthypnotic suggestion). Sugesti pascahipnosis adalah sugesti yang diberikan saat subjek dalam kondisi hipnosis dan dijalankan saat subjek keluar dari kondisi hipnosis.

Walaupun CS adalah mirip dengan sugesti pascahipnosis namun tidak sepenuhnya sama. Bedanya adalah subjek, dalam kondisi hipnosis, diberikan sugesti mengenai sesuatu, sugesti ini dijalankan, dan sugesti ini terus bekerja walau subjek telah kembali ke kesadaran normal.

Satu contoh, seorang hipnotis memberikan sugesti kepada subjek, "Saat Anda buka mata, Anda melihat di atas meja ini ada sebauh gelas. Dan gelas  ini terus berada di meja ini, dapat Anda lihat, setelah kembali ke kesadaran normal Anda."

Dan saat buka mata benar subjek melihat foto yang dimaksud, sejalan dengan sugesti yang diberikan. Dan walaupun subjek telah kembali ke kesadaran normalnya ia tetap melihat ada foto di meja (halusinasi  visual positif).  Dari penelitian diketahui bahwa halusinasi seperti ini bisa berlangsung sampai dua tahun.

Sugesti seperti ini bisa secara sengaja diberikan saat subjek dalam kondisi hipnosis untuk dijalankan setelah subjek keluar dari kondisi hipnosis. Bisa juga, secara tidak sengaja terjadi, yaitu saat terapis memberikan sugesti tertentu, biasanya dalam konteks demonstrasi hipnosis atau stage hypnosis, ia lupa membatalkan sugesti ini.

Salah satu contohnya adalah sugesti berikut: Anda tidak suka matematika. Anda kalau menghitung penjumlahan, tanpa alasan yang jelas tapi pasti, tidak teliti, selalu kelebihan satu. Jadi, kalau saya tanya satu tambah satu jawaban Anda adalah tiga. Dua tambah dua adalah lima. Ingat, Anda tidak teliti dan kalau menghitung selalu kelebihan satu.

Sugesti ini saat dijalankan oleh subjek akan muncul kesan lucu dan membuat penonton takjub. Namun, bila lupa dicabut atau dibatalkan, bisa terjadi sugesti ini akan diteruskan oleh pikiran bawah sadar subjek walau ia telah kembali ke kesadaran normal.  

Memang, dari pengalaman selama ini, sugesti yang diberikan saat demo atau stage hypnosis, bisa secara otomatis dinetralisir atau dihilangkan oleh pikiran bawah sadar subjek. Namun, dalam beberapa kasus, terhadap subjek yang sangat sugestif, bisa terjadi continuative suggestion. Ini yang perlu dicermati oleh para stage hypnotist atau operator yang melakukan demonstrasi dengan memberikan sugesti tertentu kepada subjek karena untuk demo atau stage hypnosis yang dipilih memang adalah subjek yang sangat sugestif.

Untuk sugesti di atas, akan lebih aman bila ditambahkan beberapa kata menjadi:  Selama Anda berdiri di depan ini, di dalam ruangan ini, bersama saya, Anda sekarang tidak suka matematika. Anda kalau menghitung penjumlahan, tanpa alasan yang jelas tapi pasti, tidak teliti, selalu kelebihan satu. Jadi, kalau saya tanya satu tambah satu jawaban Anda adalah tiga. Dua tambah dua adalah lima. Ingat, Anda tidak teliti dan kalau menghitung selalu kelebihan satu.

Dengan menambahkan “Selama Anda berdiri di depan ini, di dalam ruangan ini, bersama saya” maka saat subjek pulang ke rumah atau keluar dari ruangan secara otomatis sugestinya batal dengan sendirinya.

Dalam konteks hipnoterapi, sudah tentu terapis sangat berkepentingan agar terjadi continuative suggestion. Sugesti yang diberikan saat subjek dalam kondisi hipnosis sangat diharapkan terus dijalankan oleh pikiran bawah sadar klien saat ia telah kembali ke kondisi sadar normal. Ini mengakibatkan terjadinya sugesti yang berisfat terapeutik.

Baca Selengkapnya

Mengapa Sulit Melakukan Self Hypnosis?

12 Mei 2013

Hipnosis, menurut faktor penyebabnya, dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, self hypnosis atau hipnosis yang dilakukan kepada diri sendiri. Kedua, hetero-hypnosis atau hipnosis yang dilakukan kepada orang lain. Ketiga, parahypnosis atau hipnosis karena pengaruh obat. 

Self hypnosis sangat banyak manfaatnya. Namun ada satu kendala utama yang membuat praktisi hipnosis tidak bisa masuk ke kondisi yang dalam. Dari pengalaman selama ini adalah jauh lebih mudah untuk masuk kondisi hipnosis yang dalam bila dibimbing oleh operator (hetero-hypnosis) daripada bila melakukannya sendiri. 

Mengapa bisa terjadi seperti ini?

Jawabannya ada pada proses berpikir. Manusia punya dua proses berpikir yaitu proses berpikir primer (primary thinking process) dan proses berpikir sekunder (secondary thinking process).

Saat dibimbing oleh operator maka yang aktif hanya proses berpikir primer sehingga subjek dapat masuk dengan sangat mudah ke kondisi hipnosis. 

Hal ini berbeda bila melakukan self hypnosis. Untuk melakukan self hypnosis maka proses berpikir sekunder kita tetap aktif dan mengarahkan proses hipnosisnya. Bagi yang tidak terbiasa, proses ini menjadi satu hambatan besar untuk bisa masuk ke kondisi pikiran yang benar-benar rileks atau kondisi hipnosis yang dalam. 

Lalu, apa solusinya? 

Sebaiknya minta bantuan operator untuk membimbing Anda masuk ke kondisi hipnosis yang sedalam-dalamnya. Setelah itu pasang anchor. Selanjutnya untuk kembali ke kondisi hipnosis Anda hanya perlu mengaktifkan anchor. Cara lain adalah dengan mendengar cd relaksasi. Mudah, kan? 

Baca Selengkapnya

Automatic Writing

12 Mei 2013

Salah satu calon peserta pelatihan 100 jam Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy setelah melihat, di situs AdiWGunawan.com, materi yang akan diajarkan mengirim email dan bertanya, “Pak Adi, saya sudah lihat materi yang akan diajarkan. Tapi saya tidak melihat teknik Automatic Writing. Apakah teknik ini memang tidak diajarkan atau belum dicantumkan di situs Bapak?”

Sebelum saya menyampaikan jawaban atas pertanyaan di atas terlebih dahulu saya akan menjelaskan tentang Automatic Writing agar Anda mendapat gambaran yang jelas mengenai teknik ini.

Automatic Writing adalah salah satu teknik dalam kelompok metode hypnoprojective. Automatic Writing adalah kemampuan untuk menulis dan mengekspresikan ide-ide tanpa sepengetahuan pikiran sadar (tidak disadari) baik dalam hal tindakan menulis atau ide-ide yang diekspresikan dalam bentuk tulisan (Wolberg, 1945; Muhl, 1952).

Automatic Writing lebih sulit dilakukan daripada teknik ideomotor response menggunakan pendulum dan gerakan jari karena membutuhkan koordinasi yang lebih rumit antara jari dan gerakan tangan dan juga integrasi dengan proses munculnya ide atau pemikiran.

Walau secara teknis fisiologis dan mental termasuk cukup rumit namun Automatic Writing mudah dipelajari dan mudah diajarkan kepada klien, tentunya dengan persyaratan tertentu.

Salah satu bentuk Automatic Writing adalah coretan tangan yang dilakukan seseorang saat sedang berbicara di telpon atau saat sedang mendengarkan ceramah atau kuliah. Ide dan perasaan yang terungkap dalam coretan tangan ini biasanya keluar dengan sendirinya dan bersifat tidak disadari. Demikian pula yang terjadi dalam Automatic Writing. Bedanya adalah dalam Automatic Writing terapis secara sengaja, terstruktur, dan sistematis mengajar dan melatih klien agar bisa melakukan coretan tangan ini.

Bagaimana caranya melakukan Automatic Writing?

Berikut adalah hal-hal yang perlu dilakukan:

  1. Bimbing klien masuk ke level profound somambulism (deep trance).
  2. Lakukan disosiasi tangan dominan, yang digunakan untuk menulis, dari seluruh tubuh. Terapis memberikan sugesti yang sesuai untuk tujuan ini dan memastikan bahwa sugestinya telah dijalankan pikiran bawah sadar klien.
  3. Lakukan disosiasi antara pengalaman menulis dan kesadaran yang mengamati aktivitas menulis. Terapis biasanya memberi distraksi dengan cara meminta klien memegang dan membaca sebuah buku. Cara lain adalah dengan mensugestikan halusinasi yaitu dengan meminta klien, di dalam pikirannya, membaca sebuah buku atau bisa juga dengan menyaksikan film.
  4. Terapis memberi sugesti untuk mulai menulis.
  5. Terapis memberi pertanyaan kepada klien dan dijawab dalam bentuk tulisan tangan.

 

Berikut adalah beberapa hambatan yang biasanya terjadi saat melakukan Automatic Writing:

  1. Klien sulit melakukan teknik ini karena tidak bisa masuk ke kondisi deep trance.
  2. Klien perlu dilatih, bisa beberapa kali, agar bisa melakukan Automatic Writing. Ini cukup menyita waktu.
  3. Tangan klien tidak bergerak sama sekali walau telah diberi sugesti untuk menulis.
  4. Tulisan tangan yang dihasilkan dalam teknik ini sama sekali berbeda dengan tulisan tangan dalam kondisi sadar normal. Biasanya klien akan  menulis dengan cepat. Untuk itu terapis perlu menggeser papan tulis agar tulisan yang dihasilkan tidak saling menumpuk sehingga sulit / tidak bisa dibaca.
  5. Tulisan yang muncul seringkali sulit dimengerti, berupa potongan kata, huruf-huruf, atau frasa yang perlu ditafsirkan lebih lanjut. Bisa juga terjadi salah ejaan atau singkatan. Terapis yang tidak berpengalaman dengan teknik ini akan menganggap bahwa tulisan tangan yang dihasilkan tidak ada artinya, misalnya hanya berupa garis lurus tanpa kata-kata. Namun, dengan teknik yang sesuai, dapat dilakukan penafsiran makna atau pesan yang terkandung dalam garis lurus ini.
  6. Informasi yang diungkap melalui teknik Automatic Writing tidak serta merta merupakan informasi yang berhubungan dengan akar masalah. Terapis tetap perlu melakukan pengecekan untuk memastikan dan menemukan akar masalah.

 

Automatic Writing dan Ego Personallity

Automatic Writing akan lebih mudah dipahami bila ditinjau dari perspektif Ego Personality. Dalam teori Ego Personality (EP) dikatakan bahwa ada Surface Ego Personality atau EP yang aktif dan berada di permukaan dan ada Underlying EP atau EP yang berada di kedalaman.

Automatic Writing bertujuan untuk mengakses Underlying EP yang membuat masalah. Untuk itu Surface EP yang sedang aktif (executive) dibuat sibuk dengan kegiatan tertentu sehingga tidak mengganggu sehingga memungkinkan terapis untuk mengakses Underlying EP. Saat Executive EP ini sibuk maka Underlying EP dapat dengan leluasa memberi jawaban kepada terapis.

Lalu, mengapa tulisan yang dihasilkan dalam Automatic Writing tidak bagus, sulit dibaca, dan “kacau”?

Ini bergantung pada usia Underlying EP yang diakses dengan teknik Automatic Writing Tulisan tangan yang dihasilkan tentunya sejalan dengan usia Underlying EP. Umumnya akar masalah terjadi saat klien berusia di bawah 10 tahun. Kualitas dan bentuk tulisan tangan anak usia 10 tahun, atau lebih muda, tentunya berbeda dengan klien yang dewasa.

Menjawab pertanyaan calon peserta di atas saya menjelaskan bahwa saya memang tidak mengajarkan teknik Automatic Writing di pelatihan saya. Alasannya adalah karena teknik ini tidak praktis dan tidak pernah saya gunakan di ruang terapi saya. Saya menggunakan teknik lain yang telah terbukti secara klinis sangat praktis, mudah digunakan, dan secara konsisten memberikan hasil yang sangat memuaskan.

Bila ada teknik yang lebih mudah, akurat, dan lebih cepat daripada Automatic Writing maka, dalam hemat saya, terapis harus menggunakan teknik ini. Hal ini mengingat satu sesi terapi biasanya berlangsung sekitar 2 jam. Bila cukup banyak waktu dihabiskan hanya untuk mengajari klien melakukan Automatic Writing maka sesi terapi yang seharusnya bisa lebih singkat akhirnya menjadi lebih panjang menjadi beberapa sesi.

Dalam hipnoterapi ada dua proses berbeda yang sangat penting. Pertama, menemukan akar masalah, dan kedua, memproses akar masalah ini. Automatic Writing adalah salah satu teknik untuk menemukan akar masalah. Setelah berhasil ditemukan akar masalah ini perlu diproses tuntas agar klien sembuh.

Saya ingat di masa awal mempraktikkan hipnoterapis saya berusaha mencari sebanyak mungkin teknik yang bisa digunakan untuk mengakses pikiran bawah sadar guna mendapatkan data atau informasi yang dibutuhkan untuk membantu klien mengatasi masalah mereka.

Salah satu teknik yang saya pelajari saat itu adalah Automatic Writing. Saya akhirnya memutuskan untuk tidak menggunakan teknik ini setelah membaca banyak literatur yang khusus membahas uncovering techniques. Selain itu, saya juga mempelajari pemikiran dan teknik yang digunakan para pakar hipnoterapi terkenal seperti  Gil Boyne, Charless Tebbetss, Ormond McGill, Tom Silver, Gerald Kein, John Kappas, Milton Erickson, dan juga Randal Churchill. Dari yang saya ketahui sejauh ini, mereka sangat jarang / tidak pernah menggunakan teknik Automatic Writing dalam praktik mereka dengan alasan teknik ini tidak praktis.

Namun, apakah teknik ini bisa digunakan dalam praktik hipnoterapi? Teknik ini tentunya bisa digunakan bergantung pada situasi dan kondisi. Dan saya sengaja tidak mengajarkan teknik ini karena menurut saya kurang bijaksana bila saya mengajarkan teknik yang tidak pernah saya gunakan. Ini lebih pada etika dan integritas, bukan pada keefektifan teknik.

Di kelas SECH Advanced barusan saya ada menyinggung mengenai teknik Automatic Writing saat menjelaskan beberapa teknik tambahan dalam kelompok hypnoprojective. Namun, ini sekedar untuk menambah pengetahuan dan bukan untuk dipraktikkan di ruang terapi.

Baca Selengkapnya

Akar Masalah Berasal Dari Masa Depan?

6 Mei 2013

Artikel ini diangkat dari diskusi dengan para rekan sejawat saya, hipnoterapis Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, saat kami membahas topik hypnotic age regression, screen memory, dan teknik penanganan Ego Personality di kelas SECH tingkat lanjut (advanced).

Saya yakin saat membaca judul artikel ini pasti muncul pertanyaan di benak Anda, “Ah.. yang benar. Saya tidak pernah dengar, baca, atau tahu bila akar masalah bisa berasal dari masa depan. Akar masalah selalu berasal dari masa lalu. Jangan-jangan Pak Adi hanya bercanda.”

Pembaca, dalam membantu klien mengatasi masalah mereka ada sangat banyak teknik yang bisa digunakan, bergantung pada jenis masalah, cara penanganan, dan kebutuhan. Salah satu teknik yang biasa digunakan oleh hipnoterapis adalah hypnotic age regression atau yang biasa dikenal dengan regresi.

Regresi digunakan untuk mencari dan menemukan akar masalah atau ISE (Initial Sensitizing Event). Penjelasan lebih detil mengenai ISE (Initial Sensitizing Event) dapat Anda baca di artikel “Dalam Hipnoterapi Perlukah Menemukan ISE?”

Regresi dalam hipnoterapi lazimnya dilakukan dengan menuntun pikiran klien menyusuri garis waktunya, mundur ke masa lampau, untuk menemukan situasi, kejadian, atau peristiwa yang menjadi akar masalah yang dialami klien saat ini. Penelusuran ini biasanya tidak serta merta berhasil mencapai ISE. Biasanya, klien akan mundur ke dua atau tiga peristiwa dengan muatan emosi serupa, walau kejadiannya berbeda, yang disebut SSE (Subsequent Sensitizing Event), baru setelah itu mencapai ISE.

Dalam banyak kasus yang pernah saya tangani ada klien yang mundur tidak hanya ke masa kecilnya namun hingga ke masa saat ia dalam kandungan ibunya. Dan beberapa klien bahkan mengatakan, percaya atau tidak, terlepas dari sistem kepercayaan klien dan terapis tidak punya kepentingan untuk melakukan validasi data, mereka mundur hingga ke kehidupan lampau (past life).

Ada terapis yang percaya bahwa klien benar mundur hingga ke kehidupan lampau. Saya pribadi berpandangan, dan ini adalah sikap resmi lembaga saya, bahwa apapun yang dimunculkan oleh pikiran bawah sadar klien, khususnya mengenai kehidupan lampau, adalah metafora. Kami tidak berkepentingan untuk mengecek keabsahan data yang muncul. Bagi kami yang penting klien sembuh.

Dari uraian saya di atas dapat disimpulkan bahwa akar masalah terjadi di masa lalu. Namun, dan ini yang sangat menarik, dari beberapa kasus yang pernah kami tangani, ternyata akar masalah bisa berasal dari masa depan.

Ada dua situasi yang dikategorikan akar masalah berasal dari masa depan. Situasi pertama, klien mengalami hambatan menjalani kehidupannya karena khawatir, takut, ragu, dan atau cemas akan sesuatu di masa depan. Contohnya adalah wanita yang tidak bisa hamil karena ia khawatir tidak bisa memberikan penghidupan yang layak kepada anak-anaknya. Ada lagi klien yang mengalami “lumpuh mental” karena dikuasai ketakutan bahwa ia pasti mengalami kegagalan di masa depan.

Untuk kategori pertama dapat disimpulkan bahwa akar masalah bisa jadi bukan berasal dari masa depan. Terapis dapat melakukan teknik hipnoanalisis untuk mencari kejadian atau peristiwa di masa lalu dengan pemikiran bahwa ketakutan tidak bisa memberi penghidupan yang layak kepada anak atau ketakutan mengalami kegagalan di masa depan, pastilah tidak muncul dengan sendirinya. Dari pengalaman selama ini biasanya ada peristiwa di masa lalu yang terekam di pikiran bawah sadar yang membuat seseorang punya kecemasan atau ketakutan akan masa depan.

Untuk contoh kasus ini terapi bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, mencari dan menemukan akar masalah atau melakukan edukasi kepada klien tentang makna emosi yang ia rasakan dan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini.

Namun bila telah dilakukan proses pencarian ke masa lampau dan tidak ditemukan penyebab munculnya ketakutan atau kecemasan dalam diri klien yang berhubungan dengan masa depannya barulah kasus ini disimpulkan sebagai akar masalah berasal dari masa depan.

Situasi kedua, saat terapis melakukan regresi klien bukannya mundur ke masa lalu namun malah melompat ke masa depan. Yang dimaksud masa depan dalam konteks ini bisa masa depan di kehidupan ini, dan dalam beberapa kasus bahkan di kehidupan yang akan datang.

Bisa anda bayangkan bagaimana reaksi terapis saat mendengar jawaban pikiran bawah sadar klien, saat klien diregresi, bahwa ia maju ke tahun 2117? Akan lebih membingungkan lagi bila klien menjelaskan bahwa apa yang ia alami di tahun 2117 ini mengakibatkan ia di kehidupannya yang lampau, yaitu di tahun 2013, saat terapi dilakukan, menjadi bermasalah.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah benar akar masalah (ISE) klien benar-benar berasal dari kehidupan di masa depan (future life)? Bagaimana terapis dapat memvalidasi hal ini?

Sebagai terapis kami tidak bisa dan tidak punya kepentingan untuk memvalidasi apakah benar akar masalah ini dari masa depan. Hal yang sama berlaku untuk akar masalah yang berasal dari kehidupan lampau.

Apapun akar masalahnya dan tidak peduli dari masa sumbernya kami punya satu prinsip dalam penanganannya. Dan selama ini, dengan berpegang teguh pada prinsip ini,  kami berhasil membantu klien mengatasi masalah mereka .

Untuk bisa menangani akar masalah dari kehidupan lampau atau kehidupan akan datang terapis perlu memahami benar cara kerja, hukum, dan fungsi pikiran bawah sadar. Di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy saya mengajarkan tentang enam komponen dalam bahasa pikiran bawah sadar, dua belas hukum dan enam belas sifat pikiran bawah sadar.

Berdasarkan pemahaman akan hal ini kami menyimpulkan hal berikut:

  • Pikiran bawah sadar memunculkan simtom sebagai bentuk komunikasi dengan pikiran sadar. Ada lima cara pikiran bawah sadar berkomunikasi dengan pikiran sadar.
  • Kapan atau waktu terjadinya peristiwa yang menjadi akar masalah (ISE) bukanlah hal yang penting. Yang penting adalah konteks kejadian atau peristiwa yang dimunculkan oleh pikiran bawah sadar. Data tentang kejadian lebih penting dari waktu terjadinya.
  • Kerap terjadi kisah yang dimunculkan oleh pikiran bawah sadar lebih bersifat metafora atau simbolik daripada faktual.
  • Kejadian atau peristiwa yang diyakini sebagai hal yang benar-benar terjadi, menurut pikiran bawah sadar, seringkali adalah replay dari memori original yang telah terdistorsi dengan pengalaman baru, pemahaman baru, dan imajinasi.
  • Informasi yang tersimpan di pikiran bawah sadar sering tidak lagi diingat oleh pikiran sadar. Dengan demikian replay yang dimainkan sebenarnya berasal dari cryptomnesia.
  • Dalam upaya melindungi pikiran sadar dari hal-hal yang ia (pikiran bawah sadar) rasa, pikir, dan atau persepsikan sebagai hal yang berbahaya atau merugikan maka pikiran bawah sadar dapat memunculkan atau mencipta skenario kejadian sebagai akar masalah. Dengan demikian akar masalah yang berasal dari kehidupan lampau atau kehidupan mendatang dimaknai sebagai bentuk mekanisme perlindungan yang dimunculkan secara spontan oleh pikiran bawah sadar agar klien tidak disalahkan atas masalah yang ia alami.
  • Emosi yang muncul akibat akar masalah yang terjadi di masa depan, sesuai dengan sifat pikiran bawah sadar, tidak dirasakan di masa depan namun di masa sekarang dan mempengaruhi klien di masa sekarang.
Baca Selengkapnya

Dalam Hipnoterapi Perlukah Menemukan ISE?

23 April 2013

Judul artikel ini berasal dari pertanyaan yang diajukan seorang rekan hipnoterapis melalui inbox. Ia bertanya, “Pak Adi, saya mohon penjelasan. Dalam beberapa artikel Pak Adi menjelaskan pentingnya menemukan ISE untuk menuntaskan suatu masalah. Dan saya juga pernah membaca artikel Bapak yang menjelaskan penanganan kasus tertentu dan Bapak tidak mencari ISE namun masalah klien juga berhasil diselesaikan tuntas. Ini yang benar yang mana?”

Saya perlu menjelaskan terlebih dahulu mengenai ISE agar pembaca yang awam dengan hipnoterapi dapat memahami penjelasan selanjutnya.

Suatu masalah tidak muncul dengan tiba-tiba. Tidak mungkin ada asap tanpa adanya api. Masalah atau simtom muncul setelah seseorang mengalami serangkaian kejadian atau peristiwa dengan tema atau muatan emosi yang sama atau serupa. Saya menamakan proses ini sebagai Efek Bola Saju.

Saat pertama kali bola salju kecil mulai menggelinding dari atas bukit maka ini belum menjadi masalah. Dalam proses ia berguling ke bawah, menuju ke lembah, bola salju ini akan mulai membesar, menggulung dan membawa serta berbagai materi yang kebetulan berada dalam lintasannya. Semakin lama bola salju ini menjadi semakin besar dan semakin besar dan membangun momentum yang juga semakin besar. Bila kita ingat pelajaran Fisika, Momentum = Massa X Kecepatan.

Semakin lama, massa bola salju ini semakin besar, ditambah dengan kecepatan yang semakin tinggi, maka momentumnya juga akan semakin bertambah. Saat mencapai momentum tertentu bola salju ini akan menjadi masalah serius.

Inilah yang terjadi di pikiran bawah sadar seseorang. Bola salju pertama, yang masih kecil, yang menjadi bibit bola salju raksasa, tidaklah berbahaya atau membuat masalah. Dalam terminologi hipnoterapi, bola salju pertama ini disebut dengan ISE atau Initial Sensitizing Event.

Materi-materi lanjutan yang dibawa oleh bola salju ini, saat menggelinding ke bawah bukit, disebut dengan SSE atau Subsequent Sensitizing Event.

Dari pengalaman saya selama ini sangat jarang terjadi ISE langsung menimbulkan masalah. Biasanya yang terjadi adalah ISE akan diikuti dengan beberapa SSE barulah kemudian muncul masalah.

Ada masalah yang muncul setelah ISE dan 1 SSE. Ada lagi yang ISE, SSE1, dan SSE2. Ada lagi ISE, SSE1, SSE2, dan SSE3. Bisa juga SSE-nya lebih banyak lagi.

Klien biasanya tidak ingat kejadian yang menjadi ISE masalahnya. Ia tidak ingat bisa karena memang lupa, karena kejadiannya sudah sangat lama. Bisa juga klien lupa karena pikiran bawah sadarnya, dengan alasan tertentu, menyembunyikan ISE sehingga tidak bisa diakses oleh pikiran sadar.

Berikut saya beri contoh proses terjadinya fobia kecoa yang dialami seorang klien saya. Klien ini, sebut saya Bu Rini, merasa sangat takut dan jijik dengan kecoa. Ia tidak tahu mengapa ia begitu takut dengan kecoa.

Dengan menggunakan teknik tertentu saya berhasil menemukan rangkaian kejadian yang membuat Bu Rini takut dan jijik pada kecoa. Ternyata, ISE-nya terjadi saat ia berusia dua tahun. Saat itu ia melihat ibunya menjerit ketakutan saat seekor kecoa keluar dari lubang avur di kamar mandi. Kejadian awal ini tidak serta merta membuat Rini kecil langsung takut pada kecoa.

Kejadian lanjutan, saat ia berusia lima tahun, ia melihat tantenya panik saat melihat kecoa. Saat usia delapan tahun, kembali ia melihat ibunya melompat ke atas kursi saat tahu seekor kecoa melintas di dekat kakinya. Apakah setelah melihat rangkaian kejadian ini Rini jadi takut kecoa? Belum.

Pada saat usia dua belas tahun, saat ia membuka lemari, seekor kecoa terbang dan hingga di wajahnya. Tentu saja Rini kaget sekali. Hal ini diperparah dengan ibunya yang ikut-ikutan panik dan berteriak. Mulai saat ini Rini menjadi takut dan jijik terhadap kecoa.

Masalah-masalah yang biasa klien alami terjadi dan muncul mengikuti alur di atas. Misalnya merasa diri bodoh, takut ditolak, tidak berani bicara di depan umum, takut sendiri / kesepian, tidak bisa merasakan emosi tertentu, dan sebagainya.

Nah, kembali ke pertanyaan yang menjadi judul artikel ini, “Dalam hipnoterapi perlukah menemukan ISE?” Jawabannya, “May…. may be yes, may be no” atau “Bisa ya… bisa tidak.” Semua bergantung pada intensitas emosi pada ISE, yang mendasari munculnya suatu masalah, intensitas emosi yang dirasakan klien saat bertemu terapis, otoritas hipnoterapis, dan teknik terapi yang digunakan.

Berikut saya berikan beberapa contoh. Ada teknik terapi yang tidak perlu menemukan ISE karena memang tekniknya tidak didesain untuk tujuan ini. Misalnya teknik terapi berbasis sugesti, baik yang bersifat langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Keefektifan teknik berbasis sugesti bergantung pada beberapa hal, antara lain, motivasi klien, tingkat kedalaman relaksasi pikiran, semantik (pilihan kata dan pemahaman klien), otoritas terapis yang memberi sugesti, dan kekuatan program yang telah lebih dulu ada di pikiran bawah sadar yang mampu menolak atau menghambat sugesti yang baru dimasukkan.

Selain teknik berbasis sugesti, teknik-teknik terapi berbasis NLP juga tidak perlu mencari dan menemukan akar masalah atau ISE. Teknik Hypno-EFT juga tidak perlu mencari ISE.

Saya yakin Anda pasti tahu teknik Hypno-EFT. Teknik ini sangat ampuh mengatasi berbagai masalah yang berhubungan dengan emosi. Namun, ada satu kelemahan teknik ini yaitu kita harus benar-benar tahu emosi yang mendasari munculnya masalah.

Beberapa tahun lalu saya pernah memberi seminar di satu sekolah di Klaten. Salah seorang guru, sebut saja Bu Yuni, ternyata sangat takut dengan ular. Bahkan dengan ular mainan atau melihat gambar ular saja Bu Yuni bisa panik. Dan ini sering digunakan oleh murid-muridnya dan juga koleganya untuk menggoda Bu Yuni.

Saya menawarkan Bu Yuni untuk saya Hypno-EFT. Bu Yuni setuju. Intensitas emosi yang dirasakan Bu Yuni ada di skala 10. Saat mengurut sore-spot, intensitas ini turun menjadi 8. Setelah satu putaran, intensitas naik kembali menjadi 10.

Saya ulangi lagi prosesnya sampai tiga kali. Selalu intensitas yang tadinya turun ke 8 kembali naik ke 10. Dari pengalaman saya tahu bahwa pasti ada emosi lain yang mendasari munculnya ketakutan pada ular.

Saya melakukan regresi untuk menemukan ISE. Ternyata yang terjadi adalah ia, saat masih kecil, pernah dibuat kaget oleh kakak sepupunya yang melemparinya dengan mainan ular. Saat saya tanya apa yang ia rasakan, Yuni kecil menjawab bahwa ia merasa marah dan jengkel pada kakak sepupunya.

Setelah tahu emosi ini saya langsung meminta Bu Yuni buka mata dan meneruskan Hypno-EFT dengan tujuan menetralisir perasaan marah dan jengkelnya. Dalam sekejap perasaan ini hilang. Dan setelah perasaan ini hilang saya langsung meminta Bu Yuni melihat ular mainan. Apa yang terjadi? Semua ketakutannya hilang tak berbekas. Ia sembuh. Padahal sama sekali tidak menerapi ketakutannya terhadap ular.

Jadi, perasaan takut pada ular yang ia rasakan saat dewasa sebenarnya adalah kamuflase dari emosi lain. Bila emosi pada ISE tidak berhasil ditemukan maka Hypno-EFT tidak akan efektif. Untuk mengatasinya hal ini saya telah menyempurnakan kalimat Set Up yang digunakan dalam Hypno-EFT.  

Ada klien lain yang saya bantu dengan teknik Ego State Therapy, yang merupakan bagian dari teknik EPT (Ego Personality Therapy). Klien ini sangat takut ditolak. Ketakutan ini membuat hidupnya susah. Saya berusaha melakukan negosiasi dengan Ego State atau Bagian Diri yang membuat ia takut ditolak. Setelah berhasil dinego Bagian Diri ini bersedia menghentikan “gangguannya” dan berganti peran mendukung hidup klien.

Namun saat saya melakukan uji hasil terapi, ternyata klien tetap merasa takut penolakan. Lho, kan tadi sudah selesai negosiasi. Apa yang salah ya? Ternyata ada “sesuatu” yang membuat Bagian Diri ini kembali ke peran sebelumnya. Setelah beberapa kali mencoba teknik Ego State Therapy dan tidak berhasil akhirnya saya memutuskan melakukan regresi untuk menemukan ISE. Barulah setelah saya memproses ISE dan SSE-nya masalah klien berhasil tuntas diselesaikan.

Apakah semua kasus yang ditangani dengan EPT harus diselesaikan dengan regresi? Tidak. Bila negosiasinya berhasil dan hasilnya bagus maka tidak perlu regresi. Namun Ego State Therapy juga memiliki keterbatasan. Terapis tidak boleh hanya mengandalkan satu teknik saja tapi perlu menguasai  banyak teknik yang bisa digunakan sesuai situasi dan kondisi.

Teknik lain yang sering digunakan dalam melakukan terapi adalah teknik desensitisasi. Salah satu varian dari teknik ini adalah desensitization by object projection (DOP). Cara melakukan DOP adalah dengan meminta klien membayangkan masalahnya sebagai suatu objek konkrit. Objek ini selanjutnya diproses, bisa dikeluarkan dari tubuh klien, dibuat mengecil, menguap, berubah warna atau bentuk, dan menghilang. Teknik ini, secara statistik, hanya efektif dilakukan pada 10% klien yang sangat sugestif. Syarat lain agar teknik ini bisa bekerja maksimal yaitu otoritas terapis harus sangat tinggi di mata klien.

Bagaimana bila sudah menggunakan DOP masalah klien tidak bisa teratasi? Bila ini yang terjadi maka perlu dicari akar masalahnya (ISE).

Selain masalah di atas, teknik yang digunakan ternyata tidak berhasil mengatasi masalah klien sehingga perlu dilakukan regresi untuk menemukan ISE, hipnoterapis yang tidak terlatih biasanya akan mengalami kesulitan untuk menemukan ISE. Seringkali yang ditemukan adalah SSE yang oleh terapis disangka sebagai ISE.

Lalu, apa akibatnya bila ternyata proses terapi tidak berhasil menemukan ISE?

Bila misalnya rangkaian prosesnya adalah ISE, SSE1, SSE2, SSE3, dan proses terapi hanya dilakukan di SSE1, tanpa menyentuh ISE, maka ini dapat membuat klien sembuh untuk beberapa saat. Setelah itu pasti akan kambuh lagi karena masih ada ISE yang akan terus menggelinding membangun momentum lagi.

Namun, dalam beberapa kasus yang pernah saya tangani, karena alasan tertentu pikiran bawah sadar tidak bersedia mengungkap ISE dan saya hanya berhasil menemukan SSE1. Dalam situasi ini saya tetap memproses SSE1 sampai tuntas. Pemrosesan ini, tentunya dengan menggunakan teknik khusus, berhasil sekaligus menetralisir ISE dan klien sembuh.

Jadi, apakah perlu menemukan ISE? Jawabannya may… may be yes… may be no…..bergantung pada jenis kasus, situasi, kondisi, dan teknik yang digunakan. 

Baca Selengkapnya

Satu Simtom Banyak Diagnosa

20 April 2013

Seorang calon klien mengeluhkan kondisinya yang sering pusing sebelah. Untuk mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, ia banyak bertanya, banyak browsing internet, googling, dan justru membuat ia menjadi semakin bingung. Berikut beberapa pendapat “pakar” mengenai penyebab sakit kepalanya yang berhasil ia himpun:

Dokter : migraine, keseimbangan terganggu.

Sinshe : tekanan darah tidak stabil.

Akupunturis : aliran chi terhambat

Chiropractor : ada ruas tulang leher yang terganggu.

Ahli gizi : kurang asupan nutrisi tertentu

Energy healer : beberapa chakra kurang sehat, perlu dibersihkan dan diseimbangkan.

Loktang : diikuti atau ketempelan mahkluk halus yang jahat.

Dukun : kena santet.

Ahli Hongsui : hongsui-nya rumah kurang bagus, perlu dilakukan beberapa perombakan.

Penjual Kasur : tidurnya kurang lelap, perlu ganti kasur yang bagus.

Praktisi Neurofeedback : otaknya “overaroused”, perlu dibuat lebih rileks.

Terapis Past Life : ini karena akibat kejadian di kehidupan lampau / karma masa lampau.

Hipnoterapis : ada konflik dalam diri, emosi tidak stabil sehingga pusing.

Penjual Sandal Kesehatan : aliran darah kurang lancar, perlu pakai sandal kesehatan.

Psikolog : stres berlebih akibat tekanan pekerjaan.

Pakar Neuroscience : ada ketidakseimbangan neurotransmitter di otak.

Penjual Batu Perhiasan : Yin-Yang tidak seimbang, perlu memakai batu tertentu, yang sesuai dengan shio/zodiak.

Suhu : tahun ini jiong, perlu di-cisuak.

Hmm... ini yang benar yang mana ya?

Mendengar ceritanya saja saya juga mulai pusing. Jadi, mana yang benar? Saya jelaskan kepada calon klien ini bahwa masing-masing pendapat “benar” menurut masing-masing pakar. Mereka punya dasar pemikirannya sendiri. Dan masing-masing tentu punya solusi. Ini tidak bisa dicampur-aduk.

Lalu, bagaimana kita menilai mana yang benar? Ini sangat relatif dan subjektif. Saya menyarankan calon klien ini untuk melakukan pemeriksaan medis menyeluruh. Bila hasil pemeriksaan medisnya ternyata bagus, tidak ada masalah, berarti ini bukan masalah fisik tapi lebih karena faktor emosi/psikis atau faktor lain.  Barulah dari sini dicari apa yang membuat ia sering pusing sebelah.

Saat ditanya apakah saya bisa membantu dirinya, saya jawab, “Saya hanya bisa membantu dengan menggunakan teknik hipnoterapi karena saya tidak menguasai “teknik” lainnya. Sebaiknya Anda ke dokter dulu. Bila memang tidak ada masalah barulah mencari terapis lain. Dan ini bergantung lagi sepenuhnya pada apa yang Anda yakini. Bila Anda yakin diri Anda “ketempelan” makhluk halus maka ini tidak bisa dengan hipnoterapi. Anda perlu cari orang "pintar" untuk membantu Anda. Belief Anda sangat menentukan hasil terapi.”

Baca Selengkapnya

Pemahaman Tentang Pain & Pleasure yang Kurang Tepat

8 April 2013

Saya sering mendengar pernyataan bahwa manusia termotivasi oleh dua emosi mendasar yaitu menghindari rasa sakit (PAIN) dan mengejar kesenangan (PLEASURE). Berdasar pemahaman ini, seorang rekan, menerapkan teknik Pain-Pleasure untuk mengatasi masalah enuresis (mengompol saat tidur) yang dialami anaknya yang berusia 5 tahun. 

Apa yang dilakukan rekan ini? 

Ia menunggu sampai pagi hari dan memeriksa apakah anaknya masih mengompol. Ternyata, seperti perkiraannya, anaknya masih juga mengompol. Dan tanpa banyak bicara rekan ini langsung menyiram anaknya dengan air dingin satu ember. Tentu saja anaknya kaget bukan main karena tidak menyangka akan mendapat guyuran air dingin. 

Mengapa ia melakukan hal ini? 

Menurutnya, si anak pasti akan menghindari rasa sakit (Pain) yaitu disiram air dingin. Dan untuk mengejar rasa senang (Pleasure) yaitu bisa bangun nyaman dan tidak disiram air dingin maka ia akan berhenti mengompol. 

Apakah sesederhana ini solusinya?

Tentu tidak. Saya bisa menulis kisah ini karena rekan ini akhirnya menghubungi saya. Ternyata setelah disiram air dingin masalah anaknya malah bertambah. Kalau sebelumnya, masalah si anak hanya mengompol, sekarang ditambah lagi trauma dengan air.

Saat saya tanya dari mana ia belajar teknik “guyur air dingin seember” untuk mengatasi enuresis ia menjelaskan bahwa ia belajar teknik ini dari rekannya. Saat tanya lagi apakah rekannya sudah pernah mencoba teknik ini dan bagaimana hasilnya, ia menjawab tidak tahu. 

Saya katakan bahwa pemahamannya tentang pain dan pleasure tidak tepat. Karena pemahamannya salah dan diaplikasikan menjadi teknik terapi maka hasilnya pasti juga salah atau tidak baik. 

Lalu, apakah yang dimaksud dengan Pain dan Pleasure dari perspektif ilmu pikiran?

Teori Pain dan Pleasure ini berasal dari psikologi Behaviorisme yang penelitiannya menggunakan hewan, bukan manusia.  Hewan tidak bisa berpikir dan hanya bereaksi secara instingtif. Sedangkan manusia adalah makhluk yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan berpikir. Tokoh yang sangat terkenal dalam aliran psikologi ini adalah BF Skinner dengan Operant Conditioning.

Rasa sakit (Pain) dan rasa senang (Pleasure) dipahami di dua level, level pikiran sadar dan bawah sadar. Di level pikiran sadar rasa sakit adalah sesuatu yang tidak menyenangkan atau mengakibat penderitaan. Sedangkan rasa senang adalah sesuatu yang menimbulkan rasa bahagia, aman, atau nyaman. Pain dan Pleasure ini dirasakan baik secara fisik maupun mental/emosi.  

Di level pikiran bawah sadar lain  pula ceritanya karena pain dan pleasure punya makna yang berbeda. Pain atau rasa sakit bukan sekedar penderitaan atau sakit yang dialami atau dirasakan seseorang. Pain, di level pikiran bawah sadar, lebih merujuk pada sesuatu yang tidak dikenal (unknown). Sedangkan bila sesuatu itu dikenal (known) walaupun mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan akan dimaknai sebagai hal yang menyenangkan atau pleasure. 

Keluar dari zona kenyamanan (comfort zone), yang sebenarnya tidak nyaman, adalah penderitaan (pain) karena yang di luar itu tidak dikenal (unknown) oleh pikiran bawah sadar. Sedangkan sesuatu yang dikenal (known) oleh pikiran bawah sadar walaupun mengakibatkan penderitaan dimaknai sebagai pleasure. 

Ini yang menjadi alasan mengapa ada orang yang tidak berani pindah kerja walaupun ia merasa tidak puas dengan karirnya sekarang. Walaupun merasa tidak puas ia merasa “nyaman” (pleasure) karena ia mengenal (known) hal yang tidak nyaman ini. Sedangkan kalau harus memulai karir baru adalah tidak menyenangkan (pain) karena tidak ia kenal (unknown). 

Saya juga pernah bertemu dengan seorang wanita cantik, cerdas, dan punya karir yang bagus. Sudah delapan tahun ia menjalin kasih dengan pria yang keras, semaunya sendiri, dan suka melakukan kekerasan baik verbal dan fisik (abusive). Namun saat saya tanya mengapa ia tidak putuskan saja hubungan ini dan menjalin relasi baru dengan orang yang lebih bisa menghargai dirinya, ia memberi jawaban yang tanpa ia sadari namun secara gamblang menjelaskan kerja Pain dan Pleasure. 

Wanita ini berkata bahwa ia telah pacaran selama delapan tahun. Ia sudah cukup mengenal pacarnya ini dan berharap suatu saat nanti pacarnya berubah. Menurutnya, usianya saat ini juga sudah tidak muda. Bila harus memulai relasi dengan pria lain maka ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit sampai ke komitmen untuk berkeluarga. Dan belum tentu pria baru ini akan lebih baik dari pacarnya saat ini. Bisa jadi lebih buruk. Yang lebih luar biasa lagi adalah sampai saat ini pacarnya belum bersedia memberi komitmen bahwa mereka akan menikah. 

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang menyakitkan tapi dikenal dengan sangat baik oleh pikiran bawah sadar diberi makna sebagai Pleasure, bukan Pain. 

Baca Selengkapnya

Tentang "HIPNOTERAPIS" yang Mengaku Alumnus AWG Institute

4 April 2013

Saya menulis artikel ini untuk menjawab pertanyaan beberapa rekan dan sebagai pemberitahuan sekaligus penjelasan kepada khalayak ramai.

Ceritanya begini. Akhir-akhir ini saya mendapat banyak pertanyaan dari calon klien, baik yang mengirim email langsung ke saya atau menghubungi AWG Institute, yang mengatakan mereka telah menjalani terapi dengan hipnoterapis alumnus pelatihan saya dengan sistem paket dan merasa belum mendapat hasil seperti yang diharapkan. Menurut calon klien ini ia telah menjalani 3 paket masing-masing terdiri 4 sesi terapi. Jadi, total 12 sesi terapi untuk kasus tidak percaya diri.

Ada lagi yang mengatakan bahwa ada hipnoterapis alumnus pelatihan saya yang memberi jaminan kesembuhan dengan pelayanan terapi sebanyak yang dibutuhkan klien. Intinya, klien membayar, di depan, sejumlah besar rupiah dan terapis memberikan pelayanan terapi sebanyak dan sesering yang diinginkan klien sampai klien sembuh total dan puas.

Ada calon klien yang mengatakan bahwa mereka telah menjalani terapi beberapa sesi dengan hipnoterapi alumnus pelatihan saya dan sama sekali tidak ada hasilnya dan kecewa karena alumnus ini mematok harga yang sangat tinggi, jauh di atas ketentuan lembaga, dan tidak profesional.

Dan masih ada lagi informasi lain yang disampaikan pada kami tentang "hipnoterapis" lulusan AWG Institute.

Saya sangat berterima kasih atas semua informasi yang disampaikan kepada kami karena ini penting sebagai bentuk kontrol sosial/masyarakat terhadap bentuk pelayanan hipnoterapi yang dilakukan oleh para hipnoterapis yang pernah belajar ke lembaga saya.

Dari penggalian lebih lanjut akhirnya diketahui bahwa para hipnoterapis yang dikeluhkan oleh para calon klien itu bukan hipnoterapis yang pernah belajar ke (lembaga) saya. 

Berdasar informasi yang berhasil kami himpun, baik yang dilakukan AWG Institute dan dari para klien yang ditangani hipnoterapis lulusan AWG Insitute, ditemukan bahwa hipnoterapis itu, yang mengaku sebagai murid saya atau lulusan AWG Institute, sebenarnya adalah:

  • mereka yang membaca buku-buku saya dan mengaku sebagai hipnoterapis alumnus pelatihan saya.
  • mereka yang telah mengikuti seminar singkat yang saya selenggarakan, selama 2 - 3 jam, dan mengaku sebagai murid saya dan merasa sudah tahu semuanya.
  • mereka yang pernah ikut seminar (2 - 3 jam) dan mendapat sertifikat dan kemudian mengaku sebagai murid saya.
  • mereka yang menyaksikan rekaman seminar Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy yang saya selenggarakan dan mengaku sebagai murid saya.
  • mereka yang ikut pelatihan Quantum Life Transformation selama 3 malam 4 hari, mendapat sertifikat sebagai peserta QLT, dan merasa sudah cakap melakukan terapi, dan mengaku telah belajar ke saya. 

Saya perlu menjelaskan perbedaan antara Quantum Life Transformation workshop (3 malam 4 hari) dan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy ( 9 hari = 100 jam).

QLT adalah pelatihan berbasis terapi yang bertujuan mengajar teknik self-healing. Berbagai teknik yang diajarkan di QLT hanya untuk diterapkan ke diri sendiri, BUKAN untuk diterapkan ke orang lain.  Walaupun sudah jelas bahwa teknik terapi yang diajarkan di QLT workshop adalah untuk menerapi diri sendiri atau self-healing tetap saja ada peserta yang berani buka praktik.

Peserta QLT yang berani buka praktik ini modalnya hanya nekad, pemberian sugesti, dan Hypno-EFT. Ia sama sekali belum pernah belajar hipnosis atau hipnoterapi. Lebih luar biasa lagi peserta ini, walau sudah saya ingatkan  untuk tidak melakukan terapi, tetap saja buka praktik. Dan yang sungguh luar biasa lagi, saat ia tidak berhasil mengatasi masalah klien, tanpa segan ia menghubungi saya dan minta waktu untuk konsultasi dan minta saran dan masukan untuk menangani kliennya. Sudah tentu permintaan ini saya tolak. 

Pengetahuan mengenai pikiran, dasar teori, teknik terapi, dan yang lainnya yang diajarkan di QLT sudah tentu tidak sedalam yang diajarkan di SECH (d/h QHI). Jadi, mereka yang ikut QLT, walau sudah reseat berkali-kali, tetap TIDAK CAKAP untuk melakukan hipnoterapi atau menerapi orang lain. Mereka hanya cakap menerapi diri sendiri.

Jadi, bila Anda ada melihat foto seseorang bersama saya, dan ia mengaku sebagai murid saya, maka tanyakan apakah ia punya sertifikat C.Ht dari AWG Institute? Biasanya foto itu adalah foto saat ikut QLT atau pas saya mengadakan seminar singkat.

Bila Anda terlanjur datang ke tempat hipnoterapis yang mengaku sebagai alumnus pelatihan saya maka pastikan Anda melihat di ruang praktiknya ada sertifikat sebagai hipnoterapis yang dikeluarkan Adi W. Gunawan Instiute of Mind Technology atau yang dulu masih menggunakan nama Quantum Hypnosis Indonesia. Bila mereka tidak bisa menunjukkan sertifikat ini maka pasti bukan alumnus pelatihan saya.

Kami punya standar baku untuk melakukan hipnoterapi antara lain:

  • setiap klien pasti akan mendapat penjelasan detil apa yang akan kami lakukan dengan menggunakan QPG. Bila hipnoterapis tidak menggunakan QPG maka pasti bukan alumnus pelatihan saya.
  • klien pasti diminta mengisi intake form.
  • penampilan dan postur terapis yang profesional.
  • ruang terapi yang baik, bersih, menggunakan kursi reclyning yang bagus. Terapi tidak pernah dilakukan di ranjang atau berbaring di lantai, apalagi di sebuah gudang yang tidak representatif.
  • kami tidak pernah menjanjikan kesembuhan. Setiap kali melakukan terapi saya selaku mengatakan bahwa saya hanya melakukan upaya maksimal dan tidak menjanjikan kesembuhan klien.
  • kami tidak pernah menggunakan sistem paket. Aturan lembaga kami yaitu kami minta komitmen maksimal sampai 4 (empat) sesi terapi. Tidak berarti harus dijalani sampai 4 sesi. Bila dalam satu atau dua sesi sudah sembuh maka terapi tidak perlu diteruskan.
  • profesional fee yang ditetapkan juga seragam dengan lama sesi terapi sekitar 2 jam. Untuk jelasnya bisa lihat di www.AdiWGunawan.com atau bisa langsung menghubungi AWG Institute.
  • setiap masukan, saran, atau keluhan yang disampaikan oleh klien yang ditangani oleh hipnoterapis lulusan AWG Institute pasti mendapat perhatian serius dan ditindaklanjuti.

Sebagai hipnoterapis kami tentu punya keterbatasan. Tidak semua kasus dapat kami bantu atau sembuhkan. Ada juga yang telah menjalani beberapa sesi terapi namun belum mencapai hasil maksimal seperti yang diharapkan. 

Itu sebabnya kami menetapkan standar terapi maksimal sebanyak empat sesi. Bila sampai empat sesi sama sekali tidak ada perubahan positif dalam diri klien maka terapi kami hentikan. Kami mundur dan menyatakan tidak sanggup membantu klien ini karena pengetahuan dan kecakapan kami belum mampu membantu klien mengatasi masalahnya. Klien disarankan untuk mencari terapis lain yang lebih kompenten. 

Bila Anda ragu hipnoterapis yang akan membantu Anda adalah lulusan AWG Insitute atau bukan maka Anda bisa bertanya langsung ke AWG Insitute melalui email cs@adiwgunawan.com atau telpon 031 5461827 dan 5470437.

Baca Selengkapnya

Beda Hipnosis dan Hipnoterapi

25 Maret 2013

Dunia hipnosis dan hipnoterapi di Indonesia saat ini telah berkembang sangat pesat. Pemahaman masyarakat juga turut berkembang dengan semakin banyaknya publikasi, baik dalam bentuk buku, e-book, pelatihan, dan berbagai artikel yang dimuat di berbagai situs internet. Sungguh satu hal yang sangat menggembirakan.

Edukasi masyarakat yang telah terjadi sejauh ini telah berhasil mendorong masyarakat untuk menggunakan hipnoterapi sebagai sarana untuk mengatasi masalah mereka, khusus yang berhubungan dengan mental dan emosi.

Di sisi lain, dari diskusi saya dengan beberapa rekan, ternyata masih ada beberapa pandangan atau pemahaman yang kurang tepat mengenai hipnosis dan hipnoterapi.

Dalam kesempatan ini saya hanya akan mengulas satu saja mispersepsi ini.

Banyak orang yang berpandangan bahwa hipnosis sama dengan hipnoterapi, padahal sebenarnya berbeda. Hipnosis per se adalah satu kondisi kesadaran yang terdiri atas banyak level kedalaman. Dengan demikian hipnosis, bila berdiri sendiri, sebenarnya tidak bersifat terapeutik atau menyembuhkan, karena hanya berupa satu kondisi kesadaran.

Hipnosis bila digabungkan dengan teknik terapi, apapun tekniknya, disebut dengan hipnoterapi. Dengan demikian, hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dengan bantuan atau dalam kondisi hipnosis.

Ada perbedaan signifikan antara kemampuan membawa subjek / klien masuk ke kondisi hipnosis dan melakukan hipnoterapi. Orang yang mampu membawa subjek/klien masuk kondisi hipnosis yang dalam belum tentu cakap atau terampil melakukan hipnoterapi. Sebaliknya orang yang mampu dan cakap melakukan hipnoterapi, yang kita sebut sebagai hipnoterapis, pasti cakap membawa klien masuk kondisi hipnosis.

Membawa subjek ke kondisi hipnosis bukanlah hal yang sulit. Keterampilan ini dapat dipelajari dengan sangat cepat hanya melalui pelatihan singkat, meniru apa yang ditonton di Youtube, atau cukup dengan membaca skrip induksi yang telah disiapkan. Di Youtube bisa dijumpai banyak video, dalam bahasa Indonesia, yang menunjukkan cara melakukan induksi.

Pada prinsipnya ada sepuluh teknik dasar induksi. Enam di antaranya, Eye Fixation (Fiksasi Mata), Relaxation, Mental Misdirection, Mental Confusion, Loss of Equilibrium, dan Shock to Nervous System.

Dari keenam teknik dasar ini berkembang menjadi sangat banyak teknik induksi yang secara garis besar terbagi menjadi : instant induction (beberapa detik), rapid induction (sekitar empat menit), dan progressive relaxation (beberapa menit sampai 30an menit).

Seorang stage hypnotist, yang biasa tampil di panggung menghibur penonton, adalah seseorang yang sangat cakap dalam melakukan shock induction. Dalam sekejap ia mampu membawa subjek masuk ke kondisi hipnosis yang sangat dalam.

Apakah stage hypnotist dapat melakukan hipnoterapi?

Bisa ya, bisa tidak. Bila stage hypnotist ini juga adalah seorang hipnoterapis maka ia bisa melakukan hipnoterapi. Namun bila ia hanya belajar sampai di level sebagai stage hypnotist maka ia tidak bisa melakukan hipnoterapi.

Jenjang pendidikan dalam dunia hipnosis/hipnoterapi diawali dengan sertifikasi sebagai CH atau certified hypnotist. Ini adalah jenjang paling dasar dan biasanya karirnya adalah menjadi stage hypnotist.

Berikutnya adalah C.Ht atau certified hypnotherapist. Ini adalah level pendidikan untuk menjadi seorang hipnoterapis yang mampu membantu klien mengatasi masalah yang berhubungan dengan aspek mental atau emosi. Dan yang paling tinggi adalah CCH atau certified clinical hypnotherapist.

Tentu, setiap level membutuhkan masa studi yang berbeda bergantung pada lembaga tempat seseorang belajar. Bahkan ada lembaga luar negeri yang memberi gelar CH secara gratis hanya dengan belajar on-line, seperti HMI (Hypnosis Motivation Institute). 

Besar harapan saya setelah Anda membaca artikel ini Anda dapat membedakan antara orang  yang cakap menghipnosis dan orang  yang cakap melakukan hipnoterapi. 

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List