The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


How to Make Affirmations Work for You

21 Juli 2010

No man means all he says, and yet very few say all they mean, for words are slippery and thought is viscous.
- Henry Brooks Adams

Dalam workshop "Becoming a Money Magnet" yang barusan kami selenggarakan di kota Batu, Malang, saat saya menjelaskan mengenai "Why Affirmations Fail?", ada peserta yang bertanya, "Pak, kami tahu bahwa Pak Adi dan Pak Aries akan mengajarkan cara melakukan reprogramming pikiran bawah sadar. Salah satunya adalah dengan afirmasi yang dilakukan secara efektif dalam kondisi Alfa atau Theta. Untuk orang yang nggak ikut workshop kan nggak bisa melakukannya dengan benar. Apa ada cara melakukan (afirmasi) yang bisa diterima pikiran bawah sadar walaupun kita ucapkan dalam kondisi Beta? Saya ingin berbagi informasi ini dengan kawan atau anggota keluarga saya." "Sudah tentu ada", jawab saya.

Apa yang saya jelaskan berikut ini adalah apa yang kami ajarkan di workshop. Saya akan jelaskan intisarinya saja. Artikel ini juga untuk menjawab berbagai pertanyaan yang saya terima melalui email dari para pembaca dan juga dari komentar yang di posting di Pembelajar.com.

Untuk bisa melakukan afirmasi dengan benar, saat dalam kondisi gelombang Beta, kita perlu memahami cara kerja pikiran. Pikiran terbagi ke dalam beberapa area. Salah satunya adalah Critical Area. Critical Area ini sebagian ada dalam wilayah pikiran sadar dan sebagian lagi di wilayah pikiran bawah sadar.

Saat kondisi sadar kita selalu menganalisis setiap informasi yang masuk. Yang melakukan ini adalah Critical Area dari pikiran sadar. Saat kita dihipnosis dan diminta melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai moral yang kita pegang maka, meskipun dalam kondisi trance, kita akan menolak permintaan si hipnotis. Bagian yang menolak ini adalah Critical Area dari pikiran bawah sadar.

Dalam kondisi sadar atau beta saat suatu informasi (afirmasi atau sugesti) masuk ke pikiran sadar maka informasi ini akan "menetap" di Critical Area. Informasi ini baru akan di-download ke pikiran bawah sadar saat kita tidur. Selama menunggu di Critical Area, dari pikiran sadar, informasi itu akan mengalami distorsi. Contohnya?

Misalnya anda ingin meningkatkan income anda. Saat ini anda berpenghasilan Rp. 2,5 juta per bulan dan anda melakukan afirmasi, "Penghasilan saya Rp.10 juta per bulan." Saat anda melakukan afirmasi ini maka informasi ini masuk ke Critical Area dari pikiran sadar. Anda membaca kalimat afirmasi berulang-ulang agar lebih tok cer alias manjur. Ditambah lagi, seperti yang dianjurkan di berbagai buku dan seminar, anda harus menulis afirmasi anda dalam Present Tense atau kalimat saat ini. Apa yang terjadi di pikiran anda? Mari kita lakukan analisis.

Informasi masuk ke Critical Area dari pikiran sadar karena anda melakukan afirmasi dalam kondisi beta. Kalimat yang digunakan adalah Present Tense atau sekarang. Hal ini berarti penghasilan anda saat ini Rp. 10 juta per bulan. Iya nggak? Nah, apakah kondisi income anda yang sesungguhnya saat ini benar Rp. 10 juta? Kan, tidak. Saat ini income anda hanya Rp. 2,5 juta per bulan. Pikiran sadar anda tahu bahwa ini nggak benar. Pikiran sadar ini lalu mendistorsi "kebenaran" informasi ini. Dan seperti yang telah saya jelaskan di atas informasi ini baru akan turun ke pikiran bawah sadar saat kita tidur. Nah, bisa anda bayangkan apa yang terjadi pada unit informasi "Penghasilan saya Rp.10 juta per bulan" saat masuk ke pikiran bawah sadar. Pasti sudah "babak belur" karena dikritik dan didistorsi oleh Critical Area dari pikiran sadar. Kalo sudah begini kira-kira afirmasi ini masih efektif, nggak? Anda tahu jawabannya, kan?

Itulah sebabnya mengapa pada artikel sebelumnya saya selalu menganjurkan untuk melakukan afirmasi dalam kondisi alfa atau theta. Saat kita dalam gelombang ini maka unit informasi akan mem-by pass Critical Area dari  pikiran sadar dan langsung masuk ke pikiran bawah sadar. 

Ok, kalau begini kondisinya, lalu bagaimana kita "mengakali" Critical Area dari pikiran sadar kita agar bisa menerima dan tidak mendistorsi afirmasi kita? Caranya mudah. Yang perlu dilakukan adalah kita menggunakan kekuatan Critical Area, dalam melakukan analisis, menjadi kelemahannya. Caranya?

Dalam melakukan afirmasi anda harus menggunakan kata "Saya dalam proses", "Saya memutuskan", atau "(kondisi) ideal saya".

Sekarang saya akan memperjelas maksud saya. Pada contoh di atas kita menggunakan kalimat "Penghasilan saya Rp.10 juta per bulan". Critical Area dari pikiran sadar tahu bahwa ini nggak benar. Sekarang coba kita gunakan kalimat "Saya dalam proses mencapai penghasilan Rp. 10 juta per bulan". Terasa bedanya? Critical Area tahu bahwa ini nggak bohong. Benar, kita belum mencapai penghasilan Rp. 10 juta per bulan. Tapi kita kan dalam proses. Jadi, unit informasi ini tidak akan terkena distorsi.

Selanjutnya coba anda rasakan kalimat "Saya memutuskan untuk mempunyai penghasilan Rp. 10 juta per bulan". Ini juga nggak bohong. Berapapun income anda saat ini nggak jadi masalah. Mengapa? Karena anda "memutuskan" untuk menaikkan income anda. Jadi ini sama sekali nggak ada urusan dengan kondisi riil anda.

Bagaimana dengan kalimat "Penghasilan ideal saya adalah Rp. 10 juta per bulan"? Afirmasi ini juga aman dari distorsi. Mengapa? Karena yang diafirmasi adalah penghasilan ideal. Kalau sekarang belum ideal ya nggak apa-apa. Afirmasi ini nggak ditolak.

Nah, karena Critical Area dari pikiran sadar nggak menolak maka, saat kita tidur, unit informasi ini masuk ke pikiran bawah sadar dalam kondisi utuh dan lengkap, tidak terdistorsi. Dengan demikian pemrograman pikiran bawah sadar menjadi sangat efektif.

Apakah ada cara lain untuk memprogram pikiran bawah sadar dalam kondisi beta? Sudah tentu ada. Berikut saya berikan beberapa tips lagi.

Pertama, anda perlu mengembangkan sikap syukur dan pasrah. Apapun yang anda capai dalam proses mencapai target anda perlu disyukuri. Kedua, anda perlu mencatat pencapaian kecil maupun besar dalam perjalanan anda mencapai target anda. Hal ini bertujuan untuk mengedukasi pikiran anda bahwa berada pada jalur yang benar. Ketiga, siapkan sebuah kotak "sukses". Kotak "sukses" ini fungsinya sebagai celengan atau tabungan. Anda bisa memotong gambar atau hal-hal yang ingin anda capai dan masukkan ke kotak "sukses" anda. Anda juga bisa menuliskan afirmasi anda, membacanya, dan memasukkannya ke kotak "sukses" anda.  Mengapa ini perlu dilakukan? Saat anda memotong gambar dan memasukkannya ke kotak "sukses" maka dalam hati anda tumbuh pengharapan. Saat anda menulis, membaca, dan memasukkan afirmasi anda ke kotak maka anda semakin mempertegas apa yang anda lakukan.

Contoh di atas adalah dalam aspek finansial. Dengan menggunakan prinsip yang sama anda bisa menggunakannya untuk meningkatkan aspek lain dalam hidup anda.

Akhir kata saya ucapkan selamat mencoba. Semoga bermanfaat dan salam sukses.

Baca Selengkapnya

The Magic Power of Words

21 Juli 2010

That you may be strong be a craftman in speech for the strength of one is the tongue, and the speech is mightier than all fighting
-Ptahhotep, written 5.000 years ago

Saya yakin anda pasti tahu atau mengenal kata afirmasi (affirmation). Affirmation, kalau menurut kamus elektronik Encarta mempunyai makna "declare something to be true: to declare positively that something is true" (menyatakan sesuatu sebagai hal yang benar) atau "declare support for something: to declare support or admiration for somebody or something" (menyatakan dukungan terhadap seseorang atau sesuatu).

Afirmasi sangat populer digunakan sebagai alat untuk memprogram ulang pikiran kita. Saya juga membahas mengenai hal ini pada artikel sebelumnya. Dalam kesempatan ini saya ingin mengulas afirmasi dengan cara yang agak berbeda. Saya membahas afirmasi sebagai bagian dari komunikasi kita sehari-hari baik yang bersifat verbal maupun nonverbal. Apa maksudnya?

Selama ini kita telah "terprogram" bahwa afirmasi adalah kalimat yang kita pilih secara khusus untuk kita baca berulang-ulang, seperti layaknya mantra, agar dapat mempengaruhi pikiran kita. Dengan demikian diharapkan akan terjadi perubahan pada diri kita.

Kita, selama ini, jarang memperhatikan pilihan kata yang kita gunakan saat kita berkomunikasi. Coba anda renungkan sejenak. Bagaimanakah pola komunikasi anda selama ini. Apakah saat suatu bentuk pikiran (thought) muncul di pikiran (mind) anda langsung bicara ataukah anda memperhatikan dengan seksama pilihan kata yang anda gunakan?

Mengapa kita perlu hati-hati dalam memilih kata? Setiap kata mempunyai kekuatan dalam memprogram pikiran kita. Kata yang kita gunakan ini, suka atau tidak, sebenarnya adalah adalah afirmasi yang sangat dahsyat efeknya. Kata yang kita gunakan, secara sadar atau tidak, menentukan level dan kualitas berpikir kita. Saya teringat saat membaca Bagavadgita. Saat itu Arjuna bertanya kepada kusir kereta kudanya, "Bagaimana cara yang paling efektif untuk mengetahui kualitas seorang manusia?"

Sang kusir, yang sebenarnya adalah penjelmaan dari Wisnu, dengan bijak menjawab, "Apa yang keluar dari mulut seseorang menentukan kualitas kepribadiannya."

Nah, sebelum saya lanjutkan, coba rasakan di hati anda apa perasaan yang muncul saat saya berkata, "Cinta", "Sukses", "Bahagia","Kasih Sayang", "Tenang" ,"Indah" ,"Damai", "Pengorbanan", "Benci", "Bangsat", "Jahanam", "Diperkosa".

Bisakah anda merasakan bedanya? Untuk lebih jelas merasakannya coba anda baca satu kata lalu tutup mata anda dan ulangi kata itu di dalam hati. Setelah itu baca kata lainnya lagi.

Bila anda melakukan dengan sungguh-sungguh maka di hati anda pasti akan muncul perasaan yang sejalan dengan kata yang anda ucapkan. Pertanyaannya sekarang adalah, "Mengapa hanya dengan mengucapkan suatu kata kita langsung merasakan suatu emosi?"

Pikiran kita bekerja bukan berdasarkan kata-kata. Pikiran bekerja dengan menggunakan gambar. Saat suatu kata kita ucapkan atau pikirkan maka pikiran akan langsung mengubah kata itu menjadi suatu gambar, di dalam pikiran kita, yang sejalan dengan pengalaman hidup kita, yang berhubungan dengan kata itu.

Misalnya? Ambil kata "Cinta". Saat kita mengucapkan atau memikirkan kata "Cinta" maka pikiran kita akan mengubahnya menjadi gambar ayah atau ibu, istri atau anak, pacar, gambar hati, hari pernikahan, saat-saat indah pacaran, atau mungkin mantan kekasih. Selanjutnya gambar ini membangkitkan emosi yang terkait dengannya. Selanjutnya emosi ini akan membangkitkan emosi lainnya. Demikian selanjutnya.

Contoh lainnya? Coba rasakan bedanya efek kata "Mati", "Tewas", "Wafat", "Mangkat", "Meninggal", dan "Mampus". Bisa anda rasakan bedanya? Meskipun semuanya mempunyai makna yang sama namun efeknya di pikiran dan perasaan berbeda.

Dengan memahami dan menyadari bahwa setiap kata mempunyai pengaruh yang begitu dahsyat maka kita harus benar-benar hati-hati memilih kosa kata.

Contoh saya di atas adalah kata yang berdiri sendiri. Bagaimana kalau sudah dirangkai menjadi kalimat? Wah ini jauh lebih dahsyat lagi efeknya. Coba, sekali lagi, anda rasakan di hati anda perbedaan kalimat berikut ini:
1. Massa menghakimi pencuri ayam hingga tewas
2. Massa menghajar pencuri ayam hingga tewas
3. Massa menganiaya pencuri ayam hingga tewas
4. Massa menyiksa pencuri ayam hingga tewas

Efek perasaan negatip ini akan lebih kuat bila anda membaca setiap kalimat dengan sungguh-sungguh dan menggunakan intonasi atau tekanan suara.
 
Sekarang, saya perlu menetralisir perasaan negatip di hati anda, karena membaca kalimat-kalimat di atas dengan perasaan positip. Coba rasakan kalimat berikut:
"Cinta kasih Ibu begitu tulus, hangat, dan tanpa syarat mengisi relung hati dan jiwaku, menguatkan dan sekaligus meneguhkan hatiku. Terima kasih Ibu."

Setiap kata atau kalimat yang memberikan pengaruh negatip, karena membangkitkan emosi negatif, harus kita hindari. Mengapa? Emosi negatip ini sangat merugikan diri kita karena bersifat sebagai lintah energi. Emosi negatip ini akan menguras energi psikis kita. Satu prinsip emosi yang jarang orang perhatikan adalah bahwa emosi, baik positip maupun negatip, akan semakin kuat bila sering diakses atau dirasakan.

Ada beberapa cara untuk melakukan hal ini. Pertama, kita memilih kosa kata dengan saksama dan bijak. Pilihlah kosa kata yang mempunyai efek positip. Kalaupun terpaksa menggunakan kata yang agak negatip maka kita perlu menyatakannya dengan cara yang positip. Misalnya anda merasa tersinggung. Daripada berkata "Saya tersinggung atas pernyataannya", anda akan lebih positip bila berkata "Saya kurang setuju dengan pernyatannya". Kalimat kedua selain lebih positip karena tingkat intensitas emosinya lebih rendah juga lebih intelek. Kalau anda kurang setuju maka anda pasti punya alasan sehingga bisa terjadi diskusi atau komunikasi yang konstruktif. Kalau anda tersinggung maka anda dikuasai emosi sehingga sulit berpikir jernih.
 
Kedua, kita mengurangi atau kalau bisa menghindari sama sekali membaca berita-berita negatip. Ketiga, menghindari berita televisi yang negatip. Keempat, menghindari kawan atau lingkungan yang negatip, yang sudah tentu banyak menggunakan kosa kata negatip.

Selain mengurangi atau menghindari yang negatip kita perlu memperbanyak pemakaian kosa kata positip yang mempunyai efek kuat. Rasakan bedanya kalimat ini, "Pikiran saya tenang" dan "Pikiran saya damai", "Saya suka baca buku" dan "Saya sangat menikmati membaca buku".

Oh ya, selain perlu hati-hati memilih kosa kata kita juga perlu mengembangkan perbendaharaan kata. Semakin banyak kosa kata seseorang biasanya semakin baik kemampuannya mengutarakan isi hati dan pikirannya. Dengan demikian akan semakin efektif ia melakukan afirmasi, komunikasi dengan diri sendiri maupun dengan orang lain, yang tentunya berpengaruh dalam memprogram pikirannya.

Bagaimana caranya? Ya, banyak-banyaklah membaca dan belajar. Anda harus, saya menggunakan kata "harus" bukan sebaiknya, mempunyai KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia. Selain itu anda perlu memiliki kamus bahasa Inggris. Minimal English-Indonesia. Akan lebih baik lagi kalau punya English-English Dictionary.

Saya menutup artikel ini dengan pertanyaan, "Sudahkah anda memiliki kamus bahasa, khususnya KBBI?

Baca Selengkapnya

Emosi: Kunci Rahasia Kebijaksanaan

21 Juli 2010

Journey into the less explored universe of own mind is the most exciting and challenging adventure that only a few dare to enjoy.
- Adi W. Gunawan

Kalimat pembuka di atas adalah hasil perenungan saya dalam proses perjalanan ke dalam diri. Ternyata pikiran adalah suatu alam yang begitu luas dan sangat jarang dijelajahi oleh kebanyakan orang. Pikiran adalah the last frontier yang menyimpan begitu banyak misteri dan keajaiban. Artikel berikut mengulas salah satu aspek yang berhubungan dengan pikiran yaitu aspek perasaan atau emosi.

Minggu lalu saya mendapat telpon dari seorang kawan lama, sebut saja Budi,  yang berkeluh kesah mengenai keadaan dirinya. Banyak hal yang ia keluhkan. Mulai dari kondisi keuangannya, keadaan kesehatannya, keadaan keluarganya, lingkungan kerjanya dan masih banyak lagi.

"Saya stress berat nih!", keluhnya.

"Kamu berkata "saya" stress berat. Bagian mana dari dirimu yang mengalami stress?" tanya saya sambil mulai berusaha mengubah mental state-nya.

"Maksudmu?", kawan saya balik bertanya dan mulai terlihat bingung.

"Tadi kamu bilang bahwa kamu stress berat. Saya ingin tahu bagian mana dari dirimu yang mengalami stress berat itu?", tanya saya lagi.

"Ya benar. Saya lagi stress berat. Saya nggak ngerti pertanyaanmu", jawab Budi semakin bingung.

"Begini Bud. Manusia terdiri dari badan dan batin. Nah bagian mana dari dirimu yang merasakan stress " Badan " pasti merasakan. Badanmu pasti merasa tidak enak karena setiap bentuk emosi akan berakibat pada tubuh fisik. Selain itu yang lebih penting lagi adalah kamu perlu mengerti aspek batinmu. Batin  manusia terdiri dari empat komponen yaitu: pikiran, perasaan, ingatan, dan kesadaran", jawab saya.

"Trus... kalau saya frustasi... bagian mana yang merasakan frustasi " Bukankah yang merasakan frustasi adalah diri saya?", tanyanya dengan penasaran.

Pembaca yang baik. Apa yang saya jelaskan berikut ini adalah ringkasan dari hasil diskusi kita mengenai perasaan atau emosi.

Setiap kali kita merasa tidak enak, secara mental, maka yang terkena sebenarnya adalah perasaan kita. Aspek perasaan inilah yang akan menderita setiap kali kita merasakan emosi "negatif". Sengaja saya memberikan tanda kutip karena sebenarnya semua emosi adalah baik atau positip.

Lalu dari mana asalnya emosi? Apa hubungannya dengan kejadian yang kita alami setiap hari?

Sebelum bicara mengenai emosi saya ingin mengulas sedikit mengenai proses berpikir. Setiap kejadian yang kita alami bersifat netral. Tidak ada kejadian yang baik ataupun buruk. Shakespeare dengan sangat indah berkata, "There is nothing either good or bad, but thinking makes it so".  Jadi, baik atau buruknya suatu kejadian semata-mata bergantung pada makna yang diberikan oleh pikiran kita.

Pemberian makna ini sebenarnya berlangsung sangat cepat dan terjadi di pikiran bawah sadar. Contohnya, "Misalnya anda sedang mengendarai mobil dengan santai dan tiba-tiba sebuah mikrolet menyalip anda dengan cepat dan langsung berhenti mendadak di depan anda. Anda sangat kaget dan untung masih sempat menginjak rem sehingga tidak sampai menabrak mikrolet itu. Bagaimana reaksi anda? Pada umumnya orang akan langsung marah, memaki, atau mengumpat si sopir mikrolet.

Ceritanya akan lain bila ternyata anda baru menang hadiah utama, sebesar Rp. 1 Milyar,  dari suatu bank. Saat itu hati anda sedang gembira. Dan saat anda disalip mikrolet, anda akan berkata, "Kasihan ya sopir ini. Rupanya lagi ngejar setoran. Maklum ekonomi lagi sulit. Ada baiknya saya menyumbangkan sedikit rejeki saya buat sopir malang ini." Anda kok tidak marah?

Nah, makna yang kita berikan, dari setiap kejadian yang kita alami, selanjutnya akan mencetus/men-trigger emosi yang ada di pikiran bawah sadar. Emosi ini selanjutnya akan menentukan respon/reaksi kita.

Tadi saya mengatakan bahwa semua emosi adalah baik. Tidak ada emosi yang negatip. Apa maksudnya? Anda mungkin heran dengan pernyataan ini. Bukankah emosi "marah", "kecewa", "frustasi", dan sejenisnya adalah emosi negatip?

Sebelum saya teruskan uraian saya, saya ingin bertanya kepada anda, "Berapa banyak kosa kata, tentang emosi, yang anda kuasai?" Banyaknya kosa kata yang anda kuasai, mengenai emosi,  mencerminkan kecerdasan emosi anda. Lho kok bisa? Umumnya orang hanya mengenal beberapa kata yang mewakili emosi. Misalnya kata "marah", "kecewa",  "frustasi", atau "stress". Karena mereka hanya menguasai beberapa kata saja maka setiap kali mengalami emosi "negatip" maka mereka langsung berkata, "Saya lagi stress". Singkat kata semua kondisi emosi dianggap stress. Benarkah demikian?

Ada banyak kata yang mewakili emosi. Misalnya sedih, stress, putus asa, kecewa, marah, senang, bahagia, frustrasi, gembira, gelisah, depresi, terluka, iri/dengki, kesepian, rasa bosan, takut, jengkel, khawatir, cemas, rasa bersalah, tersinggung, dendam, sakit hati, rasa tidak mampu, benci, perasaan tidak nyaman, bahagia, tersanjung, dan cinta.

Lalu apa sih gunanya emosi? Emosi sebenarnya merupakan sinyal komunikasi yang berasal dari pikiran bawah sadar. Setiap emosi mempunyai makna dan tujuan yang sangat spesifik yang sangat bermanfaat bagi diri kita. Namun sayang, tidak banyak orang yang tahu, mau repot-repot untuk mencari tahu, atau benar-benar mengerti makna yang terkandung dalam setiap emosi.

Misalnya emosi "marah". Mengapa kita marah? Marah berarti ada pengharapan kita yang tidak terpenuhi atau kita merasa telah diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain.

Emosi menjadi sesuatu yang negatip bila kita tidak mampu mengartikan pesan yang terkandung dalam emosi itu. Emosi berakibat negatip bila kita dikuasai olehnya. Lalu bagaimana cara untuk bisa menguasai emosi kita? Cara mudah. Kita perlu memahami bahwa pikiran logis dan emosi tidak dapat aktif dalam waktu bersamaan. Salah satu pasti menguasai yang lain.

Jadi, bila emosi yang dominan maka pikiran logis tidak dapat bekerja. Demikian sebaliknya. Saat pikiran logis sedang aktif maka emosi kehilangan daya pengaruhnya. Hal ini bisa terjadi karena perasaan atau emosi sebenarnya adalah bentuk pikiran juga. Dengan mengubah pikiran maka perasaan akan berubah.

Cara paling mudah untuk menguasai dan menghilangkan pengaruh negatip suatu emosi adalah dengan melakukan analisa atau mencari tahu makna yang terkandung dalam setiap emosi yang sedang anda rasakan.

Misalnya anda sangat marah. Daripada larut dalam kemarahan anda, lakukan analisa. Hal ini memang tidak mudah. Namun anda harus disiplin untuk memaksa diri anda melakukan analisa. Caranya? Tanyakan kepada diri anda, "Mengapa saya marah?", "Apakah karena mood saya lagi nggak enak atau ada sebab lain?", "Apakah benar saya telah diperlakukan tidak adil oleh orang lain?", "Apakah benar emosi yang saya rasakan saat ini adalah emosi marah?", "Apakah saya telah memberikan makna yang tepat atas apa yang saya alami?", Apa yang saya bisa lakukan selain larut dalam kemarahan?".

Saat anda bertanya pada diri anda saat itu pula fokus anda mulai beralih. Saat anda mencari jawaban atas pertanyaan anda saat itu pula pikiran logis anda bekerja dan menjadi dominan. Bila anda sering melakukan analisa terhadap perasaan anda maka anda akan semakin mengenali diri anda dan akan timbul kebijaksanaan.

Bagaimana dengan emosi takut? Perasaan takut adalah suatu emosi yang sangat positip. Apa maknanya? Emosi takut adalah sinyal komunikasi yang dikirim pikiran bawah sadar ke pikiran sadar dengan pesan bahwa akan terjadi sesuatu di masa depan, di mana anda merasa tidak siap untuk menghadapinya. Dengan kata lain, emosi takut sebenarnya membawa pesan "antisipasi".

Misalnya? Saat anda mau ujian skripsi. Anda merasa takut. Nah, daripada hanya sekedar ketakutan, anda harus menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Anda takut karena anda merasa tidak siap. So... siapkan diri anda dengan lebih baik. Sederhana, kan?

Bagaimana dengan emosi lainnya? Misalnya rasa bosan. Rasa bosan artinya apa yang kita lakukan sekarang ini kurang menantang. Itulah sebabnya kita bosan. Lalu, apa yang harus dilakukan? Kita perlu menetapkan suatu target yang sedikit lebih tinggi dari biasanya sehingga kita merasakan tantangan dan dorongan untuk lebih giat bekerja.

So, berbahagialah bila anda yang merasakan up and down suatu emosi. Anda akan semakin bijaksana karena mendapat pesan dari guru kebijaksanaan.

Oh ya, satu hal lagi. Kalaupun anda tidak mau menganalisa atau tidak tahu makna dari suatu emosi yang sedang anda rasakan, anda cukup berdiam diri atau menahan diri untuk tidak menuruti emosi anda. Mengapa? Karena emosi sama dengan pikiran. Sekarang muncul, selang beberapa saat lagi akan menghilang. Muncul lagi, lalu hilang lagi.

Baca Selengkapnya

Why Affirmation Fails?

21 Juli 2010

When you affirm big, believe big and pray big, big things happen.
- Norman Vincent Peale

Saya yakin, anda semua, pasti pernah mendengar kata "Afirmasi". Mungkin anda pernah menghadiri seminar atau loka karya dan pembicaranya menyarankan anda melakukan afirmasi untuk menunjang keberhasilan anda. Mungkin juga anda pernah membaca buku-buku positive thinking yang banyak terdapat di toko buku. Para pelaku MLM (multi level marketing), DS (Direct Selling), agen asuransi, atau mereka yang suka dengan pengembangan diri pasti tahu betul apa itu "Afirmasi".

Mengapa afirmasi sangat banyak disarankan untuk digunakan? Jawabnya sederhana. Afirmasi adalah self-talk yang kita ucapkan pada diri kita sendiri dan merupakan salah satu bentuk pemrograman ulang pikiran. Menurut kebanyakan orang, afirmasi sangat mujarab untuk membantu pencapaian prestasi. Benarkah demikian?

Benarkah afirmasi bisa sedemikian efektif? Jawabnya, "TIDAK". Saya pernah melakukannya selama 7 (tujuh) tahun tanpa hasil yang maksimal. Saya telah mengikuti semua aturan menulis afirmasi yang benar, yang dijelaskan oleh banyak pembicara terkenal, dan juga ditulis di berbagai buku best seller. Saya bahkan membeli buku yang khusus membahas mengenai self-talk. Hasilnya? Tetap tidak bisa maksimal. Saya tidak mengatakan "tidak ada hasil", lho. Yang saya tekankan adalah hasilnya "tidak maksimal".

Cukup lama saya mencari jawaban mengapa afirmasi yang saya lakukan kok nggak bisa memberikan hasil yang maksimal? Apa saja yang telah saya lakukan untuk afirmasi? Saya menulis script dan saya tempelkan di tempat yang biasa saya lihat. Misalnya di cermin kamar mandi, di pintu kamar tidur, di pintu kamar mandi, di komputer, di dashboard mobil, di hand phone, di diary, dan dijadikan screen saver.

Selain itu saya juga menggunting gambar-gambar impian saya. Saya tempelkan di tempat yang dapat saya lihat dengan mudah. Tujuannya? Untuk mengingatkan (baca: memprogram) diri saya agar saya selalu fokus pada impian-impian itu. Hasilnya? Tetap tidak maksimal.

Saya bahkan membuat kaset khusus yang berisi berbagai afirmasi yang ingin saya masukkan ke pikiran bawah sadar saya. Kaset ini saya mainkan setiap kali saya berada di dalam mobil. Saya bahkan sampai menggabungkan afirmasi dengan musik khusus untuk membantu pikiran saya untuk bisa lebih mudah menerima afirmasi itu. Sekali lagi, hasilnya? Nggak maksimal.

Apakah saya gagal? Tidak. Saya berhasil mencapai sebagian dari apa yang saya afirmasikan. Namun saya merasa tidak puas. Energi dan waktu yang saya curahkan untuk melakukan afirmasi ternyata tidak memberikan hasil seperti yang saya harapkan.

Lalu apa yang salah? Apakah saya malas dan tidak bekerja keras untuk mencapai goal saya? Ah, nggak. Saya sangat fokus untuk mencapai impian itu. Hasil yang tidak maksimal ini membuat saya berpikir, "Pasti ada yang salah dengan apa yang ditulis di buku-buku atau yang diajarkan di seminar yang telah saya hadiri".  Logika saya sederhana saja. Banyak kawan saya yang juga melakukan afirmasi seperti yang saya lakukan ternyata hasilnya juga sami mawon  alias idem alias setali tiga uang alias sama saja.

Proses pencarian jawaban "Mengapa afirmasi yang saya lakukan tidak membuahkan hasil yang maksimal?" akhirnya mengantar saya pada petualangan pemahaman cara kerja pikiran yang luar biasa, dan ini yang ingin saya bagikan kepada anda melalui artikel ini.

Bagi anda yang sukses dengan afirmasi, saya ucapkan selamat dan saya ikut bahagia dengan keberhasilan anda. Bagi anda yang mengalami "nasib" seperti yang saya alami, mudah-mudahan dengan apa yang saya jelaskan berikut ini akan dapat membantu anda untuk bisa segera meraih keberhasilan.

So, mengapa afirmasi tidak memberikan hasil maksimal?

Indera penglihatan memberikan kontribusi sebesar 87% dari total stimulus yang masuk ke otak. Kalau dilihat sekilas jalur visual ini kesannya sangat dominan. Namun bila ditelaah lebih jauh ternyata input visual masih berupa ide sugestif yang bersifat sadar. Teknik afirmasi, yang menggunakan gambar atau membaca script, ternyata hanya cocok untuk 5% populasi yang masuk dalam kategori sangat sugestif.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap keefektifan afirmasi adalah kapan waktu kita menulis atau membaca afirmasi itu. Sering kali kita diajarkan untuk menulis, membaca, atau melihat afirmasi kita saat bangun tidur atau di siang hari. Ternyata waktu ini tidak cocok dengan prinsip kerja pikiran. Ternyata dari riset ditemukan fakta menarik bahwa ada waktu tertentu yang memberikan pengaruh paling maksimal. Nah, pertanyaannya sekarang adalah, "Kapan waktu yang paling tepat untuk melakukan afirmasi?". Waktu yang paling tepat adalah malam hari saat gelombang otak kita dominan berada di kondisi alfa atau theta.

Cara melakukan afirmasi lainnya, seperti yang sering disarankan oleh banyak seminar atau buku, adalah dengan menuliskan afirmasi setiap hari. Ternyata ini counterproductive. Afirmasi cukup ditulis seminggu sekali dan harus bersifat jangka pendek. Nah, bingung kan? Kok beda dengan yang anda ketahui selama ini?

Selain itu kita perlu membatasi jumlah afirmasi yang kita tulis dan hanya untuk beberapa aspek kehidupan kita. Maksudnya? Anda tidak boleh menuliskan lebih dari tiga afirmasi. Batasi diri pada tiga aspek kehidupan. Misalnya, aspek kesehatan, aspek finansial, dan aspek relasi. Apa akibatnya kalau kita menulis banyak afirmasi untuk tiap aspek kehidupan? Pikiran bawah sadar akan bingung dan akan kehilangan daya untuk membantu anda mencapai goal anda.

Saat anda telah menulis afirmasi, tunggu dan lihat efeknya. Kalau dalam waktu 2 (dua) minggu belum ada efeknya maka anda perlu menulis ulang afirmasi anda. Mungkin cara anda menulis atau pilihan kata atau struktur kalimat yang digunakan tidak berkesan bagi pikiran bawah sadar anda. 

Lalu, bagaimana bila setelah anda menulis ulang afirmasi sampai beberapa kali namun tetap belum ada hasil yang tampak? Yang terjadi adalah resistansi/penolakan terhadap afirmasi itu. Ada bagian dari diri anda yang menolak sugesti (afirmasi) yang anda lakukan. Lalu bagaimana caranya mengatasi hal ini? Berhenti dan jangan pernah lagi mengotak-atik afirmasi ini selama beberapa minggu. Semakin anda bernafsu untuk memperkuat (re-inforce) afirmasi ini maka semakin kuat penolakan dari pikiran bawah sadar anda. Saat anda tidak lagi memaksa afirmasi ini untuk diterima pikiran bawah sadar maka daya tolak pikiran bawah sadar terhadap afirmasi anda juga menurun. Cepat atau lambat afirmasi yang sebenarnya telah masuk ke pikiran bawah sadar akan mulai diterima dan dijalankan. Penolakan muncul karena kita cenderung bersifat memaksa pikiran bawah sadar untuk menerima afirmasi yang kita ucapkan.

Satu hal lagi yang membuat afirmasi susah berhasil, untuk kebanyakan orang, adalah bahwa jarang orang sadar bahwa afirmasi sebenarnya sama dengan sugesti. Nah, kalau sudah bicara sugesti maka anda harus tahu anda termasuk orang tipe apa. Ada orang yang mudah disugesti secara fisik (physically suggestive) dan ada orang yang hanya bisa disugesti secara emosional (emotionally suggestive), dan ada yang bisa ac-dc alias kiri-kanan ok atau bisa keduanya.

Wording atau cara penulisan afirmasi untuk tiap tipe ini tidak sama. Bila anda termasuk kategori sugestif secara fisik dan anda, karena tidak tahu, menulis afirmasi yang bersifat emosional maka dijamin afirmasi anda tidak bisa jalan. Demikian pula sebaliknya.

Terlepas dari afirmasi apa yang anda gunakan, untuk panduan dalam menuliskan afirmasi, anda perlu memerhatikan hal-hal berikut:

  1. Gunakan afirmasi untuk goal jangka pendek.
  2. Tulis afirmasi dengan tulisan tangan, bukan diketik.
  3. Tulis afirmasi seminggu sekali.
  4. Minimalkan jumlah afirmasi untuk mendapatkan efek konsentrasi sugesti.
  5. Tulis afirmasi dengan kalimat positip dan sekarang, jelas atau spesifik, dan tanggal pasti kapan anda ingin mencapai goal anda.
  6. Tulis ulang afirmasi bila dirasa perlu. Jika afirmasi tidak bekerja seperti yang diharapkan maka berhenti melakukan afirmasi. 

Ada kawan saya yang meskipun telah saya jelaskan cara melakukan afirmasi secara benar tetap menolak apa yang saya sampaikan. Saat saya bertanya, "Kenapa sih, anda kok begitu yakin dan memegang teguh cara anda melakukan afirmasi padahal anda tahu hasilnya nggak maksimal?". "Lho, cara afirmasi yang saya gunakan selama ini saya dapatkan dari seminar dan workshop yang sangat mahal. Kan, eman (sayang) kalo nggak saya pake", jawabnya. "Tapi, kalau ternyata cara yang anda gunakan tidak bisa memberikan hasil maksimal, mengapa anda tidak mencoba cara lain?", kejar saya lagi. "Saya yakin cara yang saya gunakan sudah benar. Soalnya pembicaranya orang terkenal. Saya percaya banget dengan apa yang ia ajarkan", jawab kawan saya.

Saya hanya bisa tersenyum saat mendengar jawabannya. Saya teringat kata bijak Winston Churchil, "A fanatic is one who can't change his mind and won't change the subject".

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List