The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Rahasia Melakukan Stage Hypnosis

21 Juli 2010

Saat ini di masyarakat ramai dibicarakan acara The Master yang mengusung tema kekuatan pikiran bawah sadar. Saya sendiri semula tidak begitu tertarik menyaksikan acara ini. Namun karena sangat sering mendapat pertanyaan mengenai berbagai fenomena pikiran bawah sadar yang ditunjukkan dalam acara ini akhirnya saya jadi penasaran juga. Saya putuskan menyaksikan acara ini beberapa kali. Dan benar seperti yang saya pikirkan sebelumnya. Acara ini adalah kombinasi antara trik sulap dan stage hypnosis yang dikemas untuk acara hiburan. Tentu saja dengan bumbu penyedap yang berbau metafisis agar lebih laris manis.

Di salah satu episode yang saya tonton tampil seorang hipnotis wanita yang dengan begitu mudahnya menghipnosis 5 orang subjek di atas panggung hanya dengan meniupkan “kecupan”. Setelah itu hipnotis ini melakukan berbagai hal yang intinya “membuat” subjek melakukan berbagai hal lucu, kadang terkesan tidak masuk akal, sehingga penonton tertawa terpingkal-pingkal.

Pertanyaan yang diajukan oleh orang awam saat menyaksikan acara ini antara lain, “Benarkah hipnotis dapat menguasai pikiran subjek dan membuatnya melakukan apapun yang diminta oleh si hipnotis?”, “Bagaimana cara melakukannya?”,”Apakah menggunakan ilmu (magic) tertentu?”

Berikut saya berikan penjelasan ilmiah dari apa yang dilakukan hipnotis yang melakukan hipnosis untuk hiburan. Apa yang dilakukan stage hypnotist sama sekali tidak ada unsur magic. Semuanya ilmiah dan sangat mudah dilakukan bila anda menguasai dasar hipnosis secara benar. 

Pertama saya ingin meluruskan satu hal penting yaitu bahwa seorang stage hypnotist, orang yang melakukan hipnosis untuk hiburan, belum tentu seorang hypnotherapist. Namun seorang hypnotherapist pasti mampu melakukan stage hypnosis.  Mengapa demikian? Karena untuk menjadi seorang hypnotherapist dibutuhkan pemahaman dan pemahaman ilmu hipnosis dan terapi yang lebih dalam dan menyeluruh. Dengan kata lain seorang stage hypnotist belum tentu bisa melakukan terapi tapi seorang hypnotherapist pasti bisa melakukan stage hypnosis.

Nah, apa yang sebenarnya terjadi di atas panggung, saat seorang stage hypnotist beraksi?

Yang dilihat di panggung adalah “hasil akhir” dari persiapan yang sudah dilakukan dengan sangat hati-hati dan terencana. Nggak lucu kan bila ternyata saat show, eh… subjeknya tidak mau menjalankan perintah yang diberikan si hipnotis.
Nah, apa saja persiapannya?

Persiapan yang paling penting adalah menemukan subjek yang sangat sugestif dan bersedia mengikuti perintah hipnotis saat di atas panggung. Dua komponen ini sangat penting.
Mengapa harus subjek yang bersedia melakukan apa yang diminta hipnotis?

Karena, dan ini tidak diketahui oleh orang awam, saat seseorang dalam kondisi hipnosis,sedalam apapun kondisinya, subjek tetap punya kendali diri sepenuhnya atas apa yang akan ia lakukan. Untuk bisa menjadi subjek yang baik maka ia tidak boleh menolak melakukan apa yang diminta oleh si hipnotis. Dengan kata lain subjek setuju sepenuhnya secara sadar untuk melakukan hal-hal yang diminta oleh hipnotis.
Mengapa perlu subjek yang sangat sugestif?

Karena untuk bisa memunculkan berbagai fenomena trance, seperti positive visual hallucination (melihat sesuatu yang tidak ada menjadi ada ,misalnya bintang film terkenal, ice cream, dll), negative visual hallucination (apa yang ada menjadi tidak tampak), positive/negative auditory hallucination (bisa mendengar bunyi-bunyian tertentu padahal bunyi ini sebenarnya tidak ada atau sebaliknya yang ada bunyi menjadi tidak terdengar), amnesia (lupa angka, nama, salah dalam menghitung, dll), rigid catalepsy (tubuh menjadi kaku), anesthesia (pembiusan secara mental sehingga subjek tidak bisa merasakan perasaan sakit di tubuhnya), halusinasi olfaktori dan gustatori (klien bisa merasakan seakan-akan sedang makan, minum, atau menikmati sesuatu), kinestetic delusion, dan lain-lain dibutuhkan kedalaman hipnosis yang sesuai. Dan paling aman adalah bila bisa membawa subjek masuk sampai ke level profound somnambulism dengan cepat dan pasti. Dan untuk mudahnya maka hipnotis harus mencari dan menemukan subjek tipe ini. Subjek tipe ini dikenal dengan nama natural somnmabulist dan jumlah sekitar 5% dari populasi.

Bila ada subjek tipe natural somnambulist maka siapa saja bisa menjadi stage hypnotist. Lho kok bisa? Ya jelas bisa. Karena subjek tipe ini sangat mudah masuk deep trance dan perintah apapun yang diberikan oleh orang lain cenderung akan dijalankan.

Pertanyaanya sekarang, “Bagaimana menemukan subjek tipe natural somnambulist atau sangat sugestif?”

Kalau untuk acara seperti di The Master maka hipnotis akan menyiapkan sebelum acara dimulai. Ini yang jarang orang ketahui. Kan nggak lucu kalau pas acara waktu dihipnosis ternyata subjek nggak bisa atau nggak mau masuk kondisi trance atau nggak mau menjalankan perintah si hipnotis.

Biasanya sebelum acara, setelah menemukan subjek yang sesuai, maka hipnotis akan meng-instal program tertentu yang akan dijalankan di atas panggung saat acara berlangsung. Misalnya si hipnotis memasang program, “Bila saya meniup ke arah anda (atau bila saya menjentikkan jari saya) maka anda akan langsung tidur yang sangat dalam!”. Nah, di atas panggung saat program ini dijalankan maka subjek akan langsung masuk ke kondisi yang diinginkan.
Bila hipnotis tidak sempat menyiapkan subjeknya maka ia bisa memilih dari penonton. Untuk ini perlu dilakukan uji sugestibilitas untuk melihat siapa yang paling sugestif. Nah, orang-orang ini yang diminta tampil di depan dan akhirnya menjadi “Bintang Tamu” di acara itu. Untuk ini dibutuhkan jam terbang yang cukup agar bisa memilih subjek dengan cepat dan akurat.

Setelah didapatkan subjek yang sangat sugestif selanjutnya acara akan berjalan sesuai kreativitas si hipnotis. Biasanya hipnotis telah menyiapkan skenario apa yang akan ia lakukan di atas panggung. Sudah tentu dengan bumbu penyedap berupa musik, lighting, dan kesan dahsyat yang ia ciptakan agar penonton melihat betapa hebatnya si hipnotis.

Untuk subjek yang dipilih dari penonton maka hipnotis harus mampu melakukan induksi dengan sangat cepat untuk membawa subjek masuk ke kondisi deep trance atau profound somnambulism. Cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan shock induction.

Mengapa dengan shock induction bisa begitu cepat?

Karena saat subjek dibuat kaget, biasanya dengan suatu sentakan, baik  di bahu, di lengan, atau dengan cara lain, maka saat itu faktor kritis di pikiran sadar subjek terbuka sesaat dan hipnotis langsung memasukkan satu sugesti “Tidur”. Selanjutnya hipnotis memperdalam kondisi ini dengan teknik tertentu untuk memastikan subjek masuk di kondisi deep trance. Setelah ini barulah show dilakukan.

Namun ini semua, sekali lagi, hanya bisa dilakukan bila subjek bersedia secara sadar atau tidak menolak. Bila klien menolak maka dijamin hipnosis tidak akan bisa dilakukan. Dan jika kita cermati di layar kaca, saat acara berlangsung, maka yang tampak adalah subjek dengan ciri-ciri wajah tertentu. Dan ini adalah ciri-ciri mereka yang sugestif.

Ada yang bertanya, “Pak, kok bisa tanpa perlu mengucapkan kata apapun, hanya dengan menggunakan bahasa isyarat tertentu, si hipnotis bisa membuat subjeknya, misalnya tidur, tertawa, atau lupa nama?”
Oh, kalau ini penjelasannya sangat mudah dan logis. Kemarin malam waktu ada acara gathering milis Money Magnet di Surabaya saya mendemokan hal ini kepada seorang peserta yang sebelumnya merasa sulit masuk ke kondisi somnambulism.

Hanya dalam waktu sekejap, dan ini benar-benar instan karena saya tidak melakukan induksi apapun, hanya memberikan perintah tertentu, peserta ini langsung masuk ke kondisi profound somnambulism dan dia sendiri tidak tahu kalau sudah berada di kedalama ini. Beberapa alumnus QHI yang hadir dan juga hipnoterapis aktif tahu pasti level kedalamannya karena saya, tanpa diketahui oleh peserta ini, melakukan uji kedalaman trance dengan cepat. Selanjutnya saya memberikan “program”, “Bila anda melihat saya menjentikkan jari saya seperti ini (saya tunjukkan menjentikkan jari) maka anda akan langsung lupa nama anda. Anda lupa kalau telah saya beri “program” ini.” Setelah itu saya bertanya kepada peserta ini apa yang baru saya sampaikan dan ia sama sekali tidak ingat. Ini adalah amnesia. Dan benar, saat saya menjentikkan jari saya dan menanyakan siapa namanya maka peserta ini sama sekali tidak bisa ingat namanya.

Bagi peserta lain yang melihat proses sebelumnya, saya memasukkan program dan membuat peserta ini amnesia, maka saat saya menjentikkan jari dan peserta ini benar-benar lupa namanya, ini adalah hal yang biasa saja. Lumrah….logis. Lha, programnya memang begitu.

Namun bagi mereka yang tidak tahu proses di balik ini dan hanya melihat saya menjentikkan jari eh.. tahu-tahu…subjek lupa namanya maka ini menimbulkan kesan dahsyat, luar biasa, magis, dan lain sebagainya bergantung kesan apa yang ingin diciptakan oleh si hipnotis.

Anda jelas sekarang? Ini semua bergantung persiapan yang matang dan kreativitas hipnotis.

Setelah anda membaca sejauh ini maka anda pasti mengerti apa sih sebenarnya yang dilakukan oleh para stage hypnotist. Pertunjukkan ini semakin seru saat dimasukkan unsur sulap dengan trik yang canggih.

Satu hukum yang harus ditaati oleh semua stage hypnotist yaitu kita tidak boleh melakukan sesuatu yang akan membahayakan keselamatan subjek, baik secara fisik, mental, emosi, dan spiritual, dan juga tidak boleh mempermalukan subjek. Prinsipnya adalah kita hanya boleh melakukan atau memberikan perintah kepada seseorang bila kita sendiri mau menjalankan perintah itu. Do unto others what you want others do unto you.  

Perintah atau sugesti harus dirancang dengan hati-hati dengan mempertimbangkan banyak hal agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap subjek.

Ini satu contoh ya. Pada tahun 1993 seorang subjek hipnosis di Inggris, yang dihipnosis dalam satu pertunjukkan, dan mendapat sugesti, “Anda merasakan sekarang tubuh anda seakan-akan dialiri listrik bertegangan 10.000 volt.” Tanpa diketahui oleh si hipnotis subjek ini ternyata punya phobia terhadap listrik akibat pengalaman traumatik di masa kecilnya.

Beberapa jam sepulang dari pertunjukkan ini subjek ditemukan meninggal. Tentu saja keluarganya tidak terima dan mengajukan tuntutan. Dari penelitian yang dilakukan dicapai kesimpulan bahwa mungkin subjek meninggal karena faktor lain. Pengadilan kemudian memutuskan bahwa hipnotis tidak bersalah. Namun terlepas dari hasil persidangan kita tentu saja sangat menyayangkan apa yang dilakukan oleh si hipnotis ini.

Kasus lain yang bisa terjadi adalah saat subjek dalam kondisi deep hypnosis ada kemungkinan repressed material yang selama ini tidak bisa naik ke permukaan akhirnya keluar dan terjadilah ledakan emosi yang dikenal dengan istilah abreaction atau catharsis.

Jika stage hypnotist tidak menguasai benar teknik hipnoterapi maka kondisi ini akan sangat merugikan subjek. Ibarat luka lama yang terbuka tapi tidak diobati. Efeknya bisa sangat negatif.

Stage hypnosis memang asyik dan bisa sangat menghibur. Namun kita harus melakukannya dengan integritas, karakter, dan penuh rasa hormat kepada subjek.

Bagi anda yang berminat untuk mendalami stage hyponis saya sarankan untuk membaca The New Encyclopedia of Stage Hypnotism dan Professional Stage Hypnotism karya Ormond McGill dan The Ronning Guide to Modern Stage Hypnosis karya Geoffrey Ronning.

Baca Selengkapnya

Reparasi Komputer Mental

21 Juli 2010

Seorang kawan SD, setelah 25 tahun berpisah, baru-baru ini bertemu dalam seminar saya. Sudah tentu saya kaget dan senang sekali bertemu dengannya. Dan saat kawan ini bertanya, “Masih ingat saya?” Sudah tentu saya masih ingat sambil menyebut nama kawan saya ini. Sekarang gantian kawan saya yang kaget kok saya masih ingat namanya.

Setelah saling bertukar sapa dan kabar kawan saya bertanya, “Di, apa sih yang sebenarnya kamu lakukan? Khususnya yang berhubungan dengan terapi?”

Nah, ini pertanyaan yang singkat tapi membutuhkan jawaban yang panjang. Setelah berpikir cepat, dan karena keterbatasan waktu, saya akhirnya memberikan penjelasan yang to the point mengenai Scientific EEG and Clinical Hypnotherapy.

Apa sih yang dilakukan terapis terhadap klien? 

Untuk mudahnya begini. Kita ibaratkan pikiran seperti necktop computer. Saat komputer kita bermasalah atau bekerja tidak seperti yang kita harapkan, ada gangguan, dan kita tidak bisa membereskannya sendiri maka kita akan meminta bantuan orang lain, yang ahli di bidang komputer, untuk mencari tahu apa yang terjadi dan sekaligus membereskan masalahnya.

Nah, terapi itu ibarat saya melakukan otak-atik pada program yang ada di drive C, di folder Program Files. Untuk bisa masuk ke dalam komputer sudah tentu saya harus mendapat ijin dari administrator. Jika administrator tidak mengijinkan maka saya tidak bisa masuk. Karena untuk masuk dibutuhkan login password yang hanya diketahui oleh administrator. Jika saya diijinkan maka admin akan memberikan saya password sehingga saya bisa masuk dengan leluasa.

Setelah berhasil masuk, berdasar informasi yang saya dapatkan dari administrator, saya mulai melakukan otak-atik. Saya mencari tahu apa yang tidak beres dengan komputer ini. Program mana yang bermasalah. Apakah masalahnya ada di program aplikasi ataukah justru di operating system? Apakah masalah muncul karena terjadi perubahan setting yang dilakukan oleh administrator baik secara disengaja atau tidak ataukah perubahan ini dilakukan oleh orang lain tanpa sepengetahuan admin? Atau mungkin ada virus? Saya bisa juga melakukan pemeriksaan melalui Control Panel.

Semua kemungkinan bisa terjadi. Dengan pengalaman dan ditunjang dengan berbagai tools yang tersedia maka saya bisa melakukan scanning dengan cepat untuk menemukan sumber masalah. Setelah berhasil ditemukan maka tinggal diputuskan apakah file/program yang bermasalah ini apakah akan di-delete, dikarantina, di-repair, di-uninstall, atau bahkan di-upgrade. Mengapa perlu upgrade? Karena bisa jadi program yang dulunya bekerja sangat baik, dan hingga saat ini juga tetap sangat baik, menjadi bermasalah karena tidak mampu memenuhi tuntutan kebutuhan yang semakin berkembang. Dengan kata lain program ini telah obsolete. 

Jika ditemukan virus maka virus ini akan di-delete dan segera dipasang anti virus, jika sebelumnya belum ada program anti virus. Jika sudah ada tapi tetap bisa terinfeksi berarti virus definition perlu diupdate secara berkala.

Setelah selesai melakukan perbaikan maka saya perlu memastikan bahwa perubahan yang telah dilakukan akan bersifat permanen. Caranya adalah dengan memproteksi perubahan ini, misalnya dengan mengubah atribut file menjadi “read only” sehingga tidak bisa dimodifikasi tanpa sepengetahuan administrator. Bisa juga saya memasang program tertentu sehingga bila ada yang mau melakukan modifikasi program tanpa ijin administrator maka akan muncul peringatan.

Pembaca, apa yang saya ceritakan di atas, mengenai komputer, sebenarnya serupa dengan terapi yang saya lakukan pada klien saya. Klien datang ke terapis karena masalah yang tidak bisa ia selesaikan sendiri. Di tahap awal klien akan menceritakan masalahnya dan terapis akan mencatat serta bertanya hal-hal yang perlu ia ketahui. Proses ini dikenal dengan wawancara atau ada yang menyebutnya dengan anamnesa.

Setelah dirasa cukup terapis selanjutnya akan meminta persetujuan dan kesediaan klien untuk merilekskan pikiran (klien) dengan tuntunan terapis. Persetujuan ini sangat penting karena jika klien tidak bersedia maka terapis tidak akan bisa masuk ke pikiran bawah sadar klien (drive C). Saat klien merilekskan pikirannya maka gelombang otaknya akan turun dari yang dominan beta menjadi dominan theta dan delta yang sebenarnya merupakan lokasi penyimpanan memori dan emosi.

Penting bagi klien untuk bisa turun ke theta dan delta karena saat beta sudah sangat minim maka pada kondisi ini ibaratnya berbagai program yang tidak dibutuhkan sudah berhasil dinonaktifkan sehingga tidak menganggu proses perbaikan yang dilakukan. Jika masih ada banyak program yang aktif maka komputer bisa berjalan lambat dan tersendat-sendat. Penonaktifan program ini mirip dengan kita menekan tombol Ctrl-Alt-Del yang akan memunculkan Windows Task Manager. Dari sini kita bisa melakukan End Task pada program yang tidak kita butuhkan.

Terapi dilakukan dengan menggunakan teknik yang spesifik untuk mencari dan menemukan segmen memori tertentu yang ada di pikiran bawah sadar. Perintah search dilakukan dengan bertanya langsung ke pikiran bawah sadar, bisa menggunakan Ego State/Parts Therapy, bisa menggunakan Affect Bridge, Somatic Bridge, Regression (ada banyak cara), mimpi (dream therapy), atau teknik-teknik lainnya.

Setelah memori (baca: program) yang menjadi sumber masalah berhasil ditemukan maka langkah selanjutnya adalah memproses emosi yang melekat pada memori ini. Sebenarnya memori sendiri tidak akan jadi masalah. Yang membuat hidup kita susah adalah emosi khususnya emosi negatif.

Saat menemukan memori itu kita akan tahu history program: siapa yang memasang program, kapan dipasang, sudah mengalami update berapa kali, dan seterusnya dan kapan pertama kali program ini aktif. Saat pertama kali program dipasang maka ini dikenal dengan istilah initial sensitizing event atau ISE. Update selanjutnya adalah subsequent sensitizing event (SSE). Dan saat program mulai aktif bekerja dikenal dengan istilah activating event (AE).

Proteksi yang diberikan agar program yang telah berhasil diperbaiki tidak dapat dimodifikasi tanpa seijin administrator disebut dengan advanced reinforcement dengan sugesti pascahipnosis yang bersifat self-reinforcing dan self-sustained. Hal ini termasuk tindakan pencegahan agar klien, baik disengaja maupun tidak, tidak dapat kembali lagi ke pola lamanya. Bila terpaksa dan dirasa perlu maka proteksi ini juga dilakukan terhadap administrator. Admin, tanpa seijin terapis, tidak akan bisa melakukan modifikasi pada program yang telah diproteksi.

Anda mungkin akan bertanya, “Ah… masa sih terapi yang Bapak lakukan seperti otak-atik komputer?

Memang demikianlah adanya. Saya bahkan pernah me-recover data-data penting dari pikiran seorang klien karena mengalami amnesia yang dipaksakan oleh “seseorang”. Dan ini saya lakukan secara live di dalam kelas pelatihan QHI angkatan 4 di Jakarta dan disaksikan 25 peserta workshop dan beberapa alumni yang reseat saat itu.

Ceritanya begini. Klien ini pernah mengikuti satu pelatihan dan setelah itu sebagian memorinya yang berhubungan dengan pengetahuan tertentu hilang atau tidak lagi bisa diakses. Saya selanjutnya melakukan crack password, karena segmen memori ini telah diproteksi oleh “seseorang” itu, dan selanjutnya melakukan proses recovery melalui back up yang disimpan di tempat tertentu di harddisk pikiran bawah sadarnya.

Saat proses recovery berlangsung iseng-iseng saya bertanya, “Laporkan status anda saat ini?” dan saya mendapat jawaban, “Sudah 73%”, persis seperti di komputer. Peserta pelatihan saya yang mengerti benar mengenai IT hanya bisa geleng-geleng kepala karena heran tapi takjub dan sudah tentu sangat penasaran.

Sungguh suatu pengalaman yang begitu mengasyikkan dan sangat menantang. Itulah sebabnya mengapa saya begitu mencintai dunia pikiran. Semakin digeluti semakin asyik dan mencerahkan. Pikiran manusia mirip seperti komputer tapi jauh lebih canggih dan dahsyat.

Baca Selengkapnya

Memahami Hipnosis Secara Saintifik

21 Juli 2010

Banyak ilmuwan yang telah menginvestasikan sangat banyak waktu mereka untuk memelajari gelombang otak.  Saat ini telah berhasil dihimpun banyak data penting mengenai gelombang otak dan hubungannya dengan kondisi kesadaran manusia.  Secara umum kita mengenal empat jenis gelombang otak dengan fungsinya masing-masing.

Gelombang beta, dengan frekuensi 12 – 25 Hz, adalah gelombang yang aktif saat kita berpikir. Gelombang ini mewakili kondisi sadar. Kisaran frekuensi beta yang lebih tinggi (high beta) mengindikasikan kondisi kecemasan. Alfa, 8 – 12 Hz, adalah gelombang yang muncul saat seseorang dalam kondisi sadar tapi rileks, waspada tapi pasif, atau saat kita menutup mata. Alfa berperan sebagai jembatan yang menghubungkan pikiran sadar dan pikiran bawah sadar/nirsadar. Alfa tidak selalu muncul dalam setiap saat. Salah satu kondisi tidak ada alfa yaitu saat kita tidur lelap. Alfa juga tidak muncul/ada saat seseorang sangat tegang, takut, atau marah. Dengan demikian orang yang sugestif biasanya lebih rileks. Theta, 4 – 8 Hz, adalah wilayah pikiran bawah sadar dan delta, 0,5 – 4 Hz, adalah wilayah pikiran nirsadar.

Saat dalam kondisi hipnosis terjadi penurunan sangat signifikan gelombang beta dan peningkatan gelombang alfa, theta, dan atau tanpa delta. Sedangkan delta akan sangat jelas saat subjek berada dalam kondisi deep trance dan mengalami emosi tertentu.

Banyak orang bingung mengenai kondisi hipnosis karena mendapat masukan atau informasi dari sumber-sumber yang tidak kredibel. Salah satunya adalah mispersepsi bahwa saat dalam kondisi hipnosis subjek hipnosis akan tidak sadar, tidak berdaya, dan tidak bisa mendengar atau tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Kondisi yang sebenarnya adalah justru saat dalam kondisi deep trance fokus subjek menjadi sangat tajam. Dari pengukuran dengan DBSA, dan ini saya demonstrasikan di kelas pelatihan Scientific EEG & Clincial Hypnotherapy yang diselenggarakan Quantum Hypnosis Indonesia, tampak jelas bahwa saat subjek masuk ke kondisi deep trance gelombang low beta tetap aktif walaupun sangat minim, amplitudo rendah pada kisaran 5-10 microvolt.

Aktifnya gelombang beta ini berfungsi sebagai jalur komunikasi antara dunia di dalam diri subjek (pikiran bawah sadar/nirsadar) dan dunia di luarnya. Jika sampai terjadi beta sama sekali tidak ada maka jalur komunikasi antara dunia luar dan dunia di dalam diri akan terputus. Subjek tidak akan bisa diajak berkomunikasi.

Hasil pengukuran DBSA juga menunjukkan bahwa saat deep trance maka amplitudo semua gelombang turun drastis. Gelombang yang dominan aktif hanya delta dan theta. Alfa tetap aktif hanya sebagai jembatan untuk menyalurkan informasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar (beta) sehingga informasi ini bisa diproses saat dilakukan restrukturisasi program pikiran. Jika alfa sampai “menghilang” maka terjadi alpha blocking sehingga informasi dari “bawah” tidak bisa naik ke “permukaan”. Kondisi ini biasanya berhubungan dengan adanya muatan yang hendak disembunyikan oleh pikiran bawah sadar karena dianggap riskan bila diketahui pikiran sadar.

Banyak orang yang salah saat berpikir bahwa kondisi hipnosis adalah sama dengan relaksasi fisik. Yang benar kondisi hipnosis adalah relaksasi pikiran, dengan atau tanpa perlu relaksasi fisik. Induksi yang digunakan untuk membawa subjek/klien masuk ke kondisi hipnosis umumnya hanya menggunakan relaksasi fisik seperti Progressive Relaxation Induction. Relaksasi fisik adalah langkah awal untuk membantu seseorang masuk ke kondisi relaksasi pikiran.

Saat seseorang mengalami abreaction atau catharsis, yang tampak dalam bentuk klien menangis keras, teriak, kejang-kejang, marah-marah, atau bahkan sampai “ngamuk”, apakah ia masih dalam kondisi trance? Apakah pikirannya tetap rileks?

Ini pertanyaan yang cukup “mengganggu” saya karena jujur beberapa waktu lalu saya belum punya jawabannya. Nah, dengan DBSA kini saya bisa melihat apa yang sesungguhnya terjadi pada gelombang otak saat seseorang mengalami abreaction/catharsis.

Saat abreaction sebenarnya klien semakin masuk ke kondisi trance. Pada saat ini semua gelombang muncul dengan amplitudo beta yang sangat tinggi pada kedua hemisfir. Besarnya tegangan listrik (yang dinyatakan dalam microvolt) gelombang beta ini jauh di atas kondisi normal. “Sesuatu” terjadi di pikiran dan memperkuat amplitudo beta. Amplitudo delta yang tinggi menggambarkan emosi yang sangat intens yang dialami klien. Theta juga demikian, yang mewakili memori yang diakses saat itu. Dan alfa sudah tentu juga ada dan sangat aktif karena berfungsi sebagai “penghantar” informasi dari pikiran bawah sadar/nirsadar ke pikiran sadar dan demikian sebaliknya.

Selain menggunakan EEG para peneliti juga menggunakan piranti lain yang sangat canggih yaitu fMRI atau Functional Magnetic Resonance Imaging. Salah satu ilmuwan yang menggunakan fMRI untuk meneliti fenomena hipnosis adalah Gruzelier.

Gruzelier dan rekannya memelajari aktivitas otak 12 subjek yang sangat sugestif dan 12 yang kurang sugestif dengan menggunakan fMRI. Dalam uji ini kedua kelompok diminta menyelesaikan tugas kognitif standar.

Gruzelier menemukan bahwa otak subjek yang sugestif saat berada dalam kondisi hipnosis menunjukkan aktivitas yang signifikan di daerah anterior cingulate gyrus dibandingkan dengan otak subjek yang tidak begitu sugestif. Kelompok yang sangat sugestif juga menunjukkan aktivitas otak yang tinggi di sisi kiri dari prefrontal cortex daripada kelompok yang kurang sugestif. Ini adalah bagian otak yang berhubungan dengan proses berpikir level tinggi dan perilaku.

Gruzelier menyimpulkan, dalam kondisi hipnosis, bagian otak ini harus bekerja jauh lebih keras untuk mencapai hasil kognitif yang sama. Dengan kata lain selama dalam kondisi hipnosis otak mampu melakukan hal-hal yang berbeda dibandingkan saat kondisi normal.

Penelitian lain yang dilakukan Christina Liossi, psikolog dari University of Wales, terhadap 80 pasien kanker, usia antara 6 dan 16 tahun, menemukan bahwa dalam kondisi hipnosis para pasien ini mengalami rasa sakit yang sangat berkurang jika dibandingkan dengan anak-anak normal, yang menjalani terapi serupa, tanpa bantuan kondisi hipnosis (kontrol).

Penelitian lain yang dilakukan di Universitas Montreal Kanada, menggunakan pemindai PET (Positron Emission Tomography), akhirnya mampu menjawab pertanyaan mengapa hipnosis bisa digunakan untuk mengurangi rasa sakit (mental analgesia) dan menghilangkan rasa sakit (mental anesthesia).

Beberapa ilmuwan, sebelumnya menduga bahwa subjek penelitian berpura-pura dan berbohong kepada peneliti bahwa mereka tidak merasakan sakit saat bagian tertentu tubuh mereka diberi stimulasi yang sebenarnya cukup menyakitkan. Namun, berkat pemindai PET para ilmuwan dapat melihat apa yang sesungguhnya terjadi di otak subjek dan bagaimana rasa sakit bisa “dihilangkan” melalui sugesti tertentu.

Pemindai PET adalah semacam sinar X subatomic yang dapat mendeteksi peredaran darah dan menunjukkan bagian otak yang paling aktif pada suatu saat. Alat ini bekerja paling baik dengan pelacak radioaktif yang disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah.

Dalam riset ini, penelitinya bukan seorang hipnoterapis, tapi seorang dokter yang membacakan script sugesti yang telah disiapkan dengan tujuan membuat subjek rileks. Sebelum script dibacakan tangan subjek dimasukkan ke dalam air yang cukup panas dan dilihat apa yang terjadi di otaknya. Selanjutnya setelah subjek benar-benar rileks peneliti kembali memasukkan salah satu tangan subjek ke dalam air yang cukup panas, yang bila dalam kondisi normal subjek pasti tidak akan bisa menahannya.

Saat sebelum hipnosis bila tangan subjek dimasukkan ke dalam air yang panas maka di satu bagian otaknya muncul titik berwarna merah sebagai indikasi sinyal rasa sakit diterima oleh otak. Saat dalam kondisi rileks (hipnosis) titik berwarna merah ini hilang dan subjek tidak merasakan apapun. Jelas sekali bawah sakit bukan dirasakan oleh tubuh tetapi oleh otak. Hipnosis, dari penelitian ini, terbukti mampu memengaruhi otak sehingga subjek tidak merasakan rasa sakit yang seharusnya ia rasakan bila dalam kondisi normal. 

Ilmuwan lain, Kossylan dan Thompson, dari Universitas Harvard melakukan penelitian, dengan menggunakan mesin pemindai (scanner) PET (Positron Emission Tomography) untuk melihat apa yang terjadi pada otak seseorang saat berada atau mengalami kondisi hipnosis. Pemindaian dilakukan dengan mengukur aliran darah di otak sehingga diketahui apa yang sesungguhnya terjadi.Dalam riset ini para subjek penelitian ditunjukkan benda berbentuk segi empat dengan warna tertentu dan mereka, secara mental, diminta menghilangkan warna dari benda yang mereka lihat. Selanjutnya subjek yang sama ditunjukkan gambar segi empat berwarna abu-abu dan diminta untuk memberi warna pada gambar itu dengan menggunakan pikiran (imajinasi) mereka.

Saat tidak dalam kondisi hipnosis, saat subjek diminta untuk melihat warna, tidak peduli apakah mereka bisa melihat atau tidak, maka akan tampak aktivitas di hemisfir kanan. Saat mereka diminta untuk melihat warna abu-abu maka juga terjadi perubahan aktivitas di otak kanan mereka. Eksperimen ini diulangi dengan subjek dalam kondisi hipnosis.

Hal yang menarik saat subjek dalam kondisi hipnosis dan diminta melakukan eksperimen ini tampak jelas aktivitas baik di hemisfir kiri maupun hemisfir kanan.Peneliti ini berhipotesis bahwa saat dalam kondisi hipnosis, saat diminta untuk melihat, maka yang menerima perintah ini adalah otak kiri. Sedangkan otak kanan akan aktif saat subjek menerima perintah melihat warna, baik saat berada di dalam kondisi hipnosis maupun tidak dalam kondisi hipnosis.

Hal ini sangat menarik karena otak kiri berhubungan dengan logika dan rasional. Sedangkan otak kanan berhubungan dengan warna. Tapi dalam eksperimen ini otak kiri justru aktif dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan  oleh otak kanan. Kossylan menyatakan bahwa hal ini berarti hipnosis mengubah pengalaman sadar dalam cara yang tidak mungkin bisa dilakukan bila kita tidak dalam kondisi hipnosis.

Baca Selengkapnya

How To Handle Abreaction And Catharsis

21 Juli 2010

Dalam proses terapi, baik dilakukan dalam kondisi sadar sepenuhnya, light trance, maupun deep trance, klien, cepat atau lambat, pasti akan mengalami suatu luapan emosi. Luapan emosi ini, bisa yang ringan hingga yang sangat intens , merupakan bentuk pelepasan tekanan psikis yang selama ini terpendam di pikiran bawah sadar. Luapan emosi ini dikenal dengan istilah abreaction atau catharsis.

Istilah abreaction pertama kali digunakan dalam psikoterapi saat Josef Breuer mengembangkan “cathartic method” seperti yang dijelaskan dalam buku Studies in Hysteria, yang ia tulis bersama Sigmund Freud di tahun 1895.

Secara teknis, abreaction atau catharsis adalah proses terapeutik berupa lepasnya emosi yang intens yang diikuti dengan terungkapnya suatu emosi yang bersifat traumatik dengan tujuan tercapainya suatu resolusi. Saya menjelaskan hubungan antara simtom, pelepasan tekanan psikis, emosi negatif, dan kesembuhan di artikel saya yang berjudul “Teori Tungku Mental” yang bisa anda baca di http://adiwgunawan.com/index.php?pid=dtl_artikel&id=48.

Pada definisi di atas tampak bahwa tujuan utama terjadinya abreaction adalah untuk mencapai suatu penyelesaian atau resolusi dari suatu masalah. Namun sayangnya pemahaman ini jarang diungkapkan dengan jelas. Banyak yang mengira bahwa saat klien menangis atau meledak emosinya maka dengan demikian masalah telah berhasil diselesaikan. Benarkah demikian?

Yang terjadi sebenarnya adalah keluarnya emosi yang sekian lama dibendung, ditekan, dan disimpan di reservoir pikiran bawah. Seperti air yang tumpah ruah keluar dari suatu bendungan saat pintu bendungan dibuka. Namun bila sumber air yang mengisi bendungan tidak dihentikan maka saat bendungan ditutup akan kembali terjadi penumpukan air di dalam bendungan.

Inilah yang terjadi pada banyak sesi terapi yang tidak efektif termasuk yang sering terjadi di berbagai retreat. Saat klien mengalami abreaction, ia mengeluarkan begitu banyak tekanan psikis dan setelah itu ia akan merasa begitu lega dan nyaman. Ia merasa masalahnya sudah selesai. Terapis pun menyatakan klien sudah sembuh. Namun beberapa hari atau minggu kemudian simtom yang sama kembali muncul dan klien harus kembali menemui terapis (lain).

Terapis yang mumpuni akan tahu kapan perlu melakukan teknik terapi yang membuat klien mengalami abreaction dan kapan ia tidak perlu melakukannya. Selain itu ada banyak hal yang harus diperhatikan agar dapat membimbing klien mengalami abreaction secara aman, terkendali, dan diakhiri dengan tercapainya resolusi atau penyelesaian masalah.

Terapis pemula biasanya tidak akan nyaman menghadapi abreaction. Sama dengan saya dulunya. Pada saat klien “meledak” saya langsung blank dan kalang kabut plus panik. Namun berkat pembelajaran dan pengalaman akhirnya saya tahu cara yang aman dan efektif menghadapi klien yang mengalami abreaction.

Abreaction adalah sesuatu yang serius dan tidak bisa dibuat main-main. Terapis harus benar-benar siap dan mampu mengatasi luapan emosi kliennya dan memfasilitasi keseluruhan proses abreaction secara mulus, terstruktur, dan berhasil guna. Jika tidak ditangani secara benar maka abreaction justru akan membuat klien semakin “kacau”.

Apa sih sebenarnya yang terjadi pada klien saat ia mengalami abreaction?

Saat klien mengalami abreaction maka ia mengakses memori yang ada di pikiran bawah sadarnya beserta berbagai emosi negatif yang menyertai memori itu. Pada saat memori dan emosi ini naik dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar maka klien akan mengalami kembali semua kejadian (revivification) yang dulu ia alami dan yang mengakibatkan trauma ini. Dengan kata lain ini seperti kita membuat luka lama. Begitu luka ini terbuka maka kita harus cekatan membersihkannya, mensterilkan, memberi obat, dan menjahit kembali sehingga proses penyembuhan terjadi dengan alamiah dan optimal.

Apa yang terjadi bila setelah luka dibuka lalu kita biarkan begitu saja? Pasti akan terjadi infeksi dan membuat luka menjadi semakin parah dan bisa berakibat sangat fatal bagi klien.

Bila melihat penyebab terjadinya maka abreaction dibagi menjadi dua jenis. Pertama, abreaction yang disengaja. Abreaction jenis ini memang sengaja dilakukan oleh terapis terhadap klien dengan menggunakan tenik tertentu dan telah direncanakan dengan sangat hati-hati dan terstruktur. Terapis benar-benar tahu apa dan mengapa ia melakukan hal yang ia lakukan. 

Kedua, abreaction yang tidak direncanakan atau bersifat spontan. Abreaction ini dapat terjadi sewaktu-waktu saat sesi terapi berlangsung. Terapis yang andal akan mampu memfasilitasi dengan baik abreaction yang disengaja maupun yang spontan karena secara teknis penanganannya sebenarnya sama saja.

Saya pernah meminta seorang klien, di salah satu kelas pelatihan QHI, untuk mundur ke satu masa yang sangat menyenangkan dan membahagiakan dirinya. Saat itu saya sedang memberikan contoh melakukan regresi. Saat saya regresi bukannya mundur ke masa bahagia klien malah mundur ke masa yang menyakitkan. Klien langsung abreaction dan menangis hebat. Saya langsung membawa klien keluar dari abreactionnya. Saya sengaja tidak memproses abreaction ini karena di awal sesi kita telah sepakat bahwa klien hanya akan mundur ke masa bahagia.

Setelah klien tenang saya kembali melakukan regresi ke masa bahagia. Kembali ia mundur ke masa yang menyakitkan. Ternyata pikiran bawah sadarnya tahu bahwa ini adalah saat yang tepat untuk mengeluarkan repressed content karena ia berada di tempat yang aman dan dalam penanganan orang yang mampu membantunya.  Kembali saya membawanya keluar dari abreaction. Selanjutnya kembali saya melakukan regresi dan ia kembali lagi ke masa yang menyakitkan. Saya langsung menghentikan proses regresi dan membawa klien keluar dari kondisi profound somnambulism. Sengaja saya tidak lakukan terapi karena keterbatasan waktu dan mengingat kondisi fisik dan mental saya yang sudah cukup lelah setelah mengajar sehari penuh. Pada pertemuan berikutnya barulah saya memproses abreactionnya hingga tuntas.

Pernah juga terjadi ada seorang pasien wanita di rumah sakit, saat kembali sadar setelah menjalani suatu operasi yang mengharuskan dilakukan pembiusan total, tiba-tiba mengalami abreaction hebat. Ternyata saat itu secara tidak sengaja ia mengakses materi psikis yang selama ini disembunyikan pikiran bawah sadarnya. Waktu kecil ia sering mengalami pelecehan seksual dan dipukuli tetangganya. Akibatnya pasien ini mengalami depresi. Untunglah dokter yang merawatnya cukup tanggap dan merujuk pasien ini ke seorang terapis yang mampu membantu klien mengatasi pengalaman traumatik ini dan bisa sembuh.

Anda mungkin bertanya, “Lho, kok bisa pasien ini mengingat repressed content yang selama ini disembunyikan pikiran bawah sadarnya?”

Jawabannya, “Bisa”. Ada tiga macam hipnosis. Pertama self-hypnosis atau hipnosis yang dilakukan seseorang kepada dirinya sendiri. Kedua, hetero-hypnosis atau hipnosis yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Dan yang ketiga, para-hypnosis atau kondisi hipnosis yang disebabkan oleh obat-obatan tertentu. Nah, pasien ini saat mulai kembali sadar ia sebenarnya keluar dari kondisi hipnosis. Saat dalam kondisi ini secara tidak sengaja ia mengakses repressed content itu.

Salah satu situasi yang menurut saya cukup berbahaya adalah, dan ini cukup sering terjadi, terapis yang tidak memahami cara penanganan abreaction justru secara tidak sengaja membuat klien mengakses materi psikis (memori) yang selama ini ditekan dan dipendam di pikiran bawah sadar. Materi ini sengaja disembunyikan oleh pikiran bawah sadar klien, bahkan klien seringkali lupa atau tidak ingat mengenai materi ini, demi kebaikan klien. Pengalaman yang sangat traumatik, dengan muatan emosi negatif yang begitu intens, tentunya bisa berakibat fatal bagi kesehatan mental/emosi klien. Dan karena salah satu sifat pikiran bawah sadar adalah melindungi diri kita dari segala hal yang ia (pikiran bawah sadar) persepsikan berbahaya, baik secara fisik maupun mental/emosi, maka pengalaman atau memori ini disembunyikannya sehingga tidak bisa diakses oleh pikiran sadar.

Dengan menggunakan Mind Mirror tampak jelas bagaimana pikiran bawah sadar menghambat akses ke memori ini.  Gelombang theta klien sangat aktif dan fluktuatif pertanda ada sesuatu. Namun terjadi alpha blocking sehingga data ini tidak bisa naik ke pikiran sadar (beta).

Secara umum abreaction biasanya terjadi saat dilakukan regresi, baik age regression maupun past life regression. Dengan kedalaman trance yang sesuai, profound somnambulism, maka klien akan mengalami kembali (revivification) semua kejadian yang dulunya membuat ia trauma. Jika kedalamannya tidak mencapai profound somnambulism, misalnya hanya di level medium trance maka yang terjadi adalah pseudo-revivification atau yang lebih dikenal dengan hypermnesia. Dalam kondisi ini sulit terjadi abreaction.

Bila materi yang sangat traumatik ini sampai naik ke pikiran sadar dan tidak terjadi resolusi maka efeknya sangat negatif terhadap klien. Ada seorang wanita yang mengalami guncangan emosi yang luar biasa setelah menjalani past life regression (PLR) yang dilakukan seorang terapis di satu kota besar. Dan karena penanganannya tidak optimal kabar terakhir yang saya dengar klien ini masuk rumah sakit jiwa. Ini pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua agar tidak main-main dengan pikiran klien.

Hal yang perlu dilakukan adalah membantu klien mengeluarkan (semua) emosi yang terpendam  dengan intensitas sesuai yang diijinkan oleh pikiran bawah sadarnya. Terapis tidak boleh memaksa klien untuk mengeluarkan secara tuntas semua emosi ini hanya dalam satu sesi terapi. Jika klien siap maka boleh dalam satu sesi tuntas. Jika tidak maka abreaction ini bisa “dicicil” atau dilakukan dalam sesi yang berbeda. 

Hal lain yang harus diperhatikan adalah apakah klien mengidap sakit jantung, tekanan darah tinggi, atau epilepsi. Bila ya maka terapis harus benar-benar ekstra hati-hati bila terpaksa membimbing klien untuk mengalami abreaction.

Saya pribadi tidak akan membiarkan klien yang mengalami masalah kesehatan seperti yang saya sebutkan di atas mengalami abreaction. Terlalu riskan. Saya biasanya menggunakan teknik lain yang bisa dengan sangat cepat menetralisir emosi apapun yang klien rasakan tanpa klien harus merasakan kembali emosi itu. Dengan kata lain saya memodifikasi proses abreaction sehingga walaupun agak berbeda tapi hasilnya sama. Kalaupun saya terpaksa harus membimbing klien ini mengalami abreaction maka prosesnya saya cicil, sedikit demi sedikit.

Teknik ini juga saya gunakan untuk membantu wanita yang mengalami pelecehan seksual. Sudah tentu akan sangat menyakitkan kalau klien harus abreaction dan mengalami kembali pengalaman traumatik itu.

Dalam kondisi normal setelah klien mengalami abreaction, setelah tekanan psikis berhasil dilepas, maka langkah selanjutnya adalah membimbing klien menjalani proses restrukturisasi program pikiran atau memori. Begitu tahap ini berhasil dilakukan dengan sempurna maka proses terapi berhasil mengeliminir emosi dari memori. Selanjutnya bila klien mengingat kembali kejadian, yang dulunya membuat ia sangat trauma, perasaannya datar dan sama sekali tidak ada pengaruh.

Lalu, bagaimana cara menangani abreaction agar dicapai resolusi terbaik untuk klien?

Pertama, terapis harus punya postur yang bagus di depan klien. Apakah klien benar-benar yakin dan percaya pada kemampuan dan integritas terapis ataukah ada keraguan di hati klien? Hal ini sangat penting karena terapi sebenarnya bermula sejak seorang klien mulai tahu tentang terapis, bukan saat klien bertemu terapis di ruang praktik.

Setelah itu dapatkan hypnotic contract antara terapi dan pikiran bawah sadar klien. Pastikan bahwa pikiran bahwa sadar klien sepakat untuk menjalankan semua bimbingan, arahan, dan instruksi yang disampaikan kepadanya selama sesi terapi. Hal ini penting agar saat terjadi abreaction, sehebat apapun, pikiran bawah sadar klien tetap menjalankan berbagai sugesti yang diberikan. Sudah tentu sugestinya antara lain klien kuat menjalani abreaction atau klien keluar dari abreaction.

Sebelum melakukan terapi pastikan klien telah benar-benar masuk ke kondisi profound somnamblism. Hal ini bertujuan agar secara fisik dan terutama pikiran klien telah benar-benar rileks. Pada kondisi ini sistem saraf yang aktif atau dominan adalah sistem saraf parasimpatetik. Intensitas abreaction pada saat sistem saraf simpatetik sedang aktif akan lebih ringan dan terkendali daripada dalam kondisi normal. 

Selanjutnya, sebelum melakukan terapi pastikan memberikan sugesti pengaman. Misalnya dalam kondisi apapun pikiran bawah sadar klien tetap akan patuh sepenuhnya menjalankan instruksi yang diberikan terapis. Bentuk pengaman lainnya adalah meminta klien membuat tempat kedamaian dan melakukan eksplorasi tempat kedamaiannya untuk beberapa saat. Eksplorasi ini selain membuat klien merasa sangat aman dan nyaman juga merupakan salah satu teknik deepening yang sangat efektif bagi klien yang visual. Dengan sedikit modifikasi maka akan sama efektif untuk klien yang auditori dan kinestetik.

Gunakan tempat ini sebagai safety exit bila abreaction klien sangat intens dan sudah mencapai level yang tidak bisa ia tolerir lagi. Bisa juga terapis mensugestikan agar klien kembali menyadari sedang berbaring di kursi di ruang terapi. Jadi, kursi terapinya digunakan sebagai tempat kedamaian. Satu hal yang perlu diwaspadai, jangan pernah memaksakan tempat kedamaian anda kepada klien. Biarkan klien menentukan atau menciptakan sendiri tempat kedamaiannya.

Cara lain yang sangat ampuh adalah dengan mensugestikan klien keluar dari pengalaman traumatik yang sedang ia alami. Saat klien mengalami abreaction maka yang terjadi adalah revivification. Klien benar-benar mengalaminya seperti dulu saat kejadian itu terjadi. Ini adalah kondisi asosiasi. Lakukan sebaliknya yaitu disosiasi. Minta klien keluar dari pengalaman itu dan hanya menyaksikan pengalaman atau kejadian itu sebagai film. Kalau emosinya masih tetap intens, lakukan modifikasi pada submodalitas visual atau auditori dari film yang sedang ditonton klien dengan tujuan menurunkan intensitas emosinya. 

Di awal saya mengatakan bahwa sangat penting bagi terapis untuk punya postur yang bagus di depan klien. Terapis harus tampil dan dipandang sebagai figur otoritas.Hal ini sangat bermanfaat saat membimbing klien dalam kondisi somnambulism, apalagi saat abreaction.

Di salah satu sesi pelatihan QHI para peserta saling melakukan terapi. Ternyata ada satu peserta yang mengalami abreaction dan tidak bisa reda walaupun rekannya telah melakukan berbagai teknik yang saya ajarkan. Saat saya yang memberikan sugesti kepada pikiran bawah sadar peserta itu untuk menghentikan dan keluar dari abreaction serta merta peserta ini langsung rileks dan keluar dari abreaction-nya. Mengapa ini bisa terjadi? Karena otoritas saya, menurut persepsi pikiran bawah sadar peserta ini, sangat tinggi dan melampaui otoritas rekannya yang juga lagi sama-sama belajar. Anda jelas sekarang?

Teknik yang saya jelaskan di atas sangat manjur untuk membawa klien keluar dari abreaction. Saya dulu selalu menggunakan teknik-tenik ini. Dan sekarang sudah hampir tidak pernah lagi. Bukan karena tidak efektif namun saya mengembangkan sendiri teknik penanganan abreaction berdasar pengalaman saya. Sekarang hanya dalam waktu 2 detik saya bisa mengeluarkan klien dari abreaction sehebat apapun yang ia alami. Dan teknik ini selalu berhasil. Teknik ini diajarkan di kelas pelatihan Quantum Hypnosis Indonesia dan telah sangat membantu alumnus pelatihan saya menangani dan memproses abreaction dengan sangat mudah, aman, dan efektif. Akan sangat teknis bila saya jelaskan di artikel ini.
 
Saat klien dibimbing keluar dari abreaction dan berada di tempat kedamaian beri kesempatan klien ”istirahat” sejenak sambil memberikan beberapa sugesti untuk menguatkan klien. Setelah klien siap bimbing ia kembali ke kejadian traumatik itu dan mengalami kembali abreactionnya. Demikian seterusnya hingga tekanan psikis berhasil dikeluarkan semua.

Setelah tekanan psikis habis barulah dilakukan restrukturisasi. Lakukan pemaknaan ulang atas peristiwa itu dan netralisir emosi yang mungkin masih tersisa. Terapi ditutup dengan melakukan posthypnotic suggestion untuk mengamankan dan memperkuat perubahan yang telah dilakukan sehingga klien tidak lagi bisa kembali ke pola lamanya walaupun ia secara sadar menginginkannya atau mungkin lingkungan yang memprovokasi ia kembali ke pola lama itu. Dan sebagai sentuhan akhir yang juga sangat penting lakukan “penyegelan” atau sealing pada program positif yang baru diinstal sehingga tidak dapat sembarangan diotak-atik oleh klien atau mereka yang tidak berkepentingan.  

Sekalipun abreaction atau catharsis merupakan fenomena yang umum terjadi dalam proses terapi namun bila tidak ditangani dengan baik akan dapat berpotensi semakin menyengsarakan hidup klien, seakan menoreh luka baru di atas luka lama. Melalui kehati-hatian yang tentunya dilandasi pengetahuan mendalam, ketenangan, kebijaksanaan, dan pengalaman dari hasil akumulasi jam terbang yang cukup maka terapis dapat memfasilitasi dengan baik hal ini sehingga menjadi salah satu teknik pelepasan tekanan mental yang sangat positif, konstruktif, dan efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.

Baca Selengkapnya

Supercharging Your Suggestions

21 Juli 2010

Sugesti adalah satu kata yang pasti akan dibicarakan saat kita membahas mengenai hipnosis/ hipnoterapi karena berhubungan dengan salah satu teknik yang digunakan untuk meng-instal program pikiran tertentu ke dalam harddisk biokomputer seseorang.

Sugesti penting untuk dibahas karena merupakan salah satu dari 4 teknik terapi, dalam konteks hipnoterapi, yang digunakan untuk membantu klien mengatasi masalah mereka yaitu:
1.Sugesti dan imajinasi pascahipnosis (posthypnotic suggestion and imagery)
2.Menemukan akar masalah (discovering the root cause)
3.Melepaskan (release)
4.Pemahaman baru / relearning (new understanding)

Sugesti berasal dari kata “suggestion” yang berarti saran, ide, atau pendapat yang, dalam konteks hipnoterapi, ditawarkan hipnoterapis kepada klien untuk dijalankan oleh pikiran bawah sadar klien sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dan diinginkan klien.

Dalam artikel ini saya akan membahas mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan saat menyusun dan memberikan sugesti agar hasil yang dicapai bisa maksimal dalam waktu singkat.
Untuk memudahkan pemahaman anda maka saya akan menggunakan komputer sebagai analogi pikiran bawah sadar.

Saat kita punya komputer baru maka yang pertama kita lakukan adalah menginstal operating system. Selanjutnya kita perlu menginstal berbagai program aplikasi yang dibutuhkan untuk membantu kerja kita. Setelah program diinstal dan dijalankan bila ternyata ada masalah maka ada dua hal yang bisa kita lakukan. Pertama kita bisa melakukan “repair” dan hanya memperbaiki bagian program yang bermasalah. Kedua, kita bisa melakukan complete uninstall dan setelah itu mengulangi instalasi program yang sama atau yang lebih up-to-date.

Hal yang sama berlaku untuk komputer mental kita. Program dominan yang mempengaruhi hidup kita adalah program yang diinstal sejak kita dalam kandungan ibu, usia 3 bulan, hingga usia 12 atau 13 tahun. Ini adalah program yang menentukan apakah seseorang akan gagal atau sukses dalam hidupnya.

Nah, bagaimana sih sebenarnya proses pemrograman komputer mental kita?

Model Neurological Level yang dikembangkan oleh Robert Dilts, yang sebenarnya berawal dari pemikiran Gregory Bateson, sangat membantu untuk bisa memahami proses programming pikiran manusia. Neurological Level terdiri atas lima jenjang yaitu Environment (lingkungan) , Behavior (perilaku), Capability (kecakapan), Beliefs/Values (kepercayaan/nilai), dan Indentity (identitas).

Proses programming pikiran, jika mengambil alur Neurological Level adalah sebagai berikut. Saat masih kecil interaksi kita dengan lingkungan (environment), terutama dengan orangtua atau pengasuh, akan menentukan perilaku (behavior) kita. Perilaku selanjutnya akan menentukan kecakapan (capability). Kecakapan menentukan kepercayaan/nilai (belief/value) yang akhirnya akan mengkristal menjadi identitas (identity).

Bingung?

Ini saya beri penjelasan yang lebih panjang. Misalnya anak, sebut saja Budi, saat masih kecil, sering diolok-olok oleh orangtua atau pengasuhnya (environment) saat ia menyanyi karena suaranya sumbang. Akibatnya Budi akan berperilaku takut (behavior) untuk menyanyi dan tidak mau mencoba untuk menyanyi lagi karena tidak ingin mendapat malu atau sakit hati karena diolok-olok. Akibat dari perilaku ini kecakapan (capability) Budi untuk menyanyi tidak berkembang karena tidak pernah dilatih. Karena tidak pernah dilatih dan tidak bisa menyanyi Budi akhirnya percaya bahwa menyanyi adalah kegiatan yang membahayakan dirinya secara emosi dan harus dihindari (belief/value). Ia tidak bisa menyanyi dan menilai menyanyi itu tidak penting dan perlu dihindari. Akhirnya saat Budi diminta menyanyi ia menolak dan menjawab, “Saya bodoh dan tidak bisa menyanyi”. Pada saat Budi menggunakan kalimat “Saya ……….” untuk menggambarkan dirinya maka ini adalah identitas dirinya (identity).

Anda jelas sekarang?

Setelah dewasa, saat diminta menyanyi, misalnya di acara ulang tahun atau pesta maka “anak kecil” yang ada di dalam Budi yang dewasa tidak akan mau menyanyi. Mengapa? Karena ia tidak mau disakiti lagi. Dengan kata lain Budi merasakan emosi negatif yang sangat kuat, yang berhubungan dengan menyanyi, dan menghindarinya. 

Apa yang terjadi di dalam pikirannya?

Waktu Budi kecil mengalami diolok-olok saat ia menyanyi maka pikirannya menyimpan pengalaman ini plus emosi negatif yang menyertainya ke harddisk atau memorinya. Setelah Budi dewasa maka saat ia diminta menyanyi yang terjadi adalah pertama, pikirannya menangkap stimulus “diminta menyanyi’ dan segera mencari data yang cocok dengan input ini. Mengapa pikiran melakukan hal ini? Karena Budi, termasuk kita semua, selalu membutuhkan makna untuk suatu kejadian atau stimulus. Cara yang paling mudah adalah dengan membongkar arsip yang ada di memori.

Begitu ditemukan data yang sesuai, yang berasal dari masa kecilnya, maka emosi yang menyertai data ini menjadi aktif. Budi merasa tidak mampu. Selanjutnya Budi memberikan respon dalam bentuk menolak untuk menyanyi. Walaupun dipaksa Budi tetap akan menolak dengan segala cara. Setelah ia tidak lagi diminta menyanyi maka Budi keluar dari “situasi bahaya” dan melakukan evaluasi, “Untung tadi saya nggak nyanyi. Kalau nyanyi suara saya sumbang dan mereka pasti akan menertawakan saya”. Hasil evaluasi ini semakin memperkuat programnya.

Masalah muncul karena pikiran (bawah sadar) Budi melakukan salah satu dari dua hal berikut. Pertama, pikiran bawah sadar mencari data yang serupa dengan stimulus dan mengaktifkan emosi (negatif) yang melekat pada data itu. Kedua, pikiran bawah sadar memberikan makna, tanpa persetujuan Budi secara sadar, atas stimulus itu dan ternyata maknanya negatif, karena mengacu pada database yang ada di memori.

Nah, untuk bisa bekerja maksimal dan powerful maka sugesti harus bisa mengintervensi apa yang dilakukan oleh pikiran bawah sadar Budi. Dengan kata lain rangkaian proses sejak diterimanya suatu stimulus hingga terjadinya respon perlu diintervensi.

Anda jelas sekarang?

Proses mulai dari diterimanya suatu input atau stimulus hingga terjadinya suatu respon saya sebut dengan nama Matrix. Matrix berawal dari input data tertentu yang masuk melalui indera kita. Data ini selanjutnya masuk ke pikiran bawah sadar dan digunakan sebagai “key word” untuk melakukan searching data yang sama, atau serupa, atau mirip yang ada di data base/ memori. Begitu ditemukan data yang serupa maka informasi ini naik ke pikiran sadar beserta semua emosi yang menyertainya. Emosi, bergantung pada intensitasnya, selanjutnya menentukan respon yang kita putuskan untuk dilakukan. Setelah respon dilakukan kita masuk ke fase terminasi atau berhenti. Apakah hanya sampai di sini? Tidak. Setelah terminasi, pikiran kita, baik secara sadar maupun tidak sadar akan melakukan evaluasi terhadap apa yang baru terjadi. Hasil evaluasi ini bisa memperkuat atau melemahkan program pikiran yang telah ada.

Agar sugesti bisa mempunyai daya kerja yang tinggi dan cepat maka kita perlu mengamati dengan hati-hati bagian dari Matrix dan Neurological Level yang akan kita intervensi. Kita perlu tahu, tentunya ini melalui proses investigasi mendalam, bagian mana yang paling sering membuat masalah pada diri klien.

Misalnya klien merasa takut saat berada di ruang, tempat, atau situasi tertentu yang memicu program pikiran, dengan muatan emosi negatif, yang membuatnya tidak berdaya. Maka sugesti perlu disusun dengan tujuan yang spesifik sehingga trigger yang sama tidak lagi bisa mengaktifkan program negatif yang membuat klien tidak berdaya.

Bagaimana jika klien punya perilaku tertentu yang merugikan dirinya? Kita perlu menyusun sugesti yang akan melemahkan program yang mengendalikan perilaku ini dan mengalihkan energi dari program itu untuk melakukan atau membentuk perilaku baru yang konstruktif.

Demikian pula dengan level Capability, Belief/Value, dan Identity. Dengan menyusun sugesti yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan pada Neurological Level, maka kita akan menghemat sangat banyak waktu dan tenaga dalam membantu klien kita. Saya tahu anda pasti penasaran bagaimana sih bentuk sugesti untuk tiap level itu? Sayang, karena keterbatasan ruang, saya tidak bisa memberikan penjelasan yang panjang dan detil.

Satu kelemahan yang sering dilakukan para hipnoterapis pemula saat menyusun sugesti yaitu mereka tidak jelas target yang akan “ditembak”. Dari pengalaman saya pribadi, dulu waktu baru pertama kali belajar hipnoterapi, umumnya kita tidak punya panduan yang jelas dalam menyusun sugesti. Hal ini menjadi lebih sulit dan kompleks karena kalaupun ada buku atau informasi yang bisa digunakan sebagai acuan ternyata dalam bahasa Inggris. Nah, karena sugesti berhubungan dengan kata atau semantik maka cukup sulit bagi mereka yang tidak menguasai bahasa Inggris dengan baik untuk bisa mengerti dengan baik dan benar. Tanpa pengetahuan dan kemampuan bahasa yang tinggi, khususnya bahasa Inggris, seringkali sugesti yang seharusnya sangat powerful, yang berasal dari bahasa Inggris, saat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi kehilangan makna dan daya.

Inilah sebabnya saya tidak menganjurkan murid-murid saya untuk menyusun sendiri sugesti atau script terapi saat mereka baru selesai pelatihan. Saya memberikan mereka sugesti atau script siap pakai untuk berbagai kasus yang umum dijumpai dalam setting klinis. Saya juga memberikan mereka semacam template untuk menyusun sugesti. Nanti kalau sudah punya jam terbang yang cukup barulah mereka bisa menyusun sendiri script sugesti sesuai kebutuhan.
Itu tadi sugesti yang disusun berdasar Neurological Level. Bagaimana dengan Matrix? Secara prinsip sebenarnya sama saja. Melalui indepth interview terapis bisa mengetahui tahap mana dari Matrix yang kontribusinya paling besar terhadap masalah klien. Apakah itu pada fase stimulus/input, memori, emosi, respon, terminasi, atau evaluasi?  

Yang saya jelaskan di atas baru sebagian dari syarat untuk membuat sugesti bekerja dengan dahsyat. Masih ada syarat lain yang juga sering kurang diperhatikan. Pertama, level kedalaman trance. Untuk bisa membuat sugesti diterima dengan mudah maka klien perlu berada dalam kondisi very deep trance atau yang dikenal dengan profound somnambulism.

Satu hal lagi yang jarang diketahui atau disadari yaitu walaupun berada dalam kondisi profound somnambulism, yang berarti faktor kritis telah berhasil di-bypass, masih ada 4 (empat) filter mental di pikiran bawah sadar yang tetap aktif menjaga klien. Sugesti yang benar-benar efektif adalah sugesti yang mampu menembus keempat filter ini sehingga diterima dan dijalankan sepenuhnya oleh pikiran bawah sadar klien. 

Sugesti yang baik adalah sugesti yang saat dijalankan klien merasa bahwa ia melakukannya karena memang ia menginginkannya dan bukan atas “perintah” terapisnya. Dengan kata lain tidak terjadi dualitas.

Baca Selengkapnya

Scientific EEG Hypnotherapy

21 Juli 2010

Saat menulis artikel ini saya sedang seorang diri, di kamar hotel di kota Camarillo, California, mencatat dan merenungkan apa yang saya pelajari dari salah satu pakar hipnoterapi terkemuka Amerika. Pelatihan ini berlangsung dua hari dan merupakan workshop private, one-on-one, di mana  saya belajar langsung dengan pakar EEG Hypnotherapy terbaik dunia, Tom Silver.

Minggu lalu, selama sembilan hari non stop saya belajar langsung, juga secara private one-on-one, dengan satu-satunya pakar Mind Mirror, Anna Wise, di Berkeley. Sebagian “oleh-oleh” hasil belajar dengan Anna Wise sudah saya tulis di artikel sebelumnya “Bertanya Kepada Keheningan”.

Kali ini saya akan menceritakan apa itu Scientific EEG Hypnotherapy. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hipnosis/hipnoterapi di tanah air saat ini berkembang cukup pesat. Ada banyak rekan atau lembaga yang mengajar hipnosis/hipnoterapi. Ini adalah kemajuan yang luar biasa. Mulai dari pelatihan 1 hari hingga yang 9 hari. Mulai dari pelatihan yang hanya 8 jam hingga 100 jam. Demikian pula saya mengajar hipnoterapi 100 jam melalui lembaga Quantum Hypnosis Indonesia (QHI).

Saya sangat beruntung karena mendapat kesempatan langka belajar langsung pada Tom Silver pada level Advanced Master Class yang ia selenggarakan. Dan yang lebih luar biasa lagi teknologi EEG yang saya pelajari dari Tom adalah teknologi terbaru yang sangat advanced. Dan yang lebih.. lebih… lebih.. luar biasa lagi adalah saya adalah orang pertama yang mendapat kesempatan belajar teknologi ini dari Tom Silver. He..he.. ini bukannya mau pamer atau narsis lho. Sungguh saya bersyukur kepada Tuhan atau kesempatan langka dan luar biasa ini. Selama ini Tom Silver hanya mendemokan alat ini di kelas pelatihan hipnoterapinya. Semacam tambahan pengetahuan bagi murid-muridnya namun tidak disertifikasi secara khusus sebagai EEG Hypnotherapist seperti yang ia lakukan pada saya.

Kelas Advanced Master Class adalah kelas yang khusus diperuntukkan bagi mereka yang telah telah terbukti punya jam terbang cukup sebagai hipnoterapis aktif dan merupakan hipnoterapis lulusan lembaga terkemuka. Di akhir hari kedua, usai pelatihan, saya mendapat, dan ini benar-benar kejutan bagi saya, dua sertifikasi sekaligus. Pertama, sertifikasi dibidang EEG Scientific & Clinical Hypnotherapy. Dan yang kedua, dan ini benar-benar tidak saya sangka, Tom Silver memberikan sertifikat keanggotaan sebagai Anggota Kehormatan yang pertama dari lembaga Brain Wave Foundation yang baru ia dirikan. Wow.. saya sungguh terharu atas penghargaan dan kepercayaan yang ia berikan kepada saya.

Kembali ke topik semula. Saya dan rekan-rekan trainer dan atau pemerhati hipnosis/hipnoterapi walaupun telah melakukan edukasi publik mengenai apa itu hipnosis /hipnoterapi, baik dengan mengajar atau membuka kelas pelatihan, menulis buku, talkshow di radio atau televisi, atau diskusi, namun mayoritas masyarakat tetap masih mempunyai pemahaman yang kurang tepat, jika tidak mau dikatakan keliru atau salah, tentang hipnosis/hipnoterapi. Banyak yang masih berpikir bahwa hipnosis/hipnoterapi adalah sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan supranatural atau magis.

Sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap perkembangan dan kemajuan hipnosis /hipnoterapi di tanah air maka QHI, selain menyelenggarakan pelatihan 100 jam sertifikasi hipnoterapis, juga terus memperkaya wawasan, melakukan update pengetahuan dan materi dengan menimba ilmu baru dan belajar kepada para pakar terbaik di Amerika.

Lalu, apa beda antara hipnosis/hipnoterapi konvensional dan Scientific EEG Hypnotherapy?

Oh, sangat jauh bedanya. Jika orang tidak mengenal Tom Silver sebagai pakar hipnoterapi maka dari apa yang Tom sampaikan orang akan mengira sedang berbicara dengan seorang ahli saraf, atau dokter, atau ilmuwan/peneliti. Tom Silver memang bukan dokter namun ia adalah seorang peneliti yang telah menggeluti riset EEG Hypnotherapy selama lebih dari 15 tahun.

Selama ini kami, trainer hipnosis/hipnoterapi, jika berbicara tentang trance maka teknik yang digunakan untuk mengukur kedalaman trance biasanya adalah berbagai teknik pengujian, biasa disebut dengan covert test, dan atau membaca ciri-ciri tubuh subjek atau klien. Dengan Scientific EEG Hypnotherapy maka kedalaman trance bisa langsung dilihat pada layar komputer melalui pola gelombang otak yang terdiri dari gelombang beta, alfa, theta, dan delta. Dengan demikian kita bisa mendapatkan bukti empirik. Tidak hanya mereka-reka atau kira-kira.

Definisi konvensional, dan ini saya kutip dari US. Dept. of Education, Human Services Division, “Hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind and followed by the establishment of acceptable selective thinking” (hipnosis adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti atau pemikiran tertentu).

Definisi hipnosis menurut Scientific EEG Hypnotherapy, “All hypnosis is based on magnified brainwaves frequency and amplitude changes from beta state to delta state resulting in enhancing and increasing focus, concentration, and receptivity towards any mental message given to subconscious” (semua hipnosis sebenarnya adalah berdasarkan pada perubahan frekuensi dan amplitudo gelombang otak dari kondisi beta ke kondisi delta yang mengakibatkan meningkatnya fokus, konsentrasi, dan penerimaan terhadap pesan-pesan mental yang diberikan kepada pikiran bawah sadar).

Ternyata yang disebut dengan trance, secara neurological, adalah menurunnya aktifitas dan amplitudo gelombang beta (pikiran sadar) dan meningkatnya aktifitas dan amplitudo gelombang alfa, theta ,dan delta. Semakin dalam trance yang dialami seseorang maka semakin rendah gelombang otak yang aktif pada suatu saat.

Saat pikiran sadar kita aktif maka saat itu gelombang otak dominan adalah beta yang berkisar antara 14 – 30 Hz. Saat kita rileks atau light hypnosis maka yang aktif dominan adalah alfa pada kisaran frekuensi 7 sampai 13 Hz. Saat kita turun lebih dalam lagi, masuk ke pikiran bawah sadar maka gelombang otak dominan adalah theta pada kisaran 4 – 7 Hz. Dan pada level deep trance atau somnambulisme gelombang otak yang aktif adalah delta yang berkisar antara 0,1 – 4 Hz.

Wow… ini benar-benar informasi yang luar biasa. Yang lebih dahsyat lagi adalah kita, dengan bantuan EEG yang dirancang khusus untuk tujuan ini, dapat melihat secara real time gelombang otak subjek/klien pada suatu saat dan menstimulasi gelombang otak tertentu sehingga terapi menjadi semakin efektif dan permanen.

Tadi saya melakukan terapi kepada salah satu klien di rumah Tom, seorang wanita, dan saat saya melakukan induksi saya bisa melihat langsung bagaimana gelombang otaknya bergerak dari yang dominan beta langsung turun dan menjadi sangat tenang, hening, dan reseptif. Ia langsung masuk ke kondisi gelombang otak delta yang sangat dalam dan ini yang dikenal dengan level profound somnambulisme. Benar-benar luar biasa dan asyik.

Saat memberikan sugesti saya bisa melihat apakah ada resistensi dari pikiran sadarnya. Hal ini tampak dalam bentuk aktifitas pada gelombang beta dan seberapa besar amplitudonya. Ternyata sama sekali tidak ada penolakan.

Oh ya, tahukah anda bahwa untuk masuk kondisi alfa sebenarnya sangat mudah? Hanya dengan menutup mata dan merilekskan anggota tubuh tertentu maka saat itu juga otak akan menghasilkan gelombang alfa dalam jumlah besar dan dengan amplitudo yang tinggi, biasanya pada kisaran frekuensi 10,5 Hz.

Mengapa semakin rendah gelombang otak seseorang maka semakin efektif terapi yang dilakukan?

Karena semakin rendah gelombang otaknya maka semakin reseptif pikiran bawah sadarnya. Dengan kata lain semakin rendah gelombang otak seseorang maka semakin dalam trance yang ia alami dan semakin reseptif pikiran bawah sadarnya terhadap pesan-pesan mental atau yang biasa kita sebut sugesti. Jadi, sebenarnya nggak benar kalau seseorang dikatakan masuk semakin dalam ke kondisi trance. Yang benar adalah pikirannya menjadi semakin fokus dan reseptif menerima pesan mental atau sugesti. Semakin rendah gelombang otak yang aktif maka semakin rendah resistensi terhadap perubahan.

Dari riset diketahui bahwa setiap gelombang otak ternyata mempengaruhi otak memproduksi dan melepaskan neurotransmitter tertentu seperti serotonin, melatonin, dopamine, endhorpine dan masih banyak lagi yang lain.

Satu penemuan menarik yang membuat saya berkata, “Wow… ini sungguh dahsyat”,  yaitu kita, terapis, dengan mengetahui kondisi gelombang otak subjek/klien dapat menghapus emosi negatif semudah kita men-delete file atau program di komputer kita, tanpa perlu tahu sumber emosinya dan klien sama sekali tidak merasakan emosi ini. Luar biasa, kan?

Tom Silver mendemonstrasikan teknik ini secara live dan mengajari saya, langkah demi langkah, melakukannya dengan benar sehingga saya juga bisa dengan sempurna melakukan teknik ini. Sebelum melakukan teknik ini saya belajar dasar teorinya terlebih dahulu dengan melihat secara langsung pola gelombang otak klien.

Dan tadi saat saya mempraktikkan teknik ini untuk mengatasi perasaan tidak percaya diri dan perasaan tidak mampu pada klien di rumah Tom, hanya dibutuhkan waktu sekitar maksimal 10 menit saja. Sungguh satu teknik yang sangat luar biasa dan, sekali lagi, membuat saya berkata, “Wow… ini sungguh dahsyat”.

Perasaan “Wow… ini sungguh dahsyat” pernah muncul saat dulu saya pertama kali belajar hipnoterapi dan bertemu dengan teknik-teknik terapi yang berkerja dengan dahsyat, cepat, efektif, dan memberikan hasil yang permanen. Dan setelah itu walaupun saya membaca ratusan buku tentang pikiran dan hipnoterapi, nonton ratusan DVD/Video tentang hipnoterapi, saya tidak pernah lagi merasakan perasaan ini. Tapi hari ini saya menemukan kembali perasaan ini. Saya seperti seorang anak kecil yang melompat kegirangan karena mendapat mainan baru yang sangat didambakan.

Pembaca, saya tahu  investasi waktu, pikiran, tenaga, dan biaya belajar ke Amerika benar-benar akan membuat saya memahami apa itu hipnosis dan hipnoterapi hingga pada level neurological. Saya melakukan ini karena kecintaan saya pada dunia hipnosis/hipnoterapi dan untuk bersama-sama rekan-rekan trainer lainnya memajukan hipnoterapi di Indonesia demi kebaikan orang banyak.

Sudah waktunya kita membawa hipnosis/hipnoterapi ke level yang lebih tinggi, level saintifik dan akademik. Bukan sekedar hipnosis yang dulu diajarkan saat jaman Mesmer. Juga bukan hipnosis/ hipnoterapi yang terkesan klenik karena dianggap berasal dari jaman antah berantah. QHI bersama para alumnusnya merasa bahagia dapat memulai langkah besar ini di Indonesia. Dengan dukungan dari rekan-rekan hipnoterapis lainnya maka kita semua akan dapat membuat lompatan Quantum yang luar biasa.

Oh ya, anda bisa melihat foto-foto saya saat belajar sama Tom di Gallery Photo dalam album Scientific EEG Hypnotherapy.

Baca Selengkapnya

WHAT EVERYBODY SHOULD KNOW ABOUT HYPNOSIS

21 Juli 2010

WHAT EVERYBODY SHOULD KNOW ABOUT HYPNOSIS: DAVE ELMAN: HYPNOSIS 1965:

Since the early days hypnosis has been going around the world wearing a cloak of mysticism and a false name. The mysticism quickly disappears when you study the subject, but the name hypnosis, derived from the Greek word meaning sleep, is constantly getting in the way of a proper understanding. Hypnosis is no more like sleep than night is like day. Of course it's related, (night and day are related) but they're as far apart as the sun and the moon.

If you examine hypnosis clinically, you find it doesn't look, act nor feel like you think it shouldn't You meet such an entire stranger that it is best to forget any preconceived notions about it. The sooner you forget your preconceived notions, the sooner you'll learn what it is, how it acts, and how you can use it in your practice.

You probably think that in a few short sessions you will become an expert hypnotist. Frankly. you are hoping for the impossible, because- There is no such thing as a Hypnotist, You are never going to hypnotize anybody. All you can ever do and no one can do more, is to show a person how to go over the hurdle from a normal waking or sleeping state into the peculiar state of mind known as hypnosis. You won't hypnotize him. He'll hypnotize himself.

Those of us who practice the art of suggestion must admit if we are honest, that we have no power. Remember the injunction: "All men are created equal." God never saw fit to give one person power over another. In the practice of hypnosis we have no power. There is nothing I do that you can't do. The only difference is that I possess certain knowledge which when put to use looks magic-Iike in operation. But given that knowledge, any feat I can do, you can do. Knowledge will give you power, but it will never give you' power to hypnotize anybody. Since no one can hypnotize anybody, you can never hope to be a hypnotist.

When we practice hypnosis, we become in reality "hypnotic operators," or '.Dream Pilots.' Once you have taught the subject how to achieve the trance state, the subject willing, you become the one who stimulates his imagination in the hypnoidal state (like sleep or hypnosis: relating to, involving, or resembling sleep or hypnosis). If you're a good dream pilot, you'll give him Good dreams. It's a pleasant idea to think that you can stimulate the imagination of almost everyone, and cause pleasant thoughts above and beyond those which are usually deemed possible.

Did you notice how I stressed the words, "The subject willing"? That's because you cannot give a suggestion to the subject unless he is willing to take it. At all times and in all degrees of hypnosis the subject has full and complete power of selectivity, and reacts only to those suggestions which are reasonable and pleasing to him.

At this point you are probably saying to yourself, "Impossible! I saw someone hypnotized once and he did the craziest things imaginable. Don't try to tell me that if he was in his right mind, he'd do that. If he wasn't hypnotized he wouldn't have taken such outlandish suggestions." If you accept my theory of "Dream Pilot" you'll quickly agree with me. There have been times in your own life when you've had outlandish dreams. Those crazy things you saw someone do in hypnosis were merely dreams induced by an operator, and you were watching a dream in action.

Outlandish? Yes-but undoubtedly reasonable and pleasing to the subject. or the subject would have refused, the dream. Remember that in hypnosis - in all stages - the subject retains complete selectivity.

Most current books on hypnosis stress the fact that the hypnotized subject is "en rapport" with the operator. They seldom add that the subject is also "en rapport" with himself, for he can Hive himself auto-suggestions, and "en rapport'. with the whole world. Not only the operator, but anyone can give the hypnotized subject a suggestion. and if the subject wants to take it. he will take it. But if he doesn't want the suggestion, he won't take it from anyone. including the operator. Clever operators find many ways to get around these seeming paradoxes, but it is an actual fact that if you take a person who has never known the word "hypnosis" nor has heard anything about the phenomenon and induce hypnosis, he may take suggestions from anybody, unless counter-suggestions are given.

Yet, amenable to suggestion as he is, the subject, in the final analysis, is in complete control. Let me repeat: It always seems to the outsider that the operator is in control. That is a fallacy. In every stage of hypnosis the subject is in control, and it only requires a crisis to prove that point. Let the crisis arrive and the hypnotized subject will either reject the suggestion and continue in the state or he will reject the suggestion by coming out of the trance.

The subject in the trance state has complete possession of all his faculties-he can hear-think for himself-speak -see -feel -and although in many cases, he looks unconscious. he is completely aware and can cooperate. Above and beyond all this, he has, in addition, the ability to give him~ self selective awareness or unawareness at will. He can accept or reject a suggestion as he pleases.

Let's state it another way: In hypnosis, the Body and Mind go into a state in which body and mind are equally suggestible. Remember, hypnosis has an effect not only on the conscious mind. but on the unconscious mind too. It has an effect on the autonomic nervous system. Therefore, when we take a person into the suggestible state and give him good dreams, his sensations upon awaking will be physical as well as Mental. Physically he will be refreshed and invigorated. He will have had a pleasant experience.

When you see the way people react under suggestion, then you realize that with every individual you are going to get a different reaction, and you should be able to respond to those reactions, and know what to do in every case.

That is why your knowledge of the subject should be complete and entire. Never be in a position where you can be taken by surprise at an individual reaction. All reactions are individual and therefore different. Maybe there will be two similar reactions, and if you hypnotize thousands of people, you will begin to categorize reactions. But there will always be people who, in the suggestible state react like no one you ever saw before. No one can learn hypnosis thoroughly by observing it on others.

You must experience it yourself to know how different it is from the things you've heard and read about it. To completely understand it you must do more than see it from the inside looking in You must also experience it from the inside looking out. You will find hypnosis a pleasant state and will probably want to try it. Instead of resisting and fighting it, as your knowledge increases and your fear decreases, and the fallacies about hypnosis are cleared up for you, you will reach the stage where you will not only want it for yourself, but you will be able to hypnotize yourself. There is no one who can't be hypnotized.

There is no such thing as you not being hypnotizable. A hypnotized person will not take a harmful suggestion. Since he can hear, and all his senses are particularly acute in the hypnotic state, the law of self-preservation governs him in it, just as it governs him out of it. That is why in the history of the world, no one has been injured by hypnosis. Writers devote reams to the Root point: Could a crime be done by hypnosis? George Estabrook is one of many who says it could be done in various ways.

But it has never been done because that is the long way around to commit a crime. Hypnosis has been in the hands of charlatans, fakes, dubs, amateurs and quacks" for a long, long time, but you still have to find the first case on record which will bear investigation, where a person in a suggestible state has hurt himself or others. You may be sure that you can't do lasting damage with hypnosis.

We have conducted thousands of tests and in all cases one of two things happen if an improper suggestion is given: The subject either terminates the trance state, refusing the suggestion that way; or he remains in the trance state but refuses to carry out the suggestion.

There is little doubt that if a person can be talked into committing a crime without hypnosis that he could be talked into committing a crime with hypnosis. It would simply be the long way around.

Baca Selengkapnya

Memahami Fenomena Kesurupan dari Perspektif Ilmu Pikiran

21 Juli 2010

Dalam setiap pelatihan, baik itu Quantum Life Transformation (QLT) maupun Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy (SECH), saya selalu mendapat satu pertanyaan yang cukup menggelitik rasa ingin tahu, “Apa sih sebenarnya kesurupan itu?”

Pertanyaan ini bisa dilihat dari dua kaca mata berbeda; dari sudut pandang metafisika dan dari sudut pandang ilmu hipnoterapi yang membahas mengenai pikiran, khususnya pikiran bawah sadar.

Dalam artikel ini saya tidak membahas kesurupan dari sudut pandang metafisika karena ini di luar ranah keilmuan saya. Kali ini saya khusus membahas kesurupan dari sudut ilmu hipnoterapi.

Menurut pemahaman masyarakat bila seseorang sedang kesurupan maka ia akan bertindak atau berperilaku bukan seperti dirinya yang biasa. Seakan-akan ada pribadi atau makhluk lain yang sedang menguasai orang ini. Pribadi atau mahkluk ini ada yang bisa diajak komunikasi. Ada juga yang tidak bisa. Ada yang punya nama dan ada juga yang tidak.

Biasanya akan terjadi perubahan yang jelas pada aspek fisik. Misalnya cara bicara, suara, bahasa tubuhnya berbeda dari biasanya. Sering terjadi, saat kesurupan, orang bisa berbicara dengan bahasa yang biasanya tidak pernah ia gunakan.

Fenomena kesurupan dalam ilmu hipnoterapi adalah suatu kondisi yang biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Yang terjadi pada diri seseorang yang kesurupan, sekali lagi ini dari sudut pandang ilmu hipnoterapi, adalah pada saat itu sebenarnya ia sedang deep trance dan ada satu, dua, atau lebih Ego Personality yang aktif dan mengendalikan kesadarannya.

Lho, apa itu Ego Personality ?

Sebelum saya teruskan saya perlu menjelaskan terlebih dahulu apa itu trance atau kondisi hipnosis. Setiap hari sebenarnya kita beberapa kali masuk dan keluar kondisi hipnosis atau trance baik secara sadar maupun tidak. Semuanya terjadi secara alamiah. Ada yang bisa masuk ke kondisi deep trance dengan mudah. Ada juga yang membutuhkan upaya ekstra untuk bisa masuk trance.

Kondisi hipnosis bisa juga terjadi saat seseorang berada dalam tekanan mental yang melampaui ambang batas toleransi yang diijinkan pikiran bawah sadarnya. Saat seseorang berada di dalam tekanan mental, mengalami suatu peristiwa dengan muatan emosi negatif yang tinggi, maka pada saat itu hanya ada dua pilihan; fight (lawan) atau flight (lari).

Saat seseorang tegang maka adrenalin akan dipompa masuk ke dalam darah dan menyiapkan fisiknya untuk siap melakukan perlawanan. Hal ini bisa dirasakan dengan jantung yang berdegup semakin kencang, otot-otot tubuh menjadi kaku, dan seluruh sistem diri siap untuk menghadapi dan mengatasi bahaya atau sesuatu yang dipersepsikan sebagai bahaya.

Bahaya yang saya maksudkan di sini bisa berupa bahaya yang mengancam secara fisik maupun mental. Bila tekanan atau ancaman terlalu besar dan tidak mampu dilawan (fight) maka secara refleks pikiran akan memilih opsi kedua yaitu flight atau lari. Lari dalam hal ini bisa sungguh-sungguh melarikan diri, mengambil langkah seribu, atau bisa juga “melarikan diri” ke dalam. Saat seseorang lari ke dalam dirinya maka pada saat itu ia masuk ke kondisi trance atau hipnosis. Seringkali orang bisa masuk ke kondisi trance dalam atau bahkan sangat dalam.  

Saya pernah menangani seorang klien wanita yang saat masih di SMP dan SMA seringkali pingsan. Dan kalau sudah pingsan sadarnya lama sekali. Berbagai cara sudah dilakukan untuk membangunkan klien ini tapi tidak berhasil. Bahkan sampai dibawa ke orang pintar dan dibacakan doa tetap nggak bisa bangun atau sadar. Nanti sadarnya terjadi tiba-tiba.

Mendengar kisah ini saya langsung berkata pada klien ini, “Sebenarnya anda tidak pingsan. Yang terjadi adalah anda mengalami begitu banyak tekanan mental, baik dari keluarga maupun dari sekolah, yang membuat anda tidak tahan, dan akhirnya anda memutuskan untuk lari dari keadaan ini. Benar atau tidak?”

“Benar. Lho, Pak Adi kok tahu kalau saat itu saya mengalami banyak tekanan?” jawab si klien.

“Lha iya lah…apa yang anda alami ini sebenarnya sesuatu yang sangat alamiah. Nah, saat anda “pingsan” anda tetap masih mendengar suara orang di sekitar anda, kan?” tanya saya lagi.

“Ya, Pak” jawab klien.

“Mengapa anda tidak mau keluar dari kondisi “pingsan” padahal anda mendengar orang-orang di sekitar anda memanggil-manggil nama anda?” kejar saya.

“Soalnya saat “pingsan” itu saya merasakan begitu nikmat, tenang, dan perasaan bahagia yang tidak terlukiskan. Sekarang saja kalau saya mau saya bisa masuk kembali ke kondisi ini” jawab klien saya.

Nah, pembaca, tahukah anda bahwa klien ini bukannya pingsan tapi ia berada dalam kondisi trance yang sangat-sangat dalam yang dikenal dengan level Esdaile atau hypnotic coma

Saat seseorang masuk ke kondisi ini maka yang ia rasakan adalah suatu perasaan euforia, bahagia yang luar biasa, tidak terlukiskan, sangat nyaman, dan orang biasanya tidak mau keluar dari kondisi ini. Inilah yang sebenarnya dialami oleh klien saya. Jadi ia bukannya pingsan tapi, karena tidak kuat melawan tekanan mental/psikis, memutuskan untuk flight (lari) dan masuk ke dalam dirinya sendiri, dan trance.

Di salah satu sesi terapi yang saya lakukan pada klien ini benar ia tidak mau keluar dari kondisi ini. Saya akhirnya menggunakan teknik tertentu untuk membuat ia keluar dan berhasil.

Pemahaman ini juga yang saya gunakan saat membangunkan atau menyadarkan dua siswi SMA di Malang yang pingsan saat mengikuti pelatihan yang saya selenggarakan. Siswi pertama pingsan karena kepanasan. Bayangkan, bagaimana nggak pingsan, lha aula diisi oleh lebih dari 1.500 orang peserta, semuanya siswa/siswi kelas 3 SMA/SMK, dan tidak ada AC (air conditioner). Bisa dibayangkan bagaimana panasnya.

Siswi kedua pingsan karena ketakutan saat saya mengeluarkan ular mainan yang biasa saya gunakan untuk demo mengatasi emosi dengan teknik Hypno-EFT. Begitu melihat ular mainan, siswi ini langsung pucat dan “memutuskan” untuk pingsan.

Berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk menyadarkan mereka berdua? Tidak lama. Masing-masing hanya butuh waktu sekitar 2 sampai 3 menit saja, tanpa doa, baca-baca, atau ritual tertentu.

Apa yang saya lakukan?

Ya, saya panggil nama mereka dan saya minta mereka bangun. Saya tahu mereka masih tetap bisa mendengar suara saya. Saya tahu bahwa mereka tidak benar-benar tidak sadarkan diri. Mereka hanya masuk ke kondisi deep trance. Jadi, ya saya bimbing mereka keluar dari kondisi trance seperti saat saya selesai menerapi orang. Mudah, kan?

Nah, kembali ke Ego Personality (EP). Pada saat dalam kondisi deep trance ini bisa muncul banyak fenomena. Salah satunya adalah munculnya satu atau lebih EP yang mengendalikan kesadaran seseorang.

Pertanyaanya sekarang, “Apa itu Ego Personality?”

Penjelasan agak detil bisa anda dapatkan dengan membaca artikel saya yang berjudul “Kita Punya Banyak Diri” (bisa dilihat di http://goo.gl/XU0T2v).

Singkatnya begini. Di dalam diri kita ada banyak “diri”. Masing-masing diri ini mempunyai kepribadian, karakter, nama, sikap, pola pikir, kebiasaan, memori, dan emosi. Jika anda bingung dengan hal ini coba anda ingat-ingat. Pernahkah, saat ingin memutuskan sesuatu, anda ragu atau bingung? Yang anda rasakan adalah ada dua atau lebih “Bagian” dari diri anda yang ribut sendiri. Akibatnya anda menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Nah, “Bagian” inilah yang disebut dengan Ego Personality.

Anda jelas sekarang?

Untuk lebih mudah memahami EP caranya begini. Di komputer mental kita, yaitu pikiran, khususnya pikiran bawah sadar, ada banyak folder. Setiap folder berisi data-data tertentu. Nah, saat folder ini aktif atau diakses dengan teknik tertentu, tentunya dalam kondisi trance, maka isi folder akan keluar. Pada saat inilah isi folder masuk ke pikiran sadar dan aktif. EP adalah folder ini.

Saya pernah, saat memberikan seminar di UGM, mensugestikan seorang peserta bahwa dia adalah saya, Adi W. Gunawan. Selanjutnya saya bertanya, “Bapak namanya siapa?”

“Adi W. Gunawan” jawabnya mantap.

“Bapak lagi ngapain di sini?” tanya saya lagi.

“Lagi kasih seminar” jawabnya tegas.

“Pak Adi, bisa tolong diteruskan seminarnya?” tanya saya.

Apa yang terjadi setelah itu?

Peserta ini langsung memegang mic dan bicara dengan mantap seperti saya. Ia memberikan seminar dan motivasi sangat mirip dengan yang saya lakukan.

Saat saya bertanya kepada peserta ini, “Pak Adi, anda punya berapa orang anak?”

“Tiga. Semuanya perempuan” jawabnya.

“Bapak sudah menulis berapa buku?” tanya saya lagi.

“Sudah delapan buku best seller” jawabnya mantap.

Nah, di sini saya tahu bahwa data jumlah buku di folder “Adi W. Gunawan” di dalam komputer mentalnya ternyata belum di-update. Delapan buku adalah data yang lama karena total buku yang saya tulis sudah lebih dari itu.

Anda jelas sekarang?

Bagaimana EP bekerja dan apa yang perlu dilakukan untuk bisa berkomunikasi dengan EP saya ajarkan di kelas pelatihan hipnoterapi 100 jam SECH. Saya juga memberikan demonstrasi dengan live therapy di kelas sehingga peserta pelatihan bisa benar-benar mengerti apa itu EP.

Biasanya untuk menyelesaikan suatu masalah yang dialami klien minimal ada dua EP.yang kita panggil keluar dan diajak berkomunikasi. Masing-masing EP punya nama dan peran yang spesifik untuk diri klien. Bahkan ada EP yang tidak bisa berbahasa Indonesia.

Seorang peserta pelatihan yang berasal dari Palembang, yang kebetulan berprofesi sebagai seorang healer, setelah mengerti mengenai EP, sekarang kalau menangani kasus kesurupan, selalu menggunakan teknik Ego Personality Therapy. Dan hasilnya lebih cespleng. Dulu ia harus pake air putih dan baca doa tertentu.

Ok, kalau begitu, pertanyaannya, “Bagaimana dengan kesurupan masal yang sering diberitakan di media masa?”

Oh, ini jawabannya sama seperti penjelasan di atas. Coba anda amati. Yang seringkali mengalami kesurupan adalah murid kelas 3 SMP atau kelas 3 SMA dan biasanya wanita.

Mengapa kelas 3 SMP atau 3 SMA?

Ya, karena mereka takut dan sangat tertekan dengan tingginya beban akademis, jam pelajaran yang sangat panjang yang melelahkan fisik dan mental, muatan pelajaran dengan tingkat kesulitan yang tinggi, dan ditambah lagi adanya UN atau Ujian Nasional.

Mereka semua ketakutan. Mereka secara terus menerus mengalami tekanan mental. Hingga pada satu saat, karena sudah melebihi ambang batas toleransi, murid-murid ini, karena tidak bisa melawan (fight), akhirnya memilih lari (flight). Begitu ada satu orang kesurupan maka secara cepat menyebar ke rekan-rekannya. Ini sebenarnya bentuk histeria masal.

Saat “kesurupan” ini, yang sebenarnya kondisi deep trance, maka terjadilah abreaksi atau keluarnya emosi yang selama ini tertekan.

Dari berita-berita di media massa diketahui bahwa kebanyakan pelajar yang mengalami kesurupan adalah pelajar wanita. Dugaan itu didukung kenyataan serupa, berdasar penelitian Gaw, Ding, Levine, dan Gaw (1998) di Tiongkok.

Sejauh ini anda pasti sudah cukup jelas dan mengerti kesurupan dari sudut pandang ilmu hipnoterapi.

Sebagai penutup saya ingin anda berpikir mengenai fenomena yang terjadi di sekitar anda. Saya yakin anda pasti pernah mendengar atau melihat langsung bagaimana seseorang yang “kesurupan” roh harimau dan berperilaku persis seperti si harimau.

Pertanyaannya adalah mengapa harimau? Belum pernah kan anda membaca seseorang yang kesurupan Panda, Kuda Nil, atau Kanguru?

Demikian juga, kalau di desa, biasanya ada yang kesurupan Gatot Koco. Nggak pernah ada yang mengalami kesurupan Spiderman atau Hulk.

Baca Selengkapnya

Memahami Gelar Hipnoterapis

21 Juli 2010

Baru-baru ini di milis Money Magnet ada pertanyaan menarik mengenai gelar yang disandang oleh hipnoterapis. Ada yang memasang C.Ht, C.C.Ht, MH, dan sebagainya. Mana yang benar?

Sebenarnya ada banyak “gelar” yang dipasang oleh seseorang setelah ia selesai mengikuti pelatihan hipnosis/hipnoterapi:

1.CH = Certified Hypnotist
2.CHT = Certified Hypnotherapist
3.CCH = Certified Clinical Hypnotist (or Hypnotherapist)
4.CCHt = Client-Centered Hypnotherapist
5.MH = Master Hypnotist
6.CMH = Certified Master Hypnotist
7.DCH = Doctor of Clinical Hypnotherapy (Kalo yang ini, gelar palsu dan menipu)

Dan daftar di atas bisa semakin bertambah panjang bergantung “kreativitas” masing-masing orang.
Mengapa bisa seperti ini? Profesi sebagai hipnoterapis adalah Non-Lincensed Profession. Yang masuk kategori Licensed Profession adalah seperti MD (Medical Doctor), Psikiater, dan Psikolog atau Konselor. Yang dimaksud dengan Licensed Profession adalah suatu pekerjaan yang baru bisa dilakukan setelah menempuh pendidikan selama sekian tahun di Universitas, mengambil pendidikan lanjut, mengikuti tes yang ditetapkan pemerintah, dan baru setelah itu keluar ijin praktiknya yang resmi.

Kalau kita hipnoterapis mau minta ijin praktik maka kita hanya perlu ke dinas kesehatan setempat dan mengajukan ijin. Dan yang luar biasanya adalah kita ini, hipnoterapis, ijinnnya, dulunya, masuk di kategori ijin “Paranormal atau Dukun”. Sekarang sudah ada kemajuan sedikit. Klasifikasi kita meningkat dan masuk ke kelompok “Pijat Refleksi”… ha…ha… Bisa anda bayangkan betapa kacaunya pemahaman orang mengenai hipnosis/hipnoterapi?

Kalau hipnoterapis bisa membuat gelar macam-macam, tidak begitu dengan rekan-rekan Licensed Profession. Itulah sebabnya gelar di kalangan Dokter, misalnya dokter spesialis, atau psikolog, ya itu-itu saja. Nggak bisa menciptakan gelar sendiri. Kalau berani buat gelar sendiri bisa dapat masalah karena melanggar undang-undang.

Garis besar pendidikan hipnosis/hipnoterapi adalah sebagai berikut:
1.  Setelah menyelesaikan pendidikan dasar (basic training) maka alumnus berhak menyandang gelar “Hypnotist”
Untuk yang Basic ini sangat mudah. Bahkan saat ini sudah ada lembaga luar negeri yang menawarkan pembelajaran via internet GRATIS. Setelah menyelesaikan pendidikan ini anda bisa mendapat gelar sebagai Hypnotist. Lembaga ini bukan sembarang lembaga. Saya tahu betul kualitas mereka yang sangat baik.
2.  Setelah menyelesaikan pelatihan tingkat lanjut atau advanced, maka gelar yang biasa digunakan adalah Certified Hypnotherapist atau cukup Hypnotherapist saja.
3.  Setelah menyelesaikan program tingkat lanjut dengan spesialisasi tertentu di bidang klinis, maka gelasnya adalah "Certified Clinical Hypnotist or Hypnotherapist."

Gelar “Master” adalah gelar yang tidak ada artinya dan menyesatkan publik. Mengapa menyesatkan? Karena gelar master adalah untuk S2. Sedangkan hipnoterapis tidak diajarkan sebagai bagian dari materi licensed profession.

Di dunia hipnoterapi, gelar “Doctor” atau Ph.D, juga sangat menyesatkan. Gelar ini tidak ada. Jadi, ini adalah gelar yang dipasang sendiri. Kecuali misalnya anda benar-benar seorang lulusan S3 (Post Graduate) yang belajar hipnoterapi. Gelar S3 anda adalah untuk pendidikan formal anda. Tapi tidak untuk hipnoterapi yang anda pelajari. Kalau anda seorang hipnoterapis, tanpa pendidikan formal S3, dan memasang gelar Ph.D maka Ph.D yang anda pasang bukan Philosophy Doctor tapi Permanent Head Damage... he..he...

Kasus yang saya ceritakan di atas adalah kasus yang terjadi di Amerika. Nah, kalau di Amerika saja bisa seperti ini lalu bagaimana di Indonesia?

Jauh lebih menarik lagi. Di Indonesia, belum ada lembaga resmi, seperti National Guild of Hypnotists (NGH) yang menjadi organisasi rujukan dan tempat bernaung para hipnotis/ hipnoterapis. Mereka menetapkan standar mutu dan kode etik yang sangat ketat. Mereka juga menentukan gelar apa yang boleh digunakan dan tidak boleh digunakan agar profesi sebagai hipnotis/hipnoterapis bisa punya standar yang jelas. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan publik.

Nah, berhubung di Indonesia kita belum ada standar yang jelas, siapa saja bisa mengaku sebagai hipnotis atau hipnoterapis, siapa saja bisa mengajar hipnosis/hipnoterapi, siapa saja boleh dan bisa mengeluarkan sertifikasi menurut standar mereka sendiri, maka saat ini marak pelatihan hipnosis/hipnoterapi yang hanya 1 hari atau 2 hari sudah disertifikasi sebagai Certified Hypnotherapist.

Inilah yang menjadi dasar keprihatinan kita bersama. Kita tahu bahwa terapi adalah sesuatu yang serius dan tidak bisa dipelajari dan dikuasai dengan sangat baik hanya dalam waktu 1 hari, 2 hari, 3 hari, atau bahkan 4 hari. Hipnoterapi membutuhkan waktu yang cukup dan proses pembelajaran yang benar untuk bisa benar-benar dikuasai.
Keprihatinan ini telah saya tulis menjadi artikel:

"Sertifikasi vs Kompetensi" dan "Mungkinkah Menguasai Hipnoterapi Hanya Dalam 1 Hari?"  

Karena kita masih sangat lemah di aspek legal praktik hipnoterapi maka sampai saat ini subjek atau klien yang mengalami malpraktik tidak bisa melakukan tuntuntan apapun. Hal ini juga disebabkan klien tidak tahu atau tidak mengerti apa sih sebenarnya hipnoterapi itu. Salah satu malpraktik yang biasa dilakukan oleh hipnoterapis adalah aversion therapy.

Quantum Hypnosis Indonesia, bersama dengan para praktisi hipnosis/hipnoterapis atau lembaga pelatihan hipnoterapi lain, yang concern dengan kondisi ini, berusaha menetapkan standar acuan mutu, pelatihan, dan kode etik, untuk Indonesia. Sambil menunggu respon rekan-rekan lain, QHI telah memulai langkah ini.

Pertama, kita telah mendapat legitimasi dari publik. Pelatihan hipnoterapi QHI sejak awal telah menetapkan standar yang sesuai dengan standar NGH yaitu 100 (seratus) jam tatap muka di kelas, atau setara dengan 2 (dua) semester kuliah. Ini tidak termasuk praktik dan membaca buku yang bisa mencapai minimal 50 jam, saat selama mengikuti sesi pelatihan. Pelatihan QHI, walaupun menurut beberapa orang termasuk “mahal”, selalu penuh. Dan dari sini kita bertemu dengan pribadi-pribadi istimewa yang mempunyai visi yang sama untuk membangun dan mengembangkan hipnoterapi di Indonesia demi kemajuan bangsa kita.

Kedua, dan ini berita baik yang baru saya dapatkan, modul pelatihan 100 jam QHI, secara resmi telah diterima di salah satu fakultas psikologi terbaik di Indonesia Timur. Saya telah diminta untuk mengajar materi 100 jam ini untuk mahasiswa S2 Psikologi. Jadi, kita telah mendapat legitimasi dari dunia akademik. Dan sepanjang yang saya ketahui, baru kali ini ada fak. psikologi di Indonesia yang mengajarkan materi hipnoterapi dengan standar kurikulum NGH yaitu 100 jam tatap muka. Hampir 1 tahun saya mengajukan usulan bagi Universitas ini untuk bisa menerima materi QHI sebagai salah satu mata kuliah yang berdiri sendiri untuk diajarkan di S2 Psikologi. Dan alhamdulilah akhirnya terkabulkan.

Mungkin anda akan berpikir, “Wah, enak ya Pak Adi, di publik pelatihan QHI dijual dengan harga Rp. 30 juta. Sekarang Pak Adi mendapat pangsa pasar baru, mahasiswa S2 psikologi.”

Wah, kali ini anda keliru. Saya mengajar di fakultas psikologi ini demi pengembangan keilmuan, bukan untuk cari duit. Saya mengajar full materi 100 jam, dengan standar QHI seperti yang selama ini telah saya lakukan, tapi saya tidak minta tambahan honor. Saya tetap hanya dapat honor sebagai dosen luar biasa. Saya melakukan semua ini karena kecintaan saya pada dunia teknologi pikiran dan harapan untuk bisa semakin mengembangkan hipnoterapi di Indonesia.

Oh ya mengapa saya adalah dosen luar biasa? Ya, karena saya memang biasa di luar… he…he… alias bukan dosen tetap. 

Ketiga, kita akan mendapatkan legitimasi dari pemerintah. Besar harapan kita bersama bahwa jika pemerintah akan menetapkan standar mutu pelatihan hipnoterapi di Indonesia maka QHI bisa memberikan sumbang saran. Modul pelatihan QHI memang sejak awal dirancang untuk suatu saat nanti bisa menjadi masukan berharga bagi pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan.

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List