Perubahan adalah keniscayaan. Untuk berubah, khususnya menjadi lebih baik, dapat digunakan banyak pendekatan, strategi, teknik, cara. Salah satu teknik yang cukup banyak diklaim sangat efektif untuk memengaruhi atau mengubah perilaku adalah subliminal message atau pesan subliminal.
Makna dari subliminal, dalam konteks stimulus atau proses mental, adalah di bawah ambang absolut persepsi atau kesadaran, atau sesuatu yang dirasakan oleh atau memengaruhi pikiran seseorang tanpa mereka sadari.
Subliminal message atau pesan subliminal adalah stimuli yang berada di bawah ambang batas persepsi atau kesadaran sehingga tidak disadari secara sadar. Stimuli ini tidak dapat diketahui keberadaannya walau seseorang berusaha atau sengaja memerhatikan atau mencarinya.
Ini berbeda dengan pesan supraliminal. Pesan supraliminal adalah stimuli yang berada di atas ambang batas persepsi atau kesadaran sehingga dapat didengar atau dilihat, namun tidak diperhatikan sehingga tidak disadari, dan berpengaruh pada diri seseorang. Contoh pesan supraliminal adalah pengelola pusat perbelanjaan memutar lagu-lagu gembira dengan tujuan memengaruhi hasrat belanja pengunjung.
Konsep pesan subliminal mulai dikenal sejak tahun 1957, saat James McDonald Vicary, psikolog sosial dan peneliti pemasaran, menyatakan telah melakukan percobaan melibatkan 45.699 penonton bioskop di New Jersey.
Dalam percobaan ini, sepanjang pemutaran film, berulang kali ditampilkan tulisan “Hungry”, "Eat Popcorn" dan "Drink Coke" di layar dengan kecepatan sangat tinggi, 3 milidetik, dengan tujuan meningkatkan penjualan Coca-cola dan popcorn. Vicary mengklaim bahwa percobaan ini berhasil meningkatkan penjualan Coca-cola sebesar 18,1% dan popcorn 57,5%.
Investigasi terhadap klaim ini menemukan bahwa Vicary tidak pernah melakukan percobaan seperti yang ia nyatakan. Dengan kata lain, Vicary telah melakukan pembohongan publik.
Vicary kemudian menarik kembali klaimnya, dalam sebuah wawancara televisi, namun klaim awal Vicary, yang menyatakan keefektifan pesan subliminal memengaruhi perilaku, menyebar dengan cepat dan mengarah pada penerimaan luas pada pesan subliminal, bahkan hingga hari ini. (O'Barr 2005). Klaim Vicary ternyata tidak berdasar dan ia tidak pernah bisa mencipta hasil eksperimen yang sama (Elgendi dkk, 2018).
Jenis Pesan Subliminal
Ilmu pengetahuan modern menemukan terdapat 37 input sensori yang terbagi menjadi tujuh kategori: visual, auditori, taktil (sentuhan), penciuman (rasa), gustatori (bau), vestibular (keseimbangan dan gerakan) dan proprioception (kesadaran tubuh). Dari tujuh kategori ini, input visual mendominasi persepsi kita.
Pesan subliminal secara khusus menarget dua indera sebagai pintu masuk informasi: visual dan auditori. Pesan subliminal visual ada dua jenis : subvisual dan embeds. Demikianlah halnya dengan pesan subliminal auditori juga ada dua jenis: subaudible dan backmasking.
Pesan subvisual berupa informasi visual yang dipaparkan dengan sangat cepat ke mata penonton, hanya dalam milidetik, sehingga keberadaannya tidak sepenuhnya disadari pikiran sadar (PS), namun dapat ditangkap oleh pikiran bawah sadar (PBS)
Embeds adalah gambar statis yang disematkan, secara tersamar, pada gambar atau lingkungan visual yang tidak berubah. Ia ada di depan mata namun tidak disadari keberadaannya secara sadar. Embeds sering digunakan di iklan cetak untuk meningkatkan penjualan produk.
Pesan subaudible adalah informasi dalam bentuk suara bervolume rendah yang ditumpangkan pada suara yang lebih keras, sehingga pesan ini diterima pikiran tanpa disadari. Seiring kemajuan teknologi audio digital saat ini, rekaman bisa dilakukan multi-track atau banyak jalur dan menggunakan musik binaural, sehingga semakin mampu menyamarkan atau menyembunyikan pesan yang disampaikan ke PBS.
Backmasking adalah teknik rekaman audio di mana suara atau pesan tertentu sengaja direkam arah mundur, dengan tujuan saat trek musik dimainkan secara normal, arah maju, pesan melalui pembalikan fonetik ini tidak terdeteksi. Teknik backmasking dipopulerkan The Beatles di tahun 1966 setelah meluncurkan album “Revolver”.
Pesan Subliminal Menurut Perspektif Hipnoterapi Klinis
Pikiran, dalam ilmu hipnoterapi klinis, terdiri atas dua bagian: pikiran sadar (PS) dan pikiran bawah sadar (PBS). PS memiliki fungsi, antara lain, berpikir kritis logis, menimbang, membandingkan informasi, dan memutuskan. Sementara PBS memiliki fungsi, antara lain, sebagai tempat memori jangka panjang, kepercayaan (belief), kebiasaan, dan emosi. Kekuatan PS dan PBS dalam memengaruhi dan mengendalikan diri individu adalah 1 berbanding 99. Dengan demikian, upaya perubahan maksimal hanya bisa terjadi dengan cepat dan pasti saat perintah perubahan ini berhasil masuk atau dimasukkan ke PBS (Gunawan, 2016).
Setiap data atau informasi yang akan masuk ke PBS, dalam kondisi normal, selalu terlebih dahulu diterima oleh PS. Selanjutnya filter mental PS, atau yang dikenal sebagai faktor kritis (critical factor), melakukan fungsi mengkritisi atau membandingkan data ini dengan data lama yang telah tersimpan di memori PBS. Bila terjadi ketidaksesuaian antara data baru dan data lama, faktor kritis menolak data baru ini dengan tujuan menjaga integritas data lama, sehingga tidak mudah berubah atau diubah (Gunawan, 2005).
Dalam hipnoterapi, dikenal lima cara untuk menembus faktor kritis PS, yaitu menggunakan otoritas, emosi, repetisi, identifikasi, dan kondisi hipnosis atau rileksasi pikiran (sadar).
Penyampaian pesan secara subliminal, yang sebenarnya adalah sugesti, bertujuan menembus faktor kritis pikiran sadar (PS), yang berfungsi menyaring informasi yang akan masuk ke pikiran bawah sadar (PBS), agar leluasa masuk ke PBS, tanpa bisa dihalangi, dan selanjutnya pesan ini memengaruhi atau mengubah perilaku individu.
Pikiran sadar, dengan kemampuannya yang terbatas hanya mampu mengolah 40 bit informasi per detik, tidak mampu mengetahui atau menyadari pesan subvisual, karena pesan ini disampaikan dengan kecepatan sangat tinggi, dan ia juga tidak dapat mendengar subaudible atau sugesti karena tertutup atau tersamarkan oleh suara (musik) yang lebih keras.
Pikiran bawah sadar, dengan kemampuan dan kecepatan pengolahan data yang sangat tinggi, 40 juta bit informasi per detik, mampu menangkap hal-hal yang lepas dari pengamatan atau perhatian PS (Trincker dalam Norrentranders, 1998:126).
Ditinjau dari proses dan tujuan yang akan dicapai menggunakan pesan subliminal, sejatinya teknik ini sama dengan upaya memasukkan sugesti ke PBS, untuk memengaruhi atau mengubah perilaku seseorang, atau bertujuan terapeutik.
Beda antara teknik berbasis pesan subliminal dan teknik hipnoterapi, pesan atau sugesti yang disampaikan dengan teknik subliminal tidak disadari atau diketahui oleh penerima, baik ia dalam kondisi sadar normal atau dalam kondisi hipnosis. Sementara dalam hipnoterapi, pesan atau sugesti yang disampaikan oleh terapis dapat didengar oleh pikiran sadar klien, walau mereka dalam kondisi hipnosis (sangat) dalam.
Saat sugesti yang disampaikan dengan pesan subliminal berhasil menembus faktor kritis PS dan masuk ke PBS, tidak berarti informasi ini serta merta diterima sepenuhnya dan dijalankan PBS sehingga memengaruhi individu. Dalam PBS terdapat 4 (empat) filter mental yang berfungsi sebagai benteng perlindungan terakhir sebelum suatu informasi benar diterima dan dijalankan sepenuhnya oleh PBS (Gunawan, 2016).
Informasi (sugesti), yang telah berhasil masuk atau dimasukkan ke PBS, oleh 4 filter mental PBS, ditelisik, diuji, dibandingkan dengan data yang telah ada di PBS, menggunakan kriteria tertentu. Bila sugesti ini tidak lolos uji, ia pasti mendapat penolakan dari program pikiran yang telah lebih dulu ada di PBS dalam bentuk sabotase yang menghambat pelaksanaannya. Bentuk penolakan PBS juga bisa berupa perasaan dan atau sensasi fisik tidak nyaman. Bila ia lolos uji, PBS sepenuhnya menjalankan sugesti ini dan perilaku individu berubah.
Penggunaan pesan subliminal untuk mencapai tujuan atau target tertentu juga tidaklah semudah yang dibayangkan atau diyakini banyak orang. Untuk sugesti bisa bekerja mendukung capaian target, misalnya ia telah berhasil masuk dan diterima oleh PBS, individu harus telah memiliki tujuan atau goal.
Dalam hipnoterapi, sugesti terapeutik diberikan dalam bentuk visual, verbal, atau gabungan keduanya, dalam kedalaman hipnosis tertentu. Untuk pemberian sugesti visual, kedalaman hipnosis ideal adalah profound somnambulism. Sementara bila yang diberikan adalah sugesti verbal, kedalaman hipnosis minimal profound somnambulism, dan sangat efektif bila kedalaman yang dicapai klien adalah kedalaman ekstrim, level 35 hingga 39 dari 40 kedalaman pada Adi W. Gunawan Hypnotic Depth Scale.
Untuk pesan subliminal bisa benar efektif, selain perlu memerhatikan bentuk sugesti yang digunakan, visual, verbal, atau gabungan keduanya, kedalaman hipnosis, juga perlu diperhatikan struktur kalimat sugestinya. Sugesti verbal perlu disusun secara cermat, terstruktur, sistematis mengikuti 16 (enam belas) aturan menyusun skrip seturut sifat dan cara kerja PBS. Salah satu aturan ini adalah skrip sugesti menggunakan bahasa yang dimengerti klien.
Mengingat pesan subliminal tidak dapat diketahui bila dicermati dengan pikiran sadar, maka pengguna program audio berbasis pesan subliminal tidak dapat memeriksa kalimat sugesti apa yang masuk ke PBS-nya. Ini cukup riskan karena bisa terjadi skrip sugesti tidak sejalan dengan nilai-nilai kebenaran, moralitas, dan spiritual pengguna.
Keefektifan Subliminal Message Menurut Hasil Penelitian
Dari penelusuran artikel-artikel jurnal, ditemukan beberapa hal penting terkait pesan subliminal. Trappey (1996) melakukan meta-analisis atas 23 penelitian terkait penggunaan pesan subliminal dalam memengaruhi pilihan atau perilaku konsumen dan menyatakan:
The meta-analysis of choice and subliminal advertising described in this article provides objective evidence that the effect of subliminal marketing stimuli on influencing consumers’ choice behavior or selection process is negligible.
Meta-analisis dari pilihan dan iklan subliminal yang dijelaskan dalam artikel ini memberikan bukti obyektif bahwa dampak stimuli pemasaran subliminal dalam memengaruhi perilaku pilihan atau proses seleksi konsumen dapat diabaikan.
Menggunakan bahasa yang lebih sederhana, hasil meta-analisis ini menyatakan pesan subliminal tidak efektif dalam memengaruhi konsumen untuk memilih produk tertentu.
Sementara menurut Strahan, Spencer, dan Zanna (2002), pesan subliminal hanya bisa memengaruhi perilaku seseorang bila ia telah memiliki keinginan, dari dirinya sendiri, untuk melakukan perilaku itu. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pesan subliminal agar seseorang minum air hanya efektif bila ia memang dalam keadaan haus. Bagi mereka yang tidak haus, pesan subliminal ini tidak berdampak sama sekali.
Pesan-pesan subliminal tidak dapat mengendalikan perilaku seseorang. Mereka hanya dapat mengarahkan keputusan seseorang, namun tidak bisa mendikte seseorang untuk melakukan sesuatu yang ia tidak ingin lakukan.
Penggunaan pesan subliminal, selain untuk iklan, juga banyak digunakan dalam pengembangan diri, terutama dalam bentuk rekaman audio. Aplikasinya juga sangat beragam, seperti untuk berhenti merokok, menjadi percaya diri, menurunkan berat badan dan langsing, meningkatkan daya ingat, meningkatkan penjualan, menanamkan mindset kaya, mengaktifkan LOA agar bisa cepat menjadi kaya, menjadi magnet uang, dan masih banyak lagi. Setiap produsen audio pesan subliminal selalu mengklaim program audio mereka efektif.
Klaim sepihak, oleh produsen atau penjual, tidak bisa digunakan sebagai acuan menentukan keefektifan audionya. Langkah bijak adalah mengacu pada hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal.
Greenwald, Spangenberg Pratkanis, dan Eskanazi (1991) meneliti keefektifan program pengembangan diri menggunakan rekaman audio berisi pesan subliminal, melibatkan 237 responden. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa program audio pengembangan diri dengan pesan subliminal adalah tidak efektif.
The experiments described in this report are the most extensive double-blind tests yet conducted of claimed therapeutic effects of audiotapes having sublimi nal verbal content. The findings showed clearly that subliminal audiotapes de signed to improve memory and to increase self-esteem did not produce effects associated with subliminal content. Pending further double-blind research, it seems most prudent to regard the general class of claims for therapeutic efficacy of subliminal audio content as lacking in empirical foundation.
Eksperimen yang dijelaskan dalam laporan ini adalah tes double-blind paling luas yang pernah dilakukan pada kaset audio, berisi konten subliminal verbal, yang diklaim memiliki efek terapeutik. Temuan menunjukkan dengan jelas bahwa kaset audio subliminal yang dirancang untuk meningkatkan daya ingat dan meningkatkan harga diri tidak menghasilkan efek sejalan dengan konten subliminal. Menunggu penelitian double-blind lebih lanjut, tampaknya paling bijaksana untuk menganggap klaim umum akan kemanjuran konten audio subliminal sebagai kurang memiliki dasar empiris.
Meningkatkan Keefektifan Pesan Subliminal
Walau hasil penelitian menyatakan bahwa pesan subliminal hanya dapat memengaruhi namun tidak dapat menentukan atau mendikte perilaku, dan penggunaan pesan subliminal dalam bentuk program audio untuk pengembangan diri tidak efektif, sejatinya pesan subliminal, secara teori, dapat ditingkatkan keefektifannya dengan mengikuti beberapa saran berikut.
Pertama, skrip sugesti yang digunakan dalam pesan subaudible bersifat personal, disusun mengikuti 16 syarat penyusunan skrip yang benar dalam hipnoterapi klinis, dan ditujukan secara spesifik kepada individu tertentu, seturut tujuan atau goal yang hendak dicapainya. Skrip sugesti tidak bisa dibuat menggunakan pendekatan one size fits all yang bersifat umum.
Kedua, individu yang akan menggunakan pesan subliminal untuk mencapai target atau goal tertentu, perlu terlebih dahulu menetapkan goalnya secara SMART: Spesific (spesifik), Measurable (terukur), Achievable (dapat dicapai), Realistic (realistis), Time Bound (ada batas waktu pencapaian).
Selain itu, menurut Locke dan Latham (2002) agar target yang disusun bisa berdampak positif dalam mengubah perilaku dan efektif, ia harus disusun mengikuti enam prinsip penyusunan goal efektif: Specific (spesifik), Challenging (menantang), Long and Short term (jangka panjang dan pendek), Feedback (umpan balik berdasar hasil evaluasi), Commitment (komitmen), dan Appropriateness (kepantasan)
Ketiga, pengguna program audio pesan subliminal perlu mengamati kondisi mental, emosi, dan fisiknya selama dan setelah mendengar program audio. Ini untuk memeriksa dan memastikan PBS menerima atau menolak sugesti yang diberikan.
Bila dari hasil pengamatan ditemukan perasaan atau sensasi tidak nyaman, yang mengindikasikan adanya penolakan PBS, maka perasaan tidak nyaman ini perlu dinetralisir. Bila dari hasil pengamatan ditemukan kondisi yang kondusif, ini menandakan PBS menerima sugesti yang diberikan.
Keempat, paling lama satu minggu setelah program audio pesan subliminal didengarkan, pengguna perlu melakukan evaluasi terhadap kinerja dan capaiannya sebelum dan setelah mendengar audio ini.
Bila belum tercapai hasil seperti yang diinginkan, pilihannya ada dua: melanjutkan mendengarkan audio selama satu minggu dan dilanjutkan dengan evaluasi, atau skrip sugesti disusun ulang atau diganti dengan yang baru.
Referensi:
Elgendi, M., Kumar, P., Barbic, S., Howard, N., Abbott, D., and Cichocki, A. (2018). Subliminal Priming—State of the Art and Future Perspectives. Behavioral Sciences, 8, 54.
Greenwald, A. G., Klinger, M. R., & Schuh, E. S. (1995). Activation by marginally perceptible (” subliminal”) stimuli: Dissociation of unconscious from conscious cognition. Journal of Experimental Psychology, 124(1), 22.
Gunawan, A. W. (2005). Hypnotherapy: The Art of Subconscious Restructuring. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Gunawan, A. W. (2016). Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy Workbook. Surabaya: AWG Institute.
Locke dan Latham (2002). Building a practically useful theory of goal setting and task motivation. A 35-year odyssey. American Psychologist, 57, 705-717
Norretranders, T. (1999). The User Illusion: Cutting Consciousness Down to Size. New York: Penguin Press
O'Barr, W. M. (2005). Subliminal Advertising. Advertising & Society Review, 6(4)
Strahan, E. J., Spencer, S. J., & Zanna, M. P. (2002). Subliminal priming and persuasion: Striking while the iron is hot. Journal of Experimental Social Psychology, 38(6), 556-568.
Trappey, C. (1996). A Meta-Analysis of Consumer Choice and Subliminal Advertising. Psychology and Marketing, 13(5), 517-530.