The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Mungkinkah Menguasai Hipnoterapi Hanya Dalam Waktu 1 Hari?

21 Juli 2010

Pembaca, beberapa waktu lalu saat berada di Singapore saya mendapat panggilan dari seorang dokter di salah satu kota besar di Jawa Barat. Pak Dokter ini, yang juga seorang kepala rumah sakit, bertanya apakah saya bisa datang ke kotanya dan mengajar hipnoterapi untuk para dokter di salah satu rumah sakit di sana? Sudah tentu saya bisa dan bersedia.

Setelah berdiskusi sejenak mengenai tujuan pelatihan dan hasil yang ingin dicapai saya akhirnya memutuskan untuk mundur, tidak bisa. Mengapa kok tidak bisa?

Ceritanya begini. Para dokter itu menyadari bahwa hipnoterapi adalah salah satu teknik terapi yang bisa sangat membantu meningkatkan pelayanan mereka. Namun yang menjadi kendala adalah mereka meminta saya untuk mengajarkan hipnoterapi hanya dalam waktu 2 (dua)  hari saja. Alasan Pak Dokter jadwal mereka cukup padat sehingga tidak bisa lama-lama nggak praktik.

Saya mengajukan usulan agar pelatihan dilakukan beberapa kali dengan total 100 jam seperti yang saya lakukan selama ini melalui Quantum Hypnosis Indonesia (QHI). Pak Dokter mengatakan tidak bisa 100 jam. Terlalu lama dan juga biayanya akan sangat tinggi. Beliau tetap meminta saya mengajarkan hipnoterapi hanya dalam 2 hari saja. Beliau beralasan bahwa mereka telah mendapat penawaran dari salah satu lembaga pelatihan hipnoterapi, yang berafiliasi dengan lembaga luar negeri, dan lembaga ini mampu mengajarkan hipnoterapi hanya dalam waktu 2 hari. Saya tetap bersikeras mengatakan bahwa saya tidak tidak bisa dan tidak mampu mengajarkan hipnoterapi dengan format modul seperti yang saya ajarkan di QHI hanya dalam waktu 2 hari.

Nah pembaca, setelah berbicara dengan Pak Dokter ini saya merenung cukup lama. Pertanyaan saya adalah apakah saya yang memang tidak mampu mengajar hipnoterapi dalam waktu singkat, hanya 2 hari, ataukah lembaga lain itu punya teknik pelatihan yang luar biasa sehingga mereka mampu mengajar hanya dalam waktu 2 hari?

Mengapa saya merenung dan bertanya seperti ini?

Karena standar pelatihan hipnoterapi di luar negeri, misalnya menurut standar NGH (National Guild of Hypnotists) Amerika, mensyaratkan lama pelatihan 100 jam tatap muka di kelas atau setara dengan 2 (dua) semester kuliah.

Saya juga mencari tahu berapa waktu yang disyaratkan oleh berbagai pakar terkenal di luar negeri yang juga menyelenggarakan pelatihan hipnoterapi. Standar minimal yang mereka tetapkan adalah 100 jam tatap muka. Bahkan ada pakar yang baru memberikan sertifikasi setelah peserta pelatihannya menyelesaikan 150 jam pelatihan intensif.

Apakah hipnoterapi bisa diajarkan dalam waktu 2 hari? Jawabannya sudah tentu bisa. Apakah materi pelatihan hipnoterapi yang saya susun untuk pelatihan dan sertifikasi hipnoterapis QHI bisa dikuasai dengan baik dan benar hanya dalam waktu 2 hari? Jawabannya tidak bisa dan tidak mungkin bisa.

Mengapa saya mengatakan tidak bisa? Karena dari pengalaman saya pribadi untuk mendalami hipnoterapi ternyata dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Materi pelatihan QHI dirancang untuk diajarkan dan dikuasai melalui pelatihan minimal 100 jam. Jangankan 2 hari atau setara 20 jam, 4 hari atau setara 40 jam saja tetap tidak bisa. 

Untuk bisa mempraktikkan hipnoterapi dengan benar dan efektif, sesuai standar QHI, maka pertama-tama kita harus menguasai dengan baik teori pikiran yang meliputi cara kerja pikiran, sifat-sifat pikiran sadar dan bawah sadar, proses programming pikiran, cara kerja memori, emosi, persepsi, dan masih banyak lagi. Pengetahuan ini mutlak perlu dikuasai agar seorang hipnoterapis, alumnus QHI, dapat melakuakn re-edukasi melalui navigasi pikiran klien saat melakukan hipnoterapi. Saya menjelaskan materi di atas selama 3 hari @ 12 jam dari total 100 jam pelatihan.

Ibarat mesin mobil, kita harus tahu betul komponen, cara kerja, karakter mesin, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan mesin mobil itu agar kita dapat mengotak-atik, melakukan tune-up, atau kalau perlu overhaul mesin dengan benar. Tanpa pengetahuan yang benar, lengkap, akurat, dan pemahaman mendalam mengenai mesin mobil maka kita tidak bisa berbuat banyak bila mesin mobil bermasalah.

Setelah memahami cara kerja dan sifat pikiran selanjutnya kita perlu menguasai teknik induksi yang sungguh-sungguh efektif untuk membantu klien masuk kondisi deep trance dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Setiap manusia punya karakter yang berbeda. Kita perlu tahu tipe klien, tipe sugestibilitasnya, dan melakukan induksi yang sesuai.

Mengapa klien perlu dibantu masuk ke kondisi deep trance? Karena hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dengan bantuan atau dalam kondisi hipnosis. Kalau seseorang diterapi tanpa kondisi hipnosis maka ini namanya bukan hipnoterapi.

Mengapa perlu diinduksi? Karena induksi adalah cara untuk membawa klien masuk ke pikiran bawah sadar. Banyak orang gagal melakukan hipnoterapi bukan karena mereka tidak menguasai teknik terapinya namun lebih disebabkan karena klien belum berhasil dibimbing masuk ke kondisi deep trance.

Di pelatihan yang saya selenggarakan saya hanya mengajarkan 3 (tiga) teknik induksi yang terbukti sangat efektif dan ampuh dalam membawa klien masuk ke kondisi deep trance dengan sangat cepat. Nah, agar induksi ini bisa digunakan dengan baik, benar, efektif, dan efisien maka saya perlu menjelaskan teori yang mendasari setiap teknik. Biasanya, untuk satu teknik saya membutuhkan setengah hari, mulai dari dasar teori, sejarah terciptanya teknik itu, contoh praktik yang saya lakukan pada peserta, dan dilanjutkan dengan peserta melakukan praktik ke peserta lain. Biasanya untuk satu teknik saja saya perlu waktu sekitar setengah hari untuk membuat peserta benar-benar mengerti dan mampu melakukannya dengan benar. Setiap peserta, saat melakukan latihan atau praktik, akan disupervisi oleh asisten yang juga hipnoterapis aktif lulusan QHI.

Hal lain yang diajarkan adalah cara menyusun sugesti dengan benar. Ini cukup sulit karena menyangkut semantik yang digunakan. Salah menyusun sugesti akibatnya bisa fatal. Untuk memudahkan peserta pelatihan saya telah menyiapkan patter script dalam bahasa Indonesia yang dapat mereka gunakan dalam sesi terapi.  

Belum lagi saya perlu menjelaskan dan mengajarkan berbagai teknik terapi advanced. Semua membutuhkan pemahaman mendalam dan lengkap dengan dasar teori dari setiap teknik. Saya tidak bisa mengajarkan semua ini hanya dalam waktu 2 hari pelatihan, apalagi bila peserta diminta menguasai dengan baik teknik-teknik itu.

Dalam pelatihan QHI, setelah 3 hari pertama, peserta selanjutnya libur 2 minggu. Tujuannya adalah untuk mempraktikkan apa yang telah diajarkan selama 3 hari plus ada tugas yang harus dilakukan. Setelah 2 minggu kita bertemu lagi. Peserta akan saling menceritakan apa yang telah mereka lakukan, apa kendalanya, dan apa yang terjadi. Dari sini saya akan memberikan masukan untuk membantu peserta meningkatkan teknik dan kemampuan mereka. Ini saja, sharing-nya sampai dibagi menjadi 3 tahap. Setiap tahap dilakukan mulai pagi hingga saat makan siang, selama 3 hari pelatihan. Jadi anda bisa lihat berapa banyak waktu yang dibutuhkan. Tidak mungkin saya bisa mengajarkan kurikulum hipnoterapi QHI hanya dalam waktu 2 hari.

Pada pertemuan minggu ke 2 ini saya mengajarkan berbagai teknik advanced dan dua teknik induksi lagi. Pada pertemuan minggu ke 2 ini saya biasanya memberikan contoh, lebih tepatnya melakukan live therapy di kelas. Prosedurnya sama persis seperti yang saya lakukan di ruang praktik saya. Kliennya bisa peserta pelatihan atau orang luar. Saya tidak memilih klien. Yang penting ada yang mau dan apapun masalahnya akan diterapi di kelas agar peserta bisa melihat langsung bagaimana Quantum Hypnotherapeutic Procedure dilakukan dengan benar.
 
Setelah 3 hari, peserta saya liburkan selama 3 minggu. Tujuannya agar mereka praktik lagi di rumah. Kali ini mereka telah mendapat bekal teknik-teknik terapi yang advanced. Tidak sekedar Direct Suggestion. Jadi, mereka bisa lebih leluasa menangani berbagai kasus klinis.

Pada pertemuan terakhir, 3 hari terakhir, peserta kembali akan saling sharing kasus yang mereka tangani. Seperti biasa, saya akan memantau dan memberikan masukan yang perlu untuk lebih meningkatkan kemampuan peserta pelatihan. Selanjutnya saya menambahkan lagi materi-materi lainnya. Setelah selesai 3 hari ini peserta mendapat sertifikat dan sudah bisa melakukan terapi.

Apakah setelah selesai pelatihan maka selesai sudah pembelajaran mereka? Tentu tidak. Saya masih terus mendukung mereka melalaui milis QHI. Ada web conference yang saya gunakan untuk bertukar pikiran dengan alumnus, yang saat itu sudah jadi terapis dan aktif menerima klien, dan menjawab berbagai pertanyaan mereka. Kita juga punya pertemuan rutin alumnus.

Alumnus QHI juga didorong untuk terus belajar dan meningkatkan diri. Setiap alumnus, setelah mengikuti pelatihan selama 100 jam, juga dibekali berbagai buku hipnoterapi yang sangat bagus, yang berasal dari luar negeri. Ini untuk mempertajam kemampuan mereka. Saya juga mengijinkan alumnus untuk berkunjung ke perpustakaan pribadi saya dan “meminjam” buku apa saja, yang berhubungan dengan terapi, yang saya miliki. Semua buku yang ada di Book References di situs adiwgunawan.com ada di perpustakaan saya di rumah.

Mengapa saya melakukan ini semua? Pertama, ini semua bertujuan untuk semakin meningkatkan kemampuan alumnus. Kedua, karena kita punya tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Terapi adalah sesuatu yang serius. Tidak boleh asal-asalan. Apalagi yang diotak-atik adalah pikiran manusia.

Jadi, menjawab pertanyaan di atas, “Mungkinkah Menguasai Hipnoterapi Hanya Dalam Waktu 1 Hari?” Kembali, jawaban saya, kalau yang dimaksud adalah hipnoterapi dengan materi dan standar QHI, “Tidak bisa”.

Namun bila pertanyaannya diganti menjadi, “Mungkinkah Mengajar Hipnoterapi Hanya Dalam Waktu 1 Hari?”

Jawabannya, “Kalau materi yang diajarkan adalah materi QHI maka jawabannay tidak bisa dan tidak mungkin"

Mengapa?

Karena materi yang diajarkan di QHI sangat banyak dan padat sekali. Dipaksa pun tetap tidak bisa selesai hanya dalam waktu 1atau 2 hari. Kecuali kalau saya mengurangi materi dan yang diajarkan hanya DS (Direct Suggestion) atau Sugesti Langsung, maka sudah tentu sangat bisa. Namun apakah mampu dikuasai dengan baik ? Ini hal lain.

Jadi pembaca, kita semua bisa belajar hipnoterapi selama 1 atau 2 hari saja. Namun untuk menguasai hipnoterapi dengan baik, benar, dan mampu mempraktikkannya membantu orang lain, sesuai standar QHI, ini tidak mungkin dipelajari hanya dalam waktu 1 atau 2  Saya setuju dengan standar NGH yang mensyaratkan bahwa untuk belajar dan menguasai hipnoterapi minimal harus 100 jam tatap muka.

Bagaimana dengan pelatihan hipnoterapi yang hanya 1 atau 2 hari?

Wah, saya nggak bisa kasih komentar karena saya tidak tahu materi yang diajarkan rekan-rekan trainer itu. Namun jika saya ditanya apakah hipnoterapi bisa dikuasai hanya dalam waktu 1 atau 2 hari maka jawaban saya selalu, "Kalau hipnoterapi yang dimaksud adalah yang menurut standar QHI tidak bisa. Kalau menggunakan standar lain, mungkin bisa. Semua bergantung pada pemahaman kita apakah hipnoterapi itu."

Anda mungkin bertanya, "Ok Pak Adi, pertanyaannya sekarang adalah apakah standar QHI ini yang paling baik?"

Wah, saya tidak berkata seperti itu. Standar ditetapkan oleh masing-masing lembaga dengan pertimbangan tertentu. Kalau saya mengatakan bahwa standar QHI adalah paling baik maka ini sangat arogan dan sudah melenceng dari tujuan pendirian lembaga Quantum Hypnosis Indonesia. Baik atau tidaknya suatu standar sudah tentu dipengaruhi oleh subjektivitas. Orang yang membuat standar pasti akan berkata bahwa standar mereka sudah baik. Jadi, saya menghindari menjawab pertanyaan anda di atas.

Namun untuk kebaikan dan netralitas penilaian maka kalau bicara standar kita perlu acuan tertentu. Nah, saya menggunakan acuan dari NGH (National Guild of Hypnotists) Amerika. Standar kedua adalah kompetensi alumnus. Jika misalnya alumnus pelatihan saya ternyata mayoritas tidak mampu melakukan hipnoterapi dengan baik dan benar maka saya harus jujur dengan diri saya bahwa standar mutu yang saya tetapkan ternyata tidak baik.

Demikian pula jika misalnya sebagian besar alumnus mampu melakukan terapi dengan cepat, efektif, dan efisien, dengan hasil terapi yang permanen, maka saya akan berkata pada diri saya, "Hei, standar yang anda tetapkan sudah bagus. Namun jangan puas diri. Anda perlu terus meningkatkan dri dan terus belajar."

Salah satu cara untuk terus meningkatkan diri, terus meningkatkan mutu dan standar QHI adalah dengan terus belajar dan praktik. Nah, di bulan Mei 2009 ini saya akan ke Amerika untuk belajar langsung dengan dua orang pakar teknologi pikiran secara one-on-one. Satu pakar tinggal di Berkeley, California. Saya akan bertemu dan belajar dengan pakar ini dalam beberapa kesempatan. Kesempatan pertama saya belajar selama 9 (sembilan) hari. Kesempatan kedua, selama 5 (lima) hari. Dan dilanjutkan lagi dengan 2 kali 5 hari pada kesempatan berikutnya. Saya baru akan mendapat sertifikasi setelah melakukan berbagai tugas, praktik, dan melaporkannya ke pakar ini untuk mendapat penilaian. Sertifikasi saya baru akan keluar akhir tahun ini.

Dengan pakar satunya lagi, di Camarillo, California, murid dari pakar dan tokoh hipnoterapi yang sangat disegani di Amerika, saya belajar privat selama 2 (dua) hari, khusus mendalami teknologi EEG untuk mengukur level kedalaman trance. Jadi, tidak main kira-kira seperti selama ini. Dengan menggunakan alat yang dirancang khusus untuk tujuan ini maka kita bisa mengukur pola gelombang otak seseorang saat ia diinduksi dan masuk ke kondisi hipnosis.

Ini adalah salah satu cara saya menetapkan standar dan mutu pelatihan di QHI. Sekali lagi, ini sangat subjektif. Saya merasa perlu melakukannya. Mungkin bagi orang lain hal ini terlalu mengada-ada dan sama sekali nggak perlu dilakukan. 

Nah, pembaca, setelah membaca sejauh ini saya yakin anda pasti punya gambaran yang lebih utuh dan menyeluruh mengenai pelatihan hipnoterapi.

Baca Selengkapnya

Hypno-Birthing: Melahirkan Dengan Mudah, Nyaman, Dan Menyenangkan

21 Juli 2010

Beberapa hari lalu kawan saya menghubungi saya dan bertanya mengenai hypnobirthing. Inti dari pertanyaan kawan saya ini adalah apakah benar seorang wanita bisa melahirkan tanpa rasa sakit? Apakah hipnosis bisa digunakan untuk membantu seorang wanita agar melahirkan dengan mudah, nyaman, dan menyenangkan?

Nah, pembaca, jawaban singkat untuk pertanyaan kawan saya ini adalah “Bisa”.  Ok, kalau memang benar hipnosis bisa digunakan untuk membantu proses persalinan sehingga seorang wanita tidak lagi merasa sakit saat melahirkan, lalu bagaimana caranya?

Nah, ini yang akan saya jelaskan di artikel ini. Penjelasan ini juga merupakan ringkasan dari jawaban yang saya berikan kepada kawan saya ini. Jujur, anda tidak akan bisa melakukan hypnobirthing hanya dengan membaca artikel ini. Namun paling tidak anda akan mendapat wawasan bagaimana sebenarnya seorang hipnoterapis membantu wanita untuk bisa melakukan hypnobirthing.

Hypnobirthing adalah gabungan dari dua kata yaitu hypnosis dan birthing. US. Dept. of Education, Human Services Division mendefiniskan: Hypnosis is the bypass of the critical factor of conscious mind and followed by the establishment of acceptable selective thinking atau hipnosis adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu ide atau pemikian.  Sedangkan birthing artinya persalinan atau melahirkan. Jadi, hypnobirthing adalah proses persalinan yang menggunakan bantuan kondisi hipnosis.

Pertanyaanya sekarang adalah bagaimana kok bisa wanita yang melahirkan dengan bantuan kondisi hipnosis bisa sama sekali tidak merasakan sakit?

Sebelum saya menjawab pertanyaan di atas saya yang ingin bertanya kepada anda, “Apakah melahirkan harus selalu dengan rasa sakit?”, “Mengapa kalau wanita melahirkan, umumnya, selalu diikuti oleh rasa sakit yang luar biasa?”

Jawaban untuk pertanyaan pertama, “Melahirkan tidak harus diikuti dengan rasa sakit”. Untuk pertanyaan kedua, saya perlu menjelaskan sedikit lebih detil.

Dari mana munculnya rasa sakit? Dari hasil programming sejak kecil. Saya yakin anda, wanita, pasti pernah mendengar, sejak anda masih kecil, bahwa melahirkan adalah pengalaman yang begitu menakutkan dan menyakitkan. Anda mungkin mendengar hal ini dari orangtua, rekan, media masa, lingkungan anda, atau melihat di televisi bagaimana menderita dan sulitnya proses persalinan.

Saat apa yang anda dengar dan lihat ini masuk ke pikiran bawah sadar anda maka informasi ini menjadi program yang akan menentukan realita anda. Jadi, saat anda, wanita, mau melahirkan dan mengalami kontraksi yang pertama, maka pada saat itu program “kalau melahirkan pasti sakit sekali” langsung bekerja.

Apa yang terjadi? Benar sekali. Anda akan merasakan sakit yang luar biasa.

Mengapa kok bisa sampai timbul rasa sakit?

Rasa sakit muncul karena wanita yang mau melahirkan merasa tegang dan takut, akibat telah mendengar berbagai cerita seram seputar melahirkan. Perasaan ini selanjutnya membuat jalur lahir (birth canal) menjadi mengeras dan menyempit. Nah, pada saat kontraksi alamiah mendorong kepala bayi untuk mulai melewati jalur lahir, terjadi resistensi yang kuat. Ini yang menyebabkan rasa sakit yang dialami seorang wanita.

Lha, bagaimana tidak sakit. Bayi, dengan dorongan kontraksi alamiah, seharusnya bisa dengan mudah, lancar, dan mulus, melewati jalur lahir dan keluar dengan mudah, mendapat hambatan karena jalur lahir menyempit dan tegang. Semakin si wanita merasa tegang dan takut, semakin kaku dan menyempit jalur lahirnya, dan semakin sakit jadinya.

Sekarang anda jelas mengapa wanita kalau melahirkan umumnya mengalami “penderitaan” dan rasa sakit.

Lalu, bagaimana hipnosis bisa membantu hal ini? Mudah saja. Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan hypnobirthing. 

Pertama, hipnoterapis perlu melakukan re-edukasi terhadap calon ibu ini. Melahirkan tidak harus dengan rasa sakit. Tubuh wanita didesain untuk bisa melahirkan tanpa rasa sakit. Rasa sakit muncul karena sebab-sebab yang telah dijelaskan di atas.

Wanita di pedalaman Cina dan beberapa daerah di India bisa melahirkan dengan sangat mudah dan sama sekali tanpa rasa sakit. Wanita hamil, di daerah itu, yang sedang bekerja di sawah, kalau melahirkan, hanya perlu berteduh, jongkok sebentar, dan melahirkan dengan begitu mudah. Bayi keluar bukan karena dorongan tapi karena tarikan gravitasi bumi. Setelah melahirkan, mereka cukup istirahat sejenak, sekitar 5 sampai 10 menit. Setelah itu mereka kembali bekerja seperti biasa.

Mengapa mereka bisa seperti ini? Karena inilah realita persalinan yang dikenal oleh warga di daerah ini. Inilah “programming” persalinan yang mereka dapatkan sejak kecil. Dan persis seperti itulah yang mereka alami.

Setelah melakukan reedukasi maka hipnoterapis melakukan langkah selanjutnya. Apa itu?

Kunci dari hypnobirthing sebenarnya adalah self hypnosis yang harus dilakukan oleh wanita yang akan melahirkan, tentunya dengan bantuan hipnoterapis kompeten, untuk bisa masuk ke kondisi hipnosis yang sangat dalam, dan mengaktifkan program yang diinstal oleh si hipnoterapis, yang akan aktif saat wanita ini akan melahirkan.

Hipnoterapis akan membantu klien untuk masuk ke kondisi hipnosis yang sangat dalam. Ini syarat mutlak. Istilah teknisnya adalah profound somnambulism. Selanjutnya klien harus bisa mencapai level Esdaile.

Mengapa perlu sangat dalam? Karena saat masuk ke kondisi yang sangat dalam, pikiran bawah sadar sangat reseptif menerima berbagai sugesti, termasuk sugesti bahwa fisik klien menjadi begitu rileks dan nyaman. Selain itu, saat berhasil mencapai level Esdaile maka terjadi anestesi spontan dan natural.

Setelah berhasil membimbing klien masuk ke kondisi hipnosis yang dibutuhkan, hipnoterapis memberikan sugesti bahwa tubuh klien begitu rileks dan nyaman, seluruh otot-otot tubuh menjadi begitu lemas dan nyaman. Sugesti tubuh klien rileks bertujuan untuk membuat jalur lahir menjadi begitu rileks dan mudah meregang memberikan jalan keluar bagi bayi.

Selanjutnya hipnoterapis membimbing klien masuk kondisi Esdaile untuk melatih klien menghasilkan anestesi spontan dan natural.

Setelah berhasil melakukan hal di atas hipnoterapis memasang anchor dan memberikan posthypnotic suggestion dan meminta klien untuk berlatih masuk dan keluar kondisi deep hypnosis, di rumah, minimal 10 kali per hari.

Pada sesi berikutnya hipnoterapis akan menguji hasil latihan klien ini. Bila klien melakukan latihan dengan benar maka klien pasti bisa masuk dengan sangat cepat dan dalam ke kondisi very deep hynosis dengan mengaktifkan anchor yang telah dipasang.

Hipnoterapis lalu menguji anestesi spontan yang muncul akibat klien mencapai kondisi Esdaile. Anestesi ini terjadi di seluruh tubuh. Jika klien lolos uji ini maka hipnoterapis melanjutkan dengan melatih klien melokalisir anestesi  yang telah berhasil klien ciptakan, terbatas hanya pada lokasi tubuh mulai dari persis di bawah lipatan payudara hingga ke pertengahan paha, antara pangkal paha dan lutut.

Setelah klien berhasil dibimbing melokalisir wilayah anestesi, dan dengan diberikan beberapa sugesti tambahan, klien boleh pulang dan berlatih selama 1 minggu lagi.

Minggu berikutnya kembali hipnoterapis akan melakukan uji hasil latihan minggu sebelumnya. Bila klien berhasil melakukan semua yang diajarkan dengan sempurna maka ia siap untuk melakukan hypnobirthing. Hipnoterapis selanjutnya memberikan beberapa posthypnotic suggestion yang berhubungan dengan kecepatan pulih, kapan pendarahan berhenti, produksi ASI, dan hal-hal lain yang dirasa perlu.

Mengapa harus menggunakan anchor untuk mengaktifkan program rileksasi?

Wanita kalau sudah panik atau sakit akan sangat sulit diminta rileks. Jadi, untuk mudahnya begitu wanita mengalami kontraksi pertama maka ia bisa dengan sadar mengaktifkan anchor yang telah dipasang dan telah ia latih sekian lama. Begitu anchor diaktifkan maka ia akan langsung masuk ke kondisi rileksasi fisik dan pikiran yang begitu dalam, nyaman, dan menyenangkan.

Pada saat itu tubuh dan pikirannya siap untuk persalinan. Tubuh yang rileks, jalur lahir yang rileks membuat proses persalinan menjadi begitu mudah. Anestesi yang telah dilatih, yang dilokalisir antara lipatan payudara dan paha, membuat wanita sama sekali tidak merasa apapun di wilayah ini.

Apakah perlu mendorong bayi keluar?  Tidak perlu. Saat tubuh benar-benar rileks kontraksi alamiah akan mendorong bayi dengan mudah tanpa harus dipaksa. Wanita mendorong bayi keluar karena melawan resistensi akibat jalur lahir yang tegang dan menyempit.

Setelah mendengar jawaban ini kawan saya bertanya, “Apa bedanya teknik yang Bapak jelaskan dengan yang ditulis di buku Hypnobirthing?”

Saya punya beberapa buku mengenai melahirkan tanpa rasa sakit. Khusus di Indonesia ada dua judul. Yang satu adalah terjemahan dari buku luar negeri dan yang satu lagi ditulis oleh penulis dalam negeri. Saya tidak bisa komentar mengenai apa yang dijelaskan di buku-buku ini.

Pemahaman setiap orang mengenai hypnobirthing tentunya berbeda bergantung pada latar belakang pendidikan dan pelatihan mereka. Dan yang saya jelaskan di sini adalah apa yang saya pahami sebagai hypnobirthing berdasar pengetahuan dan pembelajaran yang saya dapatkan.

Jika menggunakan acuan penjelasan saya di atas maka prosedur hypnobirthing harus dilakukan oleh tiga pihak. Pertama, oleh seorang hipnoterapis kompeten. Ini untuk melatih klien masuk kondisi profound somnambulism dan Esdaile. Selanjutnya hipnoterapis akan melatih dan memberikan berbagai sugesti pascahipnosis yang sesuai, plus tentunya memasang anchor.

Kedua, klien itu sendiri. Klien harus bersedia melakukan apa yang diajarkan oleh hipnoterapisnya. Klien harus bersedia berlatih di rumah sesuai program yang telah disusun oleh hipnoterapisnya. Hasil latihan ini yang nantinya akan digunakan saat melahirkan.

Ketiga, setelah klien berhasil melakukan semua yang diajarkan oleh hipnoterapis maka proses persalinan adalah urusan dokter yang membantu persalinan.

Pengalaman saya sebagai seorang hipnoterapis menunjukkan bahwa dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai cara kerja pikiran, teknik induksi yang sesuai, dan latihan untuk bisa membawa klien masuk kondisi very deep hypnosis. Dan ini tidak bisa dipelajari hanya dalam waktu 1 atau 2 hari saja.

Baca Selengkapnya

Memahami Jenis Dan Fungsi Filter Mental

21 Juli 2010

Beberapa waktu lalu saya membaca kembali buku karya maestro hipnoterapi Charles Tebbetts yang berjudul Miracles on Demand. Saya memang biasa membaca ulang buku-buku yang telah saya baca sebelumnya. Tujuannya adalah untuk bisa mendapatkan sari pati pengetahuan yang terkandung di buku-buku itu, yang mungkin sebelumnya terlewatkan.

Dulu saat saya pertama kali membaca judul buku “Miracles on Demand” saya bertanya, “Ah , apa mungkin kita bisa menciptakan mujizat sesuai dengan yang kita inginkan?”. Ternyata setelah membaca tuntas buku Tebbets ini dan juga mempraktikkan berbagai teknik terapi yang dijelaskannya, benar, kita dapat menciptakan atau menghasilkan mujizat sesuai dengan keinginan kita, yang kalau mengutip kata Tebbetts “by demand” atau sesuai permintaan.

Pembaca, jangan salah mengerti ya. Mujizat yang dimaksud oleh Tebbets adalah mujizat perubahan/kesembuhan diri sebagai hasil aplikasi hipnoterapi dalam membantu seseorang keluar dari masalah (emosi) yang selama ini menghambat atau mengganggu hidupnya.

Untuk bisa melakukan Miracles On Demand kita perlu memahami cara kerja berbagai teknik yang dijelaskan di bukunya. Dan yang lebih penting lagi kita harus sungguh-sungguh mengerti cara kerja pikiran. Saya telah banyak mengulas mengenai cara kerja pikiran di berbagai artikel dan buku yang saya tulis. Dalam kesempatan ini saya akan mengulas satu bagian dari mekanisme pikiran, yang sangat penting, yang selama ini hanya saya ajarkan di pelatihan sertifikasi hipnoterapi 100 jam yang saya selenggarakan melalui Quantum Hypnosis Indonesia.

Sebelum saya menjelaskan lebih jauh saya perlu secara jujur mengakui bahwa di awal karir saya sebagai seorang Re-Educator dan Mind Navigator saya banyak mengalami kegagalan melakukan terapi. Seringkali klien yang saya tangani hanya “sembuh” untuk beberapa saat dan setelah itu masalahnya muncul lagi (relapse).

Seringkali saat sedang asyik melakukan restrukturisasi berbagai program pikiran bawah sadar klien, saya mendapat penolakan hebat dari diri klien (baca: pikiran bawah sadar). Saya cukup pusing memikirkan hal ini. Dan ini berpengaruh terhadap kepercayaan diri saya melakukan terapi. Saya pernah sampai memutuskan untuk cuti melakukan terapi karena merasa diri saya gagal total setelah 4 kali berturut-turut gagal membantu klien.

Jadi, beginilah kemampuan saya dulu. Payah.. kan? Berbekal perasaan malu kepada diri sendiri dan dorongan untuk bisa memberikan yang terbaik untuk klien maka saya memutuskan untuk belajar lebih mendalam lagi. Saya membeli lebih banyak buku dan berbagai program pelatihan yang direkam dalam bentuk DVD.

Hasilnya? Ya… lumayan lah.

Ternyata kesalahan utama saya adalah saya belum tahu cara efektif untuk membawa klien masuk ke kedalaman trance yang dibutuhkan untuk terapi yang efektif. Teknik yang saya gunakan ternyata sangat uzur dan tidak efektif karena tidak ada uji kedalaman trance yang presisi.

Teknik apa yang saya gunakan? He.. he.. malu ah kalau saya harus ceritakan di sini. Tapi, biar anda tidak penasaran saya perlu mengungkapkan teknik “rahasia”, yang ternyata tidak efektif, yang saya gunakan untuk induksi.  Teknik ini adalah teknik Progressive Relaxation.

Mengapa Progressive Relaxation tidak efektif?

Karena saat itu saya berpikir, berdasar pembelajaran saya pada saat itu, bahwa bila seseorang sudah rileks, secara fisik, maka ini sama dengan kondisi hipnosis. Ternyata saya salah. Kondisi hipnosis sama sekali tidak ada hubungannya dengan relaksasi fisik. Kondisi hipnosis adalah relaksasi pikiran. Jadi, walaupun fisiknya tidak rileks, bila pikirannya rileks maka klien sudah masuk ke kondisi hipnosis. Semakin rileks pikirannya maka semakin dalam level hipnosis yang berhasil dicapai klien.

Kondisi lain untuk membawa seseorang masuk ke kondisi deep trance adalah dengan menggunakan emosinya. Teknik ini dikenal dengan nama Emotionally Induced Induction. Jadi, tanpa klien perlu merilekskan tubuhnya, justru pada saat emosinya sedang bergejolak, misalnya klien menangis saat menceritakan pengalaman hidupnya, maka pada saat itu klien sudah masuk ke kondisi trance yang dalam.

Nah, setelah mengetahui bahwa teknik Progressive Relaxation tidak efektif saya lalu meng-update diri saya dengan menggunakan teknik yang lebih advanced. Dari sekian banyak teknik saya akhirnya menyimpulkan, dari berbagai literatur yang saya pelajari dan juga dari pengalaman praktik, bahwa ada 3 (tiga) teknik induksi yang sungguh-sungguh efektif untuk membawa seeorang masuk ke kondisi (very) deep hypnosis, atau yang biasa disebut dengan profound somnambulism,  dengan sangat cepat dan sangat mudah. Teknik ini diajarkan di kelas sertifikasi hipnoterapis 100 jam yang saya selenggarakan. Saya tidak mengajarkan teknik lain.

Bagaimana hasil terapi saya setelah bisa membawa klien masuk ke kondisi somnnambulism?

Semakin baik. Secara statistik keberhasilan saya meningkat sangat drastis. Saya ikut senang dengan pencapaian ini. Tapi ini bukanlah akhir dari masalah yang saya hadapi.

Seperti yang saya jelaskan di depan, beberapa kasus yang saya tangani ternyata tidak maksimal. Terutama saat membantu klien berhenti merokok dan menurunkan berat badan.

Apa yang terjadi?

Klien yang sudah berhenti merokok ternyata setelah beberapa saat, bisa beberapa minggu atau bulan, eh… tiba-tiba kembali merokok. Dan kalau mereka kembali merokok biasanya menghabiskan lebih banyak rokok dari sebelum diterapi.

Apa yang salah?

Saya juga bingung kok bisa begini. Saya sudah berhasil membawa klien masuk kondisi sangat dalam. Saya merasa telah menggunakan teknik yang sesuai dengan kondisi klien. Tapi mengapa kok bisa kambuh lagi? Saya tahu pasti ada some thong wring dengan teknik terapi yang saya gunakan.

Kembali lagi saya harus jujur melakuan evaluasi diri. Jika saya belum berhasil membantu klien dengan optimal maka saya tidak akan pernah menyalahkan klien saya. Yang saya salahkan adalah diri saya. Walaupun sebenarnya faktor klien juga sangat menentukan. Terapi adalah kontrak upaya dari dua pihak, klien dan terapis. Bukan kontrak hasil.

Berbekal rasa penasaran ini saya akhirnya mulai melakukan indepth thinking. Saya melakukan kaji ulang terhadap berbagai kasus yang telah saya tangani. Saya melihat catatan yang saya buat selama menangani berbagai kasus itu. Setelah dipelajari dengan sungguh-sungguh tetap tidak ditemukan “kesalahan” prosedur dalam terapi saya. Lalu apa yang salah ya?

Jawaban muncul saat saya mempelajari kembali sifat-sifat pikiran bawah sadar seperti yang dinyatakan oleh Milton Erickson. Salah satu fungsi pikiran bawah sadar kita adalah melindungi diri kita dari bahaya fisik dan bahaya mental/emosi, baik itu bahaya yang sebenarnya atau sesuatu yang dipersepsi sebagai bahaya. Selain itu, Milton Erickson juga mengatakan bahwa pikiran bawah sadar malas untuk berubah.

Semuanya menjadi jelas saat saya membaca karya Georgi Lozanov, Suggestology and Outline of Suggestopedia, yang mengatakan bahwa di pikiran bawah sadar terdapat mental barrier yang berfungsi sebagai filter mental. Filter mental ini menghambat perubahan yang dilakukan pada “isi” pikiran bawah sadar.

Nah, kalau sampai terapi yang saya lakukan tidak efektif, terbukti dengan klien kembali ke pola kebiasaan lama, maka hal ini mengindikasikan bahwa terapi yang saya lakukan mendapat perlawanan dari pikiran bawah sadar klien. Perlawanan ini muncul dalam bentuk dianulirnya restrukturisasi yang telah saya lakukan dan klien kembali lagi ke kebiasaan lama.

So… what’s wrong?

Ternyata setelah dikaji dengan hati-hati akhirnya saya menemukan mengapa terapi saya kurang efektif. Saya telah salah berasumsi. Saya berpikir bahwa dengan berhasil membawa klien masuk kondisi hipnosis yang sangat dalam maka saya bisa melakukan apa saja dengan pikiran klien. Bukankah saat dalam hipnosis filter pikiran klien sudah off alias tidak bekerja? Wah.. ini pandangan yang benar-benar ngawur dan tidak ilmiah.

Memang benar saat dalam kondisi hipnosis  filter mental, yang disebut critical factor, sudah off. Namun, ini kan filter yang ada di pikiran sadar. Bukan di pikiran bawah sadar. Secara intuitif saya yakin bahwa di pikiran bawah sadar juga ada filter mental. Ini yang selama ini jarang dibahas.

Seorang pakar lainnya mengatakan bahwa filter mental ini, critical factor, sebagian terletak di pikiran sadar dan sebagian lagi ada di pikiran bawah sadar. Namun sayangnya ia tidak secara detil menjelaskan filter yang ada di pikiran bawah sadar.

Berbekal kesimpulan ini saya selanjutnya berburu informasi mengenai filter mental. Ternyata walaupun saya punya sangat banyak literatur mengenai hipnoterapi jarang ada yang secara khusus membahas mengenai filter mental. Saya akhirnya harus membaca ulang berbagai literatur dan memberikan perhatian khusus pada kasus-kasus terapi yang diceritakan di literatur itu. Dari sini akhirnya saya mendapat pencerahan. Saya melihat ada satu pola yang konsisten yang terjadi pada kasus-kasus yang semula “gagal” diterapi oleh para pakar itu. Setelah pakar itu melakukan beberapa perubahan pada teknik dan semantik yang digunakan akhirnya klien sembuh total.

Nah, apa sih yang saya temukan?

Saya menyimpulkan bahwa saat dalam kondisi hipnosis, saat critical factor yang ada di pikiran sadar tidak bekerja, maka pada saat itu masih ada 4 (empat) filter mental di pikiran bawah sadar yang tetap aktif.

Berbeda dengan pandangan umum ,yang mengatakan bahwa saat berada dalam kondisi deep hypnosis klien sama sekali tidak berdaya sehingga terapis bisa melakukan apa saja terhadap diri klien, ternyata sedalam apapun kondisi klien, ia tetap mendapat proteksi dari 4 filter mentalnya.

Untuk bisa melakukan perubahan permanen maka restrukturisasi berbagai program pikiran bawah sadar, termasuk pemberian sugesti, harus bisa menembus saringan 4 filter ini. Jika tidak lolos salah satu saja dari keempat filter ini maka perubahan yang hendak dilakukan akan mendapat perlawanan/penolakan dan akhirnya bisa dianulir oleh pikiran bawah sadar.

Apa saja 4 filter ini?

Pertama, filter keselamatan hidup atau survival. Segala perintah atau sugesti yang diberikan, walaupun klien dalam kondisi deep hypnosis, bila membahayakan keselamatan hidup klien pasti langsung ditolak.

Kedua, filter nilai moral atau agama. Bila perintah berhasil menembus filter pertama maka akan disaring oleh filter kedua ini. Perintah yang bertentangan dengan nilai moral atau agama pasti akan ditolak.

Misalnya seorang anak, saat berada dalam kondisi deep hypnosis, diminta untuk “memegang” pisau (ini hanya dalam imajinasinya) dan membunuh ibunya. Apakah akan ia lakukan perintah ini? Tentu tidak.

Demikian juga jika klien diminta menginjak kitab suci agamanya. Apakah akan ia lakukan? Tentu tidak. Mengapa? Karena sejak kecil ia dididik bahwa kalau sampai ia menginjak kitab suci agamanya maka nanti ia akan masuk neraka dan akan dibakar  7 (tujuh) kali. Ini benar-benar siksaan yang luar biasa. Tentu pikiran bawah sadar klien tidak akan mengijinkan klien mengalami hal ini.

Contoh lain, misalnya terapis pria memberikan sugesti kepada klien wanita untuk melakukan tindakan yang kurang pantas. Perintah ini akan serta merta ditolak. Klien bisa langsung keluar dari kondisi hipnosis dan bisa sangat marah kepada terapis kurang ajar ini.
Namun tidak menutup kemungkinan klien wanita ini menuruti apa yang disugestikan oleh terapis. Mengapa ini bisa terjadi? Jawabannya sangat sederhana dan logis. Bila klien wanita melakukan perintah, yang seharusnya menurut nilai moral dan agama tidak pantas, maka hal ini menunjukkan bahwa filternya mengijinkan hal ini terjadi. Dengan kata lain si wanita ini “agak kurang beres”. Anda mengerti lah maksud saya. Tidak perlu saya jelaskan lebih detil.

Ketiga, filter kebenaran data. Misalnya terapis memberikan sugesti pascahipnosis (post hypnotic suggestion) bahwa klien akan berhenti merokok karena rokok baunya seperti ikan busuk, sangat menjijikkan, dan membuat klien mual. Sugesti ini bisa bekerja untuk beberapa saat saja. Pikiran bawah sadar akan melakukan pengecekan kebenaran data ini. Apa benar rokok itu baunya seperti ikan busuk? Tentu tidak. Akibatnya, cepat atau lambat sugesti ini akan dianulir secara otomatis.

Keempat, filter masuk akal. Jika sugesti yang diberikan ternyata tidak masuk akal maka akan ditolak. Masuk akal ini ukurannya adalah berdasarkan pengalaman dan pengetahuan klien. Misalnya klien mempunyai berat badannya 90 kg. Klien ingin menurunkan berat badan hingga menjadi 45 kg. Terapis memberikan sugesti bahwa 1 bulan kemudian berat badan klien akan turun ke 45 kg. Sugesti ini sudah pasti akan ditolak karena tidak masuk akal. Selain itu filter survival juga akan langsung aktif menolak perintah ini. Mengapa? Karena sugesti ini akan berakibat sangat negatif pada kesehatan klien.

Pembaca, anda jelas sekarang?

Ternyata urusan pikiran ini cukup njlimet … eh… rumit, maksud saya. Semoga penjelasan saya di artikel ini bisa membantu anda untuk lebih memahami cara kerja pikiran dan bisa diterapkan untuk kemajuan hidup anda.

Baca Selengkapnya

Melakukan Hipnoterapi Pada Anak

21 Juli 2010

Saat mengajar di kelas sertifikasi hipnoterapis 100 jam Quantum Hypnosis Indonesia di Jakarta dan Surabaya baru-baru ini saya mendapat pertanyaan, “Bagaimana caranya melakukan hipnoterapi pada anak-anak?”

Nah, pembaca, artikel ini adalah ringkasan dari jawaban, yang cukup panjang dan mendalam, yang saya berikan kepada para peserta pelatihan.

Sebelum menjelaskan mengenai hipnoterapi terhadap anak maka kita perlu memahami apa sih sebenarnya hipnosis itu? Mengapa perlu memahamai apa itu hipnosis? Karena hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dengan bantuan kondisi hipnosis.

Definisi hipnosis menurut  US. Dept. of Education, Human Services Devision yaitu hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind followed by the establishment of acceptable selective thinking atau hipnosis adalah penembusan faktor kritis pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti/ide atau pemikiran.

Selanjutnya kita perlu mencermati proses pembentukan pikiran. Mengapa? Karena pada definisi di atas tampak bahwa langkah awal untuk melakukan hipnosis adalah dengan mem-bypass atau menembus filter mental atau critical factor dari pikiran sadar.

Masalahnya adalah critical factor seorang anak baru mulai terbentuk saat anak berusia 3 tahun. Critical factor akan menguat dan semakin tebal seiring dengan pertumbuhan anak. Filter ini menjadi sangat tebal/kuat saat anak berusia antara 11 hingga 13 tahun.

Anak dibagi menjadi 3 kategori. Pertama, kategori sangat muda dengan rentang usia sejak lahir hingga 5 atau 6 tahun. Kedua, kategori muda antara 5 hingga 10 atau 11 tahun. Dan kategori ketiga adalah remaja, usia 12 tahun ke atas.

Untuk kategori remaja maka prosedur atau teknik terapi yang digunakan sama dengan yang digunakan untuk orang dewasa. Sedangkan untuk kategori sangat muda dan muda caranya agak berbeda.

Hal yang menyenangkan bila kita melakukan hipnoterapi pada anak yaitu program pikiran yang telah masuk ke komputer mental (baca: pikiran bawah sadar) anak masih belum kuat sehingga mudah untuk dimodifikasi atau bahkan di-uninstall. xx
Kemudahan lainnya adalah anak tidak takut hipnosis, mereka berani berbicara apa adanya, mereka suka pada figur otoritas, tapi bukan otoritas orangtua, dan critical factor mereka masih sangat lemah.

Satu hal lagi yang sangat membantu dan memudahkan hipnoterapi pada anak yaitu anak sangat sering berada dalam kondisi trance. Jadi tidak dibutuhkan induksi secara formal seperti yang dibutuhkan untuk menerapi orang dewasa. Anak masuk dan keluar kondisi trance secara alamiah.

Nah, sekarang bagaimana caranya melakukan terapi pada anak usia di bawah 5 tahun. Oh, mudah sekali. Untuk anak usia di bawah 5 tahun maka yang perlu diterapi adalah kedua orangtuanya.

Mengapa kok yang diterapi kedua orangtuanya?
Karena masalah anak sebenarnya cerminan masalah yang ada pada diri kedua orangtuanya. Seringkali dijumpai dalam satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan, misalnya, 3 orang anak, maka masalah bisa berpindah dari satu anak ke anak yang lain.

Maksudnya begini. Bila seorang anak yang bermasalah berhasil disembuhkan maka bisa jadi masalah yang serupa atau berbeda muncul lagi (relapse) pada diri anak itu. Bisa juga terjadi masalah yang serupa atau berbeda muncul di anak yang lainnya. Anak yang bermasalah ini dikenal sebagai IP atau identified patient atau pasien yang teridentifikasi. Masalah muncul sebagai akibat dari sistem keluarga yang bermasalah. Sudah jelas sekarang? Masalah anak sebenarnya adalah masalah orangtua.

Ada tiga aturan penting yang harus diperhatikan saat melakukan hipnoterapi pada anak. Pertama, kita, terapis, harus bisa memenangkan hati anak. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan. Saya biasanya menggunakan beberapa trik sulap sederhana atau permainan yang sudah tentu membuat anak sangat senang. Selain itu anak harus merasa aman, nyaman, dan percaya diri untuk mengungkapkan isi hatinya. Untuk itu orangtua tidak diperkenankan berada di dalam ruang terapi, apapun alasannya. Kedua, kita memberitahu anak apa yang akan kita lakukan bersama. Dan ketiga, gunakan teknik yang sesuai.

Saat membangun hubungan dengan anak, saat ngobrol santai, terapis perlu mencari tahu siapa tokoh idola si anak, apa acara tv atau film kesukaan, hobi, cita-cita, tempat liburan favorit, dan nama kawan dekat si anak. Pengetahuan ini nantinya digunakan sebagai jembatan untuk bisa memasukkan data atau program baru ke dalam pikiran bawah sadar anak.

Kesalahan fatal yang dilakukan oleh kebanyakan hipnoterapis, termasuk saya juga dulunya, yaitu kita terlalu bernafsu untuk mengubah si anak dengan cara memasukkan direct suggestion secepatnya ke dalam pikiran anak. 

Kita tahu bahwa critical factor anak masih sangat lemah dan sangat sulit menolak sugesti yang kita berikan. Namun satu hal yang perlu disadari yaitu anak dibawa oleh orangtuanya bertemu kita, hipnoterapis, sebagai langkah terakhir. Biasanya anak ini sudah dibawa ke mana-mana nggak berhasil baru akhirnya orangtuanya membawanya ke hipnoterapis.

Saat anak bertemu kita, hipnoterapis, maka saat itu harga diri anak telah benar-benar terpukul. Anak merasa dirinya rendah, bodoh, minder, tidak mampu, tak berdaya, tidak bisa menghargai dirinya sendiri.

Dalam kondisi ini, yang pertama-tama harus dilakukan adalah membangkitkan semangat anak. Terapis mensugestikan berbagai sugesti positif yang bertujuan meningkatkan rasa percaya diri, motivasi, perasaan diri mampu dan berharga, dan citra diri positif.

Mengapa perlu melakukan hal ini terlebih dahulu?
Karena kita sebenarnya menyiapkan lahan pikiran bawah sadar terlebih dahulu sebelum menanam bibit sugesti positif. Persiapan ini dilakukan dengan mencabut atau menghilangkan berbagai rumput liar atau tanaman penganggu/gulma  yang telah tumbuh di lahan pikiran anak dilanjutkan dengan menggemburkan tanah di lahan pikiran anak. 

Nah, setelah ini dilakukan, barulah pada sesi berikutnya terapis memberikan sugesti yang bertujuan membantu anak keluar dari masalahnya.

Intinya begini. Jika kita hendak menghipnoterapi anak maka yang kita lakukan adalah:
• Minta anak menutup matanya
• Sibukkan pikiran anak dengan imajinasi atau visualisasi. Hal ini bertujuan agar critical factornya lengah sehingga tidak menjaga gerbang pikiran bawah sadarnya.
Menyibukkan pikiran anak bisa dengan meminta ia membayangkan sedang menonton acara film kesukaannya, atau bisa juga mengamati es yang sedang mencair, atau mengamati pendulum dengan intens.
• Berikan direct suggestion yang sesuai dengan masalah anak. Ulangi sebanyak 4 – 5 kali.
• Minta anak buka mata

Ciri-ciri trance pada anak mirip dengan pada orang dewasa yaitu napasnya lebih lambat, tubuhnya lebih rileks, dan saat matanya tertutup akan ada gerakan mata ke kiri atau ke kanan. Ini adalah indikasi anak sudah masuk ke kondisi somnambulisme atau deep trance. Terapis tidak perlu lagi melakukan deepening. Langsung berikan direct suggestion.

Oh ya satu lagi pesan saya kepada anda para orangtua yang mungkin kebetulan juga seorang hipnoterapis. Walaupun anda adalah seorang hipnoterapis andal, berpengalaman menerapi banyak anak/klien dengan sangat berhasil, jangan sekali-kali mencoba menerapi anak anda. Dijamin hasilnya tidak akan optimal.

Mengapa?

He.. he.. nggak perlu nanya lah. Anda sudah tahu jawabannya. Bagaimana mungkin anak anda mau mengungkap masalahnya kepada terapis yang justru menjadi sumber masalahnya? Ingat! Parents can not be their children therapist.

Baca Selengkapnya

Memahami Level Hipnosis Dan Manfaatnya

21 Juli 2010

Saya baru-baru ini mendapat email dari seorang pembaca buku yang juga telah mendengarkan CD Audio Ultra Depth Relaxation. Pendengar ini bertanya, “Pak Adi, saat saya mengikuti bimbingan Bapak di CD, saya masuk ke dalam kondisi relaksasi yang begitu dalam. Jauh lebih dalam dari yang pernah saya capai sebelumnya. Belum pernah saya merasa begitu tenang dan damai. Namun saat sedang menikmati suasana yang luar biasa itu saya merasa bahwa sebenarnya saya masih bisa turun lebih dalam lagi. Pak, apakah ada dasar atau level terdalam yang bila seseorang telah mencapainya maka ia sudah tidak bisa turun lagi?”

Pembaca, sebenarnya ada banyak level relaksasi yang bisa kita capai. Relaksasi ada 2 macam yaitu relaksasi fisik dan relaksasi mental. Pada umumnya kita berpikir bahwa saat kita mengalami relaksasi fisik maka hal ini sama dengan kondisi trance. Pemahaman ini sama sekali tidak tepat.

Saya pun dulunya berpikir seperti ini. Dulu saat saya berhasil membawa seseorang masuk ke dalam kondisi relaksasi (fisik) yang sangat dalam, dengan menggunakan induksi progressive relaxation, saya “yakin” klien ini telah masuk kondisi deep trance.

Namun apa yang terjadi? Dari pengalaman praktik saya mulai meragukan korelasi antara relaksasi fisik dan kedalaman trance saat saya menemukan bahwa hasil terapi saya kadang efektif, kadang bahkan sama sekali tidak ada hasilnya. Apa yang salah?

Saya selanjutnya berusaha menemukan apa yang salah dengan terapi yang saya lakukan. Akhirnya setelah mencari ke sana ke mari, membaca lebih banyak literatur, saya mendapat pencerahan. Ternyata relaksasi fisik tidak sama dengan kondisi trance. Seseorang bisa saja begitu rileks fisiknya namun ternyata belum masuk kondisi hipnosis atau trance yang dalam.

Hal ini diperkuat dengan definisi hipnosis yang dikeluarkan oleh US. Dept. of Education, Human Services Devision yang menyatakan bahwa hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind followed by the establishment of acceptable selective thinking atau hipnosis adalah penembusan faktor kritis pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti/ide atau pemikiran.

Definisi ini secara jelas, lugas, dan gamblang sama sekali tidak menyebutkan hubungan antara kondisi hipnosis dan relaksasi fisik. Ternyata kondisi hipnosis adalah relaksasi pikiran atau mental. Dari sini saya akhirnya benar-benar tercerahkan.
Pencerahan lainnya saya dapatkan saat mempelajari tulisan seorang pakar hipnoterapi lainnya yang menghubungkan antara level kedalaman hipnosis/trance dengan efektivitas hasil terapi.

Pakar ini menyebutkan bahwa semakin dalam level hipnosis, saat terapi dilakukan, maka akan semakin efektif dan permanen hasil terapi. Bila terapi dilakukan pada level light trance maka efeknya hanya akan bertahan antara 2 jam hingga 2 hari. Bila dilakukan pada level medium trance efeknya bertahan antara 2 hingga 5 minggu. Sedangkan bila dilakukan pada deep trance maka efeknya permanen.

Pembaca, bagi anda yang awam dengan hipnosis atau hipnoterapi, jangan bingung dengan berbagai istilah level kedalaman trance yang saya sebutkan di atas. Di bawah ini saya akan menjelaskan secara lebih detil.

Pencerahan lain yang saya dapatkan adalah ternyata teknik induksi progressive relaxation, yang seharusnya lebih tepat disebut dengan fractional relaxation, justru merupakan teknik yang paling tidak efektif untuk membawa seseorang masuk kondisi deep trance. Dan teknik ini yang paling banyak digunakan di dalam dunia hipnosis/hipnoterapi.

Saya pun dulunya sangat sering menggunakan teknik ini. Namun saat ini saya sudah tidak pernah lagi menggunakannya. Kalaupun harus menggunakan progressive relaxation maka saya melakukan berbagai modifikasi untuk meningkatkan efektivitasnya.

Nah, pembaca, kembali ke pembahasan mengenai level kedalaman hipnosis. Untuk mudahnya begini. Kita tentukan dulu dua level yang menjadi batas atas dan bawah. Batas atas adalah kondisi saat kita sadar, kondisi saat kita berpikir dan fokus. Kita sadar sesadar-sadarnya apa yang kita rasakan, lakukan, alami, atau pikirkan. Batas ini dikenal dengan nama normal waking consciousness atau kesadaran bangun normal. Sedangkan yang menjadi batas bawah adalah kondisi saat kita “tidak sadar” atau saat kita tidur.

Sebenarnya kurang tepat bila kita mengatakan batas atas atau bawah. Mengapa? Karena orang bukan masuk lebih dalam ke dalam kondisi hipnosis. Mereka, lebih tepatnya, menjadi lebih sugestif. Namun untuk mudahnya kita sepakati menggunakan istilah ini.

Nah, di antara batas atas dan bawah terdapat begitu banyak level kesadaran “khusus” yang dikenal sebagai “altered state of consciousness” (ASC). ASC terdapat tidak hanya di antara dua batas ini tapi juga terdapat di bawah batas bawah dan juga di atas batas atas. Nah, bingung kan?

Biar tidak bingung maka saya akan menjelaskan beberapa skala kedalaman trance yang umumnya dikenal di dunia hipnoterapi. Salah satu skala kedalaman yang populer adalah skala Elman. Elman membagi level kedalaman hipnosis/trance menjadi 4 level yaitu light trance, medium trance, somnambulism, Esdaile, dan hypnosleep.

Masih menurut Elman, 2 level pertama yaitu light dan medium trance adalah level yang sama sekali tidak bermanfaat untuk terapi. Terapi hanya bisa dilakukan efektif pada level somnambulism. Sedangkan level Esdaile dan hypnosleep mempunyai manfaat terapeutik yang agak berbeda.

Skala lain yang awalnya diajarkan pada tahun 1940an dan masih banyak digunakan hingga saat ini adalah skala Harry Arons. Untuk lebih mudah memahami setiap level relaksasi pikiran maka saya akan menjelaskan fenomena  yang menjadi ciri setiap level.

Harry Arons membagi level relaksasi mental menjadi 6 level. Persis di bawah batas atas, normal waking consciousness terdapat kondisi relaksasi yang dikenal dengan nama hypnoidal.

Ini adalah kondisi relaksasi yang paling mudah dicapai. Kondisinya mirip dengan orang yang sedang melamun. Salah satu ciri kondisi hypnoidal adalah eye catalepsy atau mata yang tidak bisa dibuka walaupun kita ingin membukanya.

Di bawah hypnoidal terdapat level light trance yang bercirikan kondisi sugestibilitas meningkat karena kelompok otot yang mengalami catalepsy menjadi meluas ke bagian tubuh yang lain.

Di bawah lagi ada level medium trance dengan ciri atau karakteristik berupa catalepsy pada kelompok otot besar yang mengakibatkan seseorang tidak bisa bergerak, tidak bisa bangkit dari kursi, atau tidak bisa jalan. Pada level ini seseorang juga bisa mengalami aphasia atau kesulitan berbicara karena mendapat sugesti demikian.

Di bawah medium trance terdapat level threshold of somnambulism yang merupakan level kedalaman minimal untuk melakukan hipnoterapi yang efektif. Kedalaman ini minimal harus dicapai agar teknik advanced seperti hypno analysis, age regression, ego state therapy, dan forgiveness therapy dapat dilakukan secara efektif dan mudah. Ciri utama pada level ini adalah terjadinya amnesia (klien menjadi lupa sesuatu) dan analgesia (berkurangnya intensitas rasa sakit).

Di bawah lagi terdapat level full somnambulim. Pada level ini klien menjadi sangat sugestif dan bila diberikan suatu sugesti maka pengaruh sugesti akan bertahan (sangat) lama.

Kedalaman ini mutlak dibutuhkan untuk melakukan anestesi (untuk operasi dan melahirkan) atau untuk age regression. Level ini tidak cocok untuk teknik direct suggestion yang bertujuan melakukan perubahan perilaku seperti menghentikan kebiasaan merokok, atau menggigit jari. Satu ciri utama pada level ini adalah possitivie hallucination.

Level paling dalam pada skala Harry Arons adalah profound somnambulism. Level ini mencakup semua hal positif dari level full somnambulim dan ditambah dengan kemampuan negative hallucination.

Nah, apakah profound somnambulism adalah level paling dalam yang bisa dicapai seseorang?

Sudah tentu tidak. Justru level profound somnambulism  ini adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih menarik dan dahsyat. Namun untuk kebutuhan terapi kita, hipnoterapis, hanya perlu membawa klien maksimal mencapai level ini.

Mengapa? Karena level kedalaman yang akan saya jelaskan berikut ini mempunyai manfaat yang berbeda.

Tepat di bawah profound somnambulism terdapat level Esdaile atau yang juga dikenal dengan hypnotic coma. Satu hal yang perlu dipahami yaitu kondisi hypnotic coma ini tidak sama dengan kondisi medical coma

Kondisi Esdaile ini adalah kondisi di mana seseorang merasa begitu senang dan bahagia. Ini adalah kondisi euphoria. Orang yang masuk ke dalam kondisi ini biasanya tidak mau keluar dari kondisi ini karena begitu “enak” dan “nikmat”nya kondisi ini, semua masalahnya hilang, semua sempurna adanya. Jika seorang klien atau subjek masuk ke kondisi ini maka dibutuhkan keahlian khusus untuk bisa membawa klien keluar. Jika tidak, maka klien akan terus berada di level ini.

Level Esdaile tidak cocok untuk terapi karena pada kondisi ini pikiran kita tidak bisa menerima sugesti apapun. Level ini digunakan untuk total anestesia, untuk painless childbirthing atau melahirkan tanpa rasa sakit, stress management, dan bisa digunakan oleh dokter untuk membantu mengembalikan posisi tulang atau otot pasiennya, dengan cara mengurut bagian yang dislokasi, saat pasien berada di kondisi Esdaile.

Dari level profound somnambulism subjek/klien dapat dibawa turun ke level Esdaile dengan cepat dan mudah, hanya membutuhkan waktu sekitar 4 menit saja.

Di bawah level Esdaile terdapat level catatonic. Ini adalah kondisi di mana tubuh subjek atau klien menjadi plastis tapi kaku/terkunci, tanpa pemberian sugesti, dan bisa diposisikan pada posisi/postur tertentu dalam waktu yang lama dan postur itu sama sekali tidak akan berubah. Level ini tidak digunakan dalam terapi.

Lebih dalam lagi terdapat level hypnosleep. Level kedalaman ini pertama kali diungkapkan oleh Hyppolite Bernheim di bukunya yang mashyur “Hypnosis And Suggestion In Psychotherapy” yang ditulis pada tahun 1884.

Walaupun Bernheim mengungkapkan level hypnosleep ia tidak menjelaskan teknik untuk mencapai level ini. Dave Elman adalah hipnoterapis jenius yang menemukan teknik yang efektif untuk membawa seseorang masuk ke level ini dan melakukan terapinya.

Pada level hypnosleep semua filter mental yang ada di pikiran bawah sadar tidak bekerja. Sugesti apapun yang diberikan pada level ini akan diterima sepenuhnya oleh pikiran bawah sadar.

Level relaksasi pikiran paling dalam, hingga saat ini, yang bisa dicapai seseorang adalah level Sichort atau juga dikenal dengan nama ultra depth. Level ini ditemukan oleh Walter Sichort dan mempunyai manfaat yang berbeda dengan kondisi relaksasi mental di atasnya.

Saat seseorang berhasil mencapai level Sichort maka ia dapat membantu orang lain melalukan self healing melalui penggunaan teknik Mind-To- Mind Healing. Pada teknik ini terapi terjadi secara otomatis di antara dua pikiran bawah sadar. Terapis sama sekali tidak bisa mempengaruhi atau mengarahkan proses terapi. Terapi terjadi, diarahkan,dan dilakukan hanya oleh pikiran bawah sadar.

Nah, pembaca sejauh ini saya baru menceritakan berbagai level yang ada di bawah normal waking consciousness / NWC. Bagaimana dengan yang diatas NWC?

Sejauh ini, dalam dunia hipnoterapi, dan masih dalam tahap eksperimen, terdapat 3 (tiga) level di atas NWC yaitu level higher self consciousness, super consciousness, dan level ultra height.

Jujur saya belum bisa bercerita banyak mengenai ketiga level ini. Saat ini saya sendiri sedang mendalami dan melakukan eksplorasi pada ketiga level ini. Ketiga level ini mempunyai kelebihan yang luar biasa bila diterapkan pada konteks terapi dan spiritualitas.

Saya telah mempraktikkan membawa subjek ke level ultra height dan hasilnya sangat luar biasa. Level ini dapat membantu ekspansi dan peningkatan kesadaran/kecerdasan spiritual secara sangat cepat. Juga dapat digunakan untuk melakukan terapi fisik maupun mental namun dengan pendekatan yang sangat berbeda.

Baca Selengkapnya

Forgiveness Is The True Healer

21 Juli 2010

Di artikel sebelumnya, mengenai Teori Tungku Mental, saya bercerita mengenai api yang membakar tungku mental kita. Ada banyak teknik yang bisa digunakan untuk menemukan sumber api itu.

Nah, apa yang akan dilakukan setelah sumber apinya berhasil ditemukan? Apa yang harus dilakukan agar apinya bersedia dipadamkan?

Pembaca, bila anda cukup jeli membaca kalimat terakhir, dari paragraf di atas, anda pasti akan bertanya, “Mengapa kok ada kata “bersedia dipadamkan”? Ini maksudnya apa?”

Api emosi yang membakar tungku mental ini harus dipadamkan bila seseorang benar-benar ingin sembuh. Namun padamnya harus berdasarkan persetujuan dan keikhlasan klien. Kita tidak bisa serta merta mensugesti agar api emosi itu padam. Tidak bisa.

Nah, mengapa harus melalui “forgiveness”? Mengapa bukan dengan cara lain?

Ada sangat banyak teknik terapi. Namun dari sekian banyak teknik, Forgiveness Therapy, adalah salah satu yang paling dahsyat efeknya. Terapi yang dilakukan tanpa diakhiri dengan memaafkan adalah terapi yang tidak tuntas.

Mengapa bisa tidak tuntas?

Karena untuk bisa benar-benar tuntas mematikan api emosi itu klien harus bersedia melepaskan semua emosi negatif yang berhubungan dengan kejadian, peristiwa, atau situasi tertentu dan menggantinya dengan emosi positif seperti cinta kasih.
Keseriusan untuk melepaskan semua emosi negatif ini dilihat dari apakah ia bersedia dengan sungguh-sungguh memaafkan orang atau peristiwa yang “menyakiti” dirinya.

“Tapi mengapa walaupun sudah memaafkan, saya tetap tidak bisa keluar dari masalah saya?”

Jangan kaget atau heran, ini yang paling sering kita alami. Kita sering merasa sudah sungguh-sungguh memaafkan tapi kok masalah yang sama tetap muncul. Jawabannya sederhana. Kita belum sungguh-sungguh memaafkan.

“Lho, saya ini sudah sungguh-sungguh memaafkan.”

Ah, yang benar. Kalau sudah benar-benar memaafkan seharusnya masalah atau emosi itu sudah benar-benar tuntas. Tidak mungkin akan muncul lagi emosi negatif yang sama pada kejadian itu.

Nah, pembaca, anda pernah mengalami hal ini? Katanya sudah memaafkan tapi kok masih merasa sakit hati?

Kesalahan yang dilakukan kebanyakan kita adalah kita hanya memaafkan pada level kognisi. Kita menyadari bahwa kita memang perlu memaafkan. Lalu kita memutuskan untuk memaafkan.

Namun apabila memaafkan dilakukan pada level kognisi, atau yang dikenal dengan level pikiran sadar, maka tidak akan bisa efektif. Memaafkan harus dilakukan pada level afeksi atau pikiran bawah sadar.

Mengapa perlu melakukan pada level pikiran bawah sadar?
Karena emosi dan memori letaknya di pikiran bawah sadar. Kita perlu masuk lokasi yang tepat, ke pikiran bawah sadar, untuk melakukan forgiveness. Dengan cara ini baru bisa efektif, efisien, dan permanen hasilnya.

Ok, kalau begitu, bagaimana cara memaafkan yang baik dan benar?

Begini, memaafkan akan sangat mudah kita lakukan bila tekanan “uap” yang ada di dalam Tungku Mental berhasil kita keluarkan semuanya. Tentu ini menggunakan teknik yang sesuai dan “uap” tidak asal dikeluarkan.

Mengapa perlu mengeluarkan “uap” terlebih dahulu?
Karena tekanan “uap” pada dinding tungku mental ini akan termanifestasi dalam bentuk resistensi atau penolakan untuk berubah. Semakin kuat tekanan “uap” maka semakin sulit untuk berubah atau memaafkan.

Setelah “uap” keluar semua maka tekanan mental yang tadinya sangat mengganggu diri klien berhasil dihilangkan. Nah setelah itu barulah dilakukan reedukasi pikiran bawah sadar. Tekniknya bisa macam-macam tergantung situasi dan kebutuhan.

Apa yang terjadi bila memaafkan dilakukan tanpa terlebih dahulu mengeluarkan”uap”?

Wah.. ini sangat sulit. Pikiran sadar bersedia memaafkan tapi pikiran bawah sadar akan bersikeras berkata, “Kok enak. Sudah menyakiti hati saya, melukai hati saya, sekarang mau dimaafkan. Nggak usah ya.”

Apakah memaafkan bisa dilakukan dengan menggunakan kekuatan Will Power? Oh, tentu bisa. Tapi ini makan waktu yang sangat lama.

Seorang kawan saya yang begitu terluka karena perlakuan orangtuanya kepadanya membutuhkan waktu hampir 10 (sepuluh) tahun untuk bisa memaafkan kedua orangtuanya.

Ck..ck.. ck.. 10 tahun ini bukan waktu yang singkat. Dan teman saya ini bisa memaafkan karena ia menggunakan jalur spiritual. Ia belajar memberikan makna baru pada pengalaman hidupnya itu. Menurut kawan saya ia mengalami ini semua karena Tuhan menyiapkan dirinya menjalankan suatu misi yang besar. Dan akhirnya ia berhasil memaafkan kedua orangtuanya.

Apa yang dialami kawan saya ini sebenarnya dapat diselesaikan hanya dalam waktu 1 atau 2 sesi terapi, masing-masing 2 jam, bila ia mengerti prinsip Tungku Mental, atau mendapat bantuan dari seorang terapis atau healer yang kompeten.

Nah, setelah “uap” berhasil dikeluarkan semua, tekanan sudah hilang, maka klien perlu memaafkan orang lain. Selanjutnya klien perlu memaafkan diri sendiri. Klien harus bisa memaafkan dirinya.
Saat klien bersedia memaafkan dirinya sendiri, bersedia menerima segala kesalahan yang pernah ia lakukan, memberikan kesempatan kepada dirinya sendiri untuk belajar dari kesalahan itu, mengijinkan dirinya untuk memulai lembaran hidup baru, bersedia menghargai dan mencintai dirinya apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, maka pada saat itu ia telah sembuh.

Pada titik ini klien telah benar-benar mematikan api emosi negatif yang selama ini membakar tungku mentalnya. Pada titik ini klien mengganti emosi negatif dengan emosi positif seperti cinta, kasih, penghargaan, dan pengharapan yang sangat konstruktif bagi diri klien.

Jadi, sebenarnya yang menyembuhkan klien adalah diri klien sendiri. Dan yang menyembuhkannya adalah kesediaan klien untuk memulai satu lembaran baru dengan melepas semua emosi negatif yang selama ini mengganggu hidupnya yaitu dengan cara memaafkan, memaafkan orang lain yang telah menyakitinya dan yang lebih penting lagi adalah memaafkan dan menerima diri seutuhnya.

Baca Selengkapnya

Teori Tungku Mental

21 Juli 2010

Bulan Oktober hingga November 2008 saya menyelenggarakan 2 (dua) kelas pelatihan 100 jam sertifikasi hipnoterapis. Satu di Jakarta dan satu lagi di Surabaya. Dari sekian banyak teori dan teknik yang akan diajarkan, satu yang sangat penting adalah Teori Tungku Mental.

Teori ini saya bangun berdasar informasi dan pengetahuan yang saya dapatkan dari berbagai literatur yang saya pelajari ditambah dengan pengalaman praktik saya. Teori inilah yang sebenarnya mendasari Quantum Hypnotherapeutic Procedure yang diajarkan di Quantum Hypnosis Indonesia.

Nah, sebelum saya menjelaskan mengenai Teori Tungku Mental, saya akan bercerita sedikit mengenai kasus yang saya pelajari melalui berbagai literatur dan kasus yang pernah saya tangani.
Dalam artikel ini saya hanya akan memberikan satu contoh kasus yang bersumber dari literatur. Dalam buku Trance & Treatment : Clinical Use of Hypnosis, David Speigel menceritakan satu kasus yang sangat menarik yang pernah ia tangani. Ada seorang veteran perang Vietnam.

Veteran ini setelah menjalani tugas dengan track record yang sangat baik selama 15 tahun tiba-tiba berubah dan akhirnya mengalami “gangguan” dan akhirnya harus dimasukan ke rumah sakit jiwa. Veteran ini, sebelum ditangani oleh Davied Spiegel, seorang psikiater yang mendalami dan mempratikkan hipnoterapi, didiagnosa menderita “gangguan kecemasan sangat tinggi” hingga mengalami halusinasi. Ia juga pernah dimasukkan ke Palo Alto Veterans Administration Medical Center setelah mencoba melakukan tindakan bunuh diri. Ia depresi dan cenderung melakukan tindakan berbahaya namun ia tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Setelah Spiegel melakukan Hypnotic Induction Profile (HIP) dan didapatkan hasil 4, intact/utuh, dengan skor induksi 10, selanjutnya dilakukan Age Regression.

Singkat cerita Spiegel berhasil menemukan akar masalahnya. Veteran ini ternyata dulu waktu bertugas di Vietnam punya seorang anak angkat yang sangat ia sayangi. Anak angkatnya tewas saat Vietcong menyerang rumah sakit tempat ia bertugas. Veteran ini merasa begitu bersalah, karena tidak bisa melindungi anaknya, merasa marah, dendam dan benci yang luar biasa kepada serdadu Vietcong yang menewaskan anaknya. Rupanya, berbagai emosi negatif ini tidak mendapat penanganan semestirnya. Setelah dibantu oleh Spiegel veteran ini sembuh.

Namun 6 bulan kemudian veteran ini kambuh lagi saat, hanya dalam waktu 2 minggu, salah seorang kakaknya, seorang polisi, terbunuh, dan istri veteran ini mulai “melirik” pria lain, ditambah lagi seseorang menembak mati anjing kesayangannya. Setelah dirawat sebentar di rumah sakit ia kembali sembuh.

Kasus ini oleh David Spiegel diulas lengkap di artikel yang berjudul Vietnam Grief Work Using Hypnosis dan dimuat di The American Journal of Clinical Hypnosis (24(1): 33-40, 1981)

Kasus yang pernah saya tangani antara lain kasus seorang klien, seorang pria muda berusia 26 tahun, yang takut ayam, lebih spesifik lagi paruh ayam. Setelah saya cari akar masalahnya ternyata klien ini takut pisau. Saya gali lagi akhirnya saya menemukan ISE (Initial Sensitizing Event) pada saat klien berusia 4 tahun. Klien mengalami sesuatu hal dengan ibunya dan membuatnya sangat marah dan benci ibunya. Nah, kebencian ini berubah menjadi rasa sakit yang luar biasa bila ia dipeluk oleh ibunya. Rasa sakit ini mengambil wujud sakit seperti bila tubuh ditikam dengan puluhan pisau sekaligus. Selanjutnya “sakit karena ditikam pisau” ini bermutasi menjadi ketakutan pada paruh ayam. Saya menyebut kondisi ini dengan “double symptom”.   

Kasus lain adalah klien wanita muda, usia 21 tahun yang, menurut orangtuanya, berubah dan tidak semangat menjalani hidup. Klien ini telah 8 (delapan) bulan minum obat agar bisa tenang dan kembali “normal”. Dengan teknik tertentu saya membantu klien ini untuk menemukan akar masalahnya, membereskannya, dan setelah itu klien bisa kembali hidup normal tanpa perlu mengkonsumsi obat.
Saya membutuhkan 2 (dua) sesi dengan klien ini. Sesi pertama walaupun terlihat “tuntas” namun saya tahu belum tuntas. Dari mana saya tahu? Saya tahu karena saya belum menemukan ISE. Saya berhasil menemukan beberapa SSE (Subsequent Sensitizing Event). Namun klien belum bersedia mengungkapkan ISE kepada saya. Dan saya juga tidak bisa memaksa klien. Saya membantu klien sesuai dengan kecepatan dan kesiapan diri klien.

Setelah sesi pertama klien langsung berubah dan merasa sangat nyaman. Saya juga mendapat laporan dari orangtua klien mengatakan hal yang sama. Namun tiga hari kemudian saya mendapat kabar bahwa klien kembali ke pola lamanya. Klien kembali ke kondisi seperti sebelum saya tangani.

Selanjutnya saya memberikan sesi kedua. Nah, pada sesi kedua ini saya berhasil membantu klien menemukan akar masalahnya (ISE). Begitu ISE berhasil dibereskan segera terjadi perubahan. Dan perubahan ini bersifat permanen.

Oh ya, satu hal yang perlu saya tegaskan di sini. Anda jangan salah mengerti ya. Saya bukan dokter atau psikiater. Saya tidak pernah berani dan tidak punya kapasitas untuk meminta klien berhenti minum obat. Yang saya lakukan hanyalah membantu klien mengatasi masalah mereka, dengan keterampilan yang saya pelajari. Soal obat, saya meminta klien untuk konsultasi atau kembali ke dokter yang menanganinya. Dokter yang memberi obat maka dokter yang boleh memutuskan apakah klien perlu terus minum obat atau berhenti, dengan melihat perkembangan terakhir pasien.

Pembaca, dari tiga kisah yang saya jelaskan di atas, bisakah anda menarik benang merahnya?

Jika belum, ijinkan saya untuk mengulas kembali, tapi singkat saja ya, mengenai cara kerja pikiran.

Dualisme Pikiran

Kita punya dua pikiran yaitu pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Kedua pikiran ini mempunyai fungsi dan tugas masing-masing. Kedua pikiran ini bekerja sama dan saling mempengaruhi.
Pikiran sadar mempunyai 5 fungsi/komponen yaitu analitis, rasional, kekuatan kehendak, faktor kritis, dan memori jangka pendek.
Pikiran bawah sadar mempunyai 10 fungsi/komponen, antara lain: menyimpan memori jangka panjang, emosi, kebiasaan, dan intuisi.

Nah, masing-masing pikiran ini, pikiran sadar dan bawah sadar, mempunyai tugas melindungi diri kita. Pikiran sadar melindungi diri kita dari hal yang (dipandang) membahayakan diri kita, berdasar “pandangan” fungsi pikiran yaitu rasional dan analitis.

Menurut Milton Erickson pikiran bawah sadar melindungi diri kita dari hal-hal yang ia pandang membahayakan keselamatan fisik dan emosi kita.

Charles Tebbets dalam bukunya, yang kini telah menjadi buku klasik, Miracles on Demand, mengatakan, “Conscious mind is the mind of choice. Subconscious mind is the mind of preference. We choose what we prefer.”

Tebbets juga melanjutkan dengan menyatakan bahwa hipnoterapi bekerja berdasar prinsip sebagai berikut:

  • Semua perilaku mal-adaptive adalah hasil atau akibat dari respon penyesuaian yang tidak tepat, yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan di masa kecil yang sebenarnya sudah tidak sesuai/relevan dengan kondisi saat dewasa.
  • Kebanyakan penyakit bersifat psikosomatis dan dipilih secara tidak sadar untuk melarikan diri dari suatu situasi, yang oleh klien, dipandang sebagai kondisi dengan muatan tekanan emosi destruktif yang berlebihan, seperti kemarahan, kebencian, dendam, dan takut, yang melebihi kemampuan klien untuk mengatasinya saat itu.

Sebenarnya ada satu lagi yaitu pikiran nir-sadar. Tapi dalam kesempatan ini saya tidak akan membahas mengenai fungsi dan cara kerjanya.

Tungku Mental

Untuk memudahkan pemahaman mengenai mekanisme pikiran bawah sadar saya menggunakan analogi tungku mental. Tungku mental berisi air (baca: berbagai buah pikir/thought). Api yang memanasi tungku adalah berbagai emosi, baik itu yang positif maupun negatif, yang dialami seseorang.

Dalam kondisi normal saat api membakar tungku maka temperatur akan naik dan sampai pada suhu tertentu akan muncul uap air yang bergerak bebas ke atas karena tungku tidak ditutup. Namun apa yang terjadi bila tungku ditutup rapat?

Saat temperatur semakin tinggi, karena terus dipanasi oleh api emosi, terutama yang negatif,  maka akan muncul uap yang bergerak ke atas. Namun kali ini uap tidak bisa keluar karena terperangkap di dalam tungku yang ditutup rapat. Semakin lama suhu tungku semakin tinggi, semakin banyak uap yang terperangkap, sehingga tekanan uap semakin tinggi menekan seluruh dinding dalam tungku.
Apa yang terjadi bila tungku tetap ditutup rapat?

Benar sekali. Sampai pada satu titik, saat tekanan uap melebihi daya tahan dinding tungku, maka akan terjadi ledakan hebat dan tungku akan hancur berantakan.
Nah, bagaimana dengan manusia? Jangan khawatir, kita tidak akan meledak seperti contoh tungku di atas. Pada manusia, pikiran bawah sadar akan melindungi diri kita dengan melakukan hal-hal yang dipandang perlu untuk menyelamatkan diri kita dari “kehancuran”. 

Apa yang akan dilakukan pikiran bawah sadar?

Pikiran bawah sadar akan membuat retak-retak kecil di tungku mental kita sehingga ada jalan keluar bagi uap yang berada di dalam tungku mental. Dengan demikian tekanan akan turun dan tidak membahayakan keutuhan tungku mental.
Nah, saat uap dari dalam tungku keluar dan berbunyi …sssshhh……ssssshhhh….pada saat itulah seseorang akan mengalami perubahan perilaku. Perubahan perilaku ini adalah manifestasi dari uap yang keluar. Biasanya perubahan ini tidak mendadak. Tetapi perlahan-lahan dan semakin lama semakin parah.

Apa yang kita lakukan terhadap orang yang telah mengalami perubahan perilaku?

Kita cenderung akan meluruskan perilakunya, benar nggak?

Apakah bisa?

Oh, sudah tentu bisa. Ada banyak cara dan teknik yang biasa digunakan. Pertanyaannya adalah perubahan menjadi “normal” kembali ini bisa bertahan berapa lama?
Seringkali tidak bisa bertahan lama. Nanti pasti akan muncul lagi perilaku yang “aneh”. Mengapa ini terjadi? Karena kita hanya menyumbat retak di dinding tungku. Saat uap sudah tidak keluar maka perilaku orang itu menjadi normal.
Dan karena kita tidak mencari sumber masalahnya, yaitu api yang berada di bawah tungku (baca: emosi yang belum terselesaikan) maka cepat atau lambat tekanan uap di dalam tungku kembali naik dan sampai pada satu titik akan terjadi kebocoran lagi.

Pembaca, dengan membaca sejauh ini saya yakin anda pasti sampai pada kesimpulan bahwa simtom adalah sesuatu yang positif. Simtom adalah bentuk komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar yang mengatakan, “Hei… ini ada masalah di bawah sini. Anda perlu menyelesaikan masalah ini. Kalau anda tetap tidak mau mengerti atau tidak bersedia menyelesaikan masalah ini maka saya akan tetap mengganggu anda.”

Masalahnya adalah bukan kita tidak  mau menyelesaikan masalah tapi kita seringkali tidak memahami pesan yang disampaikan pikiran bawah sadar. Dan seringkali saat kita mau menyelesaikan masalah ini kita tidak tahu caranya atau teknik yang digunakan tidak tepat.

Lalu, bagaimana cara efektif untuk mengatasi hal ini?

Pertama, kita perlu mengeluarkan uap yang terjebak di dalam tungku. Bagaimana caranya? Gunakan uap itu sebagai petunjuk untuk menemukan retak di dinding tungku. Ini yang dikatakan oleh Milton Erickson dengan “The Symptom is the solution”.

Setelah uapnya berhasil kita keluarkan dan tekanan sudah habis selanjutnya kita bisa membuka tutup tungku. Bisa anda bayangkan apa yang terjadi bila tutup tungku dibuka saat tekanannya masih sangat tinggi. Ini sama dengan membuka tutup radiator mobil saat masih panas. Sangat berbahaya.
Isi tungku adalah konten atau memori yang berhubungan atau yang membuat munculnya simtom. Setelah ini barulah kita bisa menemukan sumber api dan sekaligus memadamkan apinya.

Apa yang terjadi bila api berhasil dipadamkan? Sudah tidak ada lagi yang memanasi tungku mental. Dengan demikian temperatur tidak akan naik. Dan sudah tentu tidak akan ada uap yang menekan dinding tungku. Tidak akan terjadi retak dan kebocoran. Klien akan kembali menjalani hidup dengan normal.

Mengapa Direct Suggestion Tidak Efektif?

Dalam menangani berbagai kasus dengan muatan emosi yang tinggi, sudah tentu yang saya maksudkan di sini adalah emosi negatif, maka Direct Suggestion tidak efektif.
Mengapa tidak efektif? Karena Direct Suggestion hanya mengeliminir simtom, bukan akar masalah. Salah satu sifat pikiran bawah sadar adalah malas untuk berubah. Pikiran bawah sadar menilai sesuatu sebagai hal yang benar atau tidak benar bukan berdasarkan kebenaran yang sungguh-sungguh benar, namun lebih berdasarkan data yang tersimpan di database di pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar beroperasi berdasar hukum Familiarity atau yang juga dikenal dengan Knowns and Unknowns.

Dari uraian di atas kita tahu bahwa sakit atau simtom sebenarnya suatu mekanisme perlindungan yang digunakan oleh pikiran bawah sadar untuk “menyelamatkan” seseorang. Jadi, saat pikiran bawah sadar merasa sudah “benar” dengan membuat seseorang menjadi “sakit” maka, jika dipaksa berubah dengan menggunakan Direct Suggestion, sudah tentu ia akan menolak. Dan semakin kita paksa maka ia semakin melawan dengan meningkatkan intensitas “sakit” atau “gangguan”.

Ada 4 langkah yang harus dilakukan untuk bisa menghilangkan simtom dengan cepat, efektif, efisien, dan  permanen:

  1. Memori yang berhubungan dengan atau yang mengakibatkan munculnya simtom harus dibawa naik ke permukaan dan diketahui secara sadar.
  2. Perasaan yang berhubungan dengan memori ini harus dialami kembali.
  3. Hubungan antara simtom dan memori harus diketahui.
  4. Pembelajaran bawah sadar atau yang bersifat emosi harus terjadi dan memungkinkan klien untuk membuat keputusan di masa depan tanpa terpengaruh oleh konten yang telah dimunculkan.

Teknik terapi yang semata-mata hanya menggunakan Direct Suggestion mampu “menyembuhkan” klien. Namun “kesembuhan” ini tidak akan berlangsung lama. Beberapa saat kemudian akan muncul lagi simtom, bisa simtom yang lama atau bahkan yang baru. Kesembuhan ini sebenarnya adalah akibat dari penambalan terhadap retak di dinding tungku mental sehingga uap untuk sementara waktu tidak bisa keluar.

Contoh Kasus

Saya akan menutup artikel ini dengan beberapa contoh kasus yang berhasil ditangani dengan menggunakan Teori Tungku Mental.

Pertama, kasus seorang klien, wanita 39 tahun, yang mengeluh bahwa pikirannya suka sekali menghitung angka (counting numbers), dan kalau mandi lama sekali.
Wanita ini mengatakan bahwa ia mengalami OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Saya tidak tahu apakah benar ia mengalami OCD atau bukan. Mengapa? Karena ini adalah istilah yang digunakan di dunia psikologi atau psikiatri. Saya bukan psikolog atau psikiater. Jadi saya tidak bisa menggunakan istilah ini.

Berdasar Teori Tungku Mental maka saya melihat perilakunya sebagai bentuk kebocoran uap dari tungku mentalnya. Nah, tugas saya adalah, dengan berbagai teknik yang saya pelajari dan kuasai, mencari dan menemukan sumber apinya, lalu membantu klien ini mematikan apinya.

Proses uncovering membawa klien pada usia tiga belas tahun. Sesuatu terjadi di sini. Saya membantu klien mematikan apinya. Besoknya saya diberitahu klien bahwa ia mandinya sudah normal dan juga sudah tidak menghitung angka.
Kasus kedua adalah kasus yang ditangani salah satu alumnus QHI. Alumnus ini berhasil mengobati seorang wanita, usia 29 tahun, yang alergi terhadap gula atau sesuatu yang manis seperti permen atau minuman Coca Cola. Setiap kali makan atau minum yang manis maka badan klien ini akan langsung bengkak dan gatal. Anehnya, kalau makan nasi atau roti badannya biasa-biasa saja. Padahal nasi atau roti mengandung karbohidrat yang setelah masuk ke badan akan menjadi gula.
Kembali lagi, dengan Teori Tungku Mental, alumnus ini berhasil membantu klien menemukan apinya.

Apa yang terjadi?

Pada usia 3 tahun klien ini melihat kejadian yang tidak semestinya ia lihat dan setelah itu ia diberi permen. Ini adalah ISE. Selanjutnya terjadi beberapa peristiwa lagi, yang sebenarnya adalah SSE-SSE, pada usia yang berbeda. Akhirnya pada saat SMP baru muncul alergi permen.

Berapa sesi yang dibutuhkan untuk membantu klien ini? Hanya 1 (satu) sesi saja.

Contoh ketiga adalah klien yang berusia 40 tahun. Keluhan klien ini adalah ia tidak bisa minum air putih. Setiap kali minum air putih maka perutnya akan sakit dan langsung muntah. Tapi bila airnya diberi sirup, atau gula, atau dibuat teh atau kopi, maka tidak ada masalah. Setelah diselidiki ternyata klien tidak bisa minum air putih sejak usia 4 tahun.

Dibutuhan hanya 1 (satu) sesi saja untuk menemukan sumber api dan memadamkannya. Setelah itu klien langsung bisa minum air putih.

Bagaimana dengan fobia? Prinsipnya sama saja.

Pembaca, anda pasti bertanya, “Bagaimana caranya untuk bisa menemukan api dengan cepat?”

Akan sangat panjang bila saya jelaskan di sini. Inilah yang saya berikan di kelas pelatihan 100 jam hipnoterapi yang diselenggarakan oleh Quantum Hypnosis Indonesia.

Baca Selengkapnya

ADD/ADHD Berdasar Perspektif Cara Kerja Otak & Pikiran

21 Juli 2010

Dua hari berturut-turut saya mendapat klien yang “unik”. Pertama seorang murid SD kelas 2 yang sangat aktif. Kemarin, seorang murid SMP kelas 3 dari Malang yang juga punya history pernah sangat aktif waktu kecil. Kedua klien ini mendapat “diagnosa” ADD/ADHD.

Saat melakukan intake interview saya menemukan jawaban yang memvalidasi “kecurigaan” saya selama ini terhadap penyebab ADD/ADHD dari sudut ilmu pikiran. Hasil intake interview ini saya bandingkan dengan intake interview yang saya lakukan terhadap lebih dari 20 orang klien dengan diagnosa yang sama, ADD/ADHD.

Hasilnya? Konsisten.

Dari apa yang saya pelajari sejauh ini ada 2 penyebab ADD/ADHD: 1. Masalah pada otak (fisik/hardware), 2. Masalah pada pikiran (software)

Masalah Pada Otak

Dari berbagai riset mengenai otak, didapatkan hasil yang menarik yaitu bahwa otak kiri dan kanan penderita ADD/ADHD bekerja dengan “kecepatan” yang berbeda.

Dulu saya bingung dengan pernyataan ini. Namun setelah mendalami Brain Wave 1 di Lugano, Swiss, dibawah bimbingan langsung Prof. Sean Adams, penemu BW 1, akhirnya saya memahaminya. Memang benar, bila kita mengukur pola gelombang otak penderita ADD/ADHD maka terlihat sangat jelas bahwa otak kanan jauh lebih aktif daripada otak kiri. Nah, berangkat dari temuan ini para pakar lalu merancang alat untuk bisa membantu mensinkronkan atau menyeimbangkan kerja otak kiri dan kanan.

Ketidakseimbangan otak kiri dan kanan bisa muncul akibat dari sebab-sebab berikut:

1. Otak kekurangan suplai oksigen. Biasanya terjadi saat persalinan yang sulit, di mana tali pusar melilit di leher bayi. Bisa juga terjadi karena anak sempat tenggelam sehingga tidak bisa bernapas untuk jangka waktu yang lama.

2. Benturan keras di kepala.

3. Panas yang tinggi sehingga anak mengalami kejang. Panas ini bisa disebabkan oleh infeksi, radang, atau akibat dari pemberian vaksin yang mengakibatkan anak demam dan panas tinggi.

Ada beberapa cara untuk menyeimbangkan otak kiri dan kanan. Yang paling murah dan mudah dilakukan adalah dengan menggunakan latihan Brain Gym. Untuk lebih jelas mengenai Brain Gym bisa baca bukunya. Sudah diterbitkan Gramedia plus ada videonya.

Kedua, dengan menggunakan terapi suara atau Sound Therapy. Terapi ini berdasarkan penelitian Dr. Alfred Tomatis di Perancis. Caranya adalah dengan mendengar musik, dengan frekuensi khusus, di telinga kiri dan kanan penderita ADD/ADHD, sehingga akan terjadi keseimbangan. Musik ini dulunya hanya bisa didengarkan di klinik khusus.

Namun berkat perkembangan teknologi maka sudah bisa “dikasetkan”, dengan jenis pita khusus, dan hanya bisa didengarkan dengan menggunakan headphone atau earphone khusus yang mampu melewatkan frekuensi tinggi hingga mencapai 18.000 Hz. Player untuk kaset inipun harus khusus merek dengan tipe tertentu.

Mengapa khusus? Ya itu tadi. Player kaset yang biasa-biasa tidak akan mampu memainkan musik dengan frekuensi tinggi. Ini juga salah satu alasan mengapa rekaman lagu atau musiknya tidak bisa menggunakan media CD. Saat ini di pasaran ada sangat banyak “teknologi otak” yang menawarkan program penyeimbangan otak kiri dan kanan. Beberapa yang pernah saya lihat made in China dengan lisensi dari Amerika. Saat di-browsing situsnya tidak menjelaskan dasar teori dan riset yang mendasasari pembuatan alat ini. So.. hat-hati ya…

Cara yang paling umum dilakukan untuk menangani anak ADD/ADHD adalah dengan memberikan Ritalin. Ritalin cara kerjanya adalah dengan menekan pusat “keaktifan” , di otak, sehingga anak terkesan “rileks” dan bisa tenang. Namun obat hanya mengobati simtom, bukan akar masalah. Begitu pengaruh obat habis maka anak kembali ke kondisi awal, seperti sebelum minum obat. Ada pakar yang berpendapat bahwa ADD/ADHD ini adalah penyakit bawaan atau congenital disorder. Yang paling banyak mengalami masalah ini adalah anak laki (20%), sedangkan anak perempuan lebih sedikit yaitu hanya 8%.

Ketiga, dengan menggunakan Sound Therapy yang dikombinasi dengan Light Therapy (terapi dengan cahaya). Kombinasi ini yang digunakan di mesin BW 1. Untuk cahaya, yang digunakan adalah cahaya dengan panjang gelombang yang sangat khusus dan presisi, yang menghasilkan cahaya berwarna kuning keemasan, seperti warna kuning yang ada di pusat api lilin.

Dari riset didapatkan temuan bahwa cahaya kuning keemasan mempunyai efek yang paling maksimal terhadap otak. Untuk lebih jelas mengenai BW 1 bisa dilihat di www.alphalearning.ch . Sedangkan buku yang membahas mengenai berbagai riset di dunia mind technology judulnya Mega Brain karya Michael Hutchinson. Buku ini sudah tidak dicetak lagi. Sudah out of print dan menjadi buku classic. Saya dapatnya yang bekas. Inipun setelah susah payah berburu di berbagai situs yang menjual buku-buku bekas.

Masalah Pada Pikiran

Penanganan anak ADD/ADHD dengan paradigma ilmu pikiran (software) tentunya berbeda bila kita menggunakan paradigma cara kerja otak (hardware). Dari berbagai literatur yang saya pelajari disimpulkan bahwa manusia terlahir dengan kondisi pikiran yang sempurna. Saat lahir manusia hanya punya satu jenis pikiran yaitu Pikiran Bawah Sadar. Pikiran Bawah Sadar sudah aktif sempurna sejak bayi berusia (tiga) bulan di dalam kandungan ibunya dan merekam dengan sempurna semua peristiwa yang dialami ibunya, baik positif maupun negatif, dan juga apa yang ia, si jabang bayi, alami atau rasakan.

Pikiran Bawah Sadar terdiri atas dua bagian. Pertama, bagian yang disebut dengan Pikiran Nir Sadar atau Unconscious Mind, atau ada juga yang menyebutnya sebagai Primitive Area. Kedua, bagian yang disebut dengan Modern Memory Area atau yang lebih dikenal dengan nama Subconscious Mind. Jika orang berkata atau bicara mengenai Pikiran Bawah Sadar maka yang mereka maksud adalah Modern Memory Area ini.

Pikiran Nir Sadar berisi berbagai program, yang “ditulis” oleh Sang Pencipta, untuk kelangsungan hidup kita. Program-program ini antara lain untuk menjalankan fungsi tubuh otonom, seperti pernapasan, detak jantung, pencernaan, sistem kekebalan tubuh, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kelangsungan hidup (survival). Bila di komputer, program-program di Pikiran Nir Sadar ini adalah BIOS atau Basic Input Ouput System. Tanpa BIOS komputer tidak akan bisa jalan. BIOS dibutuhkan untuk meng-instal Operating System (OS). Setelah OS selesai kita instal barulah kita meng-instal berbagai program aplikasi.

Nah, apa hubungan cerita saya ini dengan anak yang ADD/ADHD?

Begini, hasil penelusuran terhadap sumber penyebab ADD/ADHD, dari sudut ilmu pikiran, didapatkan hasil bahwa ADD/ADHD ini sebenarnya hanyalah simtom atau gejala dari suatu masalah.

Apa masalahnya?

Perilaku ADD/ADHD ini adalah efek dari kecemasan yang tinggi, yang dialami oleh anak sewaktu kecil. Karena anak cemas maka pikirannya bekerja sangat aktif, memunculkan berbagai gambar mental atau buah pikir, dengan tujuan agar anak bisa sibuk memikirkan gambar mental atau buah pikir itu sehingga dengan sendirinya kecemasan mereka akan berkurang.

Kita, orang dewasa, jika merasa cemas, apa yang kita lakukan? Kita akan menyibukkan diri kita, benar nggak? Bahkan, bila sudah cukup parah, maka kita akan mengalami OCD (Obsessive Compulsive Disorder), antara lain seperti sering cuci tangan, memeriksa kunci berkali-kali, menghitung angka naik turun (counting numbers), atau melafalkan alfabet.

Pertanyaannya sekarang adalah, “Mengapa anak cemas? Apa yang menyebabkan anak cemas?”

Jawabannya sederhana sekali yaitu karena tangki cinta anak kosong. Tingkat kecemasan seorang anak berbanding terbalik dengan isi tangki cinta. Semakin penuh isi tangki cinta maka anak akan semakin rileks, percaya diri, dan kuat menghadapi berbagai “benturan” emosi. Semakin kosong tangkinya maka anak akan semakin lemah dan cemas.

Semakin cemas anak maka akan semakin banyak gambar mental atau buah pikir yang muncul. Ini adalah hal yang sangat alamiah dan normal. Saya katakan normal karena memang sudah menjadi salah satu fungsi dari Pikiran Bawah Sadar yaitu untuk melindungi diri kita dari bahaya nyata, atau yang dipandang sebagai bahaya, baik yang bersifat fisik maupun psikis.

Nah, agar anak bisa “selamat” dari tekanan mental (baca: kecemasan tinggi) maka Pikiran Bawah Sadar akan menyibukkan pikiran anak, agar tidak memikirkan kecemasannya, dengan memunculkan sangat banyak gambar mental atau buah pikir secara cepat. Lama-lama defense mechanism ini menjadi suatu kebiasaan atau habit dan menjadi ADD/ADHD.

Langkah awal membantu anak kita yang ADD/ADHD adalah dengan mengurangi tingkat kecemasannya. Kalau bisa dihilangkan sama sekali. Bagaimana caranya? Mulailah dengan mengisi tangki cinta anak. Tangki cinta ini ada dua. Yang satu diisi oleh ibu dan satu lagi oleh ayah. Tidak bisa dirangkap. Harus diisi oleh masing-masing orangtua. Cara mengisinya adalah dengan menggunakan bahasa cinta. Ada lima bahasa cinta yang bisa kita gunakan.

Pertama, tatapan mata. Jika berkomunikasi dengan anak, pandanglah matanya dengan lembut dan penuh cinta kasih. Tatapan mata ini sangat penting.

Kedua, sentuhan fisik . Anak harus sering mendapat sentuhan fisik, baik itu pelukan atau kecupan sayang dari orangtuanya.

Ketiga, waktu yang berkualitas. Orangtua perlu menyediakan waktu yang cukup dengan intensitas perhatian dan kedekatan emosi yang baik dengan anak. Waktu berkualitas juga meliputi kuantitas. Tanpa kuantitas yang cukup maka tidak ada yang namanya waktu berkualitas.

Keempat, kata-kata pendukung. Orangtua sering mengucapkan kata-kata negatif. Tujuannya sebenarnya positif yaitu ingin memacu anak agar berubah menjadi lebih baik. Namun dari perspektif ilmu pikiran, kita harus mengucapkan hanya hal-hal yang positif, hal-hal yang menguatkan dan meneguhkan hati anak.

Kelima, pemberian hadiah. Hadiah yang dimaksud di sini tidak perlu hadiah yang besar atau mahal. Cukup hadiah-hadiah kecil Misalnya orangtua pas ke luar kota atau dari mal, belikan anak sesuatu yang ia suka dan tidak disangka-sangka.

Anak-anak sekarang banyak yang cemas karena orangtua sibuk cari uang atau bekerja sehingga mereka hanya diserahkan kepada baby sitter. Baby sitter bisa memberikan makanan pada tubuh fisiknya namun tidak bagi jiwanya. Belum lagi bila baby sitter ini sering bersikap keras terhadap anak. Efeknya akan sangat destruktif. Baby sitter hanya bisa mengisi tangki fisik (baca: perut) anak tapi tidak bisa mengisi tangki cinta anak.

Saat anak sudah agak besar, kecemasan bisa timbul saat mulai masuk sekolah. Tekanan sistem pendidikan terhadap anak kita, ditambah lagi bila lingkungan sekolah dan guru tidak kondusif, membuat anak semakin cemas. Tekanan bisa juga timbul dari orangtua yang overconfident terhadap kemampuan anaknya sehingga menuntut anak harus bisa mencapai prestasi yang tinggi.

Sayangnya tuntutan yang tinggi ini tidak disertai dengan memberikan anak berbagai strategi dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan keunikan anak. Akibatnya anak menjadi tegang, cemas, dan proses belajar menjadi suatu hal yang menyakitkan.

Seringkali, dan kasus ini sangat banyak saya temui, kecemasan anak justru merupakan hasil “transfer” dari orangtuanya, terutama ibunya. Banyak ibu yang cemas, mungkin karena ini adalah anak pertama, sehingga ingin yang terbaik untuk anaknya. Karena ingin yang terbaik, Ibu ini menjadi cemas dan selalu was-was terhadap perkembangan anaknya. Semakin si ibu cemas maka semakin cemas pula si anak. Dan ibu yang tidak tahu mengenai hal ini akhirnya bingung sendiri dan mencari terapis untuk membantu anaknya yang “bermasalah”. Terapis melakukant terapi pada anak tapi tidak pada si ibu.

Hasilnya? Tidak bisa optimal.

Saat saya menceritakan hal ini kepada orangtua klien saya, ayah klien saya membenarkan bahwa istrinya sangat cemas terhadap anaknya. Sedemikian khawatirnya si istri kalau anaknya mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, sampai-sampai ia tidak pernah mempercayakan perawatan anaknya kepada orang lain. Semua dikerjakan sendiri.

Salah satu bentuk kecemasannya adalah untuk selalu mensterilkan semua peralatan makan si anak. Ini benar-benar merepotkan. Botol susu, piring, gelas, sendok, garpu, semuanya harus disterilkan, dicelupkan ke dalam air mendidih agar kuman mati semua. Bahkan saat liburan ke Bali si ibu sampai membawa panci yang biasa ia gunakan untuk mensterilkan peralatan si anak. Klien saya, murid kelas 2 SD yang ADD, mampu duduk diam dan tenang saat diminta memvisualisasi, di pikirannya, jalan yang harus ditempuh dari satu mal ke rumahnya.

Anak ini mampu dengan sangat jelas membayangkan jalan yang harus dilalui, ada apa saja di jalan itu, harus belok ke mana, dan akhirnya sampai di rumah. Nah, apa yang terjadi saat saat anak ini melakukan visualisasi? Tanpa si anak sadari saya meminta ia memilih hanya satu objek pikiran untuk ia pikirkan. Saat itu ia melakukan konsentrasi.

Dan karena ia “memutuskan” hanya memilih satu objek pikiran maka gambar mental yang lain, yang muncul dengan sangat cepat di pikirannya, diabaikan. Dengan demikian ia bisa menjadi tenang dan rileks. Hal ini yang perlu dilatih. Anak harus bisa mengarahkan pikiran pada hal-hal yang memang ia inginkan. Jika kita bisa membuat anak terbiasa melakukan hal ini maka cepat atau lambat kita membentuk kebiasaan atau habit baru dalam diri anak.

Anak yang pikirannya sangat aktif akan sulit konsentrasi dan belajar. Umumnya mereka dilabel sebagai anak yang menjadi trouble maker di kelas. Jika sudah agak besar, saat belajar mereka akan menyalakan televisi, menyalakan radio atau tape, sambil melakukan aktivitas belajar. Mengapa mereka bisa belajar ditengah berbagai “keributan” atau “distorsi” ini?

Yang mereka lakukan adalah mereka membuat sibuk bagian pikiran yang selama ini mengganggu konsentrasi mereka. Bagian ini mendengarkan suara acara televisi dan radio. Bagian ini menjadi sibuk. Sehingga anak bisa fokus pada materi yang ia pelajari.

Oh ya, satu hal lagi yang bisa menyebabkan anak mengalami ADD/ADHD yaitu salah diagnosa. Seringkali anak yang sangat aktif, yang sebenarnya tidak mengalami ADD/ADHD, dengan mudahnya, oleh lingkungan atau guru di sekolah, diberi label anak hiperaktif. Pada saat kita memberikan label pada anak maka label ini akan melekat pada diri si anak.

Dengan pengulangan atau penguatan (reinforcement), karena lingkungan memperlakukan dirinya sebagai anak ADD/ADHD, maka cepat atau lambat label ini akan menjadi belief yang terintegrasi ke belief system anak dan akhirnya menjadi identity. Kalau sudah jadi identity… wah sulit sekali untuk bisa dibereskan. Identity ini adalah program yang bersifat self fullfiling prophecy.

Penanganan Anak ADD/ADHD

Saya biasa melakukan penanganan dengan menggunakan pendekatan kombinasi. Jika dirasa perlu saya akan menggnakan BW 1. Pertama saya akan mengukur kondisi gelombang otak kiri dan kanan. Dari hasil pengukuran ini selanjutnya dengan menggunakan Optical Neuron Synergizer saya melakukan tune up otak dan menyeimbangkan otak kiri dan kanan. Pada umumnya hanya dengan satu kali sesi tune up sudah bisa seimbang. Namun untuk menstabilkan saya butuh lima sesi. Efek penyeimbangan bersifat permanen. Ini pendekatan terapi dari sisi hardware.

Untuk software, saya menggunakan berbagai teknik ilmu pikiran untuk membantu anak menghilangkan kecemasannya. Selanjutnya saya melatih dan membantu anak untuk bisa mengarahkan pikiran sesuai dengan yang mereka inginkan.

Keterlibatan orangtua juga sangat saya tekankan. Orangtua juga perlu diajari beberapa teknik yang bisa mereka lakukan di rumah agar bisa membantu anak mereka. Salah satunya adalah cara berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar anak sehingga bisa memasukkan sugesti positif yang membantu perkembangan anak.

Baca Selengkapnya

Sertifikasi vs Kompetensi

21 Juli 2010

Seorang kawan bertanya kepada saya, “Pak, pelatihan Quantum Hypnosis Indonesia 100 jam sertifikasi hipnoterapis profesional yang Bapak selenggarakan ini berafiliasi ke organisasi mana? Apakah sertifikasi Quantum Hypnosis Indonesia (QHI) mendapat pengakuan dari organisasi hipnosis atau hipnoterapi di luar negeri seperti National Guild of Hypnotists (NGH)?” 

Sebelum saya melanjutkan cerita saya, bagi anda pembaca yang awam terhadap dunia hipnosis/hipnoterapi, saya ingin menjelaskan bahwa selain NGH, masih ada banyak lagi organisasi yang “mengurusi” hipnosis/hipnoterapi atau yang berhubungan dengan konseling dan terapi. Beberapa nama besar antara lain The International Medical & Dentistry Hypnotherapy Association (IMDHA), The American Board of Hypnotherapy (ABH),  International Association of Clinical Hypnotists (IACH), American Alliance of Hypnotists (AAH), International Association of Counselors and Therapists (IACT), National Association of Transpersonal Hypnotherapists (NATH), dan Associaton of Professional Hypnotists and Psychotherapists (APHP) di Inggris. 

Nah, kembali ke pertanyaan kawan saya ini, “Apakah sertifikasi QHI mendapat pengakuan dari organisasi hipnosis atau hipnoterapi di luar negeri seperti National Guild of Hypnotists (NGH)?”Sebelum saya memutuskan untuk menyelenggarakan pelatihan hipnoterapi 100 jam (tatap muka di kelas) saya memang sempat melakukan browsing ke berbagai situs organisasi yang saya sebutkan di atas dan juga berbagai situs lembaga hipnoterapi di Indonesia.

Saya memang sempat mempertimbangkan untuk bisa mendapat pengakuan atau berafiliasi ke lembaga luar negeri.  Namun setelah melalui pertimbangan mendalam saya akhirnya memutuskan untuk tidak berafiliasi ke lembaga manapun. Saya memutuskan untuk menetapkan standar sendiri melalui QHI.

Beberapa waktu lalu beberapa orang praktisi, trainer, pakar, dan pemerhati hipnosis/hipnoterapi memang ingin menetapkan suatu standar hipnosis/hipnoterapi Indonesia. Namun karena keterbatasan waktu dan kesibukan masing-masing akhirnya kita belum bisa bertemu muka.

Nah, saya berpikir ada baiknya saya menyusun modul dulu dan setelah itu jika kita jadi bertemu kita bisa saling bertukar pikiran, memberikan masukan, dan bersama-sama menetapkan standar baku. Saya yakin dalam waktu dekat hal ini pasti akan bisa kita lakukan bersama.

Berbekal semangat ini selanjutnya saya menyusun modul pelatihan 100 jam. Jujur, tidak mudah bagi saya untuk bisa menyusun modul ini. Pertama, saya mempelajari berbagai modul pelatihan hipnoterapi yang diselenggarakan lembaga hipnoterapi di Indonesia. Saya sempat belajar kepada salah satu pakar hipnoterapi Indonesia. Dari beliaulah wawasan saya mengenai dunia hipnosis dan hipnoterapi terbuka lebar. Selanjutnya dengan bekal wawasan ini saya kemudian memperdalam lagi dengan menghadiri seminar atau pelatihan lain yang mendukung pengembangan pengetahuan saya.

Materi-materi ini selain saya dapatkan karena saya menghadiri sendiri pelatihannya, saya juga mendapat bantuan dari rekan-rekan yang telah mengikuti pelatihan yang belum saya ikuti. Mereka meminjamkan modul pelatihan mereka untuk saya pelajari.  

Selanjutnya saya banyak bertanya kepada rekan-rekan sesama hipnoterapis mengenai lama pelatihan, kurikulum, apa yang dilakukan di kelas, berapa jumlah peserta, dan masih banyak hal lainnya.  Dari rekan-rekan ini saya mendapat sangat banyak masukan berharga, baik itu kelebihan dan kekurangan yang selama ini terjadi, dan bagaimana meningkatkan pelatihan itu agar menjadi semakin efektif dan efisien. 

Berbekal informasi ini saya selanjutnya mempelajari berbagai modul pelatihan yang diselenggarakan lembaga hipnoterapi terkemuka di Amerika, yang tentunya kurikulumnya sesuai standar NGH. Saya juga membeli sangat banyak video atau DVD hipnoterapi, mulai dari basic hingga advanced, dan menggabungkan informasi dan pengetahuan ini dengan yang saya dapatkan dari membaca banyak buku mengenai hipnosis dan hipnoterapi, berbagai jurnal internasional mengenai hipnosis dan hipnoterapi seperti American Journal of Clinical Hypnosis (AJCH) dan International Journal of Clinical and Experimental Hypnosis (IJCEH)  plus pengalaman praktik membantu sangat banyak klien.  

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa saya berani memutuskan untuk “jalan” sendiri? Pemikiran saya sangat sederhana tapi logis, “Apakah sertifikasi yang mengatas-namakan lembaga luar negeri menjamin bahwa alumnus pelatihan pasti kompeten melakukan hipnoterapi?” Jawabannya, “Belum tentu”.  Mengapa saya mengajukan pertanyaan di atas?  Karena saya menemukan banyak rekan yang telah mengikuti pelatihan dan, katanya, telah mendapat sertifikasi NGH ternyata tidak bisa atau tidak berani melakukan hipnoterapi.

Saya juga bertemu dengan banyak klien dan pembaca buku, yang mengirimi saya email, dan bertanya mengapa setelah menjalani 7 sesi hipnoterapi masih juga belum sembuh.Namun ada juga banyak rekan saya, sesama hipnoterapis, yang walaupun hanya mengikuti pelatihan singkat yang diselenggarakan lembaga hipnoterapi dalam negeri namun mampu melakukan terapi dengan efektif dan efisien. Nah,kepada teman-teman inilah saya belajar dan berguru juga. Jujur, pada awalnya, saya bingung melihat fenomena ini. Namun setelah saya gali lebih jauh akhirnya saya menemukan benang merah yang selama ini tidak diperhatikan atau diajarkan di pelatihan.  

Kemudian, pertanyaan berikutnya adalah, “Bagaimana bila kita mengikuti pelatihan hipnoterapi di luar negeri?” Ini satu pertanyaan bagus. Menurut hemat saya, untuk mempelajari hipnoterapi di luar negeri ada beberapa kendala. Pertama faktor biaya. Pelatihan yang dilakukan oleh salah satu cabang lembaga terkemuka di Amerika, yang pelatihannya diselenggarakan di Singapore selama 10 hari, karena mengikuti standar 100 jam, harganya sangat mahal. Ini belum termasuk tiket pesawat, hotel, dan makan. Faktor kedua, masalah bahasa.

Untuk mempelajari hipnoterapi di luar negeri dibutuhkan kemampuan bahasa Indonesia dan Inggris yang sangat baik.Mengapa? Karena kita harus mampu meng-Indonesia-kan berbagai semantik yang digunakan dalam dunia hipnoterapi. Semantik ini sangat penting karena jika kita salah memilih atau menggunakannya maka efeknya akan berbeda. Melalui Quantum Hypnosis Indonesia (QHI) saya memutuskan untuk menyelenggarakan pelatihan hipnoterapi 100 jam untuk bisa membantu mendidik hipnoterapi andal. Selain itu, kurikulum dan standar pelatihan yang digunakan saya harapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan hipnosis dan hipnoterapi di Indonesia.

Satu hal yang membedakan pelatihan QHI dan beberapa pelatihan yang pernah saya ikuti di dalam negeri yaitu di QHI kami memberikan contoh praktik terapi di dalam kelas, live therapy, dengan kasus riil, mulai dari yang ringan, seperti phobia, sampai kasus yang berat seperti luka batin, konflik diri, menemukan berbagai mental block penghambat sukses, dan bahkan kecemasan yang sangat tinggi. 

Melalui contoh live therapy ini peserta dapat melihat dinamika yang terjadi saat berhadapan langsung dengan klien, bagaimana menggunakan pengetahuan dan berbagai teknik terapi yang telah diajarkan, dan bagaimana menggunakan kreativitas untuk membantu klien mengatasi masalah.  

Saat ini di Indonesia terdapat dua “aliran” lembaga hipnoterapi. Pertama, lembaga yang sangat “mengutamakan” nama besar lembaga luar negeri. Jadi, sertifikasi yang mereka berikan selalu mencantumkan logo lembaga luar negeri yang menjadi afiliasi mereka. Lembaga tipe ini terkesan lebih mengutamakan sertifikasi.  

Kedua, lembaga yang tidak terlalu memusingkan nama besar lembaga luar negeri tapi benar-benar beroperasi berdasarkan standar kompetensi yang tinggi. Lembaga ini hanya mengutamakan satu hal yaitu alumnus pelatihannya kompeten melakukan terapi secara benar, efektif, efisien, dan dengan hasil yang permanen.   

Bagaimana dengan pelatihan yang hanya 1 hari atau 2 hari yang banyak diselenggarakan oleh lembaga hipnoterapi Indonesia? Jika pelatihan 1 atau 2 hari ini bertujuan untuk mengajarkan dasar-dasar hipnoterapi maka ini sangat baik. Untuk belajar basic-nya memang cukup 1 atau 2 hari saja. Namun bila ada lembaga yang mengatakan bahwa hipnoterapi hanya bisa dipelajari dalam 1 hari saja maka saya meragukan kemampuan alumnusnya. Apalagi bila hanya dengan pelatihan selama 1 atau 2 hari pesertanya langsung mendapat sertifikasi, yang kalau perlu mencantumkan nama lembaga luar negeri, dan mendapat gelar sebagai Certified Hypnotherapist atau C.Ht.  

Yang kita harus hati-hati adalah apakah hipnoterapis ini mampu melakukan terapi dengan benar hanya dengan pelatihan selama 1 atau 2 hari saja? Sertifikasi ini apakah sertifikasi mengenai kehadiran di pelatihan atau sertifikasi kompetensi seseorang? Saya bahkan pernah membaca iklan di salah satu surat kabar lokal mengenai “Hipnoterapi Super Kilat 1 Hari”. 

Sebenarnya saya juga ingin menghadiri pelatihan ini namun tidak bisa karena berbenturan dengan kegiatan saya. Jika hipnoterapi benar-benar bisa diajarkan hanya dalam 1 hari maka saya akan sangat senang belajar pada pakar ini. Pasti akan ada sangat banyak short cut atau jalan pintas yang bisa saya pelajari. 

Saran saya, jika anda mencari trainer pelatihan hipnoterapi maka carilah lembaga yang benar-benar mengajar dengan standar yang tinggi.

Nah, kembali ke pembahasan artikel ini, “Mana yang lebih penting sertifikasi ataukah kompetensi?” 

Jawabannya kalau bisa ya dua-dua. Tapi kalau terpaksa harus memilih salah satu maka pilihannya adalah sudah tentu “Kompetensi”.

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List