Saya pertama kali belajar gelombang otak dan manfaatnya di tahun 1993 saat mengikuti pelatihan The Silva Method, di Surabaya, dengan Pak Lasmono Dyar.
Selama lima hari, dengan bimbingan Beliau, saya belajar masuk ke kondisi alfa optimal, dan menggunakan kondisi ini untuk beragam tujuan.
Ketertarikan belajar dan mendalami, pengukuran, pola, dan makna gelombang otak semakin menguat saat saya belajar hipnosis dan hipnoterapi di tahun 2005. Saya beli banyak buku yang membahas gelombang otak di Amazon.
Di tahun 2005 saya berangkat ke Lugano, Swiss, belajar pengukuran gelombang otak menggunakan mesin EEG Brainwave 1, di The Alpha Learning Institute, dengan Prof. Sean Adam. Ini pelatihan intensif selama empat hari.
Empat tahun kemudian, tahun 2009, saya mendapat kesempatan bertemu, belajar, dan berguru langsung dengan Anna Wise, di Berkeley. Saya belajar tentang gelombang otak, karakteristik setiap gelombang otak, komposisi gelombang otak dan kesadaran, meditasi, dan pengukuran gelombang otak menggunakan mesin EEG Mind Mirror, melalui pelatihan privat dan sangat intensif selama 14 hari.
Di tahun yang sama, saya belajar pengukuran gelombang otak menggunakan mesin EEG DBSA di Camarillo, dengan Tom Silver. Ini pelatihan privat dan intensif selama dua hari tentang pola gelombang otak, kedalaman kondisi hipnosis, hipnoterapi, dan kesadaran.
Di tahun 2010 dan 2013 saya belajar neurofeedbeck di EEG Institute, Woodland Hills, California, total selama 9 hari, dengan Sue dan Sigfried Othmer, dua pakar, peneliti, dan pengajar terbaik di bidang ini.
Menggunakan empat mesin EEG dengan tujuan khusus, saya melakukan pengukuran gelombang otak, melihat pola dan korelasi gelombang otak dan kesadaran, dan selanjutnya menerapkannya dalam menyusun protokol induksi hipnosis Adi W. Gunawan Induction yang diajarkan di kelas Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy® (SECH) dan protokol meditasi The Awakened Mind.
Saya sungguh beruntung karena diterima sebagai murid Anna Wise sebelum Beliau berpulang. Beliau menerima saya sebagai murid, setelah melakukan pengecekan gelombang otak saya, khususnya delta.
Saya katakan bahwa saya sangat beruntung karena Anna Wise mengajari saya intisari pengetahuan, temuan, pengalaman, pemahaman dari hasil penelitian dan pengembangan yang ia lakukan selama lebih dari 35 tahun, beserta teknik-teknik luar biasa dalam melatih dan mencapai pola gelombang otak "awakened" atau "terbangun".
Secara sederhana, pengukuran gelombang otak menggunakan dua parameter: frekuensi dan amplitudo. Frekuensi menggunakan angka antara 0,1 hingga 100 dengan satuan Hertz (Hz). Sementara amplitudo (daya) menggunakan angka antara 10 hingga 100, dengan satuan microvolt. Menggunakan Mind Mirror, dapat diukur lima gelombang otak: delta, theta, alfa, beta, dan gamma. Berikut ini uraian ringkas dari tiap gelombang otak.
DELTA
Delta adalah gelombang otak dengan frekuensi paling lambat, pada kisaran 0.1 - 4 Hz. Delta adalah ciri dari tidur yang dalam, tidur tanpa gerakan mata cepat (nonrapid eye movement, NREM).
Amplitudo delta yang sangat tinggi juga ditemukan pada orang-orang yang memiliki koneksi dengan pikiran non-lokal, bahkan saat mereka dalam kondisi sepenuhnya sadar. Otak para meditator dan penyembuh memiliki lebih banyak gelombang delta daripada orang biasa.
Saat individu merasakan emosi, baik positif atau negatif, deltanya menjadi aktif. Intensitas emosi yang dialami individu menentukan tinggi rendahnya amplitudo delta yang aktif pada saat itu.
Delta juga adalah “radar” yang berfungsi mendeteksi, membaca informasi nonverbal, vibrasi, emosi, dan energi. Semakin aktif dan kuat delta, semakin peka individu mendeteksi dan menerima informasi-informasi ini.
Saat meditasi, para meditator menghasilkan delta dengan amplitudo tinggi. Mereka melaporkan pengalaman transenden, menggambarkan merasa satu dengan alam semesta, perasaan harmoni dan kesejahteraan yang luar biasa (Johnson, 2011).
THETA
Frekuensi theta lebih cepat dari delta, pada kisaran 4 - 8 Hz. Theta adalah ciri dari tidur ringan. Ketika kita bermimpi, mata kita bergerak dengan cepat dan otak berada pada frekuensi dominan theta. Theta adalah frekuensi tidur dengan gerakan mata cepat (rapid eye movement, REM).
Theta juga adalah frekuensi dominan dari orang yang sedang dalam kondisi hipnosis, penyembuh, dan orang yang berada dalam keadaan sangat kreatif (Kershaw & Wade, 2012). Theta adalah tempatnya memori. Saat kita mengingat sesuatu, mengakses memori, theta aktif.
Selama proses penyembuhan intens, sering dijumpai amplitudo gelombang theta yang tinggi. Theta telah diidentifikasi sebagai gelombang otak khas selama sesi penyembuhan berbasis energi (Benor, 2004).
Jika seseorang sedang melakukan penyembuhan pada orang lain, gelombang theta yang besar terlebih dahulu muncul pada penyembuh, kemudian pada yang mendapat penyembuhan.
Dalam satu studi, seorang penyembuh dan klien dihubungkan ke EEG. Pemantauan EEG dari penyembuh menunjukkan 14 periode theta yang berkelanjutan pada frekuensi tepat 7.81 Hz. Pemantauan EEG klien menunjukkan ia beralih ke frekuensi yang sama, menunjukkan adanya sinkronisasi antara penyembuh dan yang mendapat penyembuhan (Hendricks, Bengston, & Gunkelman, 2010).
ALFA
Alfa, gelombang otak pada kisaran antara 8 - 12 Hz, adalah keadaan optimal dari kewaspadaan yang rileks. Alfa, berada di tengah rentang frekuensi, membentuk jembatan antara dua frekuensi tinggi, beta dan gamma, dan dua frekuensi rendah, theta dan delta (Cade & Coxhead, 1979).
Alfa menghubungkan dunia luar, pikiran sadar, beta, dan pikiran asosiatif gamma, dengan dunia dalam, pikiran bawah sadar, theta dan delta.
Kekayaan dan kedalaman warna, kejelasan suara, sensasi pada setiap gambaran mental dan pengalaman internal sepenuhnya ditentukan oleh aktivitas dan daya alfa pada saat kita mengalami pengalaman internal.
Sebagian alfa adalah bagian dari pikiran bawah sadar, bersama delta dan theta, dan sebagian lagi termasuk ke dalam pikiran sadar.
Saat kita merasa takut, gelombang alfa menghilang dan mengakibatkan hambatan alfa (alpha blocking). Kita masih punya beta, theta, dan delta. Namun ketiadaan alfa menyebabkan informasi dari theta dan delta tidak bisa naik ke permukaan, beta, pikiran sadar, sehingga tidak diketahui.
BETA
Beta adalah gelombang otak yang terbagi menjadi dua bagian: beta rendah (12-15 Hz) dan beta tinggi (15-40 Hz). Beta inilah yang dikenal sebagai pikiran sadar.
Gelombang beta aktif bila kita berpikir, memberi penilaian atau makna pada sesuatu, mengkritik, membuat daftar, menganalisis, atau berbicara pada diri sendiri (self talk).
Untuk berpikir santai, belajar, dan menyerap informasi, kita butuh beta rendah. Beta rendah adalah frekuensi yang menyinkronkan fungsi otomatis tubuh kita, sehingga juga disebut frekuensi ritme sensorimotor, atau SMR.
Beta tinggi adalah "monkey mind", pikiran yang lompat ke sana ke mari, tidak bisa diam, dan adalah ciri orang cemas, frustasi, atau stres. Beta tinggi inilah yang selalu mengganggu para meditator sehingga sangat sulit fokus karena pikiran terus aktif.
Semakin stres seseorang, semakin aktif beta tinggi dan semakin besar amplitudo beta yang dihasilkan oleh otak mereka. Emosi negatif seperti kemarahan, ketakutan, rasa bersalah, dan malu menghasilkan lonjakan besar beta tinggi dalam pembacaan EEG.
Beta tinggi yang sangat aktif menonaktifkan wilayah otak yang menangani pemikiran rasional, pengambilan keputusan, memori, dan evaluasi objektif (LeDoux, 2002). Aliran darah ke korteks prefrontal, "otak berpikir", berkurang hingga 80 persen. Terkecuali oksigen dan nutrisi, kemampuan otak kita untuk berpikir jernih turun drastis.
GAMMA
Gamma adalah gelombang otak dengan frekuensi paling cepat, pada kisaran 40 - 100 Hz. Gelombang ini muncul terutama saat otak sedang dalam proses pembelajaran, membuat asosiasi antarfenomena, dan mengintegrasi informasi dari berbagai bagian otak.
Otak yang menghasilkan banyak gelombang gamma mencerminkan organisasi saraf yang kompleks dan tingkat kesadaran yang tinggi.
Gelombang gamma terkait dengan tingkat fungsi intelektual yang sangat tinggi, kreativitas, integrasi, puncak pengalaman, dan perasaan "berada dalam zona".
Gelombang gamma mengalir dari bagian depan ke bagian belakang otak sekitar 40 kali per detik (Llinás, 2014). Menurut para peneliti, gelombang osilasi ini menghubungkan aktivitas otak dengan pengalaman subjektif akan kesadaran (Tononi & Koch, 2015).
Dalam satu studi, dilakukan pengukuran gelombang otak para biksu yang melakukan meditasi cinta kasih. Hasil pengukuran dengan mesin EEG menunjukkan lonjakan besar gelombang gamma di otak mereka (Davidson & Lutz, 2008).
Lonjakan gelombang gamma yang diukur pada otak para biksu ini adalah yang terbesar yang pernah tercatat. Para biksu melaporkan bahwa mereka mengalami keadaan sukacita.
The Awakened Mind
Mind Mirror dicipta oleh Maxwell Cade, ilmuwan dan biofisikawan Inggris, di tahun 1976. Ini adalah mesin EEG unik karena memberi gambaran visual yang jelas pola gelombang secara waktu nyata.
Mind Mirror, seperti yang dijelaskan Anna Wise, berbeda dengan elektroensefalografi lain, terutama minat pengembangnya bukan pada keadaan patologis (seperti yang diukur oleh perangkat medis), tetapi pada keadaan optimum yang disebut Awakened Mind.
Alih-alih mengukur gelombang otak subjek bermasalah, pencipta Mind Mirror mencari orang-orang yang paling berkembang dan sadar secara spiritual, yang bisa mereka temukan.
Dengan menggunakan Mind Mirror, selama lebih dari 20 tahun, Maxwell Cade merekam pola gelombang otak lebih dari empat ribu subjek yang menjalani praktik spiritual kuat.
Ia berhasil menemukan dan memetakan pola umum gelombang otak pada subjek yang adalah para swami, meditator, yogi, master Zen, dan penyembuh.
Dari hasil penelitian intensif Maxwell Cade didapat temuan penting yaitu para subjek ini, saat berada di kondisi meditatif yang dalam, memiliki pola gelombang otak yang sama, terlepas teknik yang mereka gunakan. Pola ini disebut dengan pola The Awakened Mind, terdiri dari beta rendah, alfa, theta, dan delta dengan komposisi yang pas.
Keberadaan alfa menjadi jembatan yang menghubungkan pikiran sadar (beta), pikiran bawah sadar (theta) dan pikiran nirsadar (delta).
Dari hasil pengukuran menggunakan Mind Mirror ditemukan orang dengan kecemasan tinggi menghasilkan banyak beta tinggi dan hanya sedikit alfa, theta, dan delta.
Saat orang mulai menjadikan meditasi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka, mereka mengembangkan amplitudo alpha, theta, dan delta yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Sebuah studi penting memeriksa pola gelombang otak para praktisi meditasi dari lima tradisi kontemplatif yang berbeda, mulai dari qigong hingga Zen. Studi ini membandingkan fungsi otak para meditator dalam kondisi kesadaran normal dan selama meditasi (Lehmann et al., 2012).
Setelah berhasil membangun gambaran lengkap tentang bagaimana seluruh otak berfungsi, para peneliti dalam studi ini menyimpulkan bahwa model paling informatif adalah membandingkan beta dengan delta.
Mereka mengukur rasio beta terhadap delta sebelum, selama, dan setelah meditasi. Meskipun tradisi meditasi menawarkan ajaran yang sangat berbeda, mulai dari membaca kalimat doa, melakukan gerakan tertentu, hingga duduk diam, terdapat kesamaan pada gelombang otak para meditator ini, yaitu terjadi pengurangan beta dan peningkatan delta.
Para peneliti mengidentifikasi “berkurangnya saling ketergantungan fungsional antarwilayah otak secara global,” sebuah perubahan dalam fungsi otak yang menunjukkan terjadi peluruhan pada diri lokal (ego).
Pola otak beta rendah dan delta tinggi mencirikan apa yang disebut sebagai "pengalaman subjektif tidak terlibat, pemisahan diri dan melepaskan, serta kesatuan total dan peleburan batas ego" ketika kesadaran para praktisi meditasi beralih menjadi satu dengan medan universal non-lokal.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa meditasi yang dilakukan secara konsisten, memindahkan otak ke zona fungsional baru yang mencakup lebih banyak delta daripada normal sebelumnya. Otak meditator memproses informasi dengan cara yang sangat berbeda dari otak rata-rata (Dispenza, 2017).
Ketika diri lokal meninggalkan keterikatan dengan tubuh dan menyatu dengan pikiran nonlokal, terjadi lonjakan delta yang besar. Gelombang delta dengan amplitudo tinggi menjadi stabil ketika para meditator mengintegrasikan dua keadaan ini (Pennington, 2017).
Dalam meditasi kita tetap membutuhkan beta, walaupun hanya sedikit saja, untuk bisa mengetahui atau menyadari apa yang sedang kita alami. Bila tidak ada beta maka kita sama sekali tidak akan tahu atau ingat yang terjadi atau alami saat meditasi.
Gelombang Otak, Meditasi Samatha dan Vipassana
Meditasi samatha dilakukan dengan memusatkan perhatian atau konsentrasi pada objek tertentu hingga akhirnya pikiran terkendali, menjadi diam, dan hening. Bila dilihat dari pola gelombang otak, meditasi samatha bertujuan “men-off-kan” gelombang beta, khususnya beta tinggi.
Umumnya meditator menghabiskan begitu banyak waktu hanya untuk belajar mendiamkan pikirannya, namun tidak berhasil. Akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti bermeditasi karena tidak merasakan manfaat.
Meditator sulit menenangkan pikiran mereka karena tidak melakukan persiapan dengan baik, khususnya pada aspek fisik dan emosi. Biasanya mereka langsung duduk dan fokus pada napas. Ini tidak efektif untuk membuat pikiran diam.
Selain itu, sulitnya meditator mendiamkan pikiran juga disebabkan oleh aktifnya beta tinggi akibat kondisi emosi atau suasana hati yang tidak kondusif, posisi duduk yang tidak tepat membuat otot paha dan tubuh menjadi tegang, sehingga tidak mungkin bisa mencapai kondisi pikiran yang rileks.
Saat seseorang telah mampu “men-off-kan” pikiran sadarnya (beta), pada saat itu ia telah masuk ke kondisi meditatif yang sangat dalam. Meditasi sebenarnya adalah gelombang otak yang terdiri dari beta rendah sesedikit mungkin, banyak alfa, theta, dan atau tanpa delta.
Vipassana adalah meditasi perhatian penuh, instrospeksi, observasi realitas, kewaspadaan objektif, dan belajar dari pengalaman setiap momen. Inti dari meditasi ini adalah mengamati segala proses mental atau fisik yang paling dominan pada saat ini, menyadarinya, mencatat, ingat ketika lenyap, tanpa memberi makna, menghakimi, menilai, memberi label, melibatkan emosi, atau berusaha dengan sesuatu cara mengubah pengalaman ini.
Pengalaman membuktikan bahwa cukup sulit atau bahkan tidak mungkin bisa melakukan pengamatan pada bentuk-bentuk pikiran, perasaan, atau sensasi fisik yang muncul saat pikiran sadar masih sangat aktif. Apalagi jika yang aktif adalah beta tinggi.
Jelas sangat sulit melakukan pengamatan jika piranti yang digunakan untuk melakukan pengamatan atau observasi, yaitu pikiran sadar, masih sangat aktif dan sibuk sendiri.
Yang diamati dalam meditasi vipassana, khususnya pada aspek bentuk-bentuk pikiran dan perasaan yang muncul, sebenarnya berasal dari pikiran bawah sadar dan nirsadar.
Dari pikiran bawah sadar biasanya muncul memori atau ingatan kejadian masa lalu, dan biasanya berisi muatan emosi intens, baik positif maupun negatif.
Saat memori ini muncul, baik dalam bentuk gambar atau rangkaian kejadian, sebenarnya pada saat yang sama, emosi yang berhubungan dengan memori ini juga aktif.
Dengan demikian, adalah sangat penting bagi seorang meditator untuk tidak masuk ke dalam pengalaman itu, karena biasanya mengandung emosi intens, dan cukup hanya mengetahui, menyadari, mencatat, dan mengingatnya ketika lenyap atau hilang.
Kemampuan untuk bisa menjadi pengamat pasif, tidak masuk ke dalam objek yang diamati, hanya bisa dicapai bila pengendalian diri kita baik dan pikiran sadar (beta) tidak terlalu aktif dan tidak memberikan penilaian atau penghakiman.
Saat kita mampu melihat atau hanya menjadi pengamat, kita telah mampu melakukan disosiasi atau menjaga jarak dengan yang diamati, sehingga tidak dipengaruhi emosi yang melekat pada suatu memori.
Saat kita mampu tenang hanya menyadari, mencatat, dan mengingat kejadian atau pengalaman yang muncul, kita akan tahu dan sadar bahwa kita bukanlah pengalaman atau emosi kita.
Pengalaman atau emosi muncul, pudar, dan hilang. Saat kita memberi jarak atau memisahkan diri dari pengalaman atau emosi itu, mereka tidak bisa memengaruhi diri kita.
Kebijaksanaan yang diperoleh dari meditasi vipassana tidak berasal dari beta, tapi dari theta atau pikiran bawah sadar. Kedalamam meditasi ditentukan oleh kedalaman theta yang berhasil kita capai. Theta adalah tempat terjadinya koneksi spiritual paling dalam. Saat seseorang berada dalam theta yang dalam, ia akan merasakan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan luar biasa.
Pikiran bawah sadar punya proses berpikir sendiri yang terpisah dari pikiran sadar. Saat kita bermeditasi vipassana, saat pikiran sadar tidak terlalu aktif, informasi atau pemahaman yang berasal dari pikiran bawah sadar akan naik, melalui jembatan alfa, ke pikiran sadar (beta), dan kita menyadari atau tahu (ingat) informasi ini.
Yang dilakukan meditator yang bertahun-tahun melakukan meditasi samatha sebenarnya adalah persiapan untuk awakening atau pencerahan. Para meditator ini biasanya, setelah bertahun-tahun berlatih meditasi, berhasil mengembangkan pola gelombang otak Awakened Mind.
Walau meditator telah lama melakukan meditasi samatha, walau ia telah berhasil mencapai pola Awakened Mind, kondisi ini tidak mampu memfasilitasi pencapaian pencerahan.
Hal ini disebabkan meditasi samatha sebenarnya adalah strategi mencapai kondisi kesadaran spesifik. Kondisi kesadaran ini selanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan melatih meditasi vipassana, karena vipassana adalah meditasi berdasarkan isi (content-based meditation).
Yang dimaksud dengan isi, selain sensasi fisik yang dirasakan, juga adalah konten dari pikiran bawah sadar dalam bentuk pikiran dan emosi yang muncul, dirasakan, atau dialami pada saat meditasi berlangsung, pada momen sekarang.
Di pelatihan yang saya selenggarakan, untuk membantu peserta masuk kondisi meditatif yang dalam dengan cepat dan mudah, “men-off-kan” beta tinggi, saya menggunakan protokol meditasi khusus.
Mengikuti protokol ini, sebelum melakukan meditasi, saya menyiapkan kondisi fisik, emosi, suasana hati peserta, dan juga lingkungan yang menunjang proses meditasi.
Setelahnya, dengan tuntunan yang sangat sistematis, peserta dibimbing masuk ke kondisi meditatif sangat dalam, pikiran mereka menjadi diam, hening, bening, hati menjadi sangat tenang, damai, bahagia.
Keheningan ini seperti kita, di pagi hari, berada di telaga kecil dengan air yang sangat jernih, tenang, bening, dengan kabut tipis di atas permukaan air yang diam seperti cermin. Tentu suasana batin seperti ini sungguh sangat luar biasa.
Dalam kondisi ini, saat vibrasi kolektif sangat kuat, saya memasang jangkar (anchor) di pikiran bawah sadar peserta. Jangkar ini mereka gunakan untuk masuk kembali ke kondisi meditatif dengan cepat dan mudah, hanya butuh beberapa detik saja.