The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Trauma Masa Kecil dan Gangguan Mental

12 Juli 2013

Teori yang berkembang mengenai sakit mental menyatakan bahwa sebagian besar sakit mental disebabkan oleh faktor genetik dan cacat biologis. Ada dua komponen utama yang menyebabkan seseorang bermasalah yaitu faktor biologis dan pengasuhan. Selama ini fokus lebih banyak diberikan untuk menemukan faktor biologis yang mengakibatkan sakit mental. Bremner (2002) menyatakan hal menarik yang sangat perlu disimak: Tiga puluh tahun sejak dimulainya revolusi biologis dalam psikiatri, sampai saat ini masih belum ditemukan gen skizofrenia atau mania.

Hasil penelitian mutakhir menunjukkan data dan temuan penting yang sangat perlu kita cermati dengan serius. Berbagai penelitian ini mengemukakan adanya keterhubungan yang erat dan signifikan antara trauma masa kecil, gangguan atau kerusakan pada wilayah otak tertentu, dan gangguan mental.

Di awal kehidupan otak manusia sangat sensitif dan mudah dipengaruhi oleh pengalaman baik yang positif (pengasuhan yang sehat) dan pengalaman negatif (kekerasan dan pengabaian). Trauma berulang pada anak berakibat sangat buruk terhadap kemampuan anak dalam berpikir, merasa, berelasi dan berfungsi baik di masa sekarang maupun di masa mendatang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa semakin banyak trauma yang dialami anak semakin besar kemungkinan mereka mengalami sakit mental di kemudian hari.

Perkembangan dan pertumbuhan otak anak dipengaruhi oleh interaksi antara orangtua dan anak. Siegel (1999) mengatakan bahwa pikiran manusia berkembang melalui pola-pola dalam aliran energi dan informasi di dalam otak (anak) dan di antara otak (orangtua dan anak).

Schore (1994) menyatakan pentingnya relasi antara orangtua / pengasuh utama dan anak dalam konteks mengendalikan, menenangkan, dan memengaruhi secara positif kondisi emosi bayi/anak di masa kritis pertumbuhan mereka sampai saat anak mampu mengendalikan diri sendiri.

Masih menurut Schore bila relasi ini gagal, orangtua atau pengasuh tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik, dalam konteks mendukung regulasi emosi anak, maka akan berakibat perkembangan otak dan psikis yang buruk dan menjadi sumber berbagai masalah gangguan mental di masa mendatang.

Sejak tahun 1980 hingga saat ini terdapat lebih dari tiga ratus studi klinis yang menunjukkan hubungan erat antara trauma masa kecil yang berulang dan penyakit mental yang muncul kemudian – seringkali puluhan tahun kemudian.  

Berdasar hasil penelitian mendalam sejak tahun 1991 para peneliti telah menemukan hubungan antara trauma masa kecil dan kondisi otak abnormal. Trauma masa kecil menyebabkan kerusakan otak dan selanjutnya mengakibatkan sakit mental.

Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat belajar menjadi tenang dan mencerap pola perilaku kondusif yang ditunjukkan oleh pengasuhnya. Situasi lingkungan yang mendukung ini sangat baik untuk perkembangan otak dan sistem saraf sehingga mampu mngatasi kondisi stres normal yang biasa dialami anak.

Saat anak bertemu dengan situasi yang menimbulkan stres, sistem saraf simpatiknya secara otomatis mengaktifkan respon lawan atau lari. Saat stres berhasil ditangani dengan baik, otak yang berkembang optimal akan mengembalikan anak ke kondisi tenang dan rileks.

Namun bila anak berulang kali mengalami kekerasan (abuse) baik secara fisik atau psikis, dan pengabaian (neglect), otak dan sistem sarafnya akan mengalami gangguan dan kerusakan hingga taraf tertentu. Akumulasi data dari penelitian terkini menunjukkan bahwa trauma berulang yang dialami bayi atau anak kecil mengakibatkan kerusakan pada pre-frontal cortex (bagian otak yang melakukan fungsi eksekutif seperti berpikir, fokus, menimbang, kendali perilaku dan menenangkan diri),  corpus callosum (kumpulan serat penghubung kedua hemisfir otak), hippocampus (bagian otak yang menangani pembelajaran, memori, dan keseimbangan emosi), amygdala (bagianotak yang menangani pemrosesan dan keseimbangan emosi), cerebellar vermis (membantu menenangkan sistem limbik yang terlalu aktif), HPA axis (poros hypothalamus-pituitary-adrenal, yang merupakan sistem hormon utama tubuh), sistem serotonin/dopamine/GABA, dan sistem saraf simpatik. 

Selain mengakibatkan gangguan dan kerusakan otak, trauma masa kecil yang berulang dapat mengganggu sistem hormon dan senyawa kimiawi otak (neurotransmitter). Hingga saat ini terdapat tujuh belas penelitian yang dilakukan pada lebih dari 1.375 anak yang menunjukkan kerusakan pada fungsi HPA axis mereka akibat trauma masa kecil.

Efek lain yang diakibatkan oleh trauma masa kecil adalah berkurangnya fungsi saraf bertahun kemudian, berkurangnya kecakapan verbal dan performa, dan juga IQ, berkurangnya perkembangan mental (personal, sosial, dan motor), EEG abnormal, kejang, depresi, dan penyalahgunaan zat (substance abuse).

Trauma yang biasa dialami anak di masa kecil dan berlanjut hingga masa remaja yang berakibat sangat buruk terhadap masa depannya, antara lain:

  • anak tidak diinginkan, karena kehamilan yang terjadi di luar kehendak atau rencana, baik oleh salah satu atau kedua orangtuanya.
  • anak pernah mau digugurkan, baik masih dalam pikiran orangtua atau sudah pernah dilakukan upaya pengguguran namun gagal.
  • salah satu atau kedua orangtua menolak anak karena berjenis kelamin tidak seperti yang diharapkan atau diinginkan.
  • saat dalam kandungan ibu kedua orangtua sering ribut atau bertengkar.
  • ibu mengalami tekanan mental dan emosi yang intens saat mengandung.
  • anak diabaikan oleh orangtua, baik secara fisik maupun emosi.
  • anak mengalami kekerasan fisik.
  • anak mengalami kekerasan emosi.
  • pelecehan seksual.
  • trauma karena sekolah (misal: beban pelajaran, perundungan (bullying) yang tidak mendapat penanganan segera dan terselesaikan.
  • kecemasan konstan yang berasal dari orangtua pencemas dan bermasalah.
  • dll.

 

Saat anak mengalami trauma dan kondisi emosi negatif dan tidak ada orangtua atau pengasuh yang mendukung dan menenangkannya maka kondisi ini memengaruhi bagaimana jaringan di otaknya terbentuk.

Anak ADD/ADHD tidak memiliki kontrol diri yang baik karena wilayah otak sebelah kiri depan (prefrontal cortex), yang berfungsi sebagai "rem" dan pengendali tidak bekerja (optimal) karena trauma.

 

Depresi dan Atrofi Otak

Para peneliti telah menemukan ketidaknormalan pada struktur, senyawa kimiawi, dan fungsi otak para penderita beberapa jenis gangguan mental seperti depresi, adiksi alkohol, dan skizofrenia. Dengan menggunakan teknologi terkini seperti MRI (magnetic resonance imaging), PET (positron emission tomography), dan spectroscopy para peneliti independen mengamati beragam kelompok orang yang mengalami depresi dan menemukan atrofi signifikan pada wilayah otak tertentu.

Wilayah otak yang mengalami atrofi (berkurang dalam ukuran atau volume) meliputi: frontal lobesorbital frontal lobes, subgenual frontal lobes, caudate nucleus, hippocampus, dan amygdala.  

Wilayah-wilayah otak yang dijelaskan di atas semuanya saling terhubung dan terlibat dalam respon stres Stres kronis mengakibatkan level cortisol meningkat signifikan dan mengakibatkan kerusakan pada hippocampus, memori verbal, dan kemampuan berpikir.

Informasi dan temuan ini menunjukkan bahwa atrofi pada wilayah otak yang spesifik secara signifikan berhubungan dengan atau mungkin bahkan sebagai penyebab depresi.

Dalam beberapa penelitian secara khusus dilakukan penelusuran dengan meneliti riwayat hidup subjek penelitian dan ditemukan adanya hubungan yang kuat antara trauma masa kecil dan atrofi otak dan depresi.

Baca Selengkapnya

Takut dan Serakah: Dua Emosi Penghambat Sukses

10 Juli 2013

Di salah satu kesempatan minggu lalu saya jumpa dengan sahabat lama yang adalah pakar di bidang properti yang kini juga mendalami dunia keuangan.

Sahabat ini sudah kenyang mengikuti berbagai pelatihan baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Setelah cerita banyak hal kami akhirnya diskusi tentang dunia pelatihan.

Diskusi ini berawal dari sahabat saya menjelaskan mengenai kondisi kehidupannya saat ini. Sekitar tujuh tahun lalu ia mengalami kejatuhan di bidang finansial yang sangat parah. 

Saat itu posisi sahabat saya sudah sangat-sangat bagus. Ia dikenal sebagai agen properti yang sangat berhasil. Suatu hari, ia diajak kerjasama oleh beberapa rekannya untuk mendirikan perusahaan properti. 

Tawaran kerjasama seperti ini sudah sangat sering ia dapatkan, mengingat nama besarnya di dunia properti, namun selalu ia tolak. Namun entah mengapa kali ini ia menerimanya. Dan dari sinilah semua bencana ini berawal.

Ternyata rekan-rekan kerjanya bukan orang properti dan tidak sepadan dengan pengetahuan dan kemampuannya. Singkat cerita, karena salah dalam kalkulasi bisnis akhirnya perusahaan ini bangkrut dan menyisakan utang miliaran rupiah. 

Saat saya tanya apa yang menjadi alasan ia menerima tawaran kerjasama saat itu, dengan tersenyum bijak sahabat saya menjawab, "Saya sudah mengikuti sangat banyak pelatihan. Bisa dibilang semua pelatihan ini mengajarkan cara mengatasi rasa takut. Takut sukses, takut gagal, takut ditolak orang, takut tidak mampu, takut akan rasa takut, dan berbagai takut lainnya. Ada banyak cara yang digunakan untuk mengatasi rasa takut. Salah satunya adalah jalan di atas api. Ada lagi yang menggunakan jalan di atas pecahan kaca. Cara-cara ini memang cukup efektif. Namun satu hal yang belum pernah saya temui di berbagai pelatihan yang telah saya ikuti yaitu cara atau teknik mengatasi keserakahan."

"Lalu apa hubungan hal ini dengan Anda menerima tawaran kerjasama dulu," tanya saya. 

"Saya memang telah berhasil mengatasi rasa takut. Namun saat itu saya belum belajar mengatasi keserakahan saya. Jujur saya akui bahwa saya menerima tawaran mereka karena saya serakah. Saya hanya melihat hitungan di atas kertas. Karena serakah saya menjadi mata gelap. Yang ada di pikiran saya hanya untung dan untung. Pak Adi perlu membuat pelatihan khusus untuk mengatasi keserakahan. Ini ada pasarnya lho. Saya bisa jadi marketingnya kalau mau," jawabnya sambil tertawa. 

Sahabat saya saat ini sudah pulih kembali kondisi finansialnya. Ia memetik hikmah luar biasa dari pengalaman jatuh bangun yang ia alami.

Benar seperti yang ia katakan. Hampir semua pelatihan untuk meraih sukses menitikberatkan pada mengatasi rasa takut. Dari pengalaman saya selama ini mengatasi rasa takut saja belum lengkap. Kita perlu belajar mengatasi rasa serakah. 

Mengapa perlu mengatasi keserakahan? 

Keberanian yang tidak dilengkapi dengan kebijaksanaan dalam bentuk pengendalian diri tentu akan sangat berbahaya. Kita perlu bijak untuk bisa mengendalikan keserakahan yang merupakan salah satu emosi dasar manusia, selain marah dan takut.

Serakah artinya selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki, loba,  tamak, rakus. Serakah mengandung makna seseorang tidak tahu, tidak mengerti, atau tidak menentukan kondisi atau syarat cukup. Saat pikiran dikuasai keserakahan maka logika berpikir, kewaspadaan, dan ketajaman analisis menjadi tumpul. Yang tampak di pikiran dan dirasakan di hati hanya untung, untung, dan untung. Tidak lagi ada kemungkinan rugi. Kondisi ini tentu sangat riskan. 

Saya jelaskan kepadanya bahwa saya sangat menitikberatkan perasaan cukup dalam mengajar para peserta pelatihan QLT saat menentukan goal. Ini aspek sangat penting yang harus sungguh dimengerti oleh setiap peserta. 

Saya sempat sekilas menjelaskan apa yang diajarkan di QLT dan bagaimana saya membimbing para peserta untuk bisa mengatasi keserakahan mereka. Tentu dibutuhkan pemahaman akan cara kerja pikiran, emosi, dan juga teknik yang tepat. 

Sahabat saya ini setuju dengan semua paparan saya. Ia juga menceritakan bahwa dengan bekal hikmah dari pengalaman pahit sebelumnya saat ini ia sangat berhati-hati dalam menerima tawaran kerjasama dari siapapun. Ia sering mendapat tawaran kerjasama di bidang investasi emas, properti, batu bara, kayu gaharu, dan beragam tawaran lainnya. Kehati-hatian ini, karena ia sudah mampu mengatasi keserakahannya sudah sangat banyak menyelamatkan dirinya. Ia tidak lagi mudah dipengaruhi dengan iming-iming keuntungan menggiurkan.

“Logikanya sederhana. Bila bidang usaha atau apapun itu sungguh sangat menguntungkan, seperti yang diceritakan orang yang menawarkan kerja sama, maka ia tidak akan mencari saya. Kalau benar-benar menguntungkan pasti akan ia kerjakan sendiri. Adalah sifat manusia pada umumnya untuk tidak bersedia berbagi sesuatu yang sangat menguntungkan dirinya. Jadi, bila ada untung besar tapi bersedia dibagi dengan saya maka saya perlu ekstra hati-hati dan cermat dalan memelajari dan mencermati proposalnya,” jelas sahabat saya.

Sahabat saya juga mengatakan bahwa salah satu pelajaran paling mahal yang pernah ia "bayar" dalam hidupnya adalah pelajaran tentang keserakahan. Ia harus "membayar" miliaran rupiah untuk mengerti bahwa sangat penting mengendalikan diri dan menguasai keserakahan. Dan yang lebih disayangkan lagi, menurut sahabat ini, tidak ada orang yang mengajarinya mengenai hal ini. Ia harus belajar sendiri di Universitas Kehidupan dengan harga yang sangat mahal. 

Baca Selengkapnya

Bermain Time Track: Sebuah Pemikiran Untuk Penyembuhan dan Kesembuhan

5 Juli 2013

(Disklaimer: Informasi yang disampaikan di artikel ini hanya bersifat wacana dan tidak untuk dipraktikkan oleh individu yang tidak memiliki latar belakang pelatihan, pendidikan, dan sertifikasi yang memadai. Penulis tidak bertanggung-jawab atas akibat negatif apapun yang timbul dari penerapan teknik yang dijelaskan di artikel ini.)

Pengalaman klinis saya dalam membantu klien mengatasi berbagai masalah kehidupan mengantar saya pada satu kesimpulan berikut: Orang (dianggap) bermasalah bila perilaku, sikap, atau tindakannya dianggap, dirasa, dinilai, diyakini tidak sejalan dengan budaya, norma, nilai, kebiasaan, atau etika yang berlaku di lingkungan atau masyarakat (tertentu).

Dari sini dapat disimpulkan belum tentu klien bermasalah. Bisa terjadi justru yang bermasalah adalah lingkungannya. Jadi, sebagai terapis saya tidak serta merta menuruti keinginan klien, walau saya berpegang pada prinsip client-centered therapy.

Bagi mereka yang benar bermasalah maka biasanya masalah muncul karena:

  1. pikiran, perasaan, ucapan, dan atau tindakan klien didikte atau dikendalikan oleh program pikiran spesifik yang masuk / dimasukkan ke pikiran bawah sadarnya.
  2. pikiran bawah sadar klien memunculkan simtom spesifik akibat  pengalaman di masa lalu.

 

Proses Terciptanya Simtom

Individu mengalami masalah dalam bentuk simtom yang ia alami atau rasakan secara mental, emosi, dan atau fisik. Simtom tidak muncul tiba-tiba. Ia muncul melalui serangkaian proses yang dimulai dari dari satu kejadian awal (ISE: initial sensitizing event) berisi muatan emosi dengan intensitas tertentu.

Selanjutnya, dalam perjalanan hidupnya, individu mengalami lagi satu atau beberapa kejadian atau pengalaman lanjutan (SSE: subsequent sensitizing event) dengan nuansa emosi yang sama atau mirip dengan telah ia alami sebelumnya. Emosi yang berasal dari satu atau beberapa kejadian ini memperkuat emosi dari kejadian awal dan membangun momentum yang semakin lama semakin kuat hingga akhirnya pada satu kejadian berikutnya (SPE: symptom producing event) momentum ini menghasilkan simtom. Simtom bisa menjadi semakin parah oleh satu atau beberapa kejadian lanjutan (SIE: symptom intensifying event).

 

Label Yang Merusak Diri

Misal klien mengalami kejadian awal di usia 6 tahun. Ia mengalami beberapa kejadian lanjutan dan pada usia tertentu muncul simtom, klien mengalami masalah.

Dengan kondisi ini klien, baik melalui upaya sendiri atau dibawa oleh orangtuanya, mencari bantuan untuk mengatasi masalahnya. Biasanya profesional yang dimintai bantuan akan melakukan wawancara mendalam, pengamatan, dan serangkaian tes untuk menentukan kondisi klien masuk dalam kategori gangguan tertentu (disorder). (Untuk lebih jelas bisa membaca buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5) yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.)

Yang terjadi pada klien, dengan pemberian label tertentu, sebenarnya adalah potret atau gambar kondisinya saat tes dilakukan. Sayangnya label ini selanjutnya melekat kuat di pikiran bawah sadar klien dan menjadi satu program pikiran yang terus mengendalikan hidupnya.

Simtom muncul karena adanya trauma di masa lalu. Hasil pengamatan, wawancara, dan tes yang dilakukan sering tidak bisa mengungkap secara gamblang riwayat kejadian yang pernah dialami klien di masa lalu. Dengan demikian, proses penyembuhan menjadi lambat dan sulit.

 

Cara Mengatasi Masalah

Ada dua pendekatan yang bisa digunakan dalam mengatasi masalah. Pertama, tanpa perlu memroses kejadian awal (akar masalah). Kedua, dengan mencari dan menemukan akar masalahnya.

Ada banyak teknik yang bisa digunakan untuk mencari dan menemukan akar masalah. Beragam teknik ini bila dicermati masuk dalam salah satu dari tiga kategori berikut:

  • Hypnoprojective Techniques
  • Techniques Involving the Motor System
  • Regression (Techniques Utilizing the Time Track)

 

Masing-masing kelompok teknik di atas memiliki kelebihan dan keterbatasan. Terapis perlu cermat untuk mampu menentukan teknik yang sesuai situasi dan kondisi klien agar dicapai hasil dan efek terapeutik yang optimal.

Dalam proses terapi menggunakan teknik regresi kami menemukan hal menarik yang patut menjadi bahan pemikiran serius dalam upaya membantu klien mengatasi masalah, khususnya masalah yang kronis dan berat. Namun ini masih dalam tahap eksperimen klinis dan hasilnya belum bisa saya publikaskan kepada publik.

Teknik regresi, pada intinya, adalah membawa pikiran klien mundur, menyusuri memori masa lalu yang tersusun dalam garis waktu yang spesifik. Tentu ada syarat yang harus dipenuhi untuk bisa melakukan hal ini. Salah satunya adalah kedalaman relaksasi pikiran harus di kondisi profound somnambulism.

Saat diregresi klien bisa mengalami hipermnesia, mengingat kejadian masa lalu dengan sangat jelas dan detil, bahkan kejadian yang tidak bisa ia ingat dalam kondisi sadar normal, atau revivifikasi, mengalami kembali kejadian di masa lalu dengan semua indera dan dengan segala emosi yang muncul atau berhubungan dengan kejadian ini.

Hipermensia dan revivifikasi yang terjadi atau dialami klien dalam kondisi profound somnambulism memiliki kualitas sensori dan efek afeksi yang sangat berbeda dibandingkan dengan bila terjadi dalam kondisi light atau medium trance.

Secara teoritis dan telah divalidasi melalui serangkaian uji klinis diketahui bahwa bila seseorang diregresi ke usia kronologis tertentu maka ia akan berperilaku sama seperti ia saat itu. Misal klien berusia 45 tahun dan diregresi ke usia 6 tahun. Saat di usia 6 tahun klien akan berbicara, berpikir, dan berperilaku sama seperti saat ia berusia 6 tahun. Bahkan kosakata, bahasa tubuh, dan bentuk tulisan tangannya juga berubah menjadi seperti saat ia berusia 6 tahun. Bila klien diregresi ke usia 1 tahun maka ia akan menunjukkan refleks Babinski.

Pemahaman ini bila diaplikasikan ke konteks terapi tentu sangat menarik. Dari uraian di atas, proses terciptanya simtom, dimisalkan klien mengalami ISE di usia 6 tahun. Dalam perjalanan hidupnya ia mengalami beberapa SSE sampai di usia 23 tahun muncul masalah yang sangat mengganggu hidupnya, misalnya kebiasaan mengulang tindakan/perilaku tertentu (cuci tangan berulang kali), atau pikiran tertentu yang terus menerus muncul dan tidak bisa dihentikan.

Bila klien diregresi ke usia 22 tahun maka logikanya, bila klien mengalami revivifikasi penuh, ia saat ini belum “sakit” atau bermasalah. Dan bila klien diberi sugesti pascahipnosis untuk tetap berada di usia kronologis ini maka saat keluar dari trance ia sehat sepenuhnya. Klien tetap sehat karena ia baru berusia 22 tahun dan masalah baru muncul di tahun berikutnya, di usia 23 tahun.

Kendalanya adalah saat keluar dari trance klien berusia 22 tahun, bukan 45 tahun. Semua memori atau kejadian setelah usia 22 tahun (hari, bulan, dan tahun ia tergresi) sampai usia 45 tahun, saat ia duduk di kursi terapi, tidak ada karena belum terjadi.

Berikut adalah eksperimen yang dilakukan oleh John G. Watkins* kepada salah satu kliennya.

John berusia 30an dan seorang penderita paranoid skizofrenia. Ia pernah masuk rumah sakit selama delapan tahun karena psikosis kronis dan mengalami halusinasi mengenai adanya sekelompok Bagian Diri yang jahat dan terus menerus menghukum dirinya. Selama enam bulan John Watkins menangani dan menjalin relasi hipnotik dengan klien ini.

Setelah berhasil membangun relasi terapeutik yang baik Watkins akhirnya berhasil menghipnosis John ke kondisi hipnosis yang dalam, melalui proses induksi yang cukup sulit, dan meregresi kliennya mundur ke usia sembilan belas tahun, masa sebelum ia menjadi psikotik dan masuk rumah sakit, dan memberikan sugesti pascahipnosis. Setelah keluar dari kondisi hipnosis John sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda psikosis. Semua delusi dan halusinasi yang sebelumnya ia alami hilang tak berbekas. John tampak sepenuhnya normal.

Merasa penasaran dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat Watkins mengundang John untuk makan siang bersama seorang kolega Watkins. Kolega Watkins ini sama sekali tidak mengenal John. Selama masa makan siang,  kolega Watkins, seorang psikolog yang sangat berpengalaman, dan John berdiskusi, bercerita mengenai masa kecil mereka, dan pandangan mereka mengenai komunitas tertentu. Psikolog ini sama sekali tidak curiga atau tahu bila sedang berbicara dengan seorang klien yang mengalami paranoid skizofrenia kronis.

Sore harinya Watkins kembali menghipnosis John dan menghapus sugesti pascahipnosis yang ditanamkan di pikiran bawah sadar John di sesi sebelumnya. John kembali ke kondisi sebelumnya yaitu paranoid skizofrenia.

Beberapa hari kemudian Watkins kembali mencoba menghipnosis John namun tidak berhasil karena ia menjadi sangat resisten dan tidak bisa atau bersedia masuk ke kondisi hipnosis. Tampaknya struktur paranoid dalam diri klien memiliki kehidupannya sendiri dan tidak bersedia atau berkenan bila dihilangkan secara permanen.

Menurut Bower (1961) penderita skizofrenia yang berhasil dihipnosis oleh terapis yang ia tidak percaya sepenuhnya akan sangat sulit dihipnosis oleh terapis yang sama untuk kali kedua. Mungkin, di level pikiran bawa sadar, John terlalu takut bila harus hidup dengan realitas sebelum ia “sakit”.

Sayangnya beberapa minggu kemudian Watkins dipindahtugaskan ke rumah sakit lain sehingga tidak lagi bisa bertemu Waktins sering bertanya apa yang akan terjadi bila ia tidak mencabut sugesti pascahipnosis yang diberikan kepada John. Berapa lama klien akan terus bertahan, setelah ia diregresi, di waktu spesifik itu? Berapa lama kondisi normal ini bisa bertahan tanpa adanya relasi hipnotik berkelanjutan dengan terapisnya?

Saat ini, kami di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, walau telah berhasil menerapkan pengetahuan mengenai time track dan memory dalam membantu klien dengan masalah yang cukup serius, kami belum berani mempublikasi protokol yang kami gunakan.

Bermain dengan time track dan memory adalah hal yang sangat riskan bila tidak dilakukan oleh terapis yang benar-benar cakap dan kompeten karena menyangkut pikiran dan hidup klien. 

Hingga saat ini kami terus mengumpulkan informasi yang lebih lengkap dan akurat mengenai eksperimen yang pernah dilakukan dengan time track, terutama di berbagai jurnal hipnoterapi, untuk dapat membangun protokol terapi yang lebih efektif. 

 

*John G. Watkins (1913-2012) adalah profesor psikologi, pakar hipnoterapi klinis, dan direktur dari Pelatihan Klinis di University of Montana dari tahun 1964 sampai 1984. Watkins menulis lebih dari 190 artikel akademik dan berbagai buku, di antaranya General Psychology (1960) dan Ego States: Theory and Therapy (1987)

Baca Selengkapnya

Pengetahuan Berdasar Opini/Spekulasi Dan Pengalaman Nyata

30 Juni 2013

Ide-ide baru atau pengetahuan tidak tercipta secara tiba-tiba. Dalam banyak kejadian ide atau pengetahuan berasal dari proses deduksi dari kerangka teoritis yang sahih atau dihasilkan dari satu simpulan melalui pengamatan langsung atas fenomena yang diselidiki.

Ide atau pengetahuan juga bisa tercipta dari memelajari dan memahami secara saksama hukum yang berlaku, mengatur, dan memengaruhi kejadian atau kelompok kejadian tertentu. Teknik ini dinamakan historical method.

Untuk mudahnya, sumber pengetahuan dibagi menjadi dua kategori atau kelompok. Kategori pertama, pengetahuan yang berasal dari opini/pendapat dan spekulasi. Kategori kedua, pengetahuan yang berasal dari pengalaman nyata atau experiential knowledge.

Sesungguhnya, berbagai pengalaman nyata ini adalah fenomena yang digunakan untuk membangun teori. Teori ini selanjutnya diujicobakan lagi untuk membuktikan kebenaran dan konsistensi keberlakuannya secara universal. Teori ini diuji untuk menghindari spekulasi dan ketidakjelasan.

Dalam bidang hipnosis atau hipnoterapi, demikian pula dalam bidang keilmuan lainnya, sangat penting untuk bisa membedakan informasi atau pengetahuan yang kita pelajari, dengar, atau baca masuk kategori yang mana, apakah masuk kategori opini dan spekulasi atau kategori pengalaman nyata (empiris).

Bahwa satu teknik terapi sangat efektif saat digunakan pada satu atau dua klien tidak menjamin bahwa teknik ini juga bisa memberikan efek terapeutik serupa pada klien lainnya.

Ada  banyak teknik terapi yang sebenarnya masuk kategori opini/spekulasi namun diterima sebagai pengetahuan yang sahih. Ada banyak teknik yang sebenarnya tidak efektif namun diterima atau diyakini, tanpa bukti empiris, sebagai teknik yang sangat efektif mengatasi masalah. Ada juga teknik yang hanya dapat digunakan, dan memang telah terbukti efektif, menangani kasus-kasus ringan, namun sayangnya diterima atau diyakini, padahal secara konsisten tidak terbukti, dapat menyelesaikan masalah/ kasus berat.

Guru saya, Randal Churchill, menyebut teknik-teknik ini, teknik yang sebenarnya tidak efektif namun diyakini, diklaim, atau diterima sebagai teknik yang sangat efektif,  dengan nama teknik brush off

Di salah satu sesi pelatihan dengan Beliau, saat saya dalam proses pendidikan dan sertifikasi  certified clinical hypnotherapist (CCH) kami sempat diskusi mengenai teknik-teknik brush off.

Beliau dengan sangat tegas mewanti-wanti kami agar sangat berhati-hati agar tidak menggunakan teknik brsuh off pada klien.  

Klien datang untuk mendapat bantuan mengatasi masalahnya. Sudah tentu sebagai terapis profesional kita hanya menggunakan teknik yang benar-benar telah teruji secara klinis terbukti efektif dan efisien secara konsisten. 

Memelajari dan mendalami satu bidang keilmuan tentunya membutuhkan waktu dan upaya serius untuk terus memperbaharui dan meningkatkan pengetahuan dengan perkembangan terkini. Ada banyak cara untuk melakukan hal ini: mengulang kelas yang sama untuk memperdalam pemahaman akan topik tertentu, mengikuti pelatihan lanjutan dengan materi yang lebih dalam, konsultasi rutin dengan pengajar, membaca berbagai literatur dengan topik yang sesuai, menjadi anggota milis yang khusus membahas topik yang ingin kita pelajari, dan masih banyak cara lain. Semua ini bertujuan membangun database yang kuat dan lengkap untuk pengembangan pengetahuan di masa mendatang.

Untuk menjadi dan bisa terus bertumbuh seorang terapis, selain perlu rutin melakukan praktik, perlu banyak membaca. Ini adalah salah satu sarana paling efektif dan efisien dalam membangun database pengetahuan. Melalui bacaan terapis dapat memelajari teori, laporan, hasil praktik, pemikiran, dan pendapat dari berbagai pakar yang pendapatnya saling mendukung atau bahkan saling berseberangan.  

Pengetahuan yang telah dipelajari dan dipahami dengan sangat baik selanjutnya perlu dipraktikkan secara konsisten. Dari hasil praktik ini akan muncul pengetahuan yang lebih dalam yang memampukan kita melakukan analisis, sintesis, dan evaluasi.  

Dalam konteks terapi kita sangat berkepentingan untuk memelajari, menguasai, dan terampil mempraktikkan teknik-teknik terapi yang telah terbukti efektif membantu klien mengatasi masalahnya. Teknik-teknik ini tentunya perlu didukung oleh teori yang kuat, telah diujicobakan secara klinis, dan secara konsisten memberikan hasil seperti yang diharapkan. Kata kuncinya adalah konsisten.

Bila sarana belajarnya adalah melalui pelatihan, sebagai calon peserta kita perlu meneliti dengan cermat latar belakang dan pengalaman narasumber. Kita perlu memastikan bahwa narasumber benar-benar cakap dan kompeten, baik di sisi teori maupun praktik, juga adalah seorang praktisi yang secara konsisten telah dan terus mempraktikkan yang ia ajarkan di kelas, dan bukan sekedar pewacana /teoris.

Bila kita ingin belajar memperbaiki mobil sudah tentu akan lebih baik belajar pada orang yang berpengalaman memperbaiki mobil selama bertahun-tahun daripada belajar pada mereka hanya membaca buku atau menghadiri pelatihan mengenai perbaikan mobil.  

Ada dua pertimbangan terhadap pernyataan di atas. Pertama, terapi dilakukan dengan tujuan untuk bisa membantu klien mengatasi masalahnya. Semakin efektif tekniknya, semakin baik hasilnya. Kedua, hasil terapi, selain faktor kien, juga sangat dipengaruhi oleh rasa percaya diri terapis.  Rasa percaya diri ini terbangun melalui proses berkelanjutan, setahap demi setahap, satu sukses demi satu sukses. Bila terapis gagal, karena tekniknya tidak efektif, maka ini sangat memengaruhi kepercayaan dirinya. Saya banyak bertemu terapis yang sebelumnya sangat antusias membantu sesama, usai pelatihan, namun akhirnya berhenti total karena tidak percaya diri akibat sering gagal dalam terapi.

Apakah suatu pengetahuan berasal dari opini/spekulasi atau pengalaman nyata akan tampak dari dampak yang dihasilkan saat pengetahuan ini dipraktikkan.  

Akhir kata, sebagai pembelajar sepanjang hayat kita perlu punya sikap terbuka terhadap semua pendapat, saran, dan masukan, namun tetap menjaga integritas dan kemandirian berpikir yang fleksibel dan adaptif sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman yang kita miliki. 

Baca Selengkapnya

Sukses Mencapai Dunia Baru

26 Juni 2013

Kehidupan adalah satu karunia indah dari Sang Hidup. Kita tidak bisa memilih terlahir di mana, kapan, dan melalui orangtua seperti apa. Yang bisa kita lakukan adalah memutuskan menggunakan karunia kehidupan ini untuk menjalani hidup dan kehidupan dengan kualitas seperti yang kita inginkan.

Ada empat tipe orang dalam menjalani kehidupan. Pertama, orang yang hanya “mengalir” saja mengikuti arus kehidupan. Kedua, orang yang hanya mencari aman sehingga tidak bersedia melakukan hal lebih karena merasa nyaman dengan zona kenyamanannya. Ketiga, orang yang menetapkan pilihan hidup berdasar pengaruh atau pengkondisian lingkungan, baik yang ia dapatkan dari masa lalu ataupun yang berasal dari masa sekarang. Keempat, orang yang tahu bahwa ada begitu banyak kemungkinan dan pilihan dalam kehidupan dan mereka menetapkan pilihannya dengan penuh kesadaran.

Mana yang lebih baik dari keempat tipe ini? Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Ini semua kembali pada masing-masing individu. Dan kita tentunya tidak boleh atau berhak menghakimi orang lain.

Artikel ini saya tujukan bagi pribadi yang ingin mencapai lebih dalam hidup, meraih berbagai pilihan dan kemungkinan yang ada.

Untuk lebih memudahkan pembaca memahami penjelasan, saya akan menggunakan metafora hidup sebagai mengarungi samudera luas dan sukses adalah dunia baru di pantai seberang.

Untuk mulai menjelajahi samudera kehidupan yang luas tentu butuh persiapan matang. Saya ingat kisah Columbus (1451 – 1506) yang di tahun 1492 berlayar menyeberangi samudera Antlantik dalam upaya menemukan dunia baru (India). Ia membuat persiapan sangat matang meliputi jenis dan ukuran kapal yang akan ia gunakan, jumlah anak buah kapal (ABK) yang dibutuhkan, kecakapan yang harus dimiliki oleh masing-masing ABK, persediaan makanan dan kebutuhan lainnya selama pelayaran yang akan berlangsung lama (logistik).

Sebagai kapten kapal Columbus tentu sangat cakap dalam membuat perencanaan, menentukan arah atau rute perjalanan, membaca peta, melihat posisi bintang, memahami karakter lautan yang akan ia jelajahi dan juga mampu mengatur ABK bekerja menurut ritme dan arahannya. Sudah tentu ABK-nya menghormati dan menghargai Columbus seperti ia menghargai mereka.

Setelah menentukan tujuan yang ingin dicapai, memelajari peta dan menetapkan rute yang akan dilalui, ia menyampaikan hal ini kepada ABK-nya. ABK bekerja dan menjalankan perintah kapten dengan patuh sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Tidak selamanya perjalanan berlangsung mulus seperti yang diharapkan menurut rencana. Tentu pasti ada kesulitan atau masalah selama perjalanan menuju dunia baru. Ada dua jenis masalah yang dapat mengganggu perjalanan. Pertama, masalah yang bersifat eksternal yang disebabkan oleh kondisi cuaca atau laut. Kedua, masalah yang bersifat internal baik karena kerusakan pada kapal atau karena masalah pada atau yang ditimbulkan oleh satu atau beberapa ABK. 

Di sinilah peran penting seorang kapten kapal. Ia harus mampu, cakap, tanggap membaca dan memahami situasi yang dihadapi saat itu, apapun masalahnya. Bila masalah disebabkan oleh kondisi cuaca atau laut, ia harus mampu membuat keputusan dengan cepat dan tepat berdasar pengalaman serta intuisinya. Bila perlu ia akan mengubah jalur pelayaran agar bisa mencapai tujuan dengan lebih cepat dan aman. Bisa juga ia akan menunda perjalanan, berlabuh di satu pulau atau pantai tertentu untuk sementara waktu, sampai keadaan benar-benar aman bagi kapal dan juga ABK-nya untuk melanjutkan perjalanan.

Bila masalah disebabkan oleh kerusakan pada kapalnya, ia harus dapat memutuskan penanganan terbaik untuk memperbaiki kapal ini segera sehingga pelayarannya tidak terganggu. Bila masalahnya menyangkut ABK, baik perorangan atau kelompok, maka ia harus tetap dalam posisi otoritas, sebagai kapten kapal, yang dengan bijaksana mampu menyelesaikan masalah dengan segera dan tuntas.

Masalah pada ABK terbagi menjadi beberapa kategori. Pertama, ada ABK yang sakit sehingga tidak bisa menjalankan tugasnya (dengan baik). Kedua, ABK melakukan sabotase misalnya dengan tidak menuruti perintah kapten atau dengan sengaja merusak kapal. Yang paling berbahaya adalah bila terjadi sabotase namun tidak diketahui siapa pelakunya. Ketiga, satu atau beberapa ABK mogok kerja. Keempat, ada beberapa ABK yang saling berseteru, tidak bersedia bekerjasama, sehingga mengganggu ritme kerja tim secara keseluruhan.

Kapten kapal perlu cepat dan sigap bertindak untuk mengatasi setiap hambatan atau masalah yang dialami baik oleh kapal atau ABK. Situasi ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan sangat mengganggu perjalanan mencapai dunia baru. Kapten harus mampu mengayomi, mengendalikan, mengkoordinasi, dan mensinkronkan kerja semua ABK demi tercapainya tujuan.

Bila ABK sakit maka ia perlu diberi waktu untuk pulih. Sementara itu tugasnya bisa dijalankan oleh rekannya. Bila ABK melakukan sabotase maka ia perlu dipanggil dan ditanya alasannya. Mungkin ia marah atau kecewa mengenai sesuatu. Dalam hal ini ABK dibina dan diberi kesempatan lagi. Bisa juga ia dipindahkan ke bagian lain yang lebih sesuai. Namun bila sudah tidak bisa dibina sama sekali, ia perlu dibebastugaskan atau bahkan diherhentikan agar tidak terus menjadi sumber masalah.

Untuk ABK yang mogok atau berseteru maka kapten harus mampu dengan bijak mendengarkan pendapat, perasaan, dan keinginan mereka, memberi pengertian, dan mendamaikan.

Perjalanan Columbus ini sama dengan perjalanan hidup kita. Dunia baru di pantai seberang adalah tujuan hidup yang ingin kita capai. Siapa Columbus dalam diri kita yang berperan sebagai kapten? Pikiran sadar. Dengan pikiran sadar kita menetapkan tujuan hidup (goal), melakukan perencanaan dan strategi secara cermat, hati-hati, dan terukur untuk dapat mencapai goal dengan mudah dan pasti.

Siapa ABK yang menjalankan perintah kapten? Pikiran bawah sadar (PBS). Di PBS ada banyak Bagian Diri atau yang kita kenal dengan Ego Personality (EP). Masing-masing EP punya tugas atau peran masing-masing yang sangat spesifik.

Orang yang mampu mencapai goal dengan mudah adalah mereka yang telah menetapkan tujuan dengan jelas, terukur, personal dan bermakna, punya strategi untuk mencapainya, dan didukung oleh PBS.

Alasan utama mengapa orang tidak bisa atau sulit mencapai goal adalah sebagai berikut:

1. Individu tidak punya goal yang ingini dicapai. Hal ini sama seperti bila Columbus tidak menetapkan tujuan dan membiarkan ABK-nya yang menetapkan tujuan. Bila ini terjadi maka masing-masing ABK (baca: Ego Personality), tentu punya keinginannya sendiri,  bisa ribut dan bersikeras untuk berlayar dengan tujuan sesuai dengan keinginan masing-masing. Bisa anda bayangkan bagaimana kekacauan yang terjadi. Dari pengalaman klinis diketahui bahwa EP yang paling kuat atau dominan dalam diri seseorang akan mendikte dan menentukan tujuan yang ingin dicapai. Dan seringkali tujuan EP ini tidak sinkron dengan tujuan orang itu.

2. Individu punya tujuan yang jelas namun tidak punya skill atau kecakapan untuk mencapainya. Ini sama dengan Columbus telah menetapkan tujuan namun ABK yang ikut kapalnya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan kapal seperti yang diharapkan.

Dalam diri seseorang, masing-masing ABK ini adalah Ego Personality. Bila EP belum punya pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk meraih sukses maka ia atau mereka harus dilatih. Ada dua cara melatihnya. Pertama, di level pikiran sadar. Kedua, ini yang lebih cepat, di level pikiran bawah sadar.

3. Individu tidak yakin dapat mencapai tujuannya. Sebagai kapten kapal, Columbus, pasti sangat yakin dan percaya bahwa dengan kecakapan, pengetahuan, dan dengan kepemimpinannya ia dapat membawa kapalnya berlayar mencapai tujuan. Rasa yakin dan percaya ini akan ditangkap oleh ABK-nya sehingga mereka juga yakin dan percaya. Bisa dibayangkan pikiran dan perasaan ABK bila dipimpin oleh kapten kapal yang tidak percaya diri dan tidak tahu apakah bisa mencapai tujuan. Bila Anda adalah salah satu ABK, apakah Anda anda bersedia ikut berlayar di kapal ini?

4. Individu mengalami sabotase diri atau konflik internal yang disebabkan oleh Ego Personality tertentu. Ini adalah kondisi yang paling sering dialami seseorang. Saat hampir mencapai goal, entah apa yang terjadi, ia melakukan sesuatu yang justru menggagalkan dirinya mencapai goalnya. Bila ini terjadi satu atau dua kali, masih wajar. Namun bila sering terjadi maka ini adalah indikasi sabotase diri atau konflik internal.

Biasanya orang tidak mengetahui secara pasti apa yang mensabotase diri mereka. Yang biasanya terjadi ia merasa ada perasaan tidak nyaman tapi tidak tahu apa sebenarnya perasaan ini. Sabotase atau konflik diri ini bisa membuat pencapaian goal menjadi lebih lama, dari yang seharusnya, atau bahkan goalnya sama sekali tidak bisa tercapai.

Ada dua cara untuk mengatasi hal ini. Pertama, sebagai kapten kapal, Anda mencari sendiri ABK yang melakukan hal ini dengan menggunakan teknik Ego Personality Therapy. Kedua, bila ternyata tidak bisa melakukannya sendiri maka Anda perlu bantuan dari “penasehat” (baca: operator/terapis) yang akan membantu kapten (baca: pikiran sadar) untuk menemukan dan berdialog EP itu dan menyelesaikan masalahnya.

5. Individu tidak punya kapal yang sesuai untuk mencapai goal. Kapal yang dimaksud di sini adalah alat atau kendaraan. Untuk berlayar menyeberang samudera Atlantik yang sedemikian luas tentu tidak bisa menggunakan sampan atau perahu kecil.

Demikian pula bila ingin mencapai goal yang besar. Kita perlu cermat dan jujur menilai apakah kapal yang kita gunakan saat ini bisa mengantar kita mencapai goal. Bila tidak, kita perlu mencari kapal baru yang lebih sesuai. Bila kapalnya sudah sesuai, kita tinggal meningkatkan kecepatannya saja. Caranya bisa dengan meningkatkan kapasitas dan kemampuan mesin atau berlayar mengikuti arus laut yang searah dengan tujuan.

6. Individu kurang sabar dan pasrah. Perjalanan membutuhkan waktu atau proses, tidak bisa instan. Saat kita tahu bahwa apa yang kita lakukan sudah benar, sesuai dengan perencanaan, arahnya sudah tepat, maka yang perlu dilakukan adalah pasrah memberikan waktu untuk bekerja. Banyak orang yang berhenti terlalu cepat, kurang sabar, dan kurang pasrah.

Mencapai goal hidup, dunia baru, membutuhkan baik pikiran sadar (kapten) maupun pikiran bawah sadar (ABK). Tidak bisa hanya salah satu. Pikiran sadar (kapten) melakukan perencanaan matang, menetapkan tujuan dan strategi untuk mencapai tujuan ini. Setelah itu memberikan arahan dan perintah kepada pikiran bawah sadar (ABK) untuk bekerja mewujudkan rencananya.

7. Individu tidak mengerti cara menyampaikan keinginan atau perintah dari pikiran sadar ke pikiran bawah sadar sehingga pikiran bawah sadar tidak melaksanakan perintah ini.

Saya sering bertemu dengan orang yang bertanya, “Pak, apakah ada cara yang lebih cepat lagi untuk bisa mencapai goal selain yang telah dijelaskan di atas?”

Saya tidak tahu apakah ada cara lain yang lebih cepat. Namun bila Anda bertanya kepada saya maka jawaban saya selalu sama yaitu cara tercepat untuk mencapai goal adalah seperti yang telah dijelaskan di atas, dengan mensinkronkan kerja pikiran sadar dan bawah sadar. Saya kebetulan telah memelajari pemikiran banyak guru sukses yang sangat terkenal seperti Napoleon Hill, Norman Vincent Peale, Anthony Robbins, T. Harv Eker, Randy Gage, dan para pakar lainnya. Bila diteliti secara mendalam mereka semua sebenarnya bicara hal sama, walau dengan bahasa yang berbeda, yaitu pentingnya sinkronisasi antara pikiran sadar dan bawah sadar.

Sayangnya, mekanisme dan cara kerja pikiran bawah sadar tidak banyak dibahas secara mendalam di berbagai buku yang beredar di pasar. Untuk benar-benar memahami cara kerja pikiran bawah sadar seseorang perlu belajar dan mendalami teknologi pikiran. Pengetahuan ini, dari pengalaman saya pribadi, tersebar di berbagai buku yang ditulis oleh para pakar yang melakukan riset mendalam. Dan sayangnya nama mereka jarang atau tidak pernah terdengar di publik. Buku yang mereka tulis biasanya bersifat sangat teknis dan hanya dimintai kalangan terbatas.

Pemahaman awam mengenai sifat dan cara kerja pikiran bawah sadar, seperti yang banyak ditulis di buku, agak berbeda dengan pemahaman dalam dunia hipnoterapis klinis. Salah satunya, ini yang sangat sering saya jumpai, yaitu pikiran tidak bisa menerima kata “tidak” atau kata yang bersifat negasi.

Yang benar adalah, dalam konteks hipnoterapi klinis, pikiran bawah sadar cenderung, tidak berarti selalu, menolak atau tidak menerima kata yang sifatnya negasi (tidak) saat seseorang dalam kondisi pikiran yang sangat rileks (deep trance). Jadi, pikiran bawah sadar tetap bisa menerima kata negasi.

Ini hanya salah satu contoh. Masih banyak lagi yang lain. Pemahaman yang kurang tepat mengenai pikiran bawah sadar juga adalah salah satu faktor utama penghambat sukses.

Ada lagi yang bertanya, “Pak Adi, apa bisa Bapak memprogram pikiran bawah sadar saya agar sukses?”.

Saya katakan bahwa yang paling efektif memprogram pikiran seseorang adalah dirinya sendiri. Saya bisa menunjukkan caranya namun ia yang harus melakukannya sendiri karena ia selalu bersama dirinya selama dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu. Untuk itu ia sebaiknya belajar dan mengenali cara kerja pikiran sadar dan bawah sadar, cara mudah masuk dan berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar, cara efektif memasukkan program pikiran positif ke pikiran bawah sadar, mencari dan menemukan Bagian Diri yang menghambat serta tentunya mengatasi hambatan ini.

Dari pengalaman saya membantu klien dan juga dari kisah dan testimoni para alumni pelatihan Quantum Life Transformation tidak ada jalan pintas atau short cut yang lebih singkat lagi dari yang telah saya jelaskan.

Belajar dan mengenali diri sendiri, yang dilanjutkan dengan lebih mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, bersikap ikhlas, sabar, dan pasrah adalah jalan pintas yang paling pintas dari segala jalan pintas yang ada.

Baca Selengkapnya

Kondisi Hipnosis, Pikiran Sadar, Faktor Kritis, dan Pikiran Bawah Sadar

19 Juni 2013

Saya awali artikel ini dengan mengutip definisi hipnosis yang dilansir oleh Departemen Pendidikan Amerika, “Hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind dan followed by the establishment of acceptable selecive thingking”, yang bila diterjemahkan menjadi “Hipnosis adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya sugesti atau pemikiran tertentu (oleh pikiran bawah sadar).”

Dengan demikian, hipnosis hanya bisa terjadi bila ada penembusan faktor kritis (critical factor) dan diikuti dengan diterimanya sugesti atau pemikiran tertentu oleh pikiran bawah sadar.

Berkenaan dengan definisi di atas saya sempat membaca dan mendengar beberapa pendapat yang mengatakan:

  • saat dalam kondisi hipnosis subjek tidak sadar.
  • saat faktor kritis berhasil ditembus maka pikiran sadar langsung nonaktif (off).
  • faktor kritis terletak di pikiran sadar.
  • faktor kritis bekerja demi kepentingan pikiran sadar.
  • saat dalam kondisi hipnosis pikiran bawah sadar berkomunikasi langsung dengan operator / terapis tanpa melalui pikiran sadar.

 

Melalui artikel ini saya akan menyampaikan beberapa hal penting dalam kaitan dan keterhubungan antara kondisi hipnosis, kerja pikiran sadar, faktor kritis, dan pikiran bawah sadar.

Pikiran sadar dan pikiran bawah sadar, saat seseorang dalam kondisi sadar normal, selalu aktif bersamaan (paralel), masing-masing dengan proses dan dinamikanya sendiri dan saling memengaruhi. Pikiran bawah sadar selalu aktif selama dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu, dan tiga ratus enam puluh lima hari setahun. Saat pikiran bawah sadar nonaktif atau berhenti maka saat itu pula kita meninggal.

Pikiran sadar aktif dan nonaktif bergantung situasi. Saat seseorang tidur, pingsan, atau kehilangan kesadaran akibat obat bius/anestesi maka pikiran sadarnya nonaktif, namun pikiran bawah sadar tetap aktif. Setiap kali pikiran sadar nonaktif, faktor kritis juga ikut nonaktif.

Dan satu hal yang perlu dicermati yaitu saat faktor kritis berkurang keaktifannya atau total nonaktif hal ini tidak berarti pikiran sadar juga nonaktif. Faktor kritis adalah salah satu komponen dari pikiran sadar dengan fungsi sangat spesifik yaitu sebagai penjaga data yang ada di pikiran bawah sadar (memori) agar tidak dapat diganti, dipengaruhi, dimodifikasi, atau diubah dengan mudah.

Faktor kritis melakukan tugasnya dengan cara secara terus menerus membandingkan data baru, yang akan masuk, dengan data lama yang telah ada di memori.

Bila data baru ini sejalan dan menguatkan data lama maka dapat masuk dengan mudah ke pikiran bawah sadar, diterima, dan digabungkan dengan data yang telah ada. Bila sebaliknya, data baru ini ternyata bertentangan dengan data lama maka data ini pasti akan ditolak. Penolakan terhadap data baru ini dilakukan bukan dengan membuang atau meniadakan data ini tapi dengan cara tetap menerima data baru ini dan disimpan di satu bagian memori yang khusus berisi data-data yang tidak atau belum bisa digunakan.

Dengan demikian faktor kritis sebenarnya bekerja untuk pikiran bawah sadar, bukan pikiran sadar. Sebagian dari faktor kritis terletak di pikiran sadar dan sebagian lagi di pikiran bawah sadar.

Dalam proses hipnoterapi agar dapat berkomunikasi lancar dengan pikiran bawah sadar, tanpa gangguan dan intervensi dari pikiran sadar, maka hipnoterapis perlu mengurangi keaktifan dan bila perlu men-nonaktif-kan faktor kritis. Keaktifan faktor kritis berada pada satu garis kontinum, di ujung satu adalah kondisi aktif sepenuhnya dan di ujung yang lain adalah nonaktif. Jadi, bukan seperti tombol On-Off. Seberapa jauh pergeseran terjadi dari ekstrim satu ke yang lainnya, dari aktif sepenuhnya ke nonaktif, bergantung pada motivasi klien, rapport, dan kecakapan terapis.    

Dalam proses hipnoterapi, terapis membantu klien mengurangi keaktifan atau men-nonaktif-an faktor kritis klien sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu atau mengintervensi proses yang dijalani klien. Dan sedalam apapun kondisi hipnosis yang berhasil dicapai klien, ia tetap sadar sepenuhnya karena pikiran sadarnya masih tetap aktif.

Proses komunikasi antara terapis dan pikiran bawah sadar klien, yang sebelumnya “terganggu” oleh faktor kritis, kini menjadi leluasa. Pikiran bawah sadar memberikan jawaban kepada terapis tetap harus melalui pikiran sadar. Bila pikiran sadar nonaktif maka klien tidak dapat mendengar suara terapis dan atau memberi respon secara verbal. Pikiran sadar berfungsi sebagai gerbang yang menghubungkan dunia di luar diri klien dengan dunia di dalam dirinya. Bila gerbang ini tertutup (baca: pikiran sadar nonaktif) maka tidak mungkin bisa terjadi komunikasi. Kondisi ini sama halnya bila kita mengajak bicara orang yang sedang tidur.

Dalam beberapa kejadian ada klien yang masuk ke kondisi relaksasi pikiran yang begitu dalam hingga akhirnya tertidur. Terapis tidak bisa berkomunikasi dengan klien karena pikiran sadarnya nonaktif. Satu-satunya cara agar dapat kembali terjadi komunikasi adalah dengan sedikit menggoyang tubuh klien, biasanya dengan sentuhan di pundak, sambil memanggil nama klien agar ia keluar dari kondisi tidur ke kondisi hipnosis.

Baca Selengkapnya

HUKUM MENTAL : Hukum Abadi Yang Tidak Pernah Diajarkan di Sekolah Formal

15 Juni 2013

“There are only two ways to live your life. One is as though nothing is a miracle. The other is as though everything is a miracle” ~Albert Einstein

Di alam semesta terdapat dua macam hukum yaitu hukum buatan manusia dan hukum alam. Hukum buatan manusia merupakan kesepakatan yang dibuat oleh manusia. Hukum ini mengikat perilaku setiap individu yang ada dalam ruang lingkup pemberlakuan hukum ini. Hukum buatan manusia penuh dengan kekurangan dan dapat dimanipulasi dengan menggunakan kekuasaan dan uang. Dengan kata lain, yang benar bisa jadi salah dan yang salah bisa jadi benar. Semua bergantung pada faktor ”x” yang bermain.

Hukum alam terbagi atas dua kategori yaitu hukum fisika dan hukum mental. Hukum alam berlaku 100 % dari seluruh waktu dan berlaku terhadap semua makhluk hidup. Tidak peduli apakah mahluk itu tahu atau tidak tahu mengenai hukum tersebut. Tidak peduli apakah ia menerima atau menolak hukum itu. Suka atau tidak suka, tahu atau tidak tahu, menerima atau menolak, hukum ini berlaku secara adil dan merata pada semua mahluk.

Hukum fisika diajarkan di sekolah. Kita semua bisa mempelajari hukum ini. Operasi hukum fisika, seperti yang mengatur listrik atau mesin, bisa dibuktikan dalam percobaan yang terkontrol dan kegiatan yang praktis.

Hukum gravitasi, misalnya, bekerja di mana-mana di seluruh planet bumi selama 24 jam sehari. Kalau anda melompat dari sebuah gedung tingkat sepuluh, anda akan jatuh ke trotoar dengan kekuatan yang sama, apakah anda berada di New York ataupun di Jakarta. Saudara kita yang berada di pedalaman Kalimantan atau di Irian Jaya, walau mereka sama sekali tidak pernah mendengar tentang hukum gravitasi, yang ditemukan oleh Newton, bila mereka jatuh dari pohon yang tinggi mereka pasti akan mengalami efek yang sama.

Bila kita mengerti cara kerja hukum fisika, seperti hukum gravitasi, maka kita dapat memanfaat hukum ini untuk keuntungan kita. Misalnya dengan membuat bendungan atau waduk. Air yang ditampung dalam bendungan, karena gaya gravitasi, dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan listrik.

Sebaliknya, hukum mental tidak pernah diajarkan di sekolah. Hukum mental hanya bisa dibuktikan dengan pengalaman dan intuisi, dengan melihatnya bekerja dalam kehidupan kita sendiri.

Hukum mental sama seperti hukum fisika. Hukum ini berlaku di mana saja terhadap siapa saja, dan kapan saja. Hukum ini netral dan bekerja bagi anda di mana saja, tanpa memperdulikan apakah anda tahu tentang hal itu, menerima atau menolaknya, suka atau tidak suka. Dan yang lebih hebat lagi, hukum ini tidak bisa dimanipulasi.

Hukum mental, walaupun pengaruh fisiknya tidak bisa dilihat cukup jelas, juga bekerja 100 % dari seluruh waktu. Kapan saja kehidupan anda berjalan baik, ini berarti bahwa pemikiran dan kegiatan anda sesuai dan serasi dengan hukum mental ini.

Kapan saja anda punya masalah dari jenis apapun, hal itu pasti disebabkan anda telah melanggar salah satu atau lebih dari hukum ini, apakah anda mengetahuinya atau tidak. Jika anda mengerti dan menerapkan hukum-hukum ini dalam hidup anda, maka anda akan berubah dengan sangat cepat.

 

HUKUM MENTAL #1: HUKUM SEBAB-AKIBAT

Hukum ini menjelaskan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita. Hukum Sebab - Akibat mengatakan bahwa ada penyebab spesifik untuk sukses dan ada penyebab spesifik untuk kegagalan. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Hukum ini sangat penting sehingga disebut "Hukum Alam Semesta Baja" yang menentukan nasib manusia. Jika anda ingin mendapatkan sesuatu, atau ingin mendapatkan sesuatu lebih banyak, maka yang perlu anda lakukan adalah anda menyediakan lebih banyak ”sebab” yang dapat menghasilkan ”akibat” yang anda inginkan.

Hukum Sebab - Akibat ini biasa disebut juga sebagai Hukum Menabur dan Menuai. Hukum ini mengatakan apa saja yang anda tabur akan anda tuai. Apa yang anda tuai hari ini adalah hasil dari apa yang anda tabur di masa lalu. Kalau anda ingin menuai hasil panen yang berbeda di bidang apa saja dalam hidup anda di masa mendatang maka anda perlu menabur benih yang berbeda hari ini, dan tentu saja , ini mengacu pada benih mental.

Keberhasilan hidup, di bidang apa saja, adalah suatu akibat, dengan suatu sebab yang spesifik. Jika anda menemukan seseorang sukses di suatu bidang dan anda ingin mendapatkan hasil seperti yang dicapai orang itu, maka yang perlu anda lakukan adalah melakukan apa yang ia lakukan. Jika anda menabur suatu sebab maka anda pasti menuai suatu akibat yang spesifik. Jika anda menabur pikiran, ucapan, perbuatan, sikap, perilaku, dan tindakan sukses maka anda pasti akan menuai sukses. Demikian sebaliknya.

Jadi, jika anda tidak puas dengan hidup anda sekarang, anda tidak bisa dan tidak boleh menyalahkan orang lain. Yang perlu anda lihat adalah benih atau sebab apa yang telah anda tabur di masa lalu ? Dengan kesadaran ini, jika anda benar-benar merasa tidak puas dan ingin segera berubah, maka anda perlu segera menabur hal yang berbeda.

Dengan dasar pemahaman ini kini anda tahu bahwa sikap mental, perasaan, kebahagiaan, dan kepuasan anda adalah hasil dari bibit mental yang anda tanam di pikiran anda. Jika anda mengisi pikiran anda dengan gambaran, pikiran, ide sukses, kebahagian, dan optimisme, maka anda akan mendapatkan pengalaman positip dalam kehidupan anda.

Saya sering merasa prihatin saat mendengar banyak orang yang berkata, ”Saya akan kerja lebih keras, kerja lebih baik, bila perusahaan saya memberikan gaji yang lebih tinggi, tunjangan dan fasilitas yang lebih baik”.

Mereka lupa atau mungkin tidak tahu mengenai hukum Sebab - Akibat atau hukum Menabur dan Menuai. Mereka tidak mau menabur. Maunya kalau bisa menuai terus tanpa perlu menabur.

Sudah tentu orang dengan mentalitas seperti ini tidak bisa sukses karena ia telah melanggar hukum Sebab-Akibat.

 

HUKUM MENTAL # 2: HUKUM KOMPENSASI

Hukum ini merupakan kelanjutan dari Hukum Menabur dan Menuai. Hukum Kompensasi menyatakan bahwa anda mendapatkan hasil sebanding dengan upaya atau kontribusi yang anda lakukan, titik. Tidak lebih dan tidak kurang. Pas ukurannya dan pas takarannya. Dengan demikian apa yang telah anda capai dalam hidup anda saat ini, misalnya dari segi finansial, merupakan kompensasi atau hasil dari apa yang telah anda lakukan di masa lalu. Jika anda ingin meningkatkan hasil anda maka anda harus meningkatkan nilai kontribusi yang anda lakukan.

Penekanannya ada pada ”nilai” kontribusi yang dilakukan. Bukan sekedar kontribusi atau upaya yang dilakukan.

Mengapa? Hal ini menjawab pertanyaan mengapa para pemimpin mendapatkan kompensasi (baca: hasil) yang jauh lebih besar dibandingkan dengan orang biasa. Padahal orang biasa melakukan kerja yang jauh lebih keras dari pada para pemimpin itu. Ini semua berhubungan dengan ”nilai” kontribusi atau upaya yang dilakukan. Semakin besar pengaruh positif yang timbul dari suatu tindakan maka semakin tinggi nilainya.

Ini menjelaskan mengapa seorang supervisor mendapat kompensasi lebih besar dari karyawan biasa. Demikian pula seorang manajer mendapat kompensasi jauh lebih besar daripada supervisor.

Demikian pula seorang pilot mendapat kompensasi jauh lebih besar dari pramugari atau ground staff. Padahal bila dihitung jam kerja mereka sama.

Salah cara untuk tahu apakah "nilai" kontribusi seseorang tinggi atau rendah adalah apa yang akan terjadi bila orang ini tidak lagi ada atau bekerja. Apakah dengan ia tidak lagi bekerja akan memberi pengaruh besar pada tempat kerja atau lingkungannya? Apakah ia sulit digantikan oleh orang lain?

Semakin sulit seseorang digantikan maka semakin tinggi "nilai" kontribusinya. Demikian pula sebaliknya.

Anda mungkin pernah bertemu atau bahkan merasa heran mengapa ada orang yang mendapatkan hasil yang sangat berlimpah, dan ada orang yang tidak mendapatkan hasil yang mereka inginkan. Apakah Tuhan pilih kasih ? Tidak ! Jawabannya sederhana. Orang yang mendapatkan hasil berlimpah telah melakukan jauh lebih banyak dari yang seharusnya. Dengan kata lain mereka menabur sangat banyak benih. Tidak heran jika mereka menuai lebih banyak hasil.

 

HUKUM MENTAL #3: HUKUM KEPERCAYAAN

Hukum Kepercayaan mengatakan bahwa apapun yang anda percayai dengan sungguh-sungguh dan melibatkan emosi akan menjadi kenyataan anda. Dalam bahasa Inggris dikatakan, “You will see it when you believe it”. Kepercayaan anda mengendalikan realita anda. Mengapa? Karena anda akan konsisten bertindak sejalan dengan kepercayaan anda. Kita dapat melihat kepercayaan seseorang hanya dengan melihat apa yang mereka lakukan. Tindakan merupakan perwujudan dari kepercayaan.

Hukum ini berlaku dua arah. Pertama, kepercayaan menentukan tindakan yang kita lakukan. Sebaliknya, dengan secara sadar mengendalikan setiap tindakan kita, maka kita dapat secara tidak langsung membentuk dan mengendalikan kepercayaan kita. Dengan selalu melakukan tindakan yang sejalan dengan kepercayaan yang ingin anda kembangkan, maka anda akhirnya pasti akan mampu membangun kepercayaan itu, sama halnya dengan anda melatih otot anda dengan mengangkat barbel.

Misalnya anda percaya bahwa anda ditakdirkan untuk menjadi seorang pembicara publik yang berhasil, dan anda berjalan, bersikap, berbicara, dan bertindak layaknya seorang pembicara publik yang sukses, setiap hari, maka cepat atau lambat anda akan mengembangkan mind-set sebagai seorang pembicara publik andal. Dan bila anda mulai mengembangkan mind-set ini, anda akan mendapatkan hasil yang konsisten dengan mind-set anda. Akhirnya, kepercayaan anda akan menjadi kenyataan.

Kepercayaan anda memberi anda suatu bentuk pandang terowongan (tunnel vision). Hal ini membuat anda mengabaikan informasi, yang masuk, yang tidak konsisten dengan apa yang anda putuskan untuk anda percayai. Anda tidak selalu mempercayai apa yang anda lihat tetapi anda melihat apa yang anda percayai. 

Misalkan jika anda mutlak percaya bahwa anda pasti sukses besar dalam kehidupan, maka tidak peduli apapun yang terjadi, anda akan terus maju ke arah tujuan anda. Tidak ada apapun yang dapat menghentikan anda.

Sebaliknya jika anda percaya bahwa sukses hanyalah soal kemujuran atau kebetulan saja maka anda akan dengan mudah menjadi patah semangat dan kecewa setiap kali segala hal tidak berjalan sesuai dengan keinginan anda. Jadi kepercayaan menetapkan anda untuk sukses maupun gagal.

Kepercayaan yang paling berbahaya, yang lebih berbahaya dari penyakit AIDS atau Kanker adalah self-limiting belief atau kepercayaan yang bersifat melemahkan diri kita. Kepercayaan ini sangat berbahaya dan mematikan, secara mental dan emosional. Orang yang “mengidap” penyakit self-limiting belief biasanya tidak sadar bila terkena penyakit gawat ini. Lalu apa itu self-limiting belief ? Ini adalah kepercayaan yang berdasar pada keraguan dan rasa takut.

Kepercayaan ini menghalangi anda mencapai keberhasilan. Kepercayaan ini berisi pemikiran negatip mengenai diri anda yang mengatakan bahwa anda tidak cakap, tidak kreatif, penampilan anda buruk, anda tidak punya kelebihan, anda orang bodoh, dan tidak berenergi. Setiap kali anda meragukan kemampuan anda maka anda memberikan energi pada kepercayaan itu. Semakin sering anda mengulangi perilaku buruk, akibat dari kepercayaan yang salah, maka semakin kuat kepercayaan negatip itu.

Hampir semua kepercayaan yang membatasi diri kita sama sekali tidak benar. Kepercayaan ini terbentuk berdasarkan informasi negatif yang anda masukkan ke dalam hati dan anda menerima hal ini sebagai sesuatu yang benar. Begitu anda menerima kepercayaan itu sebagai sesuatu yang benar, maka kepercayaan anda akan menjadi realita anda.

Untuk mengatasi hal ini anda harus menantang dan mempertanyakan kebenaran kepercayaan anda. Anda perlu memeriksa sumber dan keabsahan kepercayaan anda.

Untuk berkembang kita perlu bersikap kritis bahkan terhadap kepercayaan kita yang paling dalam. Kita perlu berani bertanya pada diri sendiri, "Bagaimana saya tahu dan yakin bila kepercayaan ini adalah benar? Bagaimana bila ternyata kepercayaan ini salah dan sangat merugikan hidup saya?"

 

HUKUM MENTAL #4: HUKUM KONSENTRASI

Hukum Konsentrasi menyatakan bahwa semakin anda memikirkan sesuatu maka semakin besar kapasitas dan energi mental yang anda curahkan pada hal itu yang mengakibatkan pikiran itu menjadi semakin kuat. Selanjutnya pikiran yang semakin kuat ini akan memengaruhi dan mengendalikan perilaku anda. Efeknya seperti bola salju yang semula masih kecil. Saat menggelinding dari atas bukit ke lembah maka ia membangun momentum menjadi semakin besar dan semakin kuat hingga akhirnya sangat sulit dihentikan.

Kekuatan hukum ini ibarat pedang bermata dua, bisa membantu anda dan bisa menghancurkan hidup anda. Jika anda terus berpikir mengenai goal anda, maka pikiran ini akan mendominasi semua pemikiran, ucapan, perasaan, perbuatan, dan tindakan anda. Semakin anda memikirkan tujuan anda, maka semakin kuat pikiran ini dan semakin fokus anda untuk mencapainya. Semakin sering anda memikirkannya maka semakin termotivasi anda untuk mencapainya.

Sebaliknya, bila anda, secara sadar atau tidak, selalu memikirkan hal yang tidak anda inginkan, maka pemikiran ini akan mendominasi semua pikiran,perasaan, ucapan, perbuatan, dan tindakan anda sehingga akhirnya apa yang tidak anda inginkan akan menjadi kenyataan bagi anda.

Sering kali dalam sesi diskusi atau konsultasi dengan klien atau peserta pelatihan Quantum Life Transformation (QLT), saya menanyakan pertanyaan, ”Apa yang ingin anda capai dalam hidup?”.

Jawabannya beragam. Namun ada satu hal yang konsisten. Mereka yang hidupnya biasa-biasa atau malah serba kekurangan, biasanya memberikan jawaban, ”Saya tidak mau hidup susah. Saya sudah cukup menderita. Saya tidak ingin dipandang rendah oleh orang lain. Saya sudah capek hidup miskin”. Sebaliknya, orang sukses atau yang mempunyai prestasi tinggi akan menjawab, ”Saya ingin mengembangkan usaha saya ke kota lain. Saya ingin meningkatkan penghasilan saya tiga kali lipat dalam tahun ini. Saya ingin membawa keluarga saya liburan ke luar negeri akhir tahun ini”. Anda bisa lihat bedanya?

Orang gagal adalah orang yang selalu memikirkan apa yang tidak mereka inginkan. Sesuai dengan hukum Konsentrasi, semakin mereka fokus pada hal yang tidak inginkan, justru semakin kuat pikiran mereka memikirkan hal itu. Dan akhirnya mereka mendapatkan apa yang tidak mereka inginkan.

Sebaliknya orang sukses selalu memikirkan hal yang mereka inginkan. Dan mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Untuk dapat menggunakan hukum Konsentrasi dengan maksimal, anda perlu menuliskan apa yang anda inginkan, kemudian secara konsisten memikirkan hal itu, membicarakannya, bertindak, dan bertumbuh dan berkembang menjadi orang yang layak untuk mendapatkan keberhasilan yang diinginkan.

Ada dua cara untuk menggunakan hukum ini. Pertama, dengan pikiran sadar Anda terus menerus mengingat goal Anda. Ini tentu akan sangat melelahkan dan efeknya biasanya kurang kuat dan membutuhkan waktu lama.

Kedua, dengan menggunakan pikiran bawah sadar. Caranya adalah dengan menanamkan goal ini di pikiran bawah sadar serta diberi program untuk bisa terus mengingat dan memperkuat goal ini secara berkelanjutan. Cara kedua ini memang membutuhkan teknik namun tidak sesulit yang dibayangkan orang.

 

HUKUM MENTAL #5: HUKUM DAYA TARIK

Hukum Daya Tarik mengatakan bahwa anda adalah sebuah magnet hidup yang menarik ke dalam hidup anda orang-orang atau situasi yang serasi dengan pemikiran dominan anda. Semakin banyak emosi yang anda kaitkan dengan suatu pemikiran, semakin besar tingkat getaran dan daya pancarnya dan semakin cepat anda menarik, ke dalam hidup anda, orang dan situasi yang serasi dengan pemikiran tersebut.

Pikiran anda menciptakan suatu medan energi yang bergetar pada kecepatan yang ditentukan oleh tingkat intensitas emosi yang menyertai pemikiran tersebut. Semakin anda bergairah, atau merasa takut, semakin cepat pemikiran anda memancar dari diri anda dan menarik orang-orang dan situasi yang serupa kembali ke kehidupan anda.

Saat anda positif dan optimis mengenai diri anda, maka pikiran anda memancarkan gelombang yang akan menarik orang, kejadian, situasi, sumber daya, pelanggan, atau apa saja yang sejalan dengan frekuensi itu. Demikian juga sebaliknya. Bila pemikiran anda yang dominan adalah yang negatip, maka anda akan menarik semua hal yang negatip ke dalam hidup anda.

Hukum Daya Tarik ini yang ramai dibicarakan dengan sebutan The Law of Attraction (LOA).

 

HUKUM MENTAL #6: HUKUM KESESUAIAN

Hukum Kesesuaian mengatakan , "Dunia di luar diri anda merupakan cerminan dari dunia di dalam diri anda". Hukum ini menyatakan  bahwa anda bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam diri anda dengan melihat kepada apa yang terjadi di sekeliling anda. Hukum ini juga sering disebut dengan “As above so below” atau “As within so without.”

Goethe berkata: "Orang harus menjadi sesuatu supaya bisa melakukan sesuatu." Maksudnya yaitu anda harus menjadi orang yang berbeda di dalam diri anda sebelum anda melihat hasil yang berbeda di luar anda.

Dunia luar anda merupakan cermin yang memantulkan kembali siapa diri anda, dalam setiap aspek kehidupan anda. Cerminan ini tidak menggambarkan siapa anda ingin menjadi, atau siapa yang anda pura-pura menjadi. Namun apa yang muncul dalam cermin diri itu adalah siapa diri anda yang sesungguhnya pada saat ini.

Lalu bagaimana cara untuk mengetahui dunia di dalam diri kita ? Mudah. Coba perhatikan sikap anda terhadap orang lain dan lingkungan anda. Sikap orang lain atau lingkungan terhadap diri anda adalah cerminan dari sikap anda terhadap mereka. Jika anda bersikap baik dan menghargai diri anda, maka anda akan melakukan yang sama terhadap orang lain.

Jadi, cara orang lain memperlakukan diri anda sebenarnya merupakan cerminan dari apa yang anda pikirkan mengenai diri anda dan apa yang anda pikirkan mengenai lingkungan anda. Siapa kawan atau teman bergaul anda menggambarkan siapa diri anda sebenarnya. Jika anda bergaul dengan orang yang mempunyai nilai dan prinsip hidup yang baik maka hal ini berarti anda juga orang baik. Jika anda bergaul dengan orang yang tidak baik maka diri anda juga tidak baik. Ada satu pepatah yang sangat bagus yang berbunyi, “Birds of the same feather flock together” atau “Burung yang warna bulunya sama akan berkumpul bersama-sama”. 

 

HUKUM MENTAL #7: HUKUM PENGENDALIAN 

Hukum Pengendalian mengatakan bahwa anda merasa positip tentang diri anda sebatas anda merasa memegang pengendalian atas kehidupan anda. Demikian juga anda merasa negatif tentang diri anda sebatas anda merasa tidak memegang pengendalian, atau anda dikendalikan oleh suatu daya, orang atau pengaruh luar.

Dalam psikologi, hukum ini disebut sebagai teori "fokus pengendalian". Pada umumnya sebagian besar stress, kegelisahan, ketegangan dan penyakit psikosomatis datang sebagai akibat perasaan bahwa orang itu berada di luar kendali, atau tidak bisa mengendalikan suatu bagian penting dari kehidupannya.

Sebagai contoh, kalau anda merasa bahwa hidup anda dikendalikan oleh utang anda, bos anda, atau gangguan kesehatan anda, atau hubungan yang buruk , atau perilaku orang lain, maka anda akan menderita stress. Stress ini akan muncul dalam bentuk kekesalan, kemarahan, dan rasa tidak senang. Kalau tidak diatasi, ini bisa meningkat menjadi insomnia, tekanan jiwa atau berbagai penyakit. Bahkan bisa kena 3S, yaitu Stress, Stroke, dan Stop alias meninggal.

Dalam setiap kasus, pengendalian atas kehidupan anda dimulai dengan pemikiran anda, satu-satunya hal yang bisa anda kendalikan sepenuhnya.

Disiplin pribadi, penguasaan diri, pengendalian diri semuanya dimulai dengan pengambilan kendali anda atas pemikiran anda. Pikiran andalah yang menentukan apa arti suatu kejadian itu terhadap diri anda. Sebagaimana Eleanor Roosevelt berkata," Tidak ada seorang pun yang bisa membuat diri anda rendah tanpa persetujuan anda."

Pada dasarnya ada dua cara yang memungkinkan anda bisa mendapatkan pengendalian atas situasi apa saja yang menyebabkan anda menderita. Pertama, anda bisa mengambil tindakan untuk mengatasi hal tersebut. Yang kedua, anda meninggalkan situasi tersebut.

Salah satu tanggung jawab utama anda adalah menjaga agar kehidupan anda selalu berada di bawah pengendalian anda. Rasa pengendalian ini menjadi landasan anda untuk membangun kebahagian dan sukses anda yang lebih besar di masa mendatang. Pastikan bahwa landasan rasa pengendalian ini kuat seperti batu karang.

Baca Selengkapnya

Proses Hipnoterapi

9 Juni 2013

Dulu, di awal karir saya sebagai hipnoterapis klinis, banyak orang yang takut atau khawatir bila berada di dekat saya. Pada saat itu mereka masih berpandangan bahwa hipnoterapi menggunakan kuasa gelap, bertentangan dengan agama, berbahaya, hanya bisa dilakukan oleh orang yang telah melakukan laku atau ritual tertentu, dan masih banyak mispersepsi lain.

Sekarang, berkat edukasi yang dilakukan oleh para rekan penulis, trainer, dan hipnoterapis baik melalui seminar / lokakarya dan berbagai artikel yang dimuat di berbagai laman di internet, pandangan masyarakat telah banyak berubah.

Saat ini hipnoterapi sudah dapat diterima sebagai salah satu cabang ilmu psikologi yang bila digunakan dengan benar akan sangat membantu meringankan atau bahkan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan mental dan atau emosi.

Dalam kesempatan ini saya tidak lagi menjelaskan mengenai hipnosis dan hipnoterapi, karena sudah sangat banyak artikel yang mengulas mengenai hal ini, namun akan menjelaskan apa saja yang terjadi saat seseorang menjalani hipnoterapi.

Yang perlu pembaca catat adalah bahwa apa yang saya terangkan di sini berdasar pada standar mutu dan pelayanan yang menjadi acuan di lembaga Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology dan para hipnoterapis alumninya. Sudah tentu, standar ini bisa berbeda menurut masing-masing hipnoterapis dan lembaga. Setidaknya bila pembaca berkunjung ke hipnoterapis sudah mendapat gambaran apa yang akan terjadi sehingga tidak kaget atau was-was.

 

Sebelum Bertemu Hipnoterapis

Calon klien yang menyadari bahwa ia ada masalah dan perlu mendapat bantuan biasanya akan mencari tahu mengenai terapis. Biasanya mereka bertanya pada teman atau melakukan pencarian dengan search engine seperti Google dengan menggunakan kata kunci “hipnoterapi”. Hasil pencarian akan menampilkan banyak situs yang menawarkan pelayanan hipnoterapi di Indonesia. Biasanya setelah mendapat informasi yang cukup dan sesuai kebutuhan calon klien menghubungi lembaga atau hipnoterapis. 

Ada banyak cara calon klien menghubungi terapis. Bisa melalui email, sms, telpon, atau berkunjung langsung ke tempat praktik terapis. Melalui kontak ini terapis biasanya akan bertanya seputar masalah klien dan menentukan apakah ia mampu membantu klien ini atau tidak. Bila ia merasa yakin dan mampu maka ia akan membuat janji bertemu.

Bila terapis merasa tidak sanggup membantu maka ia akan merujuk klien ke profesional lain yang lebih cakap dan kompeten. Kami beberapa kali merujuk calon klien ke rekan psikiater karena dari hasil wawancara melalui telpon menyadari bahwa masalah klien di luar bidang keilmuan kami.  

Hipnoterapis biasanya melakukan praktik dengan jadwal yang sudah pasti dan umumnya tidak menerima klien yang datang mendadak tanpa perjanjian. Dan umumnya klien mengikuti jadwal yang telah ditetapkan terapis, kecuali bila ada kejadian atau kasus khusus.

Di sesi awal ini terapis akan menjelaskan bahwa klien perlu komit sampai empat sesi dan sekaligus diberitahu biaya terapi tiap sesi dan berapa lama setiap sesi berlangsung. Komitmen ini tidak berarti klien harus menjalani sampai empat sesi terapi. Semua bergantung hasil terapi di sesi awal. Bila masalah klien berhasil diatasi dalam satu atau dua sesi saja maka tidak perlu sesi lanjutan. Namun bila ternyata dibutuhkan sesi lanjutan maka klien, karena telah diberitahu sebelumnya, tidak akan kaget. 

Standar kami satu sesi terapi berlangsung sekitar 2 (dua) jam. Biasanya antara dua sampai tiga jam. Menurut pengalaman kami selama ini terapi tidak mungkin dan tidak pernah bisa dilakukan dalam waktu hanya satu jam saja. Alokasi waktunya sekitar satu jam untuk wawancara dan antara satu sampai dua jam untuk terapi.

 

Saat Berada di Tempat Praktik

Pada waktu yang telah disepakati klien bertemu terapis. Klien perlu datang lebih awal karena perlu mengisi intake form. Biasanya klien membutuhkan sekitar 15 menit untuk mengisinya. Bila klien datang terlambat akan mengganggu jadwal terapi klien berikutnya.

Setelah intake form diisi barulah terapis mengajak klien masuk ke ruang terapi. Namun ada juga klien yang mengisi intake form di dalam ruang terapi. Jadi, ini semua bergantung pada setting ruang terapi.

Apa yang klien isi di intake form adalah informasi berharga yang perlu diketahui terapis untuk bisa lebih mengenal diri klien dan sebagai bahan untuk menjalin rapport yang baik dengan klien.

 

Di Dalam Ruang Praktik

Berdasar intake form terapis mulai berdialog dengan klien. Dialog ini bukan sekedar bicara tak tentu arah namun adalah wawancara yang sifatnya sangat terstruktur dengan tujuan untuk mengetahui latar belakang masalah klien.

Terapis mencatat hal-hal penting yang disampaikan oleh klien. Bila masih ada yang kurang jelas maka terapis perlu terus bertanya hingga ia merasa puas dan cukup dengan keterangan yang disampaikan klien. Dalam dunia psikologi wawancara ini disebut dengan anamnesa.

Selain melakukan wawancara mendalam terapis juga perlu menjelaskan mengenai apa itu hipnosis / hipnoterapi, menjawab pertanyaan klien yang mungkin masih belum mengerti atau memiliki persepsi yang salah, menetralisir rasa takut atau cemas dalam diri klien mengenai proses yang akan ia jalani,  dan masih banyak hal lain yang perlu klien ketahui. Ini semua bertujuan untuk memperoleh rasa percaya klien dan juga menghilangkan rasa takut yang akan sangat menghambat proses terapi.

Melalui wawancara mendalam terapis akan mendapat gambaran yang jelas mengenai asal muasal masalah klien, apa yang terjadi, siapa saja yang terlibat dalam peristiwa itu, mulai kapan simtom muncul, dalam kondisi apa simtom muncul, apakah ini murni faktor organik atau psikis. Yang perlu dicatat adalah data ini diperoleh melalui wawancara dalam kondisi sadar normal. Nanti akan disesuaikan dengan data yang tergali saat dalam kondisi hipnosis.

Di akhir sesi wawancara terapis sudah harus bisa memutuskan teknik intervensi apa yang akan ia gunakan untuk membantu klien mengatasi masalah kliennya.  

Lama waktu yang dibutuhkan untuk wawancara mendalam dan edukasi klien, dari pengalaman saya, biasanya minimal satu jam. Sering kali ada yang berlangsung hingga  satu setengah atau dua jam. Bila wawancara berlangsung cukup lama maka di sesi pertama terapis tidak akan melakukan terapi karena waktunya tidak cukup.

Saya biasanya akan melakukan induksi pada klien sebagai persiapan untuk sesi berikutnya. Saya membimbing klien masuk kondisi relaksasi pikiran yang dalam (deep trance) dan memasang anchor sehingga di sesi selanjutnya saya dapat menghemat banyak waktu.

Bisa juga saya tidak melakukan induksi namun memberi klien tugas yang perlu dilakukan di rumah. Tugas ini, yang sifatnya terapeutik, akan dievaluasi saat bertemu di sesi lanjutan.

Bila waktu masih cukup maka saya melakukan terapi yang diawali dengan meminta klien untuk ke kamar kecil. Anda mungkin heran mengapa saya minta klien ke kamar kecil? Ini untuk mencegah klien, di tengah sesi terapi, tiba-tiba buka mata atau gelisah karena ingin buang air kecil, mengingat ruang terapi ber-ac.

Setelah itu saya melakukan induksi dan membimbing klien masuk ke kondisi deep trance, minimal di kedalaman full somnambulism. Akan sangat baik bila klien bisa mencapai profound somnambulism. Untuk ini dibutuhkan teknik induksi yang efektif dengan uji kedalaman yang presisi.

Sebelum terapi dilakukan terapis menyiapkan pikiran bawah sadar klien dengan memberikan sugesti awal. Setelah itu barulah terapi dilakukan menggunakan teknik yang sesuai yang telah ditentukan saat wawancara.

Proses terapi biasanya berlangsung antara satu sampai dua jam di luar waktu untuk wawancara. Dalam beberapa kasus saya pernah menangani satu klien hingga lima jam. Lamanya proses terapi ini disebabkan dua hal. Pertama, dalam kondisi deep trance klien tidak bisa menjawab dengan cepat. Ada waktu jeda saat pertanyaan diajukan oleh terapis dan jawaban diberikan oleh pikiran bawah klien. Terapis tidak bisa meminta klien menjawab dengan lebih cepat karena prosesnya memang demikian, lebih lambat dan sangat literal. Kedua, dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk mencari dan menemukan akar masalah dan dilanjutkan dengan memproses akar masalah itu hingga benar-benar tuntas. Belum lagi bila ada Bagian Diri klien yang menolak bekerjasama dan menghambat proses terapi.

Setelah selesai diproses maka terapis perlu mengecek ke pikiran bawah sadar klien bahwa masalahnya sudah benar-benar tuntas dan tidak lagi ada sisa. Bila tidak dicek besar kemungkinan klien akan kambuh.

Selanjutnya terapis membimbing klien keluar dari kondisi relaksasi pikiran dan kembali ke kesadaran normal dan dilanjutkan dengan wawancara pascahipnosis. Klien tidak boleh diijinkan langsung bangkit dari kursi terapi dan pulang. Ini cukup riskan karena klien perlu waktu untuk bisa benar-benar kembali ke kondisi sadar normal. Jangan sampai saat klien masih setengah trance ia pulang menyetir mobil atau mengendarai sepeda motor.

Bila waktu telah habis dan masalah klien belum selesai diproses maka terapis harus mengkarantina semua emosi yang sudah terlanjur keluar dan belum selesai diproses. Bila hal ini tidak dilakukan akan cukup berbahaya dan merugikan klien.

 

Sesi Lanjutan

Bila dibutuhkan maka klien menjalani sesi lanjutan. Bisa sesi dua, tiga, dan maksimal empat. Biasanya bila sudah empat sesi klien belum menunjukkan perkembangan signifikan seperti yang diharapkan maka saya akan menghentikan terapi dan mengakui bahwa saya tidak sanggup membantunya. Ia perlu mencari terapis lain yang lebih cakap.

 

Follow Up

Terapis perlu melakukan follow up sekitar satu minggu setelah terapi. Di sesi follow up ini terapis akan bertanya mengenai perkembangan klien. Bila klien sudah benar-benar merasa nyaman maka ia tidak perlu kembali bertemu terapis. Namun bila dirasa belum tuntas atau masih ada yang perlu diproses maka segera dibuat janji bertemu untuk sesi lanjutan.

 

Siapa Yang Menyembuhkan Klien? 

Satu prinsip yang kami pegang teguh yaitu tidak ada satupun hipnoterapis yang bisa menyembuhkan klien. Klien sembuh bukan karena kehebatan hipnoterapis. Yang terjadi sebenarnya adalah hipnoterapis, atas ijin klien, menjadi fasilitator dan membantu mengarahkan klien menggunakan sumber daya yang ada di dalam diri klien, yang biasanya tidak klien sadari, untuk memberdayakan dan menyembuhkan dirinya sendiri.

 

Berapa Klien Dalam Satu Hari?

Ini bergantung pada masing-masing terapis. Ada yang hanya menangani satu atau dua klien dalam sehari. Ada rekan yang mengatakan bisa menangani hingga empat atau lima klien dalam sehari.

Saya sebelumnya rata-rata per hari menangani dua klien dengan jadwal sesi 1 jam 10.00 - 12.00 dan sesi 2 jam 14.00 - 16.00. Waktu jeda antara sesi 1 dan 2 sekitar dua jam digunakan untuk memberi keleluasaan bila ternyata terapi berlangsung lebih lama dari rencana. Selain itu juga untuk istirahat dan memulihkan kembali kondisi mental dan emosi saya usai menerapi klien pertama. Pemulihan kondisi ini sangat penting untuk bisa tetap mampu beroperasi secara maksimal dalam membantu klien selanjutnya. 

Dulu pernah sehari empat klien dan ini hanya sekali itu saja. Saya menerima sampai empat klien sehari karena dimintai tolong oleh seorang rekan yang berasal dari luar kota untuk menerapi keluarganya. Namun hasil terapi tidak bisa maksimal seperti yang saya harapkan karena setelah dua klien saya sudah lelah baik secara fisik maupun mental.

Saat ini sehari saya hanya menangani satu klien. Sebenarnya bisa dua klien namun setelah itu saya cukup lelah dan tidak lagi bisa belajar, membaca, dan menulis karena energi psikis saya cukup terkuras saat menerapi klien. 

Melakukan hipnoterapi adalah sesuatu yang sangat serius. Tidak bisa dilakukan asal-asalan. Seorang hipnoterapis harus menyiapkan dirinya dengan baik. Persiapan ini tidak hanya meliputi pengetahuan dan kecakapan terapi juga persiapan dan kesiapan secara fisik dan mental.

Sebelum melakukan terapi hipnoterapis harus dalam kondisi fisik yang sehat dan segar. Demikian pula kondisi mental dan emosinya. Hipnoterapis tidak boleh sampai kurang tidur, lelah, belum makan, atau sedang dalam kondisi pikiran yang kacau.

Terapis perlu melakukan relaksasi pikiran secara rutin untuk meningkatkan energi psikis, ketenangan pikiran, dan ketajaman intuisinya.

Baca Selengkapnya

Extended Hypnosis

1 Juni 2013

Kondisi hipnosis adalah satu kondisi kesadaran khusus (altered state of consciousness / ASC) dengan banyak manfaat. Dalam keseharian secara alamiah dan sering tanpa disadari kita masuk dan keluar kondisi hipnosis. Ada yang masuk ke kondisi hipnosis yang tidak dalam, menengah, dan sangat dalam. Biasa kita masuk dan keluar kondisi hipnosis dalam waktu yang tidak lama.

Dalam kondisi ini secara alamiah kita bisa mengalami berbagai fenomena hipnosis seperti tidak mendengar suara tertentu (halusinasi negatif auditori), tidak melihat sesuatu yang ada (halusinasi negatif visual), tidak merasakan sakit di fisik (anestesi), dan berbagai fenomena lain.

Berbeda halnya dalam konteks hipnoterapi. Sebagai bagian dalam proses hipnoterapi, klien secara sengaja dan terstruktur dibimbing, dengan menggunakan teknik induksi, masuk ke kedalaman kondisi hipnosis yang spesifik sesuai dengan kebutuhan dan teknik yang digunakan. Ada klien yang dibimbing masuk ke kondisi light, medium, dan deep trance.

Setelah klien masuk ke kondisi hipnosis terapis mempertahankan klien dalam kondisi kedalaman ini dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan dan lama terapi. Biasanya, dari pengalaman klinis, umumnya klien akan berada dalam kondisi hipnosis selama dua hingga tiga jam sampai sesi terapi selesai. Namun, dalam kasus tertentu, ada sesi terapi yang berlangsung hingga lima jam. Dan selama sesi ini klien tetap berada dalam kondisi hipnosis.

Dari sini muncul pertanyaan menarik, “Berapa lama atau batas maksimal seorang klien boleh berada dalam kondisi hipnosis?”, “Apakah ada risiko tertentu bila klien dipertahankan dalam kondisi hipnosis yang dalam waktu yang (sangat) lama?”

Sebagai seorang hipnoterapis klinis, pengajar, dan juga peneliti di bidang mind technology, pertanyaan di atas cukup menggelitik pikiran dan membuat saya penasaran. Pertama, karena secara teori saya dapat memperkirakan apa yang akan terjadi atau dialami klien bila mereka dipertahankan dalam kondisi hipnosis dalam waktu yang (sangat) lama. Kedua, dari sisi praktik saya belum pernah mendapat kesempatan memperaktikkan extended hypnosis kepada klien. Akhirnya saya menemukan jawabannya di salah satu literatur yang saya baca.

Artikel ini saya tujukan hanya sebagai informasi edukatif dan tidak untuk dipraktikkan tanpa pengetahuan yang mendalam mengenai hipnosis, hipnoterapi, kecakapan terapeutik, sistem kerja tubuh, dan kesehatan secara umum. Teknik yang saya jelaskan berikut ini tidak praktis diterapkan dalam setting hipnoterapi biasa dan lebih sesuai bila dilakukan di rumah sakit.

Wetterstrand (1902), seorang dokter dan psikoterapis, menggunakan teknik extended hypnotic state,  secara ekstensif. Cara melakukannya adalah dengan menghipnosis pasiennya sedalam mungkin dan mempertahankan klien di kondisi ini selama beberapa hari. Wetterstrand melakukan ini dengan pemikiran kondisi hipnosis yang sangat dalam sama dengan kondisi tidur lelap yang mempunyai efek penyembuhan fisik.

Satu kasus menarik dilaporkan oleh Edwin Baron (1958). Ia menangani wanita berusia 26 tahun, ibu dari tiga orang anak, yang sangat cemas. Wanita ini kurus karena tidak punya nafsu makan, mengalami insomnia parah yang menyebabkan ia tidur kurang dari dua jam setiap malam hari. Ia juga menderita penyakit psikosomatis dalam bentuk ruam (bintil-bintil merah) di lengan kirinya.

Wanita ini menjelaskan penderitaannya dengan mengatakan, “Saya hidup dalam lingkaran setan yang tak berujung. Di malam hari, saya harus minum obat tidur agar bisa tidur. Dan besok pagi saya harus minum obat untuk membuat saya tetap terbangun dan bisa merawat anak-anak saya.”

Wanita ini setuju menjalani eksperimen menggunakan teknik extended hypnosis yang berlangsung selama lima hari setelah dokter yang merawatnya memberikan persetujuan dan dukungan demi kebaikannya.

Eksperimen ini selain dilakukan oleh hipnoterapis berpengalaman juga dibantu dan disupervisi oleh tiga dokter. Para dokter ini memeriksa kondisi klien dengan cermat setiap hari. Klien juga diawasi oleh perawat berpengalaman yang memimpin satu tim perawat yang khusus menjaga, mengawasi, dan menemani klien setiap saat selama lima hari.

Untuk mendeteksi perubahan fisiologis yang mungkin terjadi pada klien maka ia menjalani serangkaian tes seperti basal metabolism test, tekanan darah, denyut nadi, dan EKG sebelum, selama, dan setelah eksperimen. Sebelum dihipnosis klien menjalani Rorschach Ink Blok Test dan hasilnya menunjukkan ia dalam kondisi emosi yang cukup tidak stabil.

Klien selanjutnya dihipnosis dan ditempatkan di ruang khusus dan “tidur” selama 24 jam sehari. Saat bangun, meninggalkan ranjang, makan, mandi, dan ke kamar kecil ia tetap dalam kondisi hipnosis.

Mengingat kondisi klien yang kurus ia diberi diet kalori tinggi. Dalam kondisi sadar normal klien tidak punya nafsu makan namun dalam kondisi hipnosis klien makan semua yang disajikan untuknya.

Untuk membantu proses terapi dan pemulihan kondisi fisiknya klien diberi lima sugesti yang mendukung proses penyembuhannya.

Lima hari kemudian, saat klien keluar dari kondisi hipnosis dan kembali ke kesadaran normal, hal pertama yang ia tanyakan adalah, “Kapan kita mulai? Saya pikir saya ke sini agar bisa tidur.”

Dibutuhkan beberapa saat sampai klien benar-benar sadar sepenuhnya apa yang telah terjadi, dan hari itu adalah hari Sabtu bukan Senin. Klien akhirnya yakin setelah melihat ruam di lengan kirinya sudah hilang. Selama lima hari tubuh klien dapat istirahat dengan cukup dan berat badannya naik 1,88 kg.

Satu bulan kemudian, tetap sehat dan nyaman, klien menjelaskan di konferensi pers hal yang ia alami. Ia menyampaikan kepada wartawan bahwa banyak hal yang cukup mengganggu dirinya, sebelum ia menjalani terapi, kini tidak lagi menjadi masalah. Ia juga melaporkan dapat tidur dengan normal dan berat tubuhnya naik lagi sekitar 1 kg karena nafsu makannya sudah kembali normal. Juga ruam di lengannya sudah tidak muncul lagi.

Menurut Kuriyama (1968) ada empat metode extended hypnosis:

  1. extended hypnosis jangka pendek: klien dipertahankan dalam kondisi hipnosis selama dua hingga tiga jam.
  2. extended hypnosis sepanjang malam: klien dihipnosis di malam hari dan terus dipertahankan di kondisi ini, selanjutnya klien masuk ke kondisi tidur sampai besok pagi; ia baru keluar dari kondisi hipnosis saat cuci muka.
  3. extended hypnosis sepanjang hari: mempertahankan klien dalam kondisi hipnosis sepanjang hari, selama mungkin, melanjutkan extended hypnosisyang telah dilakukan sepanjang malam.
  4. extended hyposis jangka panjang: mempertahankan klien dalam kondisi hipnosis sepanjang hari dan bisa dilanjutkan dengan mempertahankan kondisi ini selama yang diinginkan klien; jika memungkinkan, lanjutkan selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu.

 

Extended hypnosis dapat diterapkan di semua kasus yang dapat ditangani dengan hipnoterapi dan secara khusus sangat bermanfaat untuk penanganan kasus berikut:

  1. bronchial asthmaorgan neurosis, dan anxiety neurosis di mana klien mengalami gangguan setiap hari, khususnya saat malam hari.
  2. Angina pectoris , luka lambung kronis – di mana tidak diketahui faktor penyebab yang bersifat psikogenik, dan di mana ketenangan dan keseimbangan pikiran dan tubuh diyakini bisa memberikan hasil terapi yang baik.
  3. kasus kecemasan dan ketegangan (tension) kronis dan kasus di mana simton psikosomatik berlanjut.
  4. kasus di mana terapi dengan menggunakan obat-obatan dan hipnoterapi biasa tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan.  
Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List