The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Hal Penting Yang Harus Diketahui Dalam Memilih Lembaga Tempat Belajar Hipnoterapi

31 Mei 2012

Mempelajari dan mempraktikkan hipnoterapi klinis untuk membantu sesama mengatasi masalah yang berhubungan dengan pikiran dan emosi dan untuk meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik adalah profesi yang sangat mulia. Hipnoterapis  klinis (clinical hypnotherapist) sama dengan para praktisi dan profesional healing art lainnya seperti konselor, psikolog, psikiater, dan dokter harus bersikap dan bertindak profesional sesuai standar dan etika profesi.

Langkah awal menjadi seorang hipnoterapis klinis yang profesional dimulai dengan mengikuti pendidikan dan sertifikasi hipnoterapis klinis di lembaga yang mengajarkan hipnoterapi klinis sesuai dengan standar mutu, kurikulum, dan proses pendidikan yang baik.    

Banyak orang kecewa dan frustrasi karena setelah “belajar” tidak mampu mempraktikkan hipnoterapi klinis seperti yang mereka harapkan dalam membantu sesama. Kendala yang umumnya dialami oleh mayoritas “hipnoterapis” ini antara lain:

• Tidak percaya diri dalam mempraktikkan hipnoterapi.
• Tidak berani mempraktikkan hipnoterapi.
• Selesai pelatihan malah tambah bingung.
• Mampu praktik namun hasilnya tidak maksimal atau gagal membantu klien.
• Kadang berhasil namun lebih sering gagal.
• Hasil terapi tidak permanen atau klien kambuh.
• Untuk kasus yang ringan, bisa. Kasus yang berat, tidak bisa.

Mengapa semua ini bisa terjadi?

Jawabannya adalah kembali pada kualitas pendidikan yang dijalani seseorang dalam rangka menjadi hipnoterapis klinis. Dan ini sangat ditentukan oleh kualitas lembaga tempat ia belajar dan trainer yang mengajar.

Mengapa dua hal ini penting?

Setiap lembaga yang mengajar hipnoterapi klinis mempunyai kurikulum dan proses pendidikan yang berbeda. Ini semua bergantung pada trainer yang mendirikan lembaga ini. Hal-hal yang harus benar-benar diperhatikan saat memilih lembaga tempat belajar hipnoterapi klinis adalah:  

•Sudah berapa lama lembaga ini berdiri?  

Lama atau baru berdiri bukan hal yang utama. Yang penting adalah kurikulum, lama waktu belajar, latar belakang trainer, pengalaman trainer, dan dukungan setelah selesai pendidikan dalam bentuk coaching dan mentoring.  

Dan akan lebih bijaksana bila Anda meneliti dan memutuskan memilih lembaga tempat Anda akan belajar hipnoterapi klinis dengan hati-hati dan cermat. Lembaga yang telah lama berdiri tentu harus memiliki rekam jejak (track record) yang baik. Jangan sampai setelah Anda belajar di satu lembaga tidak lama kemudian lembaganya tutup karena sepi peminat.

Selain itu anda juga perlu meneliti apakah lembaga ini berdiri sendiri atau berafiliasi ke lembaga mana di luar negeri? Bila ya, Anda juga perlu meneliti lembaga afiliasi yang di luar negeri. Anda dapat melakukan penelitian melalui internet.    

Di Indonesia hingga saat ini belum ada regulasi yang secara khusus mengatur pendidikan dan sertifikasi hipnoterapis sehingga siapa saja bisa mengajar hipnoterapi.
 
•Dukungan apa yang diberikan seusai pendidikan?

Ini sangat penting. Saat dalam proses pendidikan trainer tidak mungkin bisa menjelaskan atau mengajarkan penanganan semua jenis kasus. Selesai pendidikan dan saat mulai praktik sebagai hipnoterapis klinis Anda pasti menjumpai kasus-kasus unik yang tidak dijelaskan di dalam kelas. Untuk ini Anda membutuhkan bantuan dan bimbingan trainer dalam bentuk coaching dan mentoring berkelanjutan. Tanpa coaching dan mentoring Anda akan sulit berkembang dan menjadi seorang hipnoterapis klinis yang benar-benar cakap, kompeten, dan profesional.  

•Apa kurikulum atau materi yang diajarkan?

Saat ini ada sangat banyak lembaga yang mengajarkan hipnoterapi. Untuk itu Anda perlu benar-benar jeli dalam meneliti apa saja yang diajarkan di lembaga tempat Anda belajar. Sebagai calon peserta pelatihan Anda harus dan berhak mengajukan pertanyaan sedetil-detilnya meliputi antara lain:
- Berapa porsi teori dan praktik?
- Apa teori pikiran yang diajarkan?
- Hipnoterapi yang diajarkan apakah berbasis suggestive therapy ataukah hypno-analysis?  

•Teknik intervensi klinis apa yang diajarkan?

- Apa saja kasus yang pernah ditangani dengan teknik yang diajarkan?
- Berapa sesi dibutuhkan untuk menangani satu kasus?
- Berapa tingkat keberhasilannya?  

•Berapa lama proses pendidikan berlangsung?  

Lama pendidikan sangat menentukan jumlah dan penguasaan materi yang diajarkan. Sesuai standar internasional lama pendidikan menjadi hipnoterapis adalah minimal 100 (seratus) jam tatap muka di kelas atau setara dengan 2 semester kuliah. Ini tidak termasuk waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tugas yang diberikan trainer seperti membaca buku, menonton video, atau latihan praktik.

Standar di atas adalah minimal. Ada lembaga yang mensyaratkan untuk menjadi hipnoterapis minimal harus menempuh pendidikan selama 200 (dua ratus) jam dan hipnoterapis klinis selama 300 (tiga ratus) jam tatap muka di kelas. 

•Apakah pendidikan ditempuh dengan pembelajaran di kelas / tatap muka, on-line atau dengan menonton video?  

Belajar hipnoterapi klinis tidak bisa dilakukan on-line dan atau dengan menonton video, harus dalam format pertemuan tatap muka di kelas. Jadi, jangan tergiur dengan tawaran atau iming-iming sertifikasi melalui pembelajaran on-line atau pembelajaran jarak jauh dengan menonton video. Bisa anda bayangkan bagaimana kualitas lulusan lembaga yang mengajarkan akupuntur atau pijat refleksi secara on-line atau menonton video. Anda memang pasti mendapat sertifikat, bila belajar on-line, namun tidak punya kecakapan atau keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi hipnoterapis klinis yang cakap, kompeten, andal, dan profesional. Dan sudah tentu bila Anda berada dalam posisi sebagai klien maka Anda pasti tidak akan bersedia diterapi oleh hipnoterapis yang belajar dan mendapat sertifikat melalui pembelajaran on-line atau menonton video.  

Nanti, bila telah menguasai basic dengan baik maka Anda dapat meneruskan pembelajaran (continuing education) secara on-line. Di tahap awal Anda harus belajar di kelas dan dibimbing oleh pengajar yang berpengalaman. 

•Siapa pengajarnya?      

Keberhasilan anda sebagai hipnoterapis klinis juga sangat ditentukan oleh siapa yang mengajar Anda. Untuk itu Anda perlu cermat dan hati-hati memilih kepada siapa Anda akan belajar hipnoterapi klinis. Beberapa pertanyaan yang perlu anda pikirkan dan tanyakan untuk dapat memilih pengajar yang baik antara lain:

- Siapa pengajar di lembaga ini?
- Apa latar belakangnya?
- Di mana ia belajar hipnoterapi?
- Berapa lama masa pendidikannya dan di lembaga mana?
- Apakah pelatihannya dengan sistem tatap muka atau on-line?
- Siapa gurunya?
- Sudah berapa lama ia lulus pendidikan?
- Apakah ia aktif berpraktik sebagai hipnoterapis klinis?
- Kalau ya sudah berapa lama?
- Apa saja kasus yang telah ia tangani, berapa tingkat keberhasilannya?
- Sertifikasi apa saja yang ia miliki, selain sertifikasi hipnoterapi? Dari lembaga mana?
- Berapa lama setelah selesai pendidikan dan sertifikasi sebagai hipnoterapis ia mulai mengajar? Hal ini sangat penting karena Anda tentunya tidak ingin diajar oleh pengajar yang tidak berpengalaman yang hanya menguasai teori dan dengan pengalaman dan jam terbang yang minim.
- Apakah ia ada menulis buku? Kalau ada, cari bukunya dan baca. Hal ini untuk membantu Anda lebih mengenal calon pengajar Anda.
- Apakah ia punya website? Kalau ya, kunjungi dan baca apa yang ada di website-nya, terutama artikel-artikel yang ditulisnya. Ini untuk membantu Anda mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai calon pengajar atau trainer Anda.
- Apakah ada live therapy yang dilakukan di kelas semasa pelatihan? Kalau ya, berapa live therapy yang dilakukan dan klien yang diterapi apakah berasal dari peserta ataukah dari luar? Bila klien berasal dari luar peserta maka tingkat kesulitan yang dihadapi oleh pengajar Anda akan jauh lebih tinggi. Dengan demikian saat ia melakukan live therapy Anda dapat melihat kecakapan, kompetensi, dan kemampuannya dalam penanganan kasus riil dan bagaimana ia mempraktikkan semua yang ia ajarkan pada Anda dalam menangani kasus riil. Dan yang juga sangat penting adalah bagaimana hasil live therapy ini?

Mengapa Anda perlu serius mempertimbangkan belajar hipnoterapi klinis di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology?    

Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology (d/h Quantum Hypnosis Indonesia, didirikan 2008) adalah lembaga pendidikan dan sertifikasi hipnoterapis klinis profesional yang didirikan oleh Adi W. Gunawan, pakar, praktisi, dan pengajar hipnoterapi klinis yang dikenal sebagai Indonesia Leading Expert in Mind Technology.   

Adi adalah sosok pembelajar sejati yang unik. Pendidikan formal telah ia tempuh hingga ke jenjang Doktor (S3). Sedangkan pengalaman dan kepakaran Adi di bidang mind technology ia raih setelah melalui perjalanan pembelajaran yang sangat panjang, intensif, dan ekstensif. Adi belajar mind technology ke para pakar terbaik di bidang mind technology baik di Indonesia maupun di luar negeri:

Thn

Program

Institusi

Trainer

Negara

2012

Clinical Hypnotherapy

Hypnotherapy Training Institute (HTI)

Randal Churchill

Amerika

2011

Graphology

Graphotherapy & Graphocybernetics

Doodle Therapy

Authentic Learning School Indonesia (ALESI)

Sapta Dwikardana

Indonesia

2010

Professional Course in Neurofeedback

EEG Institute

Sue & Sigfried Othmer

Amerika

2010

Master Class in Clinical Hypnotherapy

Hypnotism Training Institute

Gil Boyne

Amerika

2009

Scientific & Clinical Hypnotherapy

Hypnosis Foundation

Tom Silver

Amerika

2009

EEG Scientific Hypnotherapy

Brainwave Foundation

Tom Silver

Amerika

2009

The Awakened Mind

The Anna Wise Center

Anna Wise

Amerika

2007

Abhidhamma

 

Rm. Pandit Kaharudin

Indonesia

2005

Brainwave 1

The Alphalearning Institute

Sean Adam

Swiss

2005

Hypnotherapy

Hypnotherapy Training Institute

Marleen Mulder

Amerika

2005

Hypnotherapy

Indonesia Board of Hypnotherapy

Yan Nurindra

Indonesia

2004

Hypnosis

Indonesia Board of Hypnotherapy

Yan Nurindra

Indonesia

2002

Transformational Thinking

Transformational Thinking Inc

Bill Gould

Amerika

2002

Accelerated Learning

The Accelerated Learning Institute & Training Center

Tom Madden

Amerika

1994

Silva Method

Theta Institute

Lasmono Dyar

Indonesia

 

Satu keunikan Adi adalah ia, berdasar pengetahuan dan pengalamannya melakukan terapi kepada sangat banyak klien, telah mengembangkan teori pikiran bawah sadar yang ia gunakan sebagai dasar untuk mencipta Quantum Hypnotheraputic Protocol (QHP). QHP adalah protokol terapi yang Adi gunakan dalam menangani klien dengan beragam kasus dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi. Adi juga telah mengembangkan teknik induksi khusus yang telah terbukti mampu membawa klien tipe apa saja masuk ke kondisi deep trance (profound somnambulism) dan lebih dalam lagi dengan tingkat keberhasilan di atas 99%.  

Selain itu, Adi bersama tim Advanced Research and Development yang ia bentuk telah mengkaji, menyempurnakan, dan mencipta banyak teknik intervensi klinis baru untuk menangani berbagai kasus klinis dengan sangat efektif.  

Semua dedikasi dan kerja keras Adi bersama segenap hipnoterapis alumni pelatihannya akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa.  

Bulan April 2012 Adi, sebagai pribadi, dan Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology mendapatkan 3 (tiga) penghargaan dan pengakuan internasional dari American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), Amerika.  

ACHE adalah lembaga akreditasi pertama di Amerika, dan bahkan di dunia, yang memberikan penilaian atau akreditasi pada lembaga yang mengajarkan hipnoterapi. ACHE didirikan oleh legenda hipnoterapi dunia, Gil Boyne, dan juga Randal Churchill. ACHE juga adalah lembaga pertama di Amerika yang mendapat pengakuan dari pemerintah federal Amerika untuk melakukan akreditasi terhadap standar mutu, kurikulum, dan pelatihan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga hipnoterapi.

ACHE melakukan akreditasi dengan standar yang sangat tinggi dan sangat ketat. Sangat jarang ada lembaga yang berhasil mendapatkan akreditasinya karena salah satu syaratnya adalah lama pendidikan harus minimal 200 (dua ratus) jam tatap muka di kelas.

Pengakuan dan penghargaan ACHE kepada Adi dan Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology:  

1. Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology adalah satu-satunya lembaga hipnoterapi di Indonesia yang diterima dan diakui sebagai Approved Hypnotism School oleh ACHE, Amerika.  

Untuk bisa mendapatkan sertifikasi dan pengakuan sebagai Approved School dari ACHE bukahlah hal yang mudah. Prosesnya cukup panjang dan rumit. Pertama, mereka akan cek sekolah atau lembaga ini sudah berapa lama berdiri. Kedua, siapa trainernya dan latar belakang pendidikan hipnoterapinya, belajarnya di mana, kapan, berapa lama/jam, siapa trainernya, mana bukti sertifikatnya, dll, . Ketiga, kurikulum yang diajarkan di lembaga ini apakah sejalan dengan yang disetujui oleh ACHE.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Approved School yaitu harus menyerahkan kurikulum yang diajarkan dan harus dalam format lama belajar minimal 200 (dua) ratus jam tatap muka di kelas. Kurikulum ini mereka pelajari dengan saksama dan diberi penilaian.

Dengan mendapatkan sertifikasi sebagai Approved School berarti kurikulum hipnoterapi klinis yang diajarkan di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology diakui minimal sama dengan standar kurikulum yang ditetapkan ACHE dan dengan demikian apa yan

Baca Selengkapnya

Endorsement untuk The Miracle of MindBody Medicine

28 Maret 2012

Buku The Miracle of MindBody Medicine  ini sangat perlu dibaca oleh semua orang khususnya para praktisi kesehatan karena berisi pengetahuan tentang pikiran dan tubuh yang begitu luas dan lengkap serta cara penyembuhannya.

Bapak Adi W. Gunawan memberikan kita penjelasan yang sangat logis dan detail, bagaimana pikiran yang berproses di dalam tubuh sangat mempengaruhi kualitas kesehatan dan hidup kita. Beliau memaparkan dari sudut ilmu pengetahuan modern tentang proses berpikir dengan sangat lugas. Riset-riset ilmu pengetahuan modern telah  membuktikan bahwa pikiran sangat mempengaruhi tubuh dan demikian pula tubuh dapat mempengaruhi pikiran.

Selain menuliskan pengetahuannya ke dalam buku ini, Bapak Adi W. Gunawan juga adalah seorang praktisi andal dan cakap yang telah menerapkan pengetahuan yang Beliau tulis dengan berpraktek sebagai terapis dan instruktur yang sangat sukses.

Saya sangat salut kepada Beliau karena kecerdasan dan kerja kerasnya. Saya percaya buku ini pasti memberikan banyak manfaat bagi para pembaca.

Semoga Semua Hidup Berbahagia.

~Merta Ada

Guru Meditasi Kesehatan Bali Usada
www.baliusada.com


Satu buku lagi yang ditulis oleh Bapak Adi W. Gunawan, seorang pakar yang sangat konsisten dalam bidang "Mind Technology". Isi buku ini memberikan penjelasan yang begitu lengkap dan mudah dimengerti tentang bagaimana faktor psikis berpengaruh begitu kuat terhadap fisik dalam menimbulkan gangguan psikosomatis.

Menurut saya sebagai praktisi kedokteran, pemahaman isi buku ini berikut contoh-contoh penanganan berbagai kasus sangat relevan dengan kenyataan sehari-hari dalam menghadapi banyak kasus psikosomatis. Ternyata tidak cukup hanya dengan mengobati gejala-gejalanya saja, namun lebih jauh lagi harus menyelesaikan akar masalah yang tertanam di pikiran bawah sadar.

~ dr. Luis Thomas Jioe, Sonologist
   Dokter dan Hipnoterapis.


Sebagai seorang Dokter sekaligus Hipnoterapis, saya menemukan isi buku ini sangat bermanfaat bagi profesi saya. Daftar buku referensinya sangat akurat. Bapak Adi W. Gunawan memang patut diberikan acungan jempol. Sebagai pakar yang sangat andal dan kompeten di bidang Mind Technology Beliau telah berhasil membuat terobosan baru dalam mengenalkan ilmu pikiran dan bagaimana menangani penyakit psikosomatis dengan hipnoterapi.

Buku ini sangat tepat dimiliki oleh siapa saja yang peduli dengan kesehatan yang komprehensif. Isi buku ini sangat mudah dipahami dan dimengerti karena rangkaian kata yang lugas dan bersahaja. Saya memberikan apresiasi yang sangat tinggi dan mendalam atas terbitnya buku ini, yang akan membawa pembaharuan dalam dunia kedokteran dan hipnoterapi klinis. Salam sukses untuk Bapak Adi W Gunawan.

~Dr. Mian Dameria Pasaribu, SpPK, C.Ht ( Konsultan laboratorium ).

Baca Selengkapnya

PRE-ORDER buku The MIRACLE of MINDBODY MEDICINE

5 Maret 2012

PRE-ORDER   THE MIRACLE of MINDBODY MEDICINE: How to Use Your Mind for Better Health. (Terbit Juni 2012)

Setelah lama dinanti dan melalui proses penulisan yang cukup lama dan melelahkan, akhirnya saya berhasil menyelesaikan buku yang telah lama dinanti publik.

Buku ini, THE MIRACLE of MINDBODY MEDICINE: How to Use Your Mind for Better Health, adalah buku yang khusus mengulas hubungan antara pikiran, emosi, dan kesehatan, atau yang dikenal dengan penyakit psikosomatis.

Buku ini akan sangat menambah wawasan, pengetahuan, pemahaman, dan memberikan pencerahan bagaimana pikiran dan emosi mempengaruhi kesehatan kita. The American College of Family Physicians memperkirakan bahwa 90% penyakit disebabkan oleh faktor psikogenik (pikiran), bukan organogenik (fisik).

Selain berisi informasi yang didapatkan melakui riset literatur mendalam, buku ini juga berisi data dan hasil riset terkini yang dilakukan tim Research and Development di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technlology khususnya yang berhubungan dengan penyebab penyakit psikosmatis dan cara penanganannya.  Literatur dari luar negeri yang saya pelajari menyatakan bahwa ada 7 (tujuh) penyebab penyakit psikosomatis. Temuan kami ada 15 (lima belas).

Buku ini mengungkap dengan jelas dan gamblang proses terjadinya perubahan pada tubuh, yang akhirnya menjadi penyakit,  akibat dari pikiran dan emosi tertentu yang kita alami atau rasakan secara konsisten, dan selanjutnya bagaimana menghentikan dan membalik proses ini agar kita bisa kembali sehat dan atau lebih sehat.

Buku ini terdiri atas 3 bagian dengan masing-masing bab pembahasan sebagai berikut:

Bagian 1. Pikiran, Emosi, Respon Tubuh, dan Penyakit Psikosomatis

Bab 1. The Mind Factor
Bab 2. Apakah MindBody Medicine?
Bab 3. Memahami Penyakit Psikosomatis
Bab 4. Penyebab Penyakit Psikosomatis
Bab 5. Stress dan Pengaruhnya Terhadap Tubuh
Bab 6. Skala Stress
Bab 7. Emosi Destruktif yang Mematikan
Bab 8. Fight, Flight or Freeze

Bagian 2. Penanganan Penyakit Psikosomatis

Bab 9.  Non-Stress Factor dan Stress Factor
Bab 10. Meretas Belenggu Stress, Meraih Ketenangan Pikiran
Bab 11. Melepas Tekanan Mental Dengan Hypno-EFT
Bab 12. Sehat Dengan Respon Relaksasi

Bagian 3. Aplikasi MindBody Medicine dan Contoh Kasus

Bab 13. Alergi
Bab 14. Amnesia
Bab 15. Asma
Bab 16. Diabetes
Bab 17. Diare
Bab 18. Disfungsi Ereksi
Bab 19. Eczema
Bab 20. Emergency Situation
Bab 21. Gagap
Bab 22. Gangguan Tidur
Bab 23. Halusinasi
Bab 24. Hipertensi
Bab 25. Infertilitas
Bab 26. Kanker Otak
Bab 27. Kanker Payudara yang Menyebar ke Tulang
Bab 28. Mata Minus Berubah-Ubah
Bab 29. Migrain
Bab 30. Mual Saat Hamil Muda
Bab 31. Pingsan
Bab 32. Sakit Kepala Karena Memori Akibat Jatuh
Bab 33. Sakit Kepala Menahun
Bab 34. Stroke
Bab 35. Tiba-Tiba Lumpuh Tanpa Sebab
Bab 36. Tinnitus
Bab 37. Vaginismus
Bab 38. Vertigo

Buku THE MIRACLE of MINDBODY MEDICINE: How to Use Your Mind for Better Health dicetak eksklusif Hardcover dengan Bonus 1 CD Audio yang berisi bimbingan untuk memasuki kondisi Respon Relaksasi yang sangat baik untuk kesehatan dan ketenangan.


Teknik Respon Relaksasi telah diteliti di Harvard Medical School dan dinyatakan sebagai teknik yang sangat efektif untuk membalik kondisi Fight-Flight dan telah terbukti secara klinis sangat baik untuk meningkatkan kesehatan.

Menurut Penerbit Gramedia Pustaka Utama buku ini nanti tebalnya 420 halaman, dengan ukuran 15x23 cm (seperti buku Quantum Life Transformation).

Untuk rekan-rekan yang melakukan PRE-ORDER buku ini saya sangat menyarankan untuk bisa memesan langsung 2 (dua) eksemplar. Satu untuk anda dan satu lagi untuk dihadiahkan kepada keluarga,  rekan, sahabat, kolega, atau siapa saja yang dirasa membutuhkan informasi mengenai kesehatan. Pemahaman yang didapatkan dari buku ini akan sangat membantu meningkatkan kualitas hidup kita.

Sering kita temui ada rekan, sahabat, kolega, atau anggota keluarga yang telah berobat ke mana-mana, bahkan ke luar negeri dan sudah menghabis biaya sangat besar dan waktu berobat yang lama ternyata belum bisa sembuh. Setelah ditelusuri lebih mendalam ternyata yang menyebabkan mereka tidak bisa sembuh bukan karena dokter tidak kompeten, tapi karena penyakit mereka disebabkan oleh faktor stress pikiran dan emosi. Dengan memahami mekanisme terciptanya penyakit psikosomatis maka kita dapat membantu mereka untuk bisa kembali sehat dan bahagia.

Khusus bagi rekan-rekan yang melakukan PRE-ORDER maka saya akan:

1. Menuliskan nama anda atau penerima buku ini  

2. Menandatangani buku ini.


Harga buku THE MIRACLE of MINDBODY MEDICINE: How to Use Your Mind for Better Health  adalah Rp. 165.000 (seratus enam puluh lima ribu rupiah).

Pengiriman buku TIDAK dikenakan ongkos kirim.


PRE-ORDER dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Lakukan transfer ke rekening atas nama:

G. Adi Widjaya Gunawan
BCA cab. Darmo Surabaya
No acc: 088 883 8999

Jumlah yang ditransfer adalah sebesar harga 2 buku (bila anda memesan sekaligus 2 exp) yaitu Rp. 165.000 x 2 = Rp. 330.000, ditambah 3 digit terakhir no HP anda. Ini untuk memudahkan staff saya melakukan pengecekan transfer yang anda lakukan.

Contohnya, bila misalnya no HP anda 081 888 3457 maka yang anda transfer adalah sebesar Rp. 330.000 + Rp. 457 = Rp. 330.457

Bila anda hanya memesan 1 buku maka yang ditransfer adalah Rp. 165.000 + Rp. 457 = Rp. 165.457.

2. Selanjutnya kirimkan data berikut ke alamat email  orderadiwgunawan@gmail.com  atau fax ke no (031) 5323945

- Bukti transfer
- Nama Lengkap
- Alamat lengkap untuk pengiriman buku
- Nomor HP (sesuai dengan yang digunakan dalam transfer)

3. Setelah menerima email anda dan melakukan pengecekan transfer maka staff saya akan membalas email anda atau melalui sms ke no HP yang anda berikan, dan menyatakan bahwa transfer anda telah diterima.

4. Saat buku sudah siap dan akan dikirim, kami akan memberitahu anda, melalui email atau sms.

Nah, teman-teman, terima kasih untuk semua dukungan anda selama ini kepada saya. Terima kasih yang sebesarnya karena anda telah berkenan memberikan tempa istimewa di hati anda untuk pemikiran dan karya saya.

Saya yakin buku THE MIRACLE of MINDBODY MEDICINE: How to Use Your Mind for Better Health akan memberikan manfaat positif, konstruktif, dan luar biasa bagi anda dan orang yang anda sayangi.

Bila ada yang ingin ditanyakan silakan kirim email ke orderadiwgunawan@gmail.com  atau menghubungi Dian di HP  0856 3529 176

Baca Selengkapnya

Meretas Belenggu Hypnotizability

1 November 2011

“Pak Adi, nama saya Agus. Saya punya masalah dengan diri saya. Sudah satu bulan ini saya mengalami kecemasan yang datangnya tiba-tiba. Kalau malam tidur sebentar-sebentar terbangun.. sudah terapi ke psikiater dan dapat obat yang diminum tiap malam. Keceriaan saya hilang dan sering keluar keringat dingin. Saya sudah coba hipnoterapi tapi saya tidak bisa dihipnosis. Hal ini justru menambah kecemasan saya karena terbayang saya tidak bisa sembuh. Apakah ada saran dari Bapak mengenai hal ini?”

Demikianlah email dari seorang rekan yang saya terima beberapa hari lalu. Penasaran dengan apa yang terjadi dengannya, khususnya dalam konteks hipnoterapi saya membalas emailnya berikut ini, “Siapa yang menerapi Pak Agus? Apa yang ia lakukan dan sudah berapa sesi?”

Jawabnya, “Saya sudah coba tiga terapis yang berbeda di kota saya. Ketiganya gagal menghipnosis saya, dan setelah saya tanya ternyata katanya memang ada 10% dari manusia masuk kategori tidak bisa dihipnosis. Hal ini membuat saya menjadi kecewa dan akhirnya yang saya terima adalah terapi sugesti yang menyugesti diri saya untuk bisa menghilangkan perasaan dalam pikiran saya. Sampai saat ini masih ada perasaan mengganjal dalam hati saya dan tidak tahu apa itu.”

Ini sungguh berita menarik yang layak untuk dibahas. Apakah benar klien ini tidak bisa dihipnosis? Apakah benar ada 10% manusia yang masuk kategori tidak bisa dihipnosis?

Sebelum saya teruskan mari kita bahas dulu arti kata hypnotizability yang menjadi judul artikel ini. Hypnotizability terdiri atas dua kata yaitu hypnosis dan succesptibility yang artinya kemampuan untuk mengalami kondisi hipnosis atau hypnotic trance, biasanya dengan cara self-hypnosis atau dengan bantuan orang lain sebagai operator (hipnoterapis).

Lalu, apakah definisi hipnosis?

Ada sangat banyak definisi yang dikemukakan oleh para pakar. Saat ini definisi yang paling banyak dipakai dan diterima dalam dunia hipnoterapi adalah definisi yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Amerika yaitu hipnosis adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti atau pemikiran tertentu.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kemampuan seseorang untuk mengalami kondisi hipnosis. Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi atau dilakukan oleh hipnoterapis yang menangani Pak Agus. Saya akan memberikan uraian agar kita sama-sama dapat lebih memahami hipnotizability.

Saya juga beberapa kali menjumpai klien yang mengatakan bahwa ia telah pergi ke beberapa hipnoterapis dan tidak ada satupun yang berhasil menghipnosis dirinya. Dari banyak kasus yang saya temukan “ketidakberhasilan dihipnosis atau menghipnosis” sebenarnya hanya ada dua kemungkinan.

Kemungkian pertama ada pada diri klien. Klien sebenarnya tidak mengerti apa itu kondisi hipnosis. Klien punya persepsi yang salah mengenai kondisi hipnosis. Umumnya klien berpikir bahwa kondisi hipnosis sama seperti yang ia lihat di televisi yaitu subjek “dihipnosis” dan langsung menjadi “tidak sadar”. Berpegang pada pemahaman ini saat klien dihipnosis ia berharap mengalami yang seperti di televisi. Saat ia tetap sadar, tetap bisa mendengar, tetap bisa berpikir maka ia merasa hipnoterapisnya tidak cakap sehingga tidak bisa menghipnosis dirinya.

Pernah juga saya bertemu dengan klien yang mengatakan bahwa kondisi hipnosis itu sama dengan tidur, badannya lemas atau rileks. Ini juga pemahaman yang salah. Hipnosis bukanlah rileksasi fisik. Hipnosis adalah rileksasi pikiran. Jadi, walaupun badannya tidak rileks, asalkan pikirannya sudah rileks, maka klien sudah berada dalam kondisi hipnosis.

Bila ini yang dialami klien maka dapat disimpulkan terapis tidak melakukan edukasi yang cukup pada klien. Solusinya adalah terapis perlu menjelaskan dengan detil apa itu kondisi hipnosis sebelum melakukan induksi atau terapi. 
 
Ada juga klien yang tetap bersikeras pada pemahamannya yang salah mengenai kondisi hipnosis. Saya pernah mengalami hal ini. Klien sudah saya jelaskan dengan sangat detil apa itu kondisi hipnosis, apa yang akan ia alami atau rasakan, bahwa ia tetap sadar, bisa berpikir, mendengar, dan menjawab semua pertanyaan saya, namun klien memilih tetap berpegang teguh pada pemahamannya yang salah. Nah, kalau sudah begini terpaksa terapi tidak bisa dilanjutkan.

Alasan lain klien tidak bisa dihipnosis adalah karena takut. Takutnya bisa macam-macam. Namun umumnya semua ini karena persepsi atau informasi yang salah atau kurang pas yang klien dapatkan selama ini mengenai hipnosis atau hipnoterapis.

Perasaan takut yang umum dialami klien adalah hipnosis menggunakan kuasa gelap, hipnosis melanggar kehendak bebas seseorang karena pikiran klien dikuasai oleh hipnoterapis, takut rahasianya terbongkar, takut tidak bisa keluar dari kondisi hipnosis, tidak nyaman berdua dalam satu ruangan dengan terapis yang baru ia kenal, klien tidak percaya pada kemampuan dan atau integritas terapis, takut dipermainkan seperti yang ia lihat di tv, takut sembuh (secondary gain), dan masih banyak takut lainnya.

Bisa juga klien secara bawah sadar menolak menjalani terapi karena ia datang bukan atas kesadarannya sendiri namun atas dorongan, rayuan, bujukan, paksaan, atau bahkan ancaman orang lain. Kalau ini yang terjadi maka ia sangat sulit atau tidak bisa masuk ke kondisi hipnosis.

Secara umum saat seseorang dalam kondisi hipnosis maka akan muncul fenomena tertentu pada fisik dan atau pikirannya. Fenomena yang terjadi di fisik antara lain REM (Rapid Eye Movement) atau gerakan bola mata ke kiri/kanan, menelan ludah, wajah pucat, napas melambat, detak jantung melambat, tubuh terasa hangat, produksi air mata (lakrimasi) meningkat, dan bagian putih mata menjadi merah. Sedangkan yang terjadi pada pikirannya antara lain ammnesia, analgesia, anestesi, halusinasi (visual,auditori,kinestetik), munculnya Ego Personallity (Ego State, Part, Introject, dan Alter),  regresi, revivifikasi, katarsis atau abreaksi, dan distorsi waktu.

Sekarang saya akan bahas kemungkinan kedua yaitu hipnoterapis. Bila membaca informasi di atas yang berbunyi, “………ternyata katanya memang ada 10% dari manusia masuk kategori tidak bisa dihipnosis….” dapat disimpulkan bahwa hipnoterapis yang menerapi Pak Agus mengacu pada SHSS atau Stanford Hypnotic Susceptibility Scale yang merupakan hasil riset Weitzenhoffer dan Ernest Hilgard. Sebenarnya SHSS ada tiga macam yaitu Forms A, B, dan C atau SHSS: A, SHSS: B, dan SHSS:C.

SHSS menyatakan bahwa manusia terbagi menjadi tiga kategori yaitu 10% sangat mudah dihipnosis, 85% moderat, dan 5% yang sangat sulit dihipnosis. Ini adalah informasi yang banyak dijadikan pegangan oleh hipnoterapis, baik yang di luar negeri maupun di Indonesia. Setiap kali klien tidak bisa masuk kondisi hipnosis atau tidak bisa dihipnosis maka terapis akan menggunakan dalih kliennya masuk kategori yang 5%.

Jika mengacu pada SHSS maka yang dikatakan oleh terapis ini benar. Bukankah SHSS menyatakan ada 5% populasi yang sangat sulit dihipnosis? Nah, bisa saja si klien masuk kategori ini.

Pakar lain menyatakan bahwa hipnotizability dipengaruhi oleh tipe sugestibilitas. Manusia terbagi menjadi dua tipe yaitu yang physically suggestible dan emotionally suggestible. Yang mudah dihipnosis adalah yang tipe pertama. Sedangkan tipe kedua adalah yang bersifat analitikal dan sulit untuk dihipnosis. Di dalam emotional suggestibility ada sub-tipe lagi yang dikenal dengan tipe intellectual. Ini adalah tipe yang sangat-sangat kritis atau analitikal sehingga sangat sulit untuk dihipnosis. 

Pertanyaan yang sangat menggelitik saya dulu waktu baru belajar hipnosis dan hipnoterapi adalah apakah SHSS ini benar-benar valid dan bersifat absolut? Artinya, ini sudah harga mati?

Ernest Hilgard adalah tokoh hipnoterapi dan peneliti yang sangat saya hormati. Saya tidak dapat posisi mengatakan bahwa hasil riset Beliau tidak valid. Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa beberapa pakar lain punya pandangan berbeda mengenai hipnotizability.

Setidaknya ada dua pakar yang juga sangat saya hormati menyatakan bahwa sebenarnya semua orang bisa masuk kondisi hipnosis. Kedua pakar ini berbeda pendapat dengan Hilgard dengan alasan bahwa semua riset yang dilakukan Hilgard menggunakan relawan mahasiswa (volunteer) sebagai subjek penelitian dalam setting laboratorium. Data yang digunakan bukan berasal dari klien yang datang ke terapis untuk menjalani hipnoterapi. Jadi, kesimpulannya Hilgard melakukan riset tidak dalam konteks hipnoterapi klinis.

Jadi, sebaiknya saya mengikuti pendapat siapa?

Seiring waktu berjalan, dengan jam terbang dan pengalaman yang semakin banyak, belajar langsung ke berbagai pakar terkenal di luar negeri, membaca lebih banyak buku dan jurnal, saya sampai pada satu kesimpulan yang mengubah paradigma saya. Sekarang saya yakin seyakin-yakinnya, dan ini didukung bukti empiris, bahwa semua orang (100%) bisa masuk ke kondisi hipnosis asalkan ia bersedia dan mengijinkannya. Dan ini sama sekali tidak membutuhkan terapis yang cakap. Intinya, asalkan klien bersedia dan mengijinkannya maka ia pasti bisa masuk ke kondisi hipnosis, tanpa terapis perlu melakukan apapun. Lebih spesifik lagi yang sangat mempengaruhi hipnotizability hanya tiga yaitu motivasi, keyakinan, dan ekspektasi.

Bila anda ingin mendalami riset hipnotizability maka ada banyak studi mengenai level dan kemampuan mencapai kondisi kedalaman hipnosis yang disusun menjadi skala tertentu. Yang cukup terkenal adalah skala yang disusun oleh Liebault (1892), Bernheim (1895), White (1930), Davis dan Husband (1931), Shore dan Orne (1962), dan LeCron-Bordeaux (1949).

Berangkat dari keyakinan bahwa setiap orang bisa masuk ke kondisi hipnosis bila ada motivasi, keyakinan, dan ekspektasi, tanpa dipengaruhi apakah ia masuk kategori yang mana menurut SHSS atau apakah ia tipe physically atau emotionally suggestible, maka saya mengembangkan teknik induksi yang bersifat universal, cocok untuk tipe klien apa saja, dan mampu membantu klien agar punya motivasi, keyakinan, dan ekspektasi yang kuat untuk bisa masuk ke kondisi hipnosis dengan cepat, mudah, dan pasti.

Dengan menggabungkan berbagai pengetahuan yang didapat dari guru-guru saya seperti Anna Wise, Tom Silver, dan Sean Adam, saya mengembangkan teknik induksi dengan menggunakan prinsip psycho-somatic  dan somato-psychic yang secara klinis terbukti mampu membawa klien tipe apa saja masuk ke kondisi profound somnambulism atau lebih dalam lagi dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi.
 
Sejak tahun 2008 saya sudah tidak lagi pernah menggunakan SHSS sebagai acuan. Saya menggunakan skala Davis & Husband yang terdiri atas 30 kedalaman trance. Dan seiring waktu berjalan, dari hasil riset dan temuan kami pada bulan September 2010 saya menyusun skala sendiri yang diberi nama Adi W. Gunawan  Hypnotic Depth Scale yang terdiri dari 40 level.  Dengan menggunakan skala ini kini kami dapat dengan jelas mengetahui kedalaman trance yang telah dicapai oleh subjek atau klien. AWG Hypnotic Depth Scale selain terdiri dari level kedalaman trance juga secara detil menjelaskan berbagai fenomena yang bisa muncul atau dialami oleh klien baik secara fisik maupun mental.

Jadi, kalau saya boleh memberikan saran pada rekan-rekan sejawat saya, sesama hipnoterapis, hati-hati dengan hal yang kita pelajari atau yakini benar. Pemikiran pakar yang kita pelajari akan membentuk perspesi, yang selanjutnya mempengaruhi kinerja kita. Tidak ada benar atau salah dalam hal ini. Yang ada adalah akibat atau hasil yang akan kita dapat.

Baca Selengkapnya

Direct vs Indirect Suggestion

7 September 2011

Dalam dunia hipnosis dan hipnoterapi kita mengenal dua jenis sugesti yaitu yang bersifat langsung (direct) dan yang bersifat tidak langsung (indirect). Ada banyak artikel yang telah ditulis oleh para pakar hipnoterapi mengenai kedua jenis sugesti ini.

Ada yang sangat menekankan pentingnya direct suggestion dan ada pula yang menyatakan bahwa indirect suggestion jauh lebih andal dan efektif. Mana yang benar? Masing-masing dengan argumentasi yang juga sama kuat dan meyakinkan.

Artikel ini tidak bertujuan untuk memihak pada salah satu pandangan namun lebih bertujuan menjelaskan sugesti dari perspektif teori dan cara kerja pikiran sehingga praktisi hipnoterapi mengerti cara menggunakan sugesti dengan benar sesuai dengan kondisi, situasi, dan kebutuhan klien.

Dalam dunia hipnoterapi terdapat dua aliran atau mazhab yaitu yang berasal dari pantai timur (east coast) dan pantai barat (west coast) Amerika. Kedua mazhab ini berbeda dalam penekanan teknik terapi yang digunakan.

Mazhab pantai timur lebih menekankan penggunakan sugesti dalam melakukan terapi (suggestive hypnotherapy). Sedangkan mazhab pantai barat menggunakan prosedur hipnoanalisis yang melibatkan banyak teknik yang lebih kompleks.

Indirect suggestion adalah sugesti yang umumnya diberikan pada klien dalam kondisi sadar normal atau hipnosis dangkal (light trance). Indirect suggestion menjadi sangat populer berkat teknik yang digunakan Milton H. Erickson dalam menangani berbagai kliennya. Teknik ini selanjutnya dikembangkan oleh Richard Bandler, John Grinder, Jay Halley, dan Ernest Rossi.

Menurut Bandler dan Grinder, direct suggestion lebih ditujukan untuk pikiran sadar. Contohnya: “Tutup mata anda” (ini adalah bentuk perintah langsung), “Anda dapat menutup mata anda sekarang” (ini adalah bentuk sugesti positif), “Anda tidak bisa menutup mata anda, bukan?” (modal operator; negative inquiry). Setiap kalimat mempunyai struktur yang berbeda namun dengan tujuan akhir yang sama yaitu meminta klien menutup mata.

Salah satu kelemahan penggunaan direct suggestion yaitu dapat menimbulkan atau meningkatkan resistensi klien terhadap sugesti yang diberikan.

Ada banyak faktor yang menimbulkan resistensi dalam diri klien, antara lain:
1.Klien datang ke terapis bukan atas keinginannya sendiri.
2.Klien (merasa) punya otoritas lebih tinggi dibanding terapis.
3.Klien tidak percaya sama terapis.
4.Klien tidak suka dengan terapis.
5.Klien merasa malu atau kurang nyaman.
6.Klien punya persepsi yang salah mengenai hipnosis / hipnoterapi.
7.Klien mendapat keuntungan dengan masalah yang ia alami (secondary gain)

Indirect suggestion digunakan dengan alasan utama yaitu untuk menghindari dan atau mengatasi resistensi. Misalnya, untuk meminta klien menutup mata, bukannya langsung memberikan perintah, “Tutup mata anda”, hipnoterapis menyusun kalimat sugestinya menjadi, “Klien yang baik memulai proses terapi dengan menarik napas panjang dan dalam beberapa kali dan selanjutnya merilekskan dan menutup mata mereka (generalisasi)”, atau “Mata anda sudah menjalankan tugasnya dengan baik hingga saat ini. Apakah anda tidak merasa mata anda lelah karena terus bekerja? Berilah waktu mata anda istirahat sebentar”. Setiap kalimat mempunyai struktur yang berbeda namun dengan tujuan akhir yang sama yaitu meminta klien menutup mata.

Berikut adalah contoh kalimat yang digunakan hipnoterapis untuk mengarahkan klien menutup mata dan memulai proses relaksasi yang dalam, menggunakan direct suggestion, “Anda mulai merasa kelopak mata anda menjadi berat dan semakin berat dan anda tidak bisa menahan untuk menutup mata. Anda masuk ke dalam kondisi rileksasi yang semakin dalam sambil tetap duduk dalam posisi tubuh tegak dan nyaman dan tetap mampu mendengar suara saya…..”

Kalimat yang sama bila disusun dalam bentuk indirect suggestion akan menjadi, “Jika anda menginginkan dan mengizinkan, anda dapat membayangkan diri anda merasa nyaman... sangat nyaman sehingga merasa mengantuk sambil anda terus mendengar suara saya… mengizinkan mata anda untuk tetap terbuka sambil anda masuk dalam kondisi tidur yang dalam… atau mengizinkan diri anda untuk secara lembut menutup mata anda.”

Indirect suggestion tampak lebih lembut dan tidak terlalu bersifat memerintah. Dengan demikian klien merasa lebih punya kendali atas apa yang akan terjadi.

Indirect suggestion selain bisa berupa kalimat sugesti singkat seperti contoh di atas juga bisa menggunakan metafora dengan tujuan mengarahkan pikiran klien untuk mendapatkan solusi atas suatu masalah.

Berikut adalah contoh penggunaan metafora. Misalnya ada klien yang mengalami ejakulasi dini. Metafora yang dapat digunakan adalah metafora menikmati makanan. Dalam metafora ini klien diminta dengan sengaja makan dengan perlahan, menikmati setiap suap makanan, setiap jenis makanan, sungguh-sungguh memperhatikan, merasakan, dan menikmati aroma dan rasa makanan yang ia makan.

Hal ini tentunya sangat berbeda dengan penggunaan direct suggestion yang mungkin dapat membuat klien merasa risih atau malu. Melalui metafora ini pikiran klien selanjutnya dapat menyimpulkan apa yang perlu dilakukan dan dengan demikian membantu klien mengatasi masalahnya sendiri sambil menghindari perasaan malu atau tidak nyaman.

Dalam berbagai artikel mengenai indirect suggestion yang pernah saya baca umumnya lebih menekankan atau merujuk pada diksi/pilihan kata dan struktur bahasa sebagai kunci keberhasilan sugesti. Untuk bisa melakukan, lebih tepatnya, menyusun indirect suggestion yang powerful, hipnoterapis dituntut untuk mempunyai kemampuan linguistik yang tinggi. Tanpa kemampuan linguistik yang tinggi sangat sulit bagi hipnoterapis untuk mampu memformulasi indirect suggestion yang efektif.

Salah satu kendala utama para hipnoterapis kita, yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, adalah mereka selain perlu mengerti benar perihal diksi dan struktur kalimat yang tepat dan benar untuk menghasilkan indirect suggestion yang efektif, mereka juga harus mampu mentransfer pengetahuan yang sebelumnya berbasis bahasa Inggris dan menyesuaikannya dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Bagaimana cara kerja indirect suggestion sehingga mampu mempengaruhi seseorang dan memberikan perubahan positif seperti yang diharapkan?

Ada banyak faktor penting lainnya yang juga sangat menentukan kekuatan pengaruh indirect suggestion selain pilihan kata dan struktur bahasa. Faktor ini juga sangat memengaruhi kekuatan direct suggestion dan justru jauh lebih penting dari sugesti itu sendiri.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abraham Mehrebian (1968) dan Bob Birdwhistel (1970) mengenai efek dan pengaruh komunikasi tatap muka sampai pada simpulan yang kurang lebih sama. Temuan mereka menyatakan bahwa efektivitas komunikasi dipengaruhi oleh tiga hal yaitu:

1.Verbal (pilihan kata) = 7%
2.Intonasi = 38%
3.Bahasa Tubuh = 55%

Dalam riset ini tampak jelas bahwa dalam berkomunikasi dengan orang lain pengaruh kata-kata (diksi dan tentunya termasuk struktur bahasa) hanya 7%, intonasi suara memberi pengaruh 38%, dan pengaruh terbesar adalah bahasa tubuh, yaitu sebesar 55%. Dari hasil penelitian ini tampak jelas bahwa mayoritas komunikasi dilakukan secara nonverbal. Dengan demikian bila kita berkomunikasi dengan orang lain, untuk bisa memberikan pengaruh maksimal, kita perlu mengucapkan kata-kata dengan intonasi suara yang tepat dan bahasa tubuh yang kongruen mendukung. Hal ini akan memberikan pengaruh signifikan hingga 93%.

Dalam konteks terapi, yang masuk dalam kategori komunikasi nonverbal, elaborasi dari aspek intonasi dan bahasa tubuh, adalah ekspresi wajah, tonalitas dan volume suara, gesture, timing, kontak mata, kontak fisik seperti jabat tangan, usia, penampilan fisik termasuk kondisi kesehatan atau level energi, pakaian, aksesoris, suasana hati dan pengharapan, baik dari klien maupun terapis.

Selanjutnya direct atau indirect sugggestion, secara tidak langsung namun cukup signifikan, juga dipengaruhi oleh warna, kebersihan, temperatur, aroma, kondisi dan kualitas gedung klinik atau ruang terapi, ruang terima tamu, fasilitas gedung, fungsi, gaya, kualitas mebel yang digunakan, dan level kebisingan saat sugesti diberikan.

Mehrebian dan Birdwhistel bukan pakar hipnosis atau hipnoterapis. Dengan demikian riset mereka dilakukan dengan melihat interaksi komunikasi dalam kondisi pikiran sadar.

Untuk bisa mengerti cara kerja direct/indirect suggestion maka kita perlu mengerti cara kerja pikiran. Saya tidak akan membahas terlalu detil mengenai mekanisme pikiran karena sudah banyak saya bahas di artikel saya lainnya.

Manusia mempunyai tiga jenis pikiran: pikiran sadar (conscious mind), pikiran bawah sadar (subconscious mind), dan pikiran nirsadar (unconscious mind). Untuk bisa melakukan perubahan, sugesti yang hipnoterapis berikan pada klien harus bisa masuk, diterima, dimengerti, dan dilaksanakan sepenuhnya, tanpa ada penolakan, oleh pikiran bawah sadar klien.

Proses perjalanan sugesti masuk ke pikiran bawah sadar tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Ada proses dan tahapan yang harus dilalui. Pertama, sugesti ini akan masuk ke pikiran sadar. Selanjutnya sugesti harus melewati faktor kritis (critical factor) yang berperan sebagai penjaga pintu yang menghubungkan pikiran sadar dan bawah sadar. Bila sugesti berhasil menembus dan melewati faktor kritis maka sugesti ini akan masuk ke pikiran bawah sadar.

Kendala yang umumnya dihadapi hipnoterapis adalah sulitnya menembus faktor kritis karena sugesti lebih sering diberikan dalam kondisi sadar normal atau hipnosis dangkal. Dalam kondisi ini pikiran sadar masih sangat aktif dan faktor kritis bekerja dengan kekuatan penuh.

Faktor kritis terdiri atas dua bagian. Sebagian berada di wilayah pikiran sadar dan sebagian lagi di wilayah pikiran bawah sadar.

Tugas faktor kritis yang berada di wilayah pikiran sadar adalah untuk memastikan informasi (baca: sugesti) yang akan masuk ke pikiran bawah sadar konsisten dengan data yang telah ada di pikiran bawah sadar. Bila data yang akan masuk ternyata berbeda maka dengan serta merta data baru ini akan ditolak. Hal ini bertujuan untuk melindungi keutuhan, integritas, dan konsistensi keabsahan data di pikiran bawah sadar, yang sebenarnya akhirnya juga demi kepentingan dan kebaikan klien.

Sedangkan tugas faktor kritis yang berada di wilayah pikiran bawah sadar adalah untuk memastikan empat hal. Pertama, sugesti yang diterima bila dilaksanakan tidak akan berakibat negatif bagi keselamatan (hidup) klien. Kedua, sugesti ini bila dilaksanakan tidak melanggar nilai moral dan agama yang diyakini oleh klien. Ketiga, sugesti ini benar menurut data yang telah tersimpan di pikiran bawah sadar. Dan keempat, sugesti ini masuk akal (klien).

Indirect suggestion bertujuan untuk mengatasi resistensi dengan cara mengecoh, membingungkan, menyibukkan, atau membuat lengah pikiran sadar, dengan memikirkan “makna” dari sugesti yang diberikan, sehingga faktor kritis dapat ditembus dan sugesti bisa masuk ke pikiran bawah sadar.

Apakah ada cara lain untuk menembus faktor kritis selain dengan cara yang digunakan dalam indirect suggestion?

Selain cara di atas dalam dunia hipnoterapi dikenal lima cara untuk menembus faktor kritis yaitu dengan menggunakan otoritas, emosi, repetisi, identifikasi, dan relaksasi pikiran (kondisi hipnosis dalam).

Berbeda dengan indirect suggestion yang telah dijelaskan di atas, direct suggestion, sesuai namanya, adalah sugesti yang bersifat langsung, apa adanya, tanpa basa basi. Jika hipnoterapis ingin klien menutup mata maka ia akan berkata, atau lebih tepatnya memberi perintah kepada klien, “Tutup mata anda.”

Agar direct suggestion menjadi lebih efektif maka hipnoterapis perlu benar-benar memerhatikan resistensi. Sedapat mungkin resistensi klien diatasi sebelum sugesti diberikan. Untuk itu, hipnoterapis yang benar-benar cakap dan berpengalaman, akan menggunakan sebanyak mungkin cara untuk menembus faktor kritis.

Hipnoterapis harus mampu membangun otoritas di mata klien. Semakin tinggi otoritas hipnoterapis menurut persepsi klien akan semakin baik. Selanjutnya hipnoterapis menggunakan emosi klien untuk menyiapkan pikiran bawah sadar klien agar mendukung klien untuk berubah.

Kalimat yang digunakan untuk sugesti sebaiknya juga melibatkan emosi klien, baik yang positif maupun yang negatif. Hipnoterapis bisa melakukan repetisi dalam membaca direct suggestion agar sugesti tertanam lebih kuat di pikiran bawah sadar. Hipnoterapis juga bisa membantu klien melakukan identifikasi kelompok. Dan terakhir semuanya akan menjadi sangat mudah dan jauh lebih efektif dan efisien bila dilakukan dalam kondisi relaksasi pikiran/hipnosis yang (sangat) dalam.

Mengapa jauh lebih efektif dan efisien bila dilakukan dalam kondisi relaksasi pikiran/hipnosis yang (sangat) dalam?

 

Sugesti Dalam Kondisi Hipnosis Dalam

 

Sifat dan hukum pikiran yang berlaku saat seseorang berada dalam kondisi hipnosis yang dalam sangat berbeda dengan saat ia dalam kondisi sadar normal atau hipnosis dangkal (light trance).

Dalam kondisi relaksasi pikiran/hipnosis yang dalam pikiran sadar dan faktor kritis menjadi nonaktif. Dengan demikian sugesti yang diberikan tidak akan mendapat hambatan atau perlawanan untuk bisa masuk ke pikiran bawah sadar.

Dari pengalaman saya menangani klien, saat dalam kondisi hipnosis yang dalam, indirect suggestion atau metafora menjadi kurang efektif dan seringkali justru kontraproduktif karena cara kerja dan logika pikiran bawah sadar berbeda dengan pikiran sadar.

Hukum pikiran menyatakan bahwa semakin dalam kondisi hipnosis maka sugesti harus semakin direct. Hal ini disebabkan karena pikiran bawah sadar seseorang sifatnya menyerupai anak berusia delapan tahun. Sudah tentu bila kita berkomunikasi dengan anak usia delapan tahun untuk mendapatkan hasil maksimal kita perlu menggunakan bahasa yang gamblang, jelas, dan langsung. Justru bila bahasa yang digunakan bersifat tidak langsung atau “berputar-putar” maka anak menjadi bingung.

Hal penting lainnya yang harus benar-benar diperhatikan hipnoterapis yaitu dalam kondisi hipnosis yang dalam yang berlaku adalah trance logic bukan conscious logic.

Jadi, mana yang lebih efektif? Direct atau indirect suggestion?

Ini bergantung pada situasi dan kondisi. Semua sama efektifnya bila hipnoterapis mampu menggunakannya dengan tepat, cermat, dan bijak.

Hipnoterapi telah berkembang sangat pesat. Sugesti, baik yang direct atau indirect, hanyalah salah satu dari sekian banyak teknik yang ada dalam dunia hipnoterapi. Masih ada banyak teknik lain yang lebih kompleks dan efektif. Dalam kurun waktu paruh ketiga dari abad ke 20, berbagai teori dan teknik yang digunakan dalam dunia hipnoterapi mendapat pengaruh dari pemikiran, wawasan, dan temuan dari LeCron, Watkins, Kroger, Elman, Weitzenhoffer, Cheeck, Boyne, Crasilneck, Wolpe, Wolberg, dan Hilgard.

Banyak teknik intervensi klinis yang digunakan hipnoterapis saat ini prosedurnya jauh lebih kompleks daripada sekedar memberikan sugesti.

Berikut adalah beberapa contoh teknik terapi yang dikembangkan oleh masing-masing pakar dan memberikan kontribusi dan pengaruh yang luar biasa bagi dunia hipnoteapi:

- 1940an Elman dengan hipnoanalisis
- 1950an beragam penggunaan metode ideomotor yang pertama kali dikembangkan oleh LeCron
- 1950an teknik desensitisasi yang dikembangkan oleh Wolpe
- 1960an strategi emotional clearing yang komprehensif, termasuk integrasi Gestalt dan modalitas lainnya ke dalam hipnoterapi yang dilakukan oleh Boyne.

Selain itu perkembangan teknik hipnoterapi juga mendapat pengaruh dari literatur penting seperti yang ditulis oleh Kroger, Clinical and Experimental Hypnosis (1963), dan Cheeck dan LeCron, Clinical Hypnotherapy (1968), masing-masing menekankan pentingnya mencari, menemukan, dan memproses akar masalah yang mendasari suatu masalah dengan menggunakan teknik eksplorasi interaktif, regresi, intervensi berorientasi pemahaman baru dan kebijaksanaan.

Teknik hipnoterapi seperti age regression, Ideomotor Technique, Gestalt, Ego Personality Therapy, Inner Child Work, Forgiveness Therapy, dan teknik-teknik terapi berbasis NLP seperti Visual Squash, Swish Pattern, Fast Phobia Cure, Power Trigger, Reverse Trigger, Six Step Reframing, dan Collapsing Anchor semuanya bersifat direct, sangat sulit atau tidak bisa dilakukan bila menggunakan indirect suggestion.

Baca Selengkapnya

Meditasi:Timur Bertemu Barat

1 Agustus 2011

Meditasi adalah jalan pintas untuk mencapai pencerahan. Ini kata para guru spiritual. Meditasi, dalam banyak tradisi, memang sangat dianjurkan. Terutama dalam Buddhisme.

Ada dua jenis meditasi, pertama Samatha Bhavana atau Meditasi Ketenangan, dan yang kedua adalah Vipassana Bhavana atau Meditasi Pandangan Terang.

Ada pandangan yang berbeda di kalangan pengajar meditasi. Ada yang mengatakan bahwa seseorang harus melakukan dan mahir meditasi Samatha Bhavana terlebih dahulu. Baru setelah itu mereka masuk ke meditasi Vipassana Bhavana. Ada juga yang mengatakan bahwa untuk mencapai pencerahan tidak perlu dengan melakukan meditasi Samatha Bhavana terlebih dahulu tapi langsung meditasi Vipassana Bhavana.

Meditasi Samatha Bhavana adalah pemusatan konsentrasi atau perhatian pada objek tertentu, misalnya napas. Ada empat puluh objek yang bisa digunakan untuk menditasi. Napas hanya salah satunya.

Tujuan dari meditasi ini adalah untuk melatih pikiran sehingga terkendali dan akhirnya diam dan hening.Saat kondisi pikiran benar-benar terpusat sangat kuat, hening, diam, dan tercerap sepenuhnya pada objek meditasi maka pada saat itu meditator mencapai kondisi jhana. 

Sedangkan meditasi Vipassana Bhavana adalah meditasi perhatian penuh, introspeksi, observasi realitas, kewaspadaan objektif, dan belajar dari pengalaman setiap momen. Inti dari meditasi ini adalah mengamati segala proses mental atau fisik yang paling dominan pada saat sekarang Dengan kata lain, menyadari, mencatat, ingat ketika lenyap.

Saya tidak dalam posisi untuk mengatakan mana atau siapa yang benar. Apakah perlu Samatha dulu baru Vipassana ataukah tidak perlu Samatha tapi langsung Vipassana? Yang ingin saya sampaikan dalam artikel ini adalah apakah sebenarnya yang terjadi dalam pikiran seseorang yang melakukan meditasi, baik itu Samatha maupun Vipassana, ditinjau dari riset di barat, dengan mengukur pola gelombang otak.

Saat belajar kepada Anna Wise, satu hal yang sangat mencerahkan saya adalah saat Beliau berkata, “Meditation is a state of consciousness, a spesific brain-wave pattern, not a technique”. Anna juga berkata bahwa, “There is state of consciousness and content of consciousness”.

Wow… ini sungguh suatu pencerahan luar biasa. Anna Wise sampai pada kesimpulan ini setelah mengukur, dengan menggunakan Mind Mirror, begitu banyak pola gelombang otak orang, termasuk para master dan guru meditasi Zen.

Dari pengukuran Anna Wise didapat satu data yang sangat menarik yaitu semua master dan guru meditasi itu punya gelombang otak yang sama. Pola ini disebut dengan pola Awakened Mind (AM) yang terdiri dari beta, alfa, theta, dan delta dengan komposisi yang pas. Beta di sini adalah low beta dan hanya sedikit saja, karena hanya digunakan untuk menyadari, mengetahui, mencatat.

Alfa berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan pikiran sadar dan bawah sadar. Theta adalah pikiran bawah sadar dan delta adalah pikiran nirsadar.

Kita tetap membutuhkan beta, walaupun hanya sedikit saja, untuk bisa mengetahui atau menyadari apa yang sedang kita alami. Bila tidak ada beta maka kita sama sekali tidak akan tahu atau ingat yang terjadi atau alami saat meditasi.

Lalu, apa hubungannya dengan meditasi Samatha dan Vipassana?

Meditasi Samatha, bila dilihat dari pola gelombang otak, bertujuan untuk meng-OFF-kan gelombang beta. Beta adalah gelombang pikiran sadar dan berkisar pada kisaran frekuensi 12-25 Hz. Gelombang ini aktif bila kita berpikir, memberikan penilaian (judgement) atau memberikan makna pada sesuatu, mengkritik, membuat daftar, menganalisa, atau berbicara pada diri sendiri (self talk).

High Beta, frekuensi di atas 25 Hz berhubungan dengan stress dan kecemasan. Semakin aktif high beta seseorang maka semakin “liar” pikirannya. Pikiran akan lari ke sana ke mari, melompat dari satu hal ke hal lain, tidak bisa diam, sulit atau hampir tidak mungkin untuk dikendalikan. Kesulitan ini yang dialami oleh semua meditator pemula.

Banyak orang menghabiskan begitu banyak waktu hanya untuk belajar mendiamkan pikirannya mereka namun tidak berhasil. Akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti bermeditasi karena tidak merasakan manfaat.
 
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat seseorang mahir meng-OFF-kan pikirannya? Ini semua bergantung pada waktu dan teknik yang digunakan. Umumnya, untuk meng-OFF-kan pikiran sadar, orang menggunakan objek napas.

Pikiran dilatih untuk diam dengan cara difokuskan pada napas. Dan pada saat pikiran lari ke objek lain maka pikiran ditarik kembali ke napas dan demikian selanjutnya sampai dicapai kekuatan konsentrasi yang sangat tinggi.

Sulitnya meditator mendiamkan pikirannya, selain karena aktifnya high beta, juga disebabkan tubuh yang tegang. Posisi duduk yang tidak tepat, apa lagi kalau sampai melakukan postur full lotus, membuat otot paha dan tubuh menjadi begitu tegang sehingga adalah tidak mungkin untuk bisa mencapai kondisi pikiran yang rileks.  

Masih berdasar riset Anna Wise, untuk bisa merilekskan pikiran, menurunkan beta dengan cepat, bisa dilakukan dengan merilekskan tubuh terlebih dahulu. Ada teknik spesifik yang Beliau kembangkan untuk bisa mendiamkan pikiran dalam waktu yang sangat singkat.

Saat seseorang telah mampu meng-OFF-kan pikiran sadarnya (gelombang beta) maka pada saat itu ia telah masuk ke kondisi meditatif yang sangat dalam. Jadi, meditasi sebenarnya adalah gelombang otak yang terdiri dari alfa, theta, dan atau tanpa delta. Di sini tampak jelas bahwa beta tidak dibutuhkan untuk meditasi. Justru beta perlu dihilangkan.

Lalu, apa hubungannya dengan meditasi Vipassana?

Dari pengalaman saya pribadi adalah cukup sulit atau bahkan tidak mungkin bisa melakukan pengamatan pada bentuk-bentuk pikiran, perasaan, atau sensasi fisik yang muncul saat pikiran sadar masih sangat aktif. Apalagi jika yang aktif adalah high beta.

Jelas sangat sulit melakukan pengamatan jika piranti yang digunakan untuk melakukan pengamatan atau observasi, yaitu pikiran sadar, masih sangat aktif dan sibuk sendiri.

Yang diamati dalam meditasi Vipassana, khususnya pada aspek bentuk-bentuk pikiran dan perasaan yang muncul, sebenarnya berasal dari pikiran bawah sadar dan nirsadar.

Dari pikiran bawah sadar biasanya muncul memori atau ingatan mengenai kejadian tertentu, yang berasal dari pengalaman di kehidupan saat ini, dan biasanya berisi muatan emosi dengan intensitas yang tinggi, baik positif maupun negatif.

Jadi, saat memori ini muncul, baik dalam bentuk gambar atau film, maka sebenarnya pada saat yang sama emosi yang berhubungan dengan memori ini juga aktif. Sedangkan dari pikiran nirsadar akan muncul memori dan emosi yang berasal dari kehidupan lampau.

Itulah sebabnya adalah sangat penting bagi seorang meditator untuk tidak masuk ke dalam pengalaman itu, karena biasanya mengandung emosi yang intens, dan cukup hanya mengetahui, menyadari, mencatat, dan mengingatnya ketika lenyap atau hilang.

Meditator tidak larut ke dalamnya. Akan sangat riskan bila meditator masuk ke dalam pengalaman itu, terutama jika pengalaman itu mengandung emosi negatif yang intens, misalnya akibat dari trauma masa lalu.

Jika sampai terjadi hal ini maka meditator akan mengalami kembali kejadian atau pengalaman itu. Istilah teknisnya revivification dan akan berdampak negatif pada kondisi mental dan emosinya.

Kemampuan untuk bisa menjadi pengamat (observer) dan tidak masuk ke dalam objek yang diamati hanya bisa dicapai bila pengendalian diri kita baik dan juga pikiran sadar (baca: beta) tidak terlalu aktif dan tidak memberikan penilaian atau penghakiman.

Saat kita mampu melihat atau hanya menjadi pengamat maka kita telah mampu melakukan disosiasi sehingga tidak dipengaruhi emosi yang melekat pada suatu memori. Saat kita mampu tenang hanya menyadari, mencatat, dan mengingat kejadian atau pengalaman yang muncul, maka kita akan tahu dan sadar bahwa kita bukanlah pengalaman atau emosi kita. Pengalaman atau emosi itu muncul dan tenggelam/hilang. Dan saat kita memberi jarak atau memisahkan diri dari pengalaman atau emosi itu maka mereka tidak bisa mempengaruhi diri kita.

Banyak yang berpikir, “Jika tidak ada beta, lalu bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan insight atau mengerti?”

Insight atau kebijaksanaan yang sesungguhnya berasal dari theta atau pikiran bawah sadar. Kedalamam meditasi ditentukan oleh kedalaman theta yang berhasil kita capai. Theta adalah tempat terjadinya koneksi spiritual paling dalam. Saat seseorang berada dalam deep theta maka ia akan merasakan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan yang luar biasa.

Pikiran bawah sadar mempunyai proses berpikir sendiri yang terpisah dari pikiran sadar. Jadi, saat kita bermeditasi Vipassana, saat pikiran sadar yang tidak terlalu aktif, maka informasi atau insight yang berasal dari pikiran bawah sadar akan naik, melalui jembatan alfa, ke pikiran sadar (beta) dan kita menyadari atau tahu (ingat) informasi ini.

Jadi, yang dilakukan oleh meditator yang bertahun-tahun melakukan meditasi Samatha sebenarnya adalah persiapan untuk awakening atau pencerahan. Para meditator ini biasanya, setelah bertahun-tahun berlatih meditasi, berhasil mengembangkan pola gelombang otak Awakened Mind.

Namun meditasi Samatha, walaupun telah lama dilakukan, walaupun telah berhasil mencapai pola Awakened Mind, tidak mampu memfasilitasi pencapaian pencerahan.

Mengapa? Karena meditasi Samatha sebenarnya adalah cara untuk mencapai kondisi kesadaran (state of consciousness) yang spesifik. Kondisi kesadaran ini selanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan melatih meditasi Vipassana karena Vipassana sebenarnya adalah content-based meditation atau meditasi berdasarkan isi.

Yang dimaksud dengan isi, selain sensasi fisik yang dirasakan, juga adalah konten dari pikiran bawah sadar dalam bentuk-bentuk pikiran dan emosi yang muncul, dirasakan, atau dialami pada saat meditasi berlangsung, pada momen here and now.

Contoh yang paling populer adalah koan dalam meditasi Zen. Saat seorang master Zen bertanya pada muridnya, “Bagaimana bunyinya bila tepuk tangan dilakukan hanya dengan satu tangan?”, maka pada saat itu sang master memberikan pertanyaan yang tidak bisa dijawab bila si murid hanya menggunakan pikiran sadar atau beta.

Saat berpikir keras untuk menemukan jawabannya maka pikiran murid yang terlatih akan begitu fokus, dan ini sebenarnya adalah meditasi Samatha, akan mendapatkan pemahaman atau pengetahuan, yang berasal dari pikiran bawah sadarnya, yang mampu memfasilitasi tercapainya pencerahan.

Ini bukan meditasi dengan “pikiran kosong”. Sebaliknya, ini adalah meditasi dengan konten yang sangat spesifik yang dilakukan oleh praktisi dengan kondisi pikiran yang telah disiapkan dengan sangat baik dan hati-hati sekali, dengan menggunakan teknik yang spesifik.

Pembaca, setelah membaca sejauh ini, jika anda bermeditasi, teknik mana yang akan anda gunakan? Samatha atau Vipassana? Semua saya kembalikan pada diri anda sendiri. Saat bermeditasi kenalilah diri anda sendiri. Anda akan tahu apakah anda akan langsung ke Vipassana ataukah perlu melatih Samatha dulu.

Dan yang paling penting adalah anda perlu belajar di bawah bimbingan seorang guru meditasi yang berpengalaman. Hanya duduk dan memperhatikan napas memperhatikan pikiran belum tentu bisa disebut meditasi. Meditasi, seperti yang didefinisikan oleh Anna Wise adalah kondisi kesadaran spesifik bukan sekedar teknik.

Jika anda telah melakukan meditasi sekian lama namun belum bisa masuk atau mengalami kondisi kesadaran (state of consciousness) yang spesifik itu maka meditasi anda bisa dibilang belum berhasil.

Anna Wise pernah membantu seorang kliennya, seorang meditator. Keluhan klien ini adalah walaupun ia telah meditasi Samatha selama 12 tahun non stop, setiap hari 1 jam, ia masih belum bisa masuk ke kondisi meditatif yang dalam.

Saat dilihat pola gelombang otaknya, dengan menggunakan Mind Mirror, tampak bahwa selama 12 tahun meditasi klien ini tidak bisa mendiamkan pikirannya. Hal ini tampak dari high beta yang sangat aktif saat ia melakukan meditasi.

Dengan teknik yang spesifik Anna berhasil membantu klien ini mendiamkan pikirannya sehingga menjadi tenang dan hening dalam waktu yang relatif singkat. Sungguh sayang bila ketekunan selama 12 tahun ini ternyata tidak berbuah hasil seperti yang diinginkan. 

Selamat bermeditasi..........

Baca Selengkapnya

Apakah Memaafkan Sama Dengan Melupakan?

30 Juli 2011

Di milis baru-baru ini ramai dibahas mengenai memaafkan dan melupakan. Ada yang mengalami suatu pengalaman yang menyakitkan dan merasa sulit untuk memaafkan. Ada yang merasa sudah memaafkan namun kok nggak bisa melupakan. Apakah memaafkan sama dengan melupakan?

Saya menjelaskan mengenai efek dan khasiat memaafkan di artikel Forgiveness is The True Healer. Ini adalah artikel yang saya posting di web saya beberapa waktu lalu.

Bagaimana sih kok kita ini sampai bisa punya masalah, khususnya yang berhubungan dengan emosi negatif?

Sebenarnya semua emosi itu positif. Namun untuk memudahkan penjelasan maka saya “mengkategorikan” emosi seperti marah, kecewa, dendam, benci, terluka, sakit hati, perasaan bersalah, takut, cemas, khawatir, dan kawan-kawannya sebagai emosi negatif. Emosi negatif adalah emosi yang bila kita rasakan atau alami akan sangat mengganggu kita.

Pertanyaannya sekarang adalah, “Dari manakah sebenarnya emosi ini?”

Emosi muncul sebagai hasil dari suatu pemaknaan. Setiap kejadian adalah netral. Tidak ada kejadian yang baik atau jelek. Semua bergantung pada diri kita sendiri. Kita memberikan makna pada kejadian itu berdasarkan persepsi kita. Persepsi dipengaruhi oleh belief system kita. Jadi, ujung-ujungnya sebenarnya bicara soal belief system atau sistem kepercayaan.

Nah, begitu kita memberikan makna pada suatu kejadian atau peristiwa maka emosi yang muncul bisa berupa emosi positif, emosi negatif, atau netral.

Lalu, bagaimana kita bisa melupakan dan memaafkan, atau memaafkan dan melupakan?

Pertama, yang perlu diluruskan adalah kita bisa memaafkan namun kita tidak akan bisa melupakan. Semua yang pernah kita alami tersimpan di memori di pikiran bawah sadar kita. Yang kita lakukan, khususnya hipnoterapis, adalah menetralisir emosi negatif dengan teknik terapi tertentu. Selama emosi negatif ini tidak berhasil dinetralisir maka kita akan selalu diganggu oleh memori tersebut. Memori ini kadang muncul, kadang hilang. Nanti muncul lagi, lalu hilang lagi. Demikian seterusnya.

Sebelum saya teruskan, ada yang perlu saya jelaskan mengenai memori. Memori adalah data yang disimpan di pikiran bawah sadar kita. Data ini berisi beberapa hal yang berhubungan dengan suatu kejadian atau peristiwa, antara lain:

1.Waktu terjadinya
2.Lokasi kejadian
3.Siapa saja yang terlibat
4.Gambar/image
5.Suara
6.Bau
7.Rasa
8.Sensasi perabaan
9.EMOSI.

Yang membuat masalah sebenarnya bukan komponen 1 sampai 8, tapi yang no 9, emosi. Komponen emosi muncul sebagai hasil dari pemaknaan.

Nah, untuk memaafkan maka kita harus bisa menetralisir emosi ini. Selama emosi tidak berhasil dinetralisir maka kekuatan penolakan, untuk tidak memaafkan, akan sangat kuat. Re-edukasi pikiran bawah sadar, misalnya memberikan pemaknaan baru terhadap kejadian yang tadinya dirasa menyakitkan, baru bisa berjalan efektif, mudah, dan permanen saat emosi ini telah kita bereskan. Untuk lebih jelas mengenai hal ini bisa membaca Teori Tungku Mental.

Setelah emosi dibereskan maka kita tetap bisa mengingat semua kejadian atau pengalaman namun sudah tidak lagi terpengaruh. Kita mengingat pengalaman itu hanya sebagai suatu kenangan dengan intensitas emosi yang netral.

Saat emosi berhasil dibereskan, saat inilah kita dinyatakan sembuh. Jadi yang menjadi sumber masalah selama ini adalah emosi (negatif).

Apakah membereskan emosi harus dengan menggunakan hipnoterapi?

Wah ya nggak lah. Ada banyak teknik untuk bisa membereskan emosi ini. Di Quantum Hypnosis Indonesia saya mengajarkan banyak teknik terapi dan variasinya. Cara yang umumnya digunakan orang adalah dengan berusaha mengikis emosi ini sedikit demi sedikit seiring dengan perjalanan waktu. Mereka berkata, “Time will heal the wound” atau “Waktu yang akan menyembuhkan luka ini”. Ada lagi yang mencoba dengan memberikan pemaknaan ulang, secara sadar. Ada yang menggunakan pendekatan spiritual, dengan doa. Ada lagi yang curhat, atau menggunakan teknik konseling. Dan masih banyak lagi deh.

Nah, dari pengalaman saya, yang paling mudah, sederhana, tapi sangat cepat adalah dengan menggunakan EFT. Ini yang paling mudah. Apalagi kalau menggunakan Hypno-EFT. Dijamin lebih cespleng. Bisa juga pake NLP. Dan kalo semua nggak bisa, terpaksa pake jurus pamungkas, memaafkan dengan bantuan hipnoterapi.

Apa beda masing-masing teknik terapi ini?

Jika menggunakan NLP maka kita tidak akan mengotak-atik konten. Kita tidak perlu tahu apa yang terjadi. Pertanyaan yang diajukan tidak pernah, “Mengapa ini terjadi?” tapi “Bagaimana anda membuat emosi ini muncul?” Di sini yang dicari adalah strategi yang mengakibatkan suatu emosi muncul. Terapi dilakukan dengan mengubah strategi sehingga tidak bisa memunculkan emosi itu lagi.

Dengan menggunakan Hypno-EFT maka kita memotivasi klien untuk berubah dan melepaskan emosi negatifnya. Ini adalah pendekatan waking hypnosis. Selanjutnya kita mengotak-atik jalur meridien tubuh, dengan melakukan ketukan pada titik-titik di tubuh dan dengan urutan tertentu. Hasilnya? Sangat efektif. Saya bahkan sering menerapi klien jarak jauh dengan menggunakan Hypno-EFT. Yang sering saya demonstrasikan adalah bagaimana dengan cepat menyembuhkan phobia ular. Biasanya hanya butuh waktu sekitar 2 menit.

Kalau dengan hipnoterapi caranya berbeda lagi. Kita akan menggunakan teknik tertentu untuk menemukan akar masalah dan melepaskan emosi negatif yang selama ini mengganggu hidup klien. Selanjutnya pikiran klien anda direedukasi, memberikan pemaknaan baru, dan melakukan forgiveness. 

Emosi yang saya maksudkan di sini tentunya emosi negatif yang menggangu hidup kita. Namun, apakah emosi positif juga bisa dinetralisir atau dihilangkan? Bisa.

Ada teknik yang bisa dengan sangat cepat menetralisir baik emosi positif maupun negatif. Bahkan perasaan cinta juga bisa kita hilangkan dengan sangat cepat. Semua bergantung kebutuhan, situasi, dan kondisi.

Baca Selengkapnya

Mengenal Suara Hati Yang Sesungguhnya

30 Juli 2011

Di salah satu seminar saya mendapat pertanyaan yang membuat saya merenung cukup lama, “Pak, apa sih sebenarnya suara hati itu? Apakah suara hati selalu baik untuk kita? Apa suara hati harus selalu kita ikuti? Apa parameter yang digunakan sehingga kita tahu bahwa yang kita “dengar” adalah benar-benar suara hati nurani kita dan bukan “suara” yang lain?”

Karena keterbatasan waktu saya hanya bisa memberikan jawaban singkat. Namun pertanyaan ini terus bermain di benak saya seolah-olah berkata, “Hei, jawaban yang tadi kamu berikan ke peserta itu belum tuntas. Ayo dong… mikir yang lebih keras. Masa jawabannya hanya seperti itu.”

Nah, malam hari sebelum tidur saya mulai berpikir dan berpikir. Hasil pemikiran saya cross-check dengan beberapa literatur yang pernah saya baca sebelumnya. Setelah itu saya bandingkan dengan berbagai pengalaman hidup yang telah saya alami. Nah, dalam kesempatan ini ijinkan saya untuk bebagi pengalaman dan pemahaman saya yang mengkristal dalam bentuk jawaban atas pertanyaan di atas.

Di buku Hypnotherapy : The Art of Subconscious Restructuring saya menjelaskan mengenai salah satu teknik terapi yang dikenal dengan nama Ego State Therapy atau ada juga yang menyebutnya sebagai Parts Therapy.

Inti dari teknik ini adalah kita berkomunikasi dengan “Bagian” (Ego State atau Parts) dari diri kita yang selama ini menghambat kemajuan kita. Teknik ini sangat efektif untuk menyelesaikan konflik diri (inner conflict).

Bagi terapis yang telah menjalani pelatihan intensif dan mengerti betul teorinya maka akan sangat mudah melakukan teknik ini. Namun bagaimana dengan orang yang tidak mendapat pelatihan ini?

Parts / Ego State

Sebelum saya meneruskan uraian ijinkan saya untuk sedikit membahas mengenai Parts atau Ego State. Ada juga yang menyebutnya sebagai Sub Personality. Untuk mudahnya saya akan menggunakan istilah “Bagian”.

Di dalam diri kita ada banyak “Bagian”. Setiap bagian ini menyerupai “seseorang” dengan kepribadian, karakter, memori, rule, belief, value, dan tujuan masing-masing. Saat mereka bekerja secara harmonis, saat hubungan sesama “Bagian” ini baik maka hidup kita akan sangat lancar. Namun saat ada di antara mereka yang konflik, dan biasanya ini bisa melibatkan lebih dari 2 “Bagian”, maka kita mengalami konflik diri.

Cara “Bagian” ini berkomunikasi dengan kita biasanya dengan menggunakan perasaan dan self talk atau inner dialogue/voice. Apakah hanya dengan dua cara ini saja? Oh tidak. Masih ada cara lain yang jarang atau tidak kita sadari, walaupun sebenarnya kita telah mengalaminya. Nanti di bagian akhir artikel ini akan saya membahas secara lebih mendalam. Untuk saat ini kita fokus pada self talk dan perasaan.

Saat paling mudah untuk mengamati “Bagian” ini saling berkomunikasi adalah saat kita baru bangun tidur. Biasanya ada 2 “Bagian” yang saling berbicara. Satu “Bagian” mau kita segera bangun. Dan satu “Bagian” lagi ingin kita tetap berbaring dan tidur lebih lama lagi. Masing-masing “Bagian” memberikan argumentasi masing-masing. Yang umumnya terjadi seperti ini:

Bagian 1 : Hei.. bangun. Sudah siang nih. Sudah waktunya masuk kerja.
Bagian 2 : Nggak usah bangun dulu. Santai aja kenapa sih. Kan tadi malam dia tidurnya malam sekali. Jadi dia butuh waktu sedikit lagi untuk istirahat.
Bagian 1: Lho, kalau nggak bangun sekarang nanti terlambat masuk kantor. Bos bisa marah besar. Kan dia ada janji sama pelanggannya.
Bagian 2 : Ala… lima menit saja kenapa sih. Nggak bisa lihat orang senang ya?

Nah pembaca anda pernah kan mengalami self talk seperti ini? Saat 2 “Bagian” ini saling beradu argumentasi kita hanya menjadi pengamat. Sampai satu saat kita memutuskan untuk mengikuti salah satu “saran” yang diberikan. Kita bangun… atau terus tidur. Masing-masing “Bagian” punya “kepentingan” sendiri yang mereka pikir baik untuk kita. Mana yang benar-benar baik? Ini membutuhkan kejelian kita untuk menganalisa.

Berguru Pada Hingar Bingar Keheningan

Pembaca, mengapa saat mau bangun tidur kita mudah sekali mengamati self talk kita? Mengapa saat baru bangun tidur kita dapat dengan sangat mudah, bahkan tanpa perlu upaya, bisa mengikuti dialog internal yang terjadi di dalam diri kita? Mengapa kalau sudah bangun dan mulai aktif menjalani hari kita malah sulit sekali mendengar suara itu?

Jawabannya sebenarnya sangat mudah. Saat kita baru bangun tidur pikiran kita masih tenang. Saat itu kita masih “hening”. Belum banyak hal, buah pikir, masalah, atau thought yang kita pikirkan. Dengan demikian pikiran kita masih tenang dan hening. Setenang air di danau saat pagi hari. Kalau sudah siang, saat air (baca: pikiran) sudah bergejolak dan banyak riak maka kita akan sangat sulit untuk bisa melihat ke dalam atau dasar danau.

Nah, justru saat pikiran berada dalam kondisi tenang atau hening kita justru akan “mendengar” hingar bingar yang selama ini tidak kita dengar. Justu saat pikiran hening kita bisa belajar dengan melakukan pengamatan terhadap dialog internal yang terjadi, tanpa perlu melibatkan diri di dalam dialog itu. Kita hanya akan melibatkan diri bila dirasa perlu dan untuk tujuan tertentu.

Membedakan Suara Hati Nurani dan Suara Ego Yang Sakit

Sebelum menulis bagian ini saya teringat satu klien yang pernah saya tangani. Saat itu saya berdialog dengan 4 (empat) “Bagian” dari diri klien. Klien ini mengalami kecemasan yang sangat tinggi dan sudah delapan tahun lebih berobat ke luar negeri.

Setiap satu setengah bulan sekali ia harus menemui dokter di rumah sakit, di luar negeri, mendapat injeksi obat tertentu dan sekaligus membeli tambahan obat yang harus ia minum secara rutin. Begitu tingginya kecemasannya sampai si klien, selama delapan tahun terakhir, setiap hari mendengar berbagai suara.

Suara ini memberikan perintah yang aneh-aneh, bahkan yang merugikan dan membahayakan hidup klien. Ada suara yang memberikan perintah yang seakan-akan demi kebaikan dan kebahagian klien namun bila dianalisa secara hati-hati, membandingkannya dengan sifat suara Hati Nurani yang saya jelaskan di bawah, ternyata sangat bertolak belakang.

Dalam kesempatan ini saya tidak akan membahas mengenai klien ini. Yang ingin saya sampaikan adalah bagaimana kita, sebagai orang biasa, bisa mengenali dan membedakan suara yang sungguh-sungguh berasal dari Hati Nurani dan suara yang berasal dari “Bagian” atau Ego yang sakit.

Saya percaya bahwa Hati Nurani setiap manusia bersifat bersih dan tulus. Hati Nurani ini adalah selalu baik adanya. Ada rekan saya yang mengatakan bahwa Hati Nurani mewakili sifat-sifat Illahi di dalam diri manusia. Dan masih menurut kawan saya ini, saat seseorang berdoa kepada Tuhan maka jawaban dari Tuhan datang melalui suara Hati Nurani.

Nah, berangkat dari pemahaman ini maka saya menyimpulkan bahwa suara Hati Nurani pasti mempunyai sifat-sifat berikut:
•Berdasarkan cinta kasih yang tulus tanpa pamrih
•Selalu ingin yang terbaik untuk diri kita
•Berlandaskan nilai-nilai Kebenaran Universal
•Jujur, tulus, dan apa adanya, walau kadang terasa menyakitkan perasaan kita.
•Menghargai diri kita dan juga orang lain
•Penuh kelembutan dan ketenangan namun sangat kuat
•Penuh pengertian dan toleransi
•Memberikan perspektif atau pemahaman baru terhadap suatu kejadian atau peristiwa sehingga meningkatkan level kesadaran kita.

Memahami Komunikasi Suara Hati Nurani

Banyak orang yang telah mengalami, tidak hanya mendengar, suara hati namun mereka tidak menyadarinya. Mengapa mereka tidak menyadarinya? Karena mereka tidak mengerti cara Hati Nurani berkomunikasi.

Nah, bagaimana sih bentuk komunikasi yang biasa digunakan oleh Hati Nurani?

Ada beberapa cara. Pertama, seperti yang telah saya jelaskan di awal artikel ini yaitu dengan menggunakan self talk atau inner dialogue. Saat pikiran hening kita bisa mendengar suara Hati Nurani dengan jelas. Kita bahkan bisa berdialog dengan Hati Nurani.

Kedua, melalui perasaan atau yang sering disebut sebagai gut feeling. Seringkali saat akan melakukan sesuatu ada perasaan tertentu yang memberikan sinyal apakah kita bisa terus atau harus berhenti. Nah, perasaan atau gut feeling ini sebenarnya juga bentuk komunikasi dari Hati Nurani kepada kita.

Jika anda cukup tanggap, seringkali perasaan ini memberikan sinyal yang cukup jelas. Saat anda mengabaikan perasaan ini, misalnya saat anda ingin melakukan sesuatu tiba-tiba muncul perasaan yang meminta anda untuk tidak melakukannya, dan anda tetap melakukan yang anda inginkan ternyata hasilnya justru sangat merugikan diri anda.

Nah, saat itu anda berkata, “Coba tadi saya mengikuti suara hati saya. Pasti nggak akan mengalami kerugian seperti ini.”

Ada banyak contoh kasus mengenai gut feeling. Seorang klien pernah bercerita mengenai hal ini kepada saya. Saat hendak memulai satu bisnis dengan kawan dekatnya ia mendapat gut feeling yang mengatakan bahwa ia tidak boleh melakukan kerja sama ini. Gut feeling-nya mendapat dukungan dari gut feeling istrinya yang juga kurang setuju dengan rencananya. Tapi tetap ia abaikan.

Apa yang terjadi?

Bisnis yang semula berjalan baik akhirnya harus dihentikan karena mereka berbeda visi dan misi. Pada awalnya klien saya merasa ia dan kawannya sudah benar-benar sehati, satu visi, satu misi, dan satu nilai. Namun ternyata setelah bisnis semakin berkembang tampak jelas perbedaannya. Yang satu tetap fokus pada tujuan semula, yang satu lagi hanya fokus pada uang dan uang. Sehingga keputusan yang dibuat seringkali tidak sesuai dengan tujuan semula.

Ketiga, melalui ide yang bersifat menginspirasi. Saya yakin anda pasti pernah mengalami saat berdoa meminta petunjuk dari Tuhan, eh.. tanpa disangka-sangka muncul satu ide kreatif yang menginspirasi anda melakukan sesuatu. Ternyata saat anda melaksanakan ide ini masalah anda selesai. Jadi, ide ini adalah jawaban yang anda butuhkan.

Ide ini bisa muncul tiba-tiba, bisa juga muncul setelah dipicu oleh faktor lain. Faktor lain ini bisa berupa informasi dari buku yang sedang anda baca, bisa dari televisi, bisa saat mendengar kisah orang lain, bisa dari mana saja. Tapi intinya, kita mendapat jawaban dalam bentuk ide.

Keempat, pergeseran persepsi. Yang dimaksud dengan pergeseran persepsi ini begini. Misalnya ada seseorang, katakanlah salah satu saudara kita, yang telah kita bantu dengan tulus, saat ia mengalami kesulitan hidup, kita beri kepercayaan dan kesempatan untuk berkembang, ternyata setelah ia agak “kuat”, ia menghianati kepercayaan kita.

Bagaimana perasaan kita? Ya, sudah tentu marah dan kecewa. Namun seiring berjalannya waktu perasaan kita berubah. Dari yang tadinya marah, kecewa, sakit hati, jengkel, dendam, dan berbagai emosi negatif lainnya, kita kini malah merasa kasihan dan prihatin dengan saudara kita ini.

Mengapa berubah dari sakit hati menjadi kasihan dan prihatin?

Karena pemahaman kita semakin berkembang, semakin bijaksana, mendapat insight yang mengakibatkan terjadinya peningkatan level kesadaran.

Kita kasihan dan prihatin bahwa saudara kita ini akan mengalami banyak kesulitan hidup bila ia tidak menyadari bahwa apa yang ia lakukan itu adalah hal yang salah dan justru akan sangat merugikan dirinya di masa mendatang.

Kita kasihan dan prihatin karena bisa saja sebenarnya saudara kita ini tidak menyadari apa yang ia lakukan. Bisa jadi ini adalah salah satu bentuk sabotase diri yang sangat halus yang tidak disadari oleh saudara kita. Kemarahan dan kekecewaan sekarang telah berganti dengan perasaan prihatin, kasihan, dan bahkan perasaan sayang ingin membantu saudara kita ini.

Kelima, melalui kebetulan yang tidak kebetulan. Seringkali kita mengalami suatu kejadian, yang kita rasa suatu kebetulan, yang sebenarnya kalau dipikir-pikir lagi, bukan kebetulan, maka disebutlah dengan kebetulan yang tidak kebetulan, yang kebetulan membuat anda bingung. Nah, kebetulan ini sebenarnya bentuk komunikasi Hati Nurani dengan kita. Namun seringkali kita mengabaikannya.

Ada satu contoh nih. Seorang pria ingin membayar lunas hutangnya sebelum ia pindah kerja ke kota lain. Bosnya tahu rencana ia pindah kota. Akibatnya malah bosnya mempercepat proses “berhenti” kerja sehingga pria ini tidak punya penghasilan untuk membayar utangnya.

Pria ini marah sekali pada bosnya. Ia merasa bosnya telah menghancurkan hidupnya. Pria ini juga berdoa agar bisa mendapat bantuan keluar dari kesulitannya ini. Saat ia membuka kitab sucinya, eh.. tiba-tiba matanya terpaku pada ayat yang berbunyi, “Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang ………………….”.

Pria ini memutuskan untuk memaafkan mantan bosnya dengan tulus. Ia malah mendoakan agar usaha mantan bosnya ini bisa semakin maju dan berkembang.

Apa yang terjadi kemudian?

Di hari yang sama ada seorang famili yang mampir ke rumahnya dan menyerahkan amplop berisi uang. Jumlahnya persis sama seperti yang ia butuhkan untuk melunasi utangnya.

Saat ditanya mengapa familinya kok menyerahkan uang kepadanya, ia mendapat jawaban yang justru lebih aneh lagi, “ Minggu lalu ada dorongan di hati saya untuk melihat kembali perhitungan keuntungan yang kita dapatkan saat mengerjakan proyek beberapa waktu lalu. Nah, tiba-tiba saya lihat ada kesalahan perhitungan. Setelah saya hitung ulang maka kamu seharusnya dapat lebih. Saya sudah mau ke rumahmu. Tapi selalu saja repot nggak bisa. Baru hari ini saya ada waktu luang. Inipun setelah ada satu janji yang dibatalkan secara mendadak oleh si customer.”

Pria ini langsung teringat bahwa benar ia mulai berdoa mohon bantuan sejak minggu lalu. Rupanya kemarahannya ini yang membuat “bantuan” yang ia butuhkan tidak kunjung tiba. Dan setelah ia memaafkan mantan bosnya, eh.. tiba-tiba bantuan datang.

Apakah ini kebetulan? Tentu tidak.

Keenam, melalui mimpi. Seringkali saat kita sangat membutuhkan jawaban untuk mengatasi masalah yang sedang kita hadapi, setelah kita cari ke mana-mana tetap nggak dapat jawabannya, eh.. saat tidur kita mendapat mimpi yang merupakan jawaban atas pertanyaan kita. Anda pernah mengalaminya?

Nah, pembaca, setelah membaca sejauh ini, saya berharap anda sekarang bisa lebih jelas mengenai suara Hati Nurani. Apapun “jawaban” yang anda dapatkan harus anda cross check dengan sifat-sifat Hati Nurani yang saya jelaskan di atas.

Pada kasus klien saya, ia berkata bahwa suara hatinya mengatakan bahwa sebaiknya ia mati. Suara hatinya mengatakan bahwa ia tidak akan bisa bahagia hidup di dunia ini.

Nah, ini benar-benar suara Hati Nurani atau suara Ego yang sakit?

Baca Selengkapnya

Mengapa Akar Masalah Sering Berasal Dari Masa Kecil?

30 Juli 2011

Seorang kawan bertanya kepada saya, "Pak Adi, anda sering mengatakan bahwa hampir semua masalah yang dialami orang dewasa bila dicari akar masalahnya selalu ditemukan di masa kecil. Apa benar seperti ini adanya? Trus...kok bisa seperti ini ya? Penjelasan ilmiahnya seperti apa?"

Wah, ini pertanyaan yang mudah ditanyakan tapi sulit dijawab. Jujur jawaban standar saya untuk pertanyaan di atas adalah berdasarkan pengalaman praktik saya. Oh ya saya mau koreksi pertanyaan di atas. Akar masalah tidak selalu, tapi hampir selalu, berasal dari masa kecil.

Dari pengalaman membantu sangat banyak klien saya menemukan satu hal menarik. Hampir semua, tapi tidak selalu, masalah yang dialami seseorang (dewasa) berasal dari pengalaman (traumatik) yang terjadi di bawah usia 12 tahun.

Tapi mengapa akar atau sumber masalah justru terjadi saat masih anak-anak?

Sebelum saya menjawab pertanyaan di atas, satu hal yang perlu kita sadari yaitu bahwa setiap kejadian sebenarnya netral, tidak ada artinya, tidak baik maupun buruk. Suatu kejadian, pengalaman, atau peristiwa dikatakan baik atau buruk bergantung pada makna yang kita berikan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Epicetus (100 SM), "Men are disturbed not by things but by the views which they take of them".

Makna ini selanjutnya akan mengakibatkan munculnya suatu emosi tertentu. Nah, yang menjadi masalah adalah bila emosi yang muncul adalah emosi negatif. Emosi negatif yang terhubung atau melekat pada suatu peristiwa tertentu selanjutnya akan mendikte munculnya respon spesifik, saat ia dewasa, bila ia mengalami lagi situasi atau peristiwa yang sama atau serupa dengan yang dulu pernah ia alami.

Contohnya begini. Baru-baru ini saya menangani seorang klien dewasa yang tidak bisa menyanyi, khususnya di atas panggung. Klien ini sebenarnya punya suara yang cukup merdu. Namun setiap kali ia naik panggung mau menyanyi maka yang dirasakan adalah perasaan panik, tidak mampu, tidak percaya diri, takut, dan jantungnya berdebar keras sehingga ia tidak bisa menyanyi.

Setelah dicari akar masalahnya ternyata saat ia berusia 5 tahun ia pernah menyanyi di panggung dan lupa syair lagunya. Saat itu, masih menurut klien ini, semua penonton menertawakan dirinya. Tentu ia merasa malu sekali. Dan sejak saat itu ia memutuskan bahwa menyanyi itu sangat menyakitkan hatinya. Jadi lebih baik tidak menyanyi.

Begitu keputusan ini dibuat, yang sebenarnya kurang tepat karena keterbatasn kemampuan berpikirnya saat itu, jika tidak mau dikatakan sebagai keputusan yang salah, maka pikiran bawah sadarnya akan melakukan apa saja untuk menjalankan keputusan ini.

Tapi mengapa ia bisa sampai pada kesimpulan ini? Kan nggak masuk akal. Lha, masa hanya gara-gara lupa syair, terus ditertawakan teman-temannya, eh.. malah ngambek seterusnya nggak mau menyanyi sampai dewasa. Ini sungguh tidak masuk akal.

Ini kan cara berpikir orang dewasa. Kita, yang sudah dewasa akan berkata seperti yang saya tulis di atas. Tapi namanya anak-anak tentu proses berpikirnya berbeda.

Untuk bisa menjawab pertanyaan ini tentu kita perlu mengerti cara berpikir anak. Dan salah satu pakar ternama yang khusus meneliti proses berpikir anak adalah Jean Piaget. Saya selanjutnya mempelajari pemikiran dan karya Piaget melalui bukunya yang berjudul The Child’s Conception of The World. Piaget mempelajari perkembangan kognitif anak khususnya pada aspek kemampuan dalam memproses dan memahami informasi dengan tingkat kompleksitas yang berbeda.

Piaget memberikan subjek penelitiannya berbagai pertanyaan atau soal dan mengamati bagaimana anak memanipulasi informasi untuk bisa mencapai suatu kesimpulan.

Misalnya, untuk anak berusia di bawah 7 tahun, jika ditunjukkan gambar 2 pohon yang jenis dan tingginya berbeda maka mereka akan memilih pohon yang lebih tinggi sebagai pohon yang lebih tua. Anak yang lebih besar, di atas 7 tahun, akan bertanya kapan pohon-pohon itu ditanam. Dengan kata lain anak yang lebih tua memiliki kemampuan untuk memproses lebih banyak informasi saat berpikir tentang sesuatu.

Level kerumitan dan kecakapan berpikir anak, sejalan dengan perkembangan usia mereka, dibagi menjadi empat kategori; nominal, ordinal,interval, dan ratio.

Nominal Data
Pada tahap ini kemampuan berpikir didasarkan pada prinsip "ya" atau "tidak", baik atau buruk, benar atau salah, menang atau kalah. Pada level ini tidak dikenal wilayah "abu-abu". Yang ada hanya hitam atau putih.

Level berpikir ini sering mengakibatnya terciptanya belief dan keputusan yang menghambat. Anak kecil tidak bisa terhindar dari cara berpikir ini karena keterbatasan kemampuan kognisi mereka. Dan dari riset lain diketahui bahwa bagian prefrontal cortex anak masih belum berkembang optimal pada usia dini.

Misalnya jika anak melihat kedua orangtuanya ribut atau bertengkar. Anak biasanya akan menyimpulkan, "Papa dan mama ribut pasti karena saya" atau "Nanti kalau sudah besar saya nggak mau nikah karena akan ribut seperti papa dan mama".

Ordinal Processing Pada level ini anak bisa melakukan pengurutan informasi. Kemampuan ini melibatkan pembandingan data dengan tujuan menghasilkan ranking atau urutan. Misalnya, jika dalam suatu pertandingan anak mendapat informasi posisi mereka, dan anak tahu, misalnya "Saya juara dua", maka informasi ini sudah lebih tinggi levelnya daripada sekedar kalkulasi nominal "Saya menang" atau "Saya kalah".

Interval Processing
Pada level ini kemampuan berpikir semakin berkembang. Anak mampu berpikir lebih abstrak misalnya dalam memaknai urutan posisinya dalam suatu peristiwa. Pada contoh di atas, bila anak berpikir di level ini, maka yang ada di pikirannya bukan sekedar "menang" atau "kalah" tapi seberapa dekat saya menang, tidak sekedar saya juara dua.

Ratio Processing
Level ini adalah level yang paling tinggi. Level ini mencakup tiga level di bawahnya dan juga kemampuan berpikir abstrak yang lebih tinggi. Misalnya, "Apakah menjadi juara satu adalah benar-benar penting bagi saya?". Kemampuan ini yang dimaksud saat seseorang berkata, "Berpikir di luar kotak atau thinking outside the box".Ini adalah level berpikir di mana kita mampu melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda.

Penelitian Piaget menemukan bahwa kemampuan berpikir anak terbatas pada level nominal dan ordinal processing hingga kira-kira usia tujuh tahun. Pada usia delapan hingga dua belas tahun anak mengembangkan kemampuan interval dan ratio processing.

Dengan demikian belief atau kepercayaan yang terbentuk saat kita masih kecil semata-mata hanya dibatasi oleh kemampuan kognitif kita. Dan untuk bisa membantu klien mengatasi masalahnya maka kita perlu membawa klien mundur (regresi) ke masa saat keputusan atau kesimpulan atau pemaknaan dibuat. Tujuannya adalah untuk melakukan edukasi ulang untuk menghasilkan makna atau kesimpulan baru yang lebih konstruktif dan kondusif untuk hidup klien (dewasa).

Lalu, mengapa pada contoh di atas klien yang sudah dewasa masih tetap takut menyanyi?

Jawabannya sederhana. Saat klien naik di atas panggung maka panggung ini menjadi trigger atau pemicu aktifnya suatu part atau bagian dari diri klien, bagian yang dulu pernah mengalami pengalaman "traumatik" saat ia masih kecil. Bagian ini, yang kita kenal dengan nama Inner Child, akan menolak untuk menyanyi. Proses yang terjadi adalah age regression atau klien ini mundur kembali ke masa kecilnya. Sudah tentu proses ini terjadi dengan begitu cepat di pikiran bawah sadar. Yang ia rasakan hanyalah perasaan tidak nyaman yang membuat ia tidak mau menyanyi. Pikiran sadar mungkin sudah lupa kejadian di masa lalu. Tapi pikiran bawah sadar akan tetap ingat.

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List