The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Emosi: Kunci Rahasia Kebijaksanaan

21 Juli 2010

Journey into the less explored universe of own mind is the most exciting and challenging adventure that only a few dare to enjoy.
- Adi W. Gunawan

Kalimat pembuka di atas adalah hasil perenungan saya dalam proses perjalanan ke dalam diri. Ternyata pikiran adalah suatu alam yang begitu luas dan sangat jarang dijelajahi oleh kebanyakan orang. Pikiran adalah the last frontier yang menyimpan begitu banyak misteri dan keajaiban. Artikel berikut mengulas salah satu aspek yang berhubungan dengan pikiran yaitu aspek perasaan atau emosi.

Minggu lalu saya mendapat telpon dari seorang kawan lama, sebut saja Budi,  yang berkeluh kesah mengenai keadaan dirinya. Banyak hal yang ia keluhkan. Mulai dari kondisi keuangannya, keadaan kesehatannya, keadaan keluarganya, lingkungan kerjanya dan masih banyak lagi.

"Saya stress berat nih!", keluhnya.

"Kamu berkata "saya" stress berat. Bagian mana dari dirimu yang mengalami stress?" tanya saya sambil mulai berusaha mengubah mental state-nya.

"Maksudmu?", kawan saya balik bertanya dan mulai terlihat bingung.

"Tadi kamu bilang bahwa kamu stress berat. Saya ingin tahu bagian mana dari dirimu yang mengalami stress berat itu?", tanya saya lagi.

"Ya benar. Saya lagi stress berat. Saya nggak ngerti pertanyaanmu", jawab Budi semakin bingung.

"Begini Bud. Manusia terdiri dari badan dan batin. Nah bagian mana dari dirimu yang merasakan stress " Badan " pasti merasakan. Badanmu pasti merasa tidak enak karena setiap bentuk emosi akan berakibat pada tubuh fisik. Selain itu yang lebih penting lagi adalah kamu perlu mengerti aspek batinmu. Batin  manusia terdiri dari empat komponen yaitu: pikiran, perasaan, ingatan, dan kesadaran", jawab saya.

"Trus... kalau saya frustasi... bagian mana yang merasakan frustasi " Bukankah yang merasakan frustasi adalah diri saya?", tanyanya dengan penasaran.

Pembaca yang baik. Apa yang saya jelaskan berikut ini adalah ringkasan dari hasil diskusi kita mengenai perasaan atau emosi.

Setiap kali kita merasa tidak enak, secara mental, maka yang terkena sebenarnya adalah perasaan kita. Aspek perasaan inilah yang akan menderita setiap kali kita merasakan emosi "negatif". Sengaja saya memberikan tanda kutip karena sebenarnya semua emosi adalah baik atau positip.

Lalu dari mana asalnya emosi? Apa hubungannya dengan kejadian yang kita alami setiap hari?

Sebelum bicara mengenai emosi saya ingin mengulas sedikit mengenai proses berpikir. Setiap kejadian yang kita alami bersifat netral. Tidak ada kejadian yang baik ataupun buruk. Shakespeare dengan sangat indah berkata, "There is nothing either good or bad, but thinking makes it so".  Jadi, baik atau buruknya suatu kejadian semata-mata bergantung pada makna yang diberikan oleh pikiran kita.

Pemberian makna ini sebenarnya berlangsung sangat cepat dan terjadi di pikiran bawah sadar. Contohnya, "Misalnya anda sedang mengendarai mobil dengan santai dan tiba-tiba sebuah mikrolet menyalip anda dengan cepat dan langsung berhenti mendadak di depan anda. Anda sangat kaget dan untung masih sempat menginjak rem sehingga tidak sampai menabrak mikrolet itu. Bagaimana reaksi anda? Pada umumnya orang akan langsung marah, memaki, atau mengumpat si sopir mikrolet.

Ceritanya akan lain bila ternyata anda baru menang hadiah utama, sebesar Rp. 1 Milyar,  dari suatu bank. Saat itu hati anda sedang gembira. Dan saat anda disalip mikrolet, anda akan berkata, "Kasihan ya sopir ini. Rupanya lagi ngejar setoran. Maklum ekonomi lagi sulit. Ada baiknya saya menyumbangkan sedikit rejeki saya buat sopir malang ini." Anda kok tidak marah?

Nah, makna yang kita berikan, dari setiap kejadian yang kita alami, selanjutnya akan mencetus/men-trigger emosi yang ada di pikiran bawah sadar. Emosi ini selanjutnya akan menentukan respon/reaksi kita.

Tadi saya mengatakan bahwa semua emosi adalah baik. Tidak ada emosi yang negatip. Apa maksudnya? Anda mungkin heran dengan pernyataan ini. Bukankah emosi "marah", "kecewa", "frustasi", dan sejenisnya adalah emosi negatip?

Sebelum saya teruskan uraian saya, saya ingin bertanya kepada anda, "Berapa banyak kosa kata, tentang emosi, yang anda kuasai?" Banyaknya kosa kata yang anda kuasai, mengenai emosi,  mencerminkan kecerdasan emosi anda. Lho kok bisa? Umumnya orang hanya mengenal beberapa kata yang mewakili emosi. Misalnya kata "marah", "kecewa",  "frustasi", atau "stress". Karena mereka hanya menguasai beberapa kata saja maka setiap kali mengalami emosi "negatip" maka mereka langsung berkata, "Saya lagi stress". Singkat kata semua kondisi emosi dianggap stress. Benarkah demikian?

Ada banyak kata yang mewakili emosi. Misalnya sedih, stress, putus asa, kecewa, marah, senang, bahagia, frustrasi, gembira, gelisah, depresi, terluka, iri/dengki, kesepian, rasa bosan, takut, jengkel, khawatir, cemas, rasa bersalah, tersinggung, dendam, sakit hati, rasa tidak mampu, benci, perasaan tidak nyaman, bahagia, tersanjung, dan cinta.

Lalu apa sih gunanya emosi? Emosi sebenarnya merupakan sinyal komunikasi yang berasal dari pikiran bawah sadar. Setiap emosi mempunyai makna dan tujuan yang sangat spesifik yang sangat bermanfaat bagi diri kita. Namun sayang, tidak banyak orang yang tahu, mau repot-repot untuk mencari tahu, atau benar-benar mengerti makna yang terkandung dalam setiap emosi.

Misalnya emosi "marah". Mengapa kita marah? Marah berarti ada pengharapan kita yang tidak terpenuhi atau kita merasa telah diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain.

Emosi menjadi sesuatu yang negatip bila kita tidak mampu mengartikan pesan yang terkandung dalam emosi itu. Emosi berakibat negatip bila kita dikuasai olehnya. Lalu bagaimana cara untuk bisa menguasai emosi kita? Cara mudah. Kita perlu memahami bahwa pikiran logis dan emosi tidak dapat aktif dalam waktu bersamaan. Salah satu pasti menguasai yang lain.

Jadi, bila emosi yang dominan maka pikiran logis tidak dapat bekerja. Demikian sebaliknya. Saat pikiran logis sedang aktif maka emosi kehilangan daya pengaruhnya. Hal ini bisa terjadi karena perasaan atau emosi sebenarnya adalah bentuk pikiran juga. Dengan mengubah pikiran maka perasaan akan berubah.

Cara paling mudah untuk menguasai dan menghilangkan pengaruh negatip suatu emosi adalah dengan melakukan analisa atau mencari tahu makna yang terkandung dalam setiap emosi yang sedang anda rasakan.

Misalnya anda sangat marah. Daripada larut dalam kemarahan anda, lakukan analisa. Hal ini memang tidak mudah. Namun anda harus disiplin untuk memaksa diri anda melakukan analisa. Caranya? Tanyakan kepada diri anda, "Mengapa saya marah?", "Apakah karena mood saya lagi nggak enak atau ada sebab lain?", "Apakah benar saya telah diperlakukan tidak adil oleh orang lain?", "Apakah benar emosi yang saya rasakan saat ini adalah emosi marah?", "Apakah saya telah memberikan makna yang tepat atas apa yang saya alami?", Apa yang saya bisa lakukan selain larut dalam kemarahan?".

Saat anda bertanya pada diri anda saat itu pula fokus anda mulai beralih. Saat anda mencari jawaban atas pertanyaan anda saat itu pula pikiran logis anda bekerja dan menjadi dominan. Bila anda sering melakukan analisa terhadap perasaan anda maka anda akan semakin mengenali diri anda dan akan timbul kebijaksanaan.

Bagaimana dengan emosi takut? Perasaan takut adalah suatu emosi yang sangat positip. Apa maknanya? Emosi takut adalah sinyal komunikasi yang dikirim pikiran bawah sadar ke pikiran sadar dengan pesan bahwa akan terjadi sesuatu di masa depan, di mana anda merasa tidak siap untuk menghadapinya. Dengan kata lain, emosi takut sebenarnya membawa pesan "antisipasi".

Misalnya? Saat anda mau ujian skripsi. Anda merasa takut. Nah, daripada hanya sekedar ketakutan, anda harus menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Anda takut karena anda merasa tidak siap. So... siapkan diri anda dengan lebih baik. Sederhana, kan?

Bagaimana dengan emosi lainnya? Misalnya rasa bosan. Rasa bosan artinya apa yang kita lakukan sekarang ini kurang menantang. Itulah sebabnya kita bosan. Lalu, apa yang harus dilakukan? Kita perlu menetapkan suatu target yang sedikit lebih tinggi dari biasanya sehingga kita merasakan tantangan dan dorongan untuk lebih giat bekerja.

So, berbahagialah bila anda yang merasakan up and down suatu emosi. Anda akan semakin bijaksana karena mendapat pesan dari guru kebijaksanaan.

Oh ya, satu hal lagi. Kalaupun anda tidak mau menganalisa atau tidak tahu makna dari suatu emosi yang sedang anda rasakan, anda cukup berdiam diri atau menahan diri untuk tidak menuruti emosi anda. Mengapa? Karena emosi sama dengan pikiran. Sekarang muncul, selang beberapa saat lagi akan menghilang. Muncul lagi, lalu hilang lagi.

Baca Selengkapnya

Why Affirmation Fails?

21 Juli 2010

When you affirm big, believe big and pray big, big things happen.
- Norman Vincent Peale

Saya yakin, anda semua, pasti pernah mendengar kata "Afirmasi". Mungkin anda pernah menghadiri seminar atau loka karya dan pembicaranya menyarankan anda melakukan afirmasi untuk menunjang keberhasilan anda. Mungkin juga anda pernah membaca buku-buku positive thinking yang banyak terdapat di toko buku. Para pelaku MLM (multi level marketing), DS (Direct Selling), agen asuransi, atau mereka yang suka dengan pengembangan diri pasti tahu betul apa itu "Afirmasi".

Mengapa afirmasi sangat banyak disarankan untuk digunakan? Jawabnya sederhana. Afirmasi adalah self-talk yang kita ucapkan pada diri kita sendiri dan merupakan salah satu bentuk pemrograman ulang pikiran. Menurut kebanyakan orang, afirmasi sangat mujarab untuk membantu pencapaian prestasi. Benarkah demikian?

Benarkah afirmasi bisa sedemikian efektif? Jawabnya, "TIDAK". Saya pernah melakukannya selama 7 (tujuh) tahun tanpa hasil yang maksimal. Saya telah mengikuti semua aturan menulis afirmasi yang benar, yang dijelaskan oleh banyak pembicara terkenal, dan juga ditulis di berbagai buku best seller. Saya bahkan membeli buku yang khusus membahas mengenai self-talk. Hasilnya? Tetap tidak bisa maksimal. Saya tidak mengatakan "tidak ada hasil", lho. Yang saya tekankan adalah hasilnya "tidak maksimal".

Cukup lama saya mencari jawaban mengapa afirmasi yang saya lakukan kok nggak bisa memberikan hasil yang maksimal? Apa saja yang telah saya lakukan untuk afirmasi? Saya menulis script dan saya tempelkan di tempat yang biasa saya lihat. Misalnya di cermin kamar mandi, di pintu kamar tidur, di pintu kamar mandi, di komputer, di dashboard mobil, di hand phone, di diary, dan dijadikan screen saver.

Selain itu saya juga menggunting gambar-gambar impian saya. Saya tempelkan di tempat yang dapat saya lihat dengan mudah. Tujuannya? Untuk mengingatkan (baca: memprogram) diri saya agar saya selalu fokus pada impian-impian itu. Hasilnya? Tetap tidak maksimal.

Saya bahkan membuat kaset khusus yang berisi berbagai afirmasi yang ingin saya masukkan ke pikiran bawah sadar saya. Kaset ini saya mainkan setiap kali saya berada di dalam mobil. Saya bahkan sampai menggabungkan afirmasi dengan musik khusus untuk membantu pikiran saya untuk bisa lebih mudah menerima afirmasi itu. Sekali lagi, hasilnya? Nggak maksimal.

Apakah saya gagal? Tidak. Saya berhasil mencapai sebagian dari apa yang saya afirmasikan. Namun saya merasa tidak puas. Energi dan waktu yang saya curahkan untuk melakukan afirmasi ternyata tidak memberikan hasil seperti yang saya harapkan.

Lalu apa yang salah? Apakah saya malas dan tidak bekerja keras untuk mencapai goal saya? Ah, nggak. Saya sangat fokus untuk mencapai impian itu. Hasil yang tidak maksimal ini membuat saya berpikir, "Pasti ada yang salah dengan apa yang ditulis di buku-buku atau yang diajarkan di seminar yang telah saya hadiri".  Logika saya sederhana saja. Banyak kawan saya yang juga melakukan afirmasi seperti yang saya lakukan ternyata hasilnya juga sami mawon  alias idem alias setali tiga uang alias sama saja.

Proses pencarian jawaban "Mengapa afirmasi yang saya lakukan tidak membuahkan hasil yang maksimal?" akhirnya mengantar saya pada petualangan pemahaman cara kerja pikiran yang luar biasa, dan ini yang ingin saya bagikan kepada anda melalui artikel ini.

Bagi anda yang sukses dengan afirmasi, saya ucapkan selamat dan saya ikut bahagia dengan keberhasilan anda. Bagi anda yang mengalami "nasib" seperti yang saya alami, mudah-mudahan dengan apa yang saya jelaskan berikut ini akan dapat membantu anda untuk bisa segera meraih keberhasilan.

So, mengapa afirmasi tidak memberikan hasil maksimal?

Indera penglihatan memberikan kontribusi sebesar 87% dari total stimulus yang masuk ke otak. Kalau dilihat sekilas jalur visual ini kesannya sangat dominan. Namun bila ditelaah lebih jauh ternyata input visual masih berupa ide sugestif yang bersifat sadar. Teknik afirmasi, yang menggunakan gambar atau membaca script, ternyata hanya cocok untuk 5% populasi yang masuk dalam kategori sangat sugestif.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap keefektifan afirmasi adalah kapan waktu kita menulis atau membaca afirmasi itu. Sering kali kita diajarkan untuk menulis, membaca, atau melihat afirmasi kita saat bangun tidur atau di siang hari. Ternyata waktu ini tidak cocok dengan prinsip kerja pikiran. Ternyata dari riset ditemukan fakta menarik bahwa ada waktu tertentu yang memberikan pengaruh paling maksimal. Nah, pertanyaannya sekarang adalah, "Kapan waktu yang paling tepat untuk melakukan afirmasi?". Waktu yang paling tepat adalah malam hari saat gelombang otak kita dominan berada di kondisi alfa atau theta.

Cara melakukan afirmasi lainnya, seperti yang sering disarankan oleh banyak seminar atau buku, adalah dengan menuliskan afirmasi setiap hari. Ternyata ini counterproductive. Afirmasi cukup ditulis seminggu sekali dan harus bersifat jangka pendek. Nah, bingung kan? Kok beda dengan yang anda ketahui selama ini?

Selain itu kita perlu membatasi jumlah afirmasi yang kita tulis dan hanya untuk beberapa aspek kehidupan kita. Maksudnya? Anda tidak boleh menuliskan lebih dari tiga afirmasi. Batasi diri pada tiga aspek kehidupan. Misalnya, aspek kesehatan, aspek finansial, dan aspek relasi. Apa akibatnya kalau kita menulis banyak afirmasi untuk tiap aspek kehidupan? Pikiran bawah sadar akan bingung dan akan kehilangan daya untuk membantu anda mencapai goal anda.

Saat anda telah menulis afirmasi, tunggu dan lihat efeknya. Kalau dalam waktu 2 (dua) minggu belum ada efeknya maka anda perlu menulis ulang afirmasi anda. Mungkin cara anda menulis atau pilihan kata atau struktur kalimat yang digunakan tidak berkesan bagi pikiran bawah sadar anda. 

Lalu, bagaimana bila setelah anda menulis ulang afirmasi sampai beberapa kali namun tetap belum ada hasil yang tampak? Yang terjadi adalah resistansi/penolakan terhadap afirmasi itu. Ada bagian dari diri anda yang menolak sugesti (afirmasi) yang anda lakukan. Lalu bagaimana caranya mengatasi hal ini? Berhenti dan jangan pernah lagi mengotak-atik afirmasi ini selama beberapa minggu. Semakin anda bernafsu untuk memperkuat (re-inforce) afirmasi ini maka semakin kuat penolakan dari pikiran bawah sadar anda. Saat anda tidak lagi memaksa afirmasi ini untuk diterima pikiran bawah sadar maka daya tolak pikiran bawah sadar terhadap afirmasi anda juga menurun. Cepat atau lambat afirmasi yang sebenarnya telah masuk ke pikiran bawah sadar akan mulai diterima dan dijalankan. Penolakan muncul karena kita cenderung bersifat memaksa pikiran bawah sadar untuk menerima afirmasi yang kita ucapkan.

Satu hal lagi yang membuat afirmasi susah berhasil, untuk kebanyakan orang, adalah bahwa jarang orang sadar bahwa afirmasi sebenarnya sama dengan sugesti. Nah, kalau sudah bicara sugesti maka anda harus tahu anda termasuk orang tipe apa. Ada orang yang mudah disugesti secara fisik (physically suggestive) dan ada orang yang hanya bisa disugesti secara emosional (emotionally suggestive), dan ada yang bisa ac-dc alias kiri-kanan ok atau bisa keduanya.

Wording atau cara penulisan afirmasi untuk tiap tipe ini tidak sama. Bila anda termasuk kategori sugestif secara fisik dan anda, karena tidak tahu, menulis afirmasi yang bersifat emosional maka dijamin afirmasi anda tidak bisa jalan. Demikian pula sebaliknya.

Terlepas dari afirmasi apa yang anda gunakan, untuk panduan dalam menuliskan afirmasi, anda perlu memerhatikan hal-hal berikut:

  1. Gunakan afirmasi untuk goal jangka pendek.
  2. Tulis afirmasi dengan tulisan tangan, bukan diketik.
  3. Tulis afirmasi seminggu sekali.
  4. Minimalkan jumlah afirmasi untuk mendapatkan efek konsentrasi sugesti.
  5. Tulis afirmasi dengan kalimat positip dan sekarang, jelas atau spesifik, dan tanggal pasti kapan anda ingin mencapai goal anda.
  6. Tulis ulang afirmasi bila dirasa perlu. Jika afirmasi tidak bekerja seperti yang diharapkan maka berhenti melakukan afirmasi. 

Ada kawan saya yang meskipun telah saya jelaskan cara melakukan afirmasi secara benar tetap menolak apa yang saya sampaikan. Saat saya bertanya, "Kenapa sih, anda kok begitu yakin dan memegang teguh cara anda melakukan afirmasi padahal anda tahu hasilnya nggak maksimal?". "Lho, cara afirmasi yang saya gunakan selama ini saya dapatkan dari seminar dan workshop yang sangat mahal. Kan, eman (sayang) kalo nggak saya pake", jawabnya. "Tapi, kalau ternyata cara yang anda gunakan tidak bisa memberikan hasil maksimal, mengapa anda tidak mencoba cara lain?", kejar saya lagi. "Saya yakin cara yang saya gunakan sudah benar. Soalnya pembicaranya orang terkenal. Saya percaya banget dengan apa yang ia ajarkan", jawab kawan saya.

Saya hanya bisa tersenyum saat mendengar jawabannya. Saya teringat kata bijak Winston Churchil, "A fanatic is one who can't change his mind and won't change the subject".

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List