The only hypnotherapy school in Indonesia approved by American Council of Hypnotist Examiners (ACHE), USA

Artikel


Seberapa Penting Mesin EEG Dalam Praktik Hipnoterapi?

29 Maret 2011

Awal bulan saya mendapat email dari seorang rekan hipnoterapis, sebut saja Budi, yang berminat belajar hipnoterapi di QHI. Ada banyak hal yang Budi tanyakan dan beberapa di antaranya, “Apakah materi yang diajarkan di QHI meliputi modul yang saya dapatkan saat belajar langsung ke Tom Silver?, “Apakah setiap peserta akan mendapatkan EEG seperti yang saya gunakan di kelas saat mengajar?”, Apakah dengan menggunakan EEG terapi akan menjadi lebih efektif?”

Pertanyaan seperti ini sering saya dapatkan dari calon peserta pelatihan Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy yang saya selenggarakan. Publik tahu bahwa saya belajar EEG Hypnotherapy dan menggunakan mesin EEG khusus yang didesain untuk hipnoterapi. Namun apakah mesin EEG mutlak dibutuhkan untuk bisa melakukan hipnoterapi dengan efektif dan efisien? Ini yang akan saya jawab melalui artikel ini.

Apakah materi yang diajarkan di QHI meliputi modul yang saya dapatkan saat belajar langsung ke Tom Silver? Jawabannya singkat dan lugas, “Tidak”.

Mengapa?

Karena sertifikasi saya adalah sebagai hipnoterapis yang mempelajari EEG Hypnotherapy bukan sertifikasi sebagai trainer EEG Hypnotherapy. Selain itu, sebelum mengikuti pelatihan saya telah menandatangani surat perjanjian, dengan Tom Silver, yang menyatakan bahwa saya tidak diperkenankan mengajar materi EEG Hypnotherapy tanpa ijin tertulis dari Tom Silver sebagai pemegang hak cipta. Perjanjian ini berlaku bagi semua murid Tom tanpa perkecualian. Saya menghargai perjanjian ini dan hingga saat ini tidak mengajarkan materi Tom.

“Apakah setiap peserta akan mendapatkan mesin EEG seperti yang saya gunakan di kelas saat mengajar?” Jawabannya juga sama, “Tidak”.

Mengapa?

Karena di Quantum Hypnosis Indonesia, mesin EEG hanya digunakan untuk menjelaskan korelasi antara perubahan pola gelombang otak dan kedalaman hipnosis. Saya menggunakan mesin EEG hanya untuk keperluan riset dan tidak untuk terapi. Saya tidak melihat relevansi dan pentingnya mesin EEG digunakan dalam melakukan hipnoterapi. Saya mengembangkan Quantum Hypnotherapeutic Protocol yang merupakan kristalisasi dari hasil praktik selama 4 tahun (2004 – 2008) kepada sangat banyak klien dan telah terbukti berhasil menangani berbagai kasus klinis dengan efektif, efisien, dan hasil terapi yang permanen, baik mulai kasus ringan seperti fobia hingga kasus berat seperti OCD, depresi, trauma berat, hingga halusinasi dan amnesia. Dan ini semua dicapai sama sekali tanpa menggunakan mesin EEG. Berbekal pengalaman ini saya ingin hipnoterapis alumni QHI juga mampu melakukan hal yang sama tanpa bergantung pada mesin EEG. Selain itu, berbagai pendekatan dan teknik intervensi klinis yang saya kembangkan semuanya dipraktikkan tanpa perlu menggunakan mesin EEG.

Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila klien mengalami abreaction hebat saat diterapi. Apa yang akan terjadi dengan elektrode yang dipasang di lobus frontal (titik FP1 dan FP2) yang terhubung dengan mesin EEG ? Bisa-bisa mesin EEGnya jatuh dan rusak saat klien abreaction. Belum lagi kalau pas di tengah-tengah terapi baterai drop sehingga mesin EEG berhenti bekerja.

Terlepas dari kendala di atas, mesin EEG yang digunakan untuk mengukur aktivitas otak memang cukup membantu. Namun mesin EEG tidak bisa membuat klien masuk kondisi hipnosis yang dalam. Untuk bisa membimbing klien masuk deep trance dibutuhkan beberapa syarat selain keterampilan dan kecakapan melakukan induksi. Syarat itu antara lain: klien tidak takut atau menolak secara sadar untuk dihipnosis, terapis berhasil mendapatkan hypnotic contract dengan klien, terapis mengerti tipe sugestibilitas dan teknik induksi yang sesuai untuk masing-masing tipe, terapis percaya diri, klien pasrah dan tidak menganalisa, dan yang sangat penting adalah pengalaman praktik terapis.

Mesin EEG hanya berfungsi sebagai alat bantu untuk “mengukur” aktivitas pikiran yang tercermin dalam pola gelombang otak, yang ditampilkan secara visual di layar monitor. Sama seperti alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah. Dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman untuk bisa menggunakan tensi meter dengan benar sehingga didapat hasil pengukuran yang akurat. Tensi meter ini tidak bisa mengungkap mengapa tekanan darah seseorang tinggi atau rendah dan tindakan medis apa yang perlu dilakukan untuk mengembalikan tekanan darah ke dalam batas wajar atau normal. Tindakan medis ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan dokter.

Dengan menggunakan mesin EEG kita memang bisa mengetahui dengan pasti seberapa dalam kondisi trance klien. Namun, setelah klien sudah deep trance, apa yang akan dilakukan? Dalam konteks terapi atau klinis, kondisi hipnosis tidak bersifat terapuetik. Kondisi hipnosis hanyalah suatu kondisi kesadaran atau altered state of consciousness. Untuk bisa membantu klien mengatasi masalahnya terapis perlu melakukan intervensi dengan teknik terapi yang spesifik sesuai kebutuhan dan kondisi klien. Dan keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh banyak lagi faktor lain, selain kedalaman hipnosis.

Pengetahuan yang saya dapatkan dari Anna Wise, yang juga menggunakan mesin EEG (Mind Mirror IV) khusus untuk mengukur pola gelombang otak dan hubungannya dengan kondisi kesadaran, mengajarkan saya satu hal penting. Dilihat dari pola gelombang otak Beta, Alfa, Theta, dan Delta, saat klien masuk kondisi deep trance maka aktivitas Beta akan berkurang drastis. Hal ini berarti pikiran sadar semakin rileks, fungsi kontrol dan analisanya sangat menurun. Dan ini memberikan kesempatan untuk mengakses pikiran bawah sadar dengan leluasa.

Namun, dalam konteks terapi, kita juga perlu melihat korelasi dan interrelasi antara Alfa, Theta, dan Delta. Memori letaknya di Theta. Sedangkan emosi di Delta. Alfa adalah jembatan yang menghubungkan Beta (pikiran sadar) dan Theta (pikiran bawah sadar), dan Delta (pikiran nirsadar). Dalam situasi tertentu bisa terjadi Alfa “menutup” yang dikenal dengan Alpha Blocking atau Repressed Content. Dalam kondisi ini konten dari pikiran bawah sadar tidak bisa naik ke pikiran sadar.

Mesin EEG menunjukkan adanya Alpha Blocking atau Repressed Content, lalu apa yang harus dilakukan untuk bisa mengatasi hal ini? Di sinilah dituntut keterampilan dan pengalaman yang cukup dari terapis.

Dengan menggunakan mesin EEG kita bisa tahu bahwa ada emosi yang bergejolak di pikiran bawah sadar karena amplitudo Delta meningkat drastis. Namun, kita sama sekali tidak tahu apa konten dari emosi ini. Kita juga tidak tahu apakah emosi ini positif atau negatif. Terapis harus bertanya atau melakukan penggalian untuk bisa mendapatkan data yang dibutuhkan.

Apakah klien bersedia mengungkap data yang berisi muatan emosi yang tinggi, seperti yang ditampilkan di layar monitor, yang merupakan hasil pengukuran mesin EEG? Bisa ya, bisa tidak. Dalam kondisi deep trance klien tetap sadar dan bisa menyimpan atau menahan informasi tertentu. Jadi, sekali lagi, mesin EEG saja tidak cukup.
 
Apakah dengan menggunakan mesin EEG terapi akan menjadi semakin efektif?” Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Ini bergantung pada masalah yang ingin diatasi dan teknik intervensi yang digunakan. Ada teknik yang membutuhkan kedalaman light trance. Ada yang butuh medium trance. Ada yang mengharuskan kondisi very deep trance agar efektif dan permanen.

Saya,kebetulan, sempat belajar dan mendalami karya, pemikiran, teori, dan teknik beberapa nama besar dunia hipnoterapi seperti Harry Arrons, Gil Boyne, Charless Tebbetts, Randall Churchill, Milton Erickson , Ormond McGill, John Kappas, Barabaz, Watkins, Schneck, Meares, dan masih banyak lagi pakar lainnya. Mereka semua mampu melakukan hipnoterapi dengan sangat efektif dan efisien tanpa menggunakan mesin EEG. Mereka semua punya cara untuk mengukur dan mengetahui tingkat kedalaman hipnosis klien dengan sangat presisi.

Memang ada teknik terapi yang bisa langsung “mencabut” keluar emosi yang mengganggu hidup seseorang, akibat dari pengalaman traumatik. Namun teknik ini membutuhkan kedalaman trance yang sangat dalam, lebih dalam dari profound somnambulism. Idealnya klien minimal perlu mencapai level Hypnotic Coma. Lebih baik lagi kalau bisa mencapai hypnosleep. Dan akan jauh lebih baik lagi jika berhasil mencapai level Ultimate Depth.

Pertanyaannya sekarang, berapa banyak terapis yang punya kemampuan membawa klien hingga mencapai level ini dengan cepat? Saya pernah bertanya pada Tom mengenai hal ini dan Beliau berkata ada klien yang memang cukup sulit dibimbing masuk ke level yang sangat dalam. Jika ini yang terjadi maka bisa dibutuhkan sampai 3 sesi hanya untuk melakukan induksi dan melatih klien untuk bisa mencapai kedalaman yang diinginkan, baru setelah itu di sesi ke 4 terapi dilakukan.

Jadi, seberapa penting mesin EEG dalam praktik hipnoterapi?

Jawabannya, “Tidak terlalu penting.”

Seberapa penting mesin EEG dalam riset yang berhubungan dengan hipnoterapi?

Jawabannya, “Cukup penting namun bukan yang paling penting.”

Kami, QHI, memang punya 4 (empat) mesin EEG dengan desain dan tujuan yang berbeda dan harganya cukup mahal. Ini semua hanya digunaan untuk riset. Semua hipnoterapis QHI, termasuk saya, tidak pernah menggunakan mesin atau alat apapun untuk melakukan terapi. Walaupun tidak pernah menggunakan alat hasil terapi kami sangat efektif dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi.
Bahkan dari temuan di lapangan diketahui bahwa teknik induksi yang diajarkan di QHI terbukti mampu membawa klien tipe apa saja masuk ke kondisi deep hypnosis dan bahkan lebih dalam lagi dengan tingkat keberhasilan hingga 99,15%. Data ini didapatkan dari hasil menginduksi 437 subjek saat pelatihan QHI angkatan 10 dan 11.

Berapa harga satu unit mesin EEG?

Mesin EEG yang bagus, yang cocok digunakan untuk riset hipnoterapi, berkisar antara USD. 2.000 hingga USD. 3.500. Ini harga di Amerika. Belum termasuk ongkos kirim dan pajak impor yang bisa mencapai 35%. Belum lagi kita perlu membeli komputer atau laptop dengan spesifikasi dan kemampuan memproses grafis yang tinggi agar didapat tampilan visual yang sejalan dengan spesifikasi mesin EEG.

Saran saya, bagi rekan-rekan hipnoterapis, fokuslah pada peningkatan pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan melakukan hipnoterapi. Dengan keterampilan yang tinggi kita akan dapat membantu banyak orang. Baru setelah itu, bila tertarik melakukan riset, kita bisa menggunakan alat bantu seperti mesin EEG. 

Baca Selengkapnya

Mengapa Sang Bijaksana Tidak Bijaksana?

21 Maret 2011

Dalam konteks Ego Personality Therapy (sekarang QHI tidak lagi menggunakan istilah Ego State Therapy) bila Ego Personality (Ego State / Part / Introject / Alter) tidak bersedia mengungkapkan data yang kita, terapis, butuhkan untuk membantu klien meyelesaikan masalahnya, biasanya kita akan minta bantuan Sang Bijaksana agar bersedia memberikan petunjuk atau data yang disembunyikan.
 
Dari apa yang kita ketahui, lebih tepatnya asumsikan, Sang Bijaksana menempati hirarki yang sangat tinggi dalam sistem Ego Personality seseorang. Jadi, dengan asumsi ini, saat Sang Bijaksana muncul maka ia akan membantu kita mengungkap data, memberikan nasihat, masukan, saran, dan bahkan membuat Ego Personality yang keras kepala langsung takluk dan tidak berani macam-macam. 

Benarkah demikian adanya?

Ternyata hasil temuan di lapangan tidak sepenuhnya seperti yang diharapkan atau diasumsikan. Benar, seringkali yang muncul adalah Sang Bijaksana yang benar-benar bijaksana dan mampu membantu proses terapi sehingga lebih mudah. Namun seringkali yang muncul adalah Sang Bijaksana yang tidak bijaksana, lemah, tidak berdaya, dan, maaf, goblok alias blo’on. Dengan demikian seakan-akan peran Sang Bijaksana ini sama sekali tidak signifikan dalam sistem psikis seseorang.

Cukup lama saya berpikir mengapa hal ini terjadi. Mengapa Sang Bijaksana ternyata tidak bijaksana seperti yang seharusnya? 

Hasil riset yang dilakukan oleh pakar Ego State atau Part seperti Watkins, Sarbin, May, Spiegel, Hilgard, Putnam, Beahrs, Kohut, dan masih banyak lagi nama besar lainnya menyatakan bahwa dalam diri setiap orang memang ada satu bagian yang bertindak sebagai Internal Self Helper atau Hidden Observer atau yang kita namakan sebagai Sang Bijaksana.
Kembali ke pertanyaan di atas, “Mengapa Sang Bijaksana yang muncul atau menjadi executive ternyata tidak bijaksana?”

Hasil analisis Advanced Research and Development QHI sebagai berikut. Pertama, kita perlu memahami bahwa ada dua jenis logika yaitu Conscious Logic dan Trance Logic. Dua jenis logika ini bekerja paralel, sesuai dengan kerja dua kesadaran, pikiran sadar dan bawah sadar, yang paralel aktif dan saling mempengaruhi, kecuali saat kondisi tidur.  Dua jenis logika ini berbeda. Logika pikiran sadar mengikuti hasil pembelajaran individu hingga ke usianya saat ini. Sedangkan logika pikiran bawah sadar menyerupai logika anak usia 8 tahun. Di sinilah masalah timbul karena terapis umumnya lupa bahwa saat memproses klien maka terapis berhadapan dengan Pikiran Bawah Sadar (Trance Logic) bukan Conscious Logic. 

Hal lain yang kita, terapis, lupa yaitu bahwa Sang Bijaksana sendiri sebenarnya adalah satu Folder Ego Personality yang di dalamnya bisa terdiri dari beberapa Ego Personality. Di dalam folder Sang Bijaksana sendiri ada hirarki yang menentukan level pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan juga otoritas. 

Dengan berlandaskan pada paparan teori ini maka kini kita tahu bahwa keluarnya Sang Bijaksana yang tidak bijaksana bisa disebabkan beberapa faktor:
1.Semantik yang digunakan oleh terapis tidak tepat.
2.Semantik yang digunakan bersifat general dan tidak spesifik.
3.Intervensi dari pikiran sadar klien karena kedalaman hipnosis tidak berada di level somnambulism.
4.Adanya Blocking dari Ego Personality yang tidak menghendaki perubahan pada diri klien.
5.Hypnotic Rapport antara terapis dan Underlying Personality yang akan dilibatkan dalam proses terapi tidak terjalin dengan baik.
6.Adanya rasa takut baik pada Executive Ego Personality maupun yang Underlying Ego Personality.
 
Lalu, bagaimana caranya untuk mengundang keluar Sang Bijaksana yang benar-benar bijaksana?

Untuk bisa mengundang keluar Sang Bijaksana yang sungguh bijaksana maka kita perlu memperhatikan enam poin di atas. Bila enam poin di atas tidak terpenuhi maka yang muncul biasanya Sang Bijaksana yang tidak bijaksana, blo’on, dan sama sekali tidak bisa diandalkan. 

Salah satu sebab utama, menurut temuan di lapangan, yang membuat Sang Bijaksana yang muncul ternyata tidak bijaksana adalah semantik yang tidak tepat dan tidak spesifik seperti berikut:

“Saya ingin bicara dengan bagian diri anda yang bijaksana untuk membantu proses terapi ini. Bagian diri ini saya namakan Sang Bijaksana. Nah, Sang Bijaksana, apakah anda bersedia berkomunikasi dengan saya. Kalau ya katakan bersedia.”

Semantik di atas sekilas sudah tepat. Namun ternyata masih bersifat general, tidak spesifik, dan tidak presisi.

Ingat, yang kita ajak bicara adalah Pikiran Bawah Sadar yang menyerupai anak usia 8 tahun. Jadi, logikanya juga sama seperti anak yang 8 tahun. Pemahaman seorang anak mengenai makna kata “bijaksana” tentunya berbeda dengan klien yang dewasa. Nah, saat Pikiran Bawah Sadar diberi perintah dengan kalimat seperti di atas maka yang muncul bisa macam-macam bergantung pada pemahaman anak 8 tahun.

Baca Selengkapnya

BREAKING NEWS

2 Februari 2011

Rekan-rekan semua yang berbahagia.....

Cukup lama saya merasakan beban di hati. Ada banyak pribadi istimewa yang ingin mengikuti pelatihan yang saya selenggarakan, QHI, QLT, dan QLT for Teens, namun terkendala biaya. 

Akhirnya kami berhasil menjalin kerjasama dengan Bank BCA untuk pembiayaan semua pelatihan di atas. Dengan kata lain Bank BCA menyediakan fasilitas kredit tanpa bunga, dengan tenggang waktu hingga 12 bulan, untuk mengikuti pelatihan ini. 

Dengan adanya fasilitas ini maka semakin banyak orang bisa mengikuti dan menikmati pelatihan yang kami selenggarakan. 

Sekedar info, untuk QLT angkatan ke 11 Minggu depan ini sudah kami tutup sejak bulan lalu karena sudah full. Bahkan masih banyak yang masuk daftar tunggu. 

Mohon bantuannya menyampaikan kabar baik ini bagi rekan, saudara, teman, atau siapa saja yang membutuhkannya.

Informasi selengkapnya silakan menghubungi Ibu Ely Susanti di 0888 3633 070.

Salam hangat

Adi W. Gunawan

Baca Selengkapnya

Pencegahan Kecanduan Seksual Pada Anak

27 Januari 2011

Rekan-rekan terapis QHI yang terkasih, dibawah ini saya sharekan dari milis HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) tentang hasil seminar dari Ibu Elly Risman seorang psikolog yang juga aktivis masalah anak, moga-moga membantu saat menangani klien anak yang mengalami kecanduan sexual sehingga bisa tahu apa penyebab dan apa yang kita bisa beritahukan pada klien dan orangtuanya saat melakukan Post Hypnotic Interview.

Hasil Seminar tanggal 30 Oktober 2010 di Kemang Village, Jakarta By Elly Risman, M.Psi (Yayasan Buah Hati)

Di-share dari teman yang ikut di Jakarta. Panjang tapi sangat menarik buat orang tua agar aware.

Seminar dibuka dengan layar presentasi yang menayangkan contoh sms anak sekarang, dengan huruf biasa tapi dibuat secara ALAY, tapi dibuat sedemikian rupa, sehingga kami, seluruh orang tua yang ada di ruangan seminar, tidak ada yang bisa membaca sms apakah itu?Apa maksud sms tsb?

Alaaahh...sms alay kan bisa dibaca. meski bikin mata dan otak kerja keras dulu buat tau maksudnya?

NO! Totally, ga ada satupun yang bisa baca sms tsb.

Dan, Taaaraa.....ternyata selain dengan huruf alay, sms tsb, dibacanya harus dengan posisi HP terbalik (bagian atas HP menjadi bagian bawah)! Can u imagine thattt????

DAN isinya adalah:
" Hi, sayang, aku kangen nih. Udah lama kita GA ML, Yuk, mumpung bonyok lagi pergi, yuk kita ketemuan...dsb ." (sori saya agak lupa persisnya namun isinya kurang lebih spt itu - ML= Making Love=berhub SEX)

Seisi ruangan seminar langsung heboh.

Note dari pembicara: SMS sayang-sayangan anak sekarang udah bukan I love u/ I miss u, tapi udah soal LAMA GA ML...

Demmm...Ihikksss dari awal seminar, mata saya udah melotot lebaarr!

2. Anak-anak kita hidup di era digital. Banyak media elektronik & cetak yang diakses anak, banyak yang mengandung unsur pornografi: Games, Internet, HP, TV, VCD, Komik, Majalah dll

3. Yang pertama dibahas adalah GAMES. Games diabad 21, berdasar penelitian, gambar lebih realistis, pemain bisa memilih karakter apa saja, yang tidak ada di dunia nyata, ketrampilan lebih kompleks dan kecekatan yg lebih tinggi> Kepuasan dan kecanduan lebih besar.

4. Jenis Games lebih beraneka macam: Aksi, adventure, strategi, Role playing.

Note dari pembicara:

SUPER HATI-HATI dengan GAMES anak-anak anda!

a. Ada games yang bergenre awal action, isinya adalah tembak2an dsb, namun ternyata jika, anak kita udah sampai level akhir, bonus di akhir levelnya adalah ML dengan pelacur jalanan...?????
b. Ada games yang berjenis role playing, dan naudzubillahimindzalik, ceritanya adalah tentang bagaimana “memperkosa paling asyik ???????

Jadi tinggal pilih cerita yang melatarbelakangi , kemudian tinggal pilih perempuan model apa yg mau “dipilih”, modelnya ga pake baju sama sekali, dan tinggal pilih bagian tubuh mana yang mau dipegang pertama kali dst. Cursor berbentuk tangan, yg digerakkan oleh anak-anak kitaa....>Seisi ruangan seminar langsung heboh lagiii....Gumaman Astagfirrullah bertebarann di ruangan....:(

5. Pikir baik-baik jika anda ingin membelikan games atau anak anak anda beli games sendiri/ meminjam games dari teman! Dan hati-hati , jika didepan sekolah anak-anak ada warnet! Jenis Games yang ada, murah dan gampang didapat, jenisnya sudah diluar perkiraan kita, orang tua!

Note: suami saya, yg orang IT dan doyan maen games pun, terkejut bukan kepalang, pas tau soal jenis games ini!!:(

6. Internet. Situs Porno bertebaran di dunia maya. Dan, jangan salah, pembuatnya juga anak-anak kita juga! Bahkann...Untuk mendapatkan uang, mereka menjual video sex mereka sendiri!> Pas seminar kami ditunjukkan ribuan video sex yg gampang diperoleh lewat internet.

Note dari pembicara:
a. Siapa bilang ML harus telanjang dan harus di tempat tidur/hotel ? >> kami ditunjukkan sekilas video ABG berseragam SMP, sedang ML ditangga dan berpakaian lengkap!
b. Hamil? Siapa takkut!> Bisa Aborsi !

7. HP.
    Hoho...Video2 sex tersebar melalui HP. Kapasitas HP yang besar, memungkinkan sang pemilik memiliki file-file berukuran besar seperti video dan gambar porno. Anak anda CLEAN?>Bisa jadi dia dapat kiriman gambar/video dari temennya!

Kasus : (yg pernah ditangani Ibu Elly) Ada seorang Ibu, yg datang ke beliau, shock karena menemukan gambar Vagina-seseorang di BBnya, yg ternyata setelah ditelusuri adalah kepunyaan temen sekolah (wanita) anaknya yang lelaki (yang suka minjem BB beliau!)...:(

8. Televisi. Program TV yang masih pantas diikuti, bisa dihitung dengan 1 tangan. Lainnya adalah program pembodohan, hantu, kekerasan dan pornografi. Sinetron, telenovela, sinetron2 Jepang/korea , film dsb. Jangan salah, Iklan pun juga menyesatkan.Ayoo jangan anggap enteng sinteron/film Korea/Jepang! Lama-lama anak anda ter-brainwash, terbiasa dengan kekerasan, sex bebas!

9. KOMIK. Ya, komik memang bergambar kartun. Tapi soal cerita, ga kalah dengan novel porno lainnya. Bahkan lebih mengerikan karena didukung dengan gambar. Gambar sampul depan, mungkin tidak menyiratkan 1 kepornoan pun, tapi di dalamnya, kita orang tua harus tau bahwa ceritanya ujung2nya tentang sex bebas.

Notes: Dari, survey yang telah dilakukan pembicara, salah satu judul games, komik, dvd yang masuk dalam kategori “BaHAYA” adalah NAR***...semuanya yg berbau NAR***, hati2!! WATCH OUT!!!!

APA TUJUANNYA? APA YANG MEREKA INGINKAN TERHADAP ANAK-ANAK KITA

1.Yang mereka inginkan, anak dan remaja kita memiliki MENTAL MODEL PORNO = perpustakaan porno, yang bisa diakses kapan saja dan dimana saja.

2.Kerusakan otak permanen -> yang hasil akhir yang diinginkan adalah>INCEST!!!

3.Sasaran tembak utama: Anak2 kita yg belum baligh. Jika sudah mengalami 33-36 ejakulasi> pecandu pornografi >PASAR MASA DEPAN!!!

Proses Kecanduan & Akibatnya

1. Didalam otak ada bagian yang disebut PRE FRONTAL CORTEX (PFC). PFC, tempat dibuatnya moral, nilai2, bertanggung jawab untuk: perencanaan masa depan, organisasi, pengaturan emosi, control diri, konsekuensi, pengambilan keputusan. PFC> Matang diusia 25 thn.

2. Sekali anak mencoba “kenikmatan” semu>Dopamin ( ket: suatu hormon yang  dihasilkan oleh hipotalamus) diproduksi > Anak merasa senang> Kemudian timbul rasa bersalah.

3. Saat anak merasa senang tsb (kebanjiran Dopamin), maka yang akan terganggu   adalah: Analisa, penilaian, pemahaman, pengambilan keputusan, Makna hubungan, Hati Nurani-> Spiritualitas /Iman akan terkikis> ANAK TUMBANG> Mental Model Porno->INCEST!!!!

4. Bagian otak yang rusak karena Narkoba: 3 bagian saja, tapi oleh Pornografi/SEX: 5 bagian otak yang rusak!

5. Industri yang terlibat Pornografi: Entertainment, Pornografi, Perfilman, Majalah Porno, Musik, Jaringan TV Kabel, Pembuat dan pemasar Video Games dll

SIAPKAH KITA SEBAGAI ORTU?

1. Kesalahan Budaya.

Yang mengasuh anak: IBU!! Ayah mencari Nafkah, bila perlu baru lapor Ayah!! SALAH BESAR!-> REVOLUSI PENGASUHAN!! ............ (Nyambung dengan artikel pak Gendi, Where’s All The Father Gone?Kemana Para Ayah?...Indonesia , A Fatherless Country???) Lihat fenomena Anak2 Jack Mania?> Kemana AYAHmu nakkk?Kemana ibumu naak????

Note: Bukan main saya bersyukurnya saya, pas bagian ini. Syukur Alhamdullillah, saya berhasil "memaksa" suami saya untuk ikut seminar ini.

2. Kelalaian kita sebagai ortu:

OrangTua Kurang:

1. Mempunyai waktu dengan anak.

Are u a weekend parent? Anak di ikutkan les sana-sini. Pertanyaan orang tua ke anak hanya tentang les mu gimana nak? Nilaimu berapa nak? Kamu ga bolos kan?Kamu biasa ngerjain ujian kan hari ini?-> Anak2 menjadi anak yg BLASTED (Boring>Lazzy> Stress!)

2. Mengajarkan agama & penerapannya?

-> Eksport! Merasa cukup menyekolahkan anak2 di sekolah berbasis agama. Anak disuruh les ngaji/agama. Penerapan? NOL BESAR!!!.... Menyuruh anak sholat tepat waktu, ortu? Bolong2 sholatnya? Ortu berbaju tertutup, anaknya maen ke mall hanya memakai rok mini/tanktop? Anak disuruh les ngaji? Ortunya ngaji aja ga bisa!!!! dsb..dsbb..

3. Target pengasuhan:

UMUM, kurang teguh pada prinsip-> hanyut dalam TREND. Temen anak di sekolah pada punya IPOD, Anak buru2 dibelikan-> malu dibilang ga trendy? Malu anak punyanya HP jadul yg cuma bisa sms/telp?> dibelikan BB palg mutakhir...

4. Tanggap Teknologi & Gagap Teknologi (Gaptek)
    Ortu bisanya memfasilitasi, tapi nol besar dengan pengetahuan mengenai perangkat yg dibelikan buat anak-anaknya. Buktinya: baca sms alay aja ga bisa!...gimana mo ngawasin anak?

Note dr pembicara: Jadi orangtua, harus "GAUL" dan PINTER !!! siapa biang jadi orangtua itu gampang?

5. Memberikan anak perangkat teknologi, tidak tahu akibat negatifnya, tanpa penjelasan dan tanpa persyaratan.

Note dari pembicara:

Orang Tua sekarang adalah Generasi ORTU yang ABAI...Generasi ORTU
PINGSAN!! Yang penting anak sekolah,les, diam di rumah didepan Komputer, Games, HP, Televisi -> Yakin, Anak anda AMAN????

6. Berkomunikasi yang baik dan benar : tidak memahami perasaan anak & remaja.

TIPS

Membuat Anak Tangguh di Era Digital:

1. Hadirkan Allah/Tuhan didalam diri anak. Ajarkan untuk selalu ingat Allah, taat kepadaNYA dari kecil. Hindari: Jangan sampai kamu hamil ya, Bikin malu keluarga!

Bapak / Ibu malu!!!-> Salah Besar. Ajarkan bahwa, di manapun dia berada, Allah tahu apa yang dia perbuat!

2. Perbaiki pola pengasuhan/parenting. Libatkan kedua-belah pihak. Jangan jadi ortu yang abai bin pin
3. Validasi anak : penerimaan, pengakuan dan Pujian Jangan jadikan anak anda, anak yang BLASTED! Boringg > Lazzy > Stressed!!
4. Mandiri & Bertanggung jawab kepada ALLAH, diri sendiri, keluarga & masyarakat.
5. Memberikan fasilitas pada anak harus dengan landasan dan persyaratan agama yang jelas.
6. Mempunyai MODEL yang baik dan benar

KOMIK

• Cek bacaan anak
• Baca dulu sebelum membeli
• Secara Berkala periksa meja belajar/lemari/kolong tempat tidur . Notes: JANGAN SAMPAI KETAHUAN ANAK!!
• Kenalkan anak pada berbagai jenis bacaan
• Diskusikan bacaan dengan anak

GAMES

• Perhatikan letak computer/media video games di rumah
• Perhatikan jarak antara mata anak/ruang cukup pencahayaan , layar tidak terlalu terang
• Pilihkan meja & kursi yang ergonomis

Buat kesepakatan dengan anak tentang:
o Berapa dalam seminggu
o Kapan waktu yang tepat
o Games apa yg boleh dimainkan
o Sanksi apa yang diberlakukan , jika melanggar

• Dampingi anak dalam membeli games dan cek selalu rating Games dalam kemasan games.

Banyak video games ber-rating AO (Adult Only) atau M (mature) yang dibajak dengan rating ESRB (Entertainment Software Rating Board, sebuah lembaga pemberi rating untuk games hiburan) diubah menjadi Teen, seperti GTA San Andreas, Mass Effect, Gta IV dsb.

Notes:
Marak video game kekerasan yang menampilkan secara gamblang adegan seksual di tengah-tengah video gamenya seperti GTA: San Andreas dan Mass Effect. GTA: San Andreas mendapatkan kecaman keras dari banyak kalangan dunia seperti Jack Thompson dan Hillary Clinton, sehingga memaksa produsennya mengganti rating ESRBnya menjadi AO (awalnya M (Mature)). Hal ini mengakibatkan profitnya turun hingga $28.8 juta.

Pada tanggal 20 Oktober 2003, Aaron Hamel dan Kimberly Bede menjadi korban penembakan yang dilakukan oleh 2 remaja, William dan Josh Buckner, karena keduanya terinspirasi setelah memainkan GTA:III. Akibat kejadian tersebut Aaron meninggal dunia, sedangkan Kimberley mengalami luka parah.

TV

• Atur jam menonton TV

o No TV dibawah 2 thun
o 5-7 tahun paling lama menonton TV: 2 jam/hari

• Kenalkan dan diskusikan ttg program TV yang baik dan buruk
• Perhatikan jarak menonton

INTERNET

• Perhatikan letak computer : tidak menghadap dinding
• Lakukan filterisasi terhadap situs porno (pasang alat pemblokir situs porno)
• Buat Kesepakatan tentang waktu bermain internet
• Secara berkala, cek situs apa saja yang telah dibuka anak di computer

IKHTIAR TERAKHIR

1. Perbanyak mendengarkan perasaan. GUNAKAN 2 TELINGA lebih sering daripada satu MULUT.
2. Orang tua harus TTS = TEGAS, TEGAR, SABAR
3. Meningkatkan diri dengan berbagai macam pengetahuan (Seminar, pelatihan, buku parenting dan agama)
4. Setelah semua upaya -> DOA

Baca Selengkapnya

Certified Hypnotherapist or Qualified Hypnotherapist?

10 Januari 2011

Saat bertemu dengan seorang rekan bisnis, baru-baru ini, kami sempat diskusi mengenai banyak hal dan akhirnya sampai pada aktivitas saya sebagai penulis buku, trainer, dan juga seorang hipnoterapis. Waktu mendengar bahwa saya adalah seorang hipnoterapis rekan ini langsung bertanya, “Pak Adi, apakah ada standarisasi profesi hipnoterapis di Indonesia?”

“Maksudnya?” tanya saya.

“Begini Pak Adi. Tiga bulan lalu adik saya menjalani hipnoterapi” jelas rekan saya.

“Apa masalah adik Pak Budi?” tanya saya lebih lanjut.

“Adik saya ini kan lagi punya masalah. Dia stress berat karena anaknya meninggal. Saking stressnya adik saya sampai sulit tidur dan akhirnya mendengar suara-suara. Ada suara orang yang memanggil-manggil, ada yang marah-marah, ada yang menertawakan dia. Padahal sebenarnya nggak ada orang di sekitarnya. Jadi, dia itu halusinasi. Dia diterapi oleh tiga hipnoterapis. Yang pertama sebanyak 10 sesi. Nggak ngefek. Lalu sempat diterapi oleh hipnoterapis kedua sebanyak 7 sesi. Juga nggak ngefek sama sekali. Baru setelah dihipnoterapi oleh terapis ketiga, sebanyak tiga sesi, adik saya menunjukkan kemajuan walaupun belum sembuh total. Dia sudah bisa tidur, tapi suara-suara itu masih terdengar. Walau nggak sesering sebelumnya” jawabnya.

“Berarti adik Pak Budi sudah mengalami banyak kemajuan, kan?” tanya saya lagi.

“Nah, ini yang membuat saya bingung. Sama-sama hipnoterapis, sama-sama punya gelar C.Ht, tapi mengapa kemampuan mereka berbeda? Harusnya kalau sudah punya gelar C.Ht mampu menangani kasus yang sama dong. Bahkan dari kartu nama hipnoterapis yang menangani adik saya dua di antaranya adalah anggota dari asosiasi apa gitu di Amerika. Apakah seperti itu, memang berbeda-beda, ataukah ada standar tertentu?” tanyanya lagi.

Pembaca, cukup panjang diskusi saya dengan Pak Budi. Saya menanyakan beberapa hal lagi sebelum memberikan penjelasan kepada Pak Budi. Saya menemukan mengapa terapi yang dilakukan oleh dua terapis pertama tidak efektif. Ulasan berikut ini adalah penjelasan yang saya sampaikan pada Pak Budi untuk meluruskan beberapa hal berkenaan dengan teknik terapi, gelar hipnoterapis, proses, dan hasil terapi.

Apakah dua terapis pertama yang menerapi adik Pak Budi tidak efektif?

Jawabannya, “Belum tentu”.

Yang perlu diingat terapi adalah kontrak upaya, bukan kontrak hasil. Tidak ada jaminan bahwa klien pasti sembuh bila dihipnoterapi. Dan terapis juga tidak pernah dan tidak boleh menjanjikan kesembuhan. Keberhasilan terapi bergantung pada dua pihak, klien dan terapis.

Saya akan bahas terlebih dahulu aspek klien. Beberapa faktor yang sangat penting, yang harus dipenuhi oleh klien, agar terapi bisa berjalan dengan baik dan mencapai hasil optimal adalah antara lain:

1.Klien bersedia diterapi atas kesadarannya sendiri, bukan atas permintaan, bujukan, rayuan, atau paksaan dari pihak lain.
2.Klien percaya sepenuhnya pada terapis.
3.Klien all-out menjalani sesi terapi.
4.Klienbersikap jujur, sepenuhnya terbuka, dan menjawab semua pertanyaan terapis.
5. Bersedia menjalani sesi terapi sebanyak yang ditetapkan terapis.

Bila klien bersedia melakukan hal di atas maka keberhasilan terapi selanjutnya ditentukan oleh pengetahuan, kecakapan, pengalaman, dan kreativitas terapis.
 
Merujuk pada judul artikel ini maka saya membagi hipnoterapis menjadi dua kategori yaitu certified hypnotherapist dan qualified hypnotherapist. Lho, apa bedanya?

Tidak seperti dokter, psikolog, atau psikiater yang masuk kategori licensed profession, hipnoterapis, di Amerika hingga saat ini, masuk kategori non-licensed profession. Nah, ini di Amerika yang aturannya ketat dan jelas. Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Sabar ya, saya jelaskan hal lain dulu.

Pendidikan hipnoterapis berbeda dengan pendidikan dokter, psikolog, atau psikiater walaupun sama-sama berada di healing profession. Untuk menjadi dokter, misalnya, kita perlu sekolah di fakultas kedokteran selama sekitar 5 -7 tahun dan harus lulus ujian. Setelah itu, untuk bisa praktik, seorang dokter harus mendapat surat ijin praktik dari pemerintah. Kalau mau jadi dokter spesialis ya sekolah lagi. Mau jadi konsulen, sekolah lagi. Jadi, jenjangnya jelas.

Demikan juga dengan menjadi psikolog. Yang bisa jadi psikolog adalah mereka yang selesai kuliah di S1 dan S2 Psikologi. Jadi, S1 dan S2 harus linier. Sedangkan untuk menjadi psikiater adalah dengan menjadi dokter umum dulu dan dilanjutkan dengan mengambil S2 Ilmu Kejiwaan. Baik psikolog dan psikiater harus punya ijin praktik resmi dari pemerintah.

Bagaimana kalau mau jadi hipnoterapis? Wah… ini bergantung pada masing-masing lembaga yang menyelenggarakan pendidikan atau pelatihan. Ada lembaga yang memberikan sertifikasi hipnoterapis cukup hanya dengan dua hari pelatihan. Ada lagi yang empat hari, enam hari, atau bahkan sampai sembilan hari. Intinya, semua peserta yang telah menyelesaikan pelatihan pasti diberi sertifikat dan dinyatakan, oleh lembaga itu, sebagai C.Ht atau certified hypnotherapist.

Apakah certified hypnotherapist juga berarti qualified hypnotherapist?

Nah, ini yang belum tentu.

Mengapa masing-masing lembaga bisa memberikan sertifikasi atau C.Ht., padahal lama masa pendidikannya berbeda?

Ini semua bergantung pada kurikulum yang diajarkan di lembaga itu. Kalau begitu, apakah ada standar kurikulum untuk menjadi certified hypnotherapist?

Jawabannya, “Belum ada kurikulum standar yang diterima semua lembaga.”

Ini kondisi yang terjadi di Amerika, lho. Dengan demikian kurikulum hipnoterapi sangat beragam, bergantung pada lembaga yang menyelenggarakan pelatihan. Memang di tahun 1992, Corry Hammond dan Gary Elkins memulai proyek untuk menentukan konten pendidikan profesi hipnoterapis klinis (Elkins&Hammond, 1998).

Mereka menelusuri pemikiran dan melakukan wawancara terhadap para pakar hipnoterapi klinis, pengajar, dan ilmuwan dari semua orientasi teoritis. Dari total 109 responden, 31% adalah pakar yang sangat disegani di disiplin ilmu mereka dan mewakili lembaga terkemuka, seperti The American Boards of Clinical Hypnosis. Hasil survei ini akhirnya dirangkum menjadi The Standards of Training in Clinical Hypnosis (SOTCH; Hammond & Elkins, 1994)

SOTCH dibagi menjadi level basic dan intermediate, masing-masing lamanya 20 jam pelatihan. Sejak tahun 1998 The American Society of Clinical Hypnosis dan The Society for Clinical and Experimental Hypnosis, organisasi ternama untuk profesional di bidang kesehatan di Amerika, mensyaratkan setiap calon anggotanya untuk mengikuti workshop 20 jam mengikuti standar SOTCH.

Di tahun 2006, The International Society of Hypnosis (ISH) mengadopsi SOTCH untuk workshop basic di International Congress of Hypnosis ke 17 di Acapulco, Mexico. Organisasi lain, baik pada skala nasional maupun lokal, di Amerika, menggunakan konten yang berbeda.

NGH mensyaratkan pelatihan 100 jam. Lembaga lain, lain pula kebijakannya. Ada yang mensyaratkan minimal 150 jam dan bahkan ada yang 200 jam tatap muka. Ini dari segi waktu pendidikan. Bagaimana dengan konten atau kurikulum pelatihan? Semua bergantung pada siapa tokoh pendiri lembaga itu. Hipnoterapi, walaupun semua bicara mengenai pikiran bawah sadar namun teknik intervensi klinis, pemahaman cara kerja pikiran, dan teori yang digunakan atau dikembangkan berbeda antara pakar yang satu dengan yang lain.

Saya, kebetulan, sempat menelusuri kurikulum beberapa lembaga pelatihan hipnoterapi terkemuka di Amerika. Saya bahkan sempat mendaftar untuk belajar online. Untuk yang ini saya hanya ikut yang kelas advanced yang diselenggarakan (alm) Gil Boyne. Ternyata setiap lembaga punya kurikulum sendiri, sangat beragam, dan dengan penekanan yang berbeda.

Untuk menjadi certified hypnotherapist saat ini sangat mudah. Hanya dengan mengikuti kelas online kita bisa mendapatkan sertifikat dari lembaga itu, yang juga diakui oleh lembaga yang lebih besar lagi di Amerika.
  
Bagaimana dengan standar pendidikan hipnoterapis di Indonesia?

Sama saja dengan yang di Amerika. Belum ada standar baku. Masing-masing lembaga punya kurikulum sendiri. Masing-masing punya kelebihan dan keterbatasan. Semua bergantung pada siapa pendiri lembaganya, pengetahuan, pengalaman, dasar teori yang digunakan, dan kiblat atau aliran hipnoterapi yang dipelajari dan dipraktikkan oleh pendiri lembaga itu.

Hingga saat ini belum ada satupun lembaga resmi hipnoterapi, yang diakui oleh pemerintah Indonesia, yang berperan seperti IDI atau HIMPSI. Kalaupun ada lembaga yang mengaku sebagai asosiasi hipnoterapis maka ini benar dalam pengertian lembaga ini adalah lembaga yang menaungi alumni sendiri, tidak diakui atau belum diterima sebagai lembaga resmi nasional, dan juga belum menjadi afiliasi dari hipnoterapis lulusan lembaga lain. Jadi, cukup rumit ya?

Kembali ke pertanyaan, “Apakah certified berarti qualified?”

Ini bisa ya, bisa tidak. Setelah selesai pendidikan semua peserta secara otomatis certified atau tersertifikasi menjadi hipnoterapis. Namun sertifikasi ini bukan jaminan bahwa ia qualified. Mengapa saya mengatakan demikian?

Memang sangat sulit untuk menentukan apakah seorang certified hypnotherapist juga adalah seorang qualified hypnotherapist. Bahkan Dr.David Waxman (President British Society of Medical & Dental Hypnosis),  dalam surat yang ditulisnya kepada Daily Telegraph, dan dimuat pada tanggal 5/10/1984 dengan cukup keras dan tegas menyatakan:

 "It is time that the general public be informed that there is no such person as a ‘qualified hypnotherapist’, and claims of degrees in this speciality exist only in the fantasies of the so-called ‘therapist’. No properly recognised degrees in hypnosis are issued anywhere in the world."

(Sudah saatnya awam diberitahu bahwa sebenarnya tidak ada seorang pun yang dapat disebut sebagai ‘qualified hypnotherapist’, dan pengakuan akan gelar dalam bidang ini hanyalah fantasi dari mereka yang disebut ‘terapis’. Tidak ada satu pun lembaga di dunia yang memberikan gelar resmi dalam bidang hipnosis)

Pernyataan Dr. David Waxman ini juga secara gamblang dan lugas menjelaskan bahwa sampai saat ini belum ada satu pun lembaga pendidikan formal, seperti universitas, yang memberikan gelar akademik resmi sebagai hipnotis atau hipnoterapis. Jadi, tidak benar bila ada yang mengaku bahwa mereka adalah lulusan S2 atau bahkan S3 hipnoterapi dari universitas tertentu di luar negeri.

Terlepas dari apa yang dikatakan oleh Dr.David Waxman, menurut hemat saya, setidaknya kita bisa mengatakan seorang hipnoterapis sebagai qualified hypnotherapist bila ia mampu melakukan terapi, mengikuti kaidah keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan mampu membantu klien mengatasi masalah.

Qualified ini juga berjenjang bergantung pada kasusnya. Ada kasus yang ringan. Ada kasus yang berat. Ada kasus yang sangat berat. Hipnoterapis yang qualified menyembuhkan kasus ringan, misalnya seperti fobia, berhenti merokok, kurang percaya diri, dan yang sejenisnya, belum tentu qualified menangani kasus yang lebih berat seperti kecemasan tinggi, PTSD, OCD, apalagi sampai ke kasus penyakit psikosomatis berat, depresi dengan kecenderungan bunuh diri, schizophrenia, bipolar, dan bahkan DID (Dissociative Identity Disorder).

Lalu, bagaimana menjadi certified dan juga qualified hypnotherapist?

Ini semua diawali dengan diri kita sendiri. Apakah tujuan utama kita menjadi hipnoterapis? Apakah hanya untuk tahu apa itu hipnosis atau hipnoterapi, ataukah untuk sungguh-sungguh belajar dan menjadi hipnoterapis yang cakap dan andal yang mampu membantu sesama? Apakah kita bersedia meluangkan waktu untuk belajar dan berlatih mengembangkan keterampilan dan kemampuan terapi kita?

Selanjutnya kita perlu hati-hati memilih lembaga tempat kita belajar. Pastikan trainer yang mengajar kita adalah praktisi atau hipnoterapis aktif dan telah terbukti menangani banyak kasus, baik mulai kasus ringan hingga kasus yang berat.

Sebelum belajar ke trainer ini kita perlu bertanya mengenai sertifikasinya, dari mana ia belajar hipnoterapi, sudah berapa lama praktik, sudah berapa banyak klien yang ia tangani, kasus apa saja yang pernah ia tangani, dan bagaimana dengan tingkat keberhasilan terapinya.

Mengapa kita perlu menanyakan reputasi dan kredibilitas trainer atau lembaga?

Karena setelah selesai pendidikan dan menjadi certified hypnotherapist kita pasti akan praktik dan menerima klien. Seringkali kasus yang kita hadapi di ruang praktik tidak pernah dijelaskan atau diajarkan di kelas, waktu pelatihan. Di sinilah peran trainer sebagai mentor dan coach yang akan menjelaskan kepada kita, muridnya, berdasar pengalaman praktiknya sendiri, bagaimana cara yang paling efektif untuk mengatasi kasus yang sedang kita hadapi. Lha, kalau trainernya jarang atau mungkin nggak pernah praktik maka tidak mungkin ia bisa membantu atau memberikan bimbingan pada kita. Dari praktik yang terus menerus inilah kita meningkat dari certified hypnotherapist menjadi qualified hypnotherapist.

Cara lain untuk mengetahui kecakapan seorang trainer atau kualitas lembaga adalah dengan mengunjungi situs mereka dan membaca apa yang ada di situs ini. Kita juga bisa mencari komentar atau pendapat pakar lain mengenai trainer atau lembaga ini.

Saat mencari trainer di luar negeri, jika mengunjungi situs mereka, maka yang saya cari adalah artikel yang dimuat di sana. Apakah situs ini hanya berisi informasi mengenai apa itu hipnosis, hipnoterapi, manfaat hipnoterapi, dan hal-hal umum yang bisa didapat dari sumber lain, ataukah situs ini berisi artikel yang beragam dan menjelaskan apa yang dilakukan oleh trainer atau lembaga ini, khususnya dalam konteks terapi, riset, dan pengembangan keilmuan. Artikel yang ada di situs ini secara langsung menunjukkan tingkat kualifikasi, kompetensi, dan pengetahuan trainer atau lembaga itu. Hal lain lagi adalah saya menghindari belajar ke orang atau lembaga yang tidak memasang foto diri si trainer atau pendiri lembaga itu.

Sedapat mungkin saya akan membaca terlebih dahulu beberapa buku yang ditulis oleh trainer  tersebut. Hal ini untuk mendapatkan “feeling” apakah saya cocok dengan materi dan kepribadian si trainer. Biasanya saya mendapatkan nama trainer ini dari beberapa buku atau publikasi yang saya baca yang ternyata merujuk pada satu nama yang sama yaitu nama si trainer.  

Setelah itu barulah saya melihat apa materi yang diajarkan, berapa lama pelatihannya, dan apa bentuk dukungan yang diberikan oleh trainer atau lembaga setelah kami selesai pelatihan.
 
Dari pengalaman saya pribadi sebagai pendidik, cara mengajar orang dewasa berbeda dengan mengajar anak-anak. Agar efektif, pendidikan hipnoterapis sebaiknya menggunakan spiral curriculum sehingga pemahaman dan penguasaan materi bisa sangat tinggi. Hal ini akan sangat membantu saat latihan atau praktik yang akhirnya akan membawa kita menjadi seorang Qualified Certified Hypnotherapist.

Akhir kata, Qualified Certified Hypnotherapist, menurut hemat saya tidak hanya certified namun juga mampu, cakap, dan kompeten dalam melakukan terapi, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, hasil terapi yang permanen, dalam waktu yang singkat, memegang teguh kode etik profesi, melakukan praktik dengan integritas dan kesadaran tinggi, dan melakukan terapi dengan menempatkan kebaikan dan kemajuan hidup klien pada level yang paling utama dengan tetap mengindahkan tanggung jawab moral, akal sehat, dan menjunjung tinggi nilai spiritual.

Baca Selengkapnya

Mengungkap Rahasia Hypnotic Language Pattern Telemarketer

23 Desember 2010

Pembaca yang budiman, saya yakin sebagai pemegang kartu kredit anda pasti pernah mendapat telpon dari salah satu telemarketer perusahaan kartu kredit itu yang menawarkan anda produk mereka. Biasanya telemarketer ini akan berbicara dengan cepat dan dialog yang terjadi kurang lebih seperti berikut ini:

“Selamat pagi. Bisa bicara dengan Bapak Budi Jatmiko Siswono?”

“Ya, saya sendiri.”

“Selamat pagi Bapak Bapak Budi Jatmiko Siswono. Bagaimana kabarnya Pak. Baik?

“Ya, baik.”

“Nama saya Reni dari kartu kredit ABCD Jakarta. Bisa minta waktunya sebentar?”

“Ya, bisa. Ada apa ini?”

“Pak Budi, saat ini Bapak adalah pemegang kartu kredit ABCD dengan nomor kartu 1234567890?

“Ya, benar.”

“Selamat Pak Budi Jatmiko Siswono. Melihat track record pembayaran kartu kredit pak Budi selama ini yang cukup baik maka bapak berhak mendapat vouncher yang berisi 100 poin yang dapat digunakan untuk memenangkan tiga mobil BMW seri 3 yang terbaru dan 6 tiket pesawat “Angin Ribut” rute Jakarta – Singapore pulang pergi. Voucher ini akan dikirimkan ke alamat Bapak bersama dengan kartu kredit “Angin Ribut-ABCD” yang belum aktif. Nanti bisa Pak Budi aktivasi dengan menghubungi nomor telpon yang tertera di kartu kredit. Apakah benar alamat pengiriman Bapak adalah di Jl. Cinta no 10, RT 5, RW 3, Surabaya?”

“Ya, benar.”

“Terima kasih Pak Budi. Kami akan segera kirimkan kepada Pak Budi voucher undian yang berisi 100 poin untuk mememangkan hadiah tiga mobil BMW seri 3 yang terbaru dan 6 tiket pesawat “Angin Ribut” rute Jakarta – Singapore pulang pergi bersama kartu kredit “Angin Ribut-ABCD” ke alamat Pak Budi di di Jl. Cinta no 10, RT 5, RW 3, Surabaya. Alamat pengirimannya sudah benar ya Pak?”

“Ya, benar.”

“Baik Pak Budi. Terima kasih untuk waktunya. Selamat pagi.”


Di lain kesempatan pernah juga ada telemarketer dari bank GTCD yang menawarkan upgrade kartu kredit dari Gold ke Platinum. Dialog yang terjadi antara lain sebagai berikut:

“Selamat pagi. Bisa bicara dengan Ibu Endah Kusmiati Atmaja?”

“Ya, saya sendiri.”

“Selamat pagi Ibu Endah. Bagaimana kabar Ibu pagi ini? Baik, kan?”

“Ya, baik.”

“Saya Rini dari kartu kredit GTCD Jakarta. Bisa minta waktunya sebentar?”

“Ya, bisa.”

“Saya ingin konfirmasi mengenai kartu kredit Platinum Ibu Endah. Melihat track record pembayaran kartu kredit Gold Ibu sampai saat ini yang sangat bagus Ibu terpilih untuk bisa meng-upgrade ke kartu Platinum. Kami akan mengirimkan kartu kredit Platinum ke alamat Ibu. Apakah benar alamat Ibu Endah adalah di Jl. Antah Berantah no 007, Malang?”

“Benar.”

“Baik Ibu Endah. Terima kasih untuk waktunya. Kartu kredit Platinum Ibu Endah akan segera kami kirim ke alamat Jl. Antah Berantah no 007, Malang. Selamat pagi dan selamat beraktivitas.”


Membaca apa yang saya tulis di atas tampak tidak ada yang istimewa. Ini adalah transkrip dialog yang terjadi antara seorang telemarketer dan nasabah kartu kredit. Namun, tahukah anda bahwa dalam dialog ini sebenarnya telemarketer menggunakan skrip dengan alur yang sangat jelas, bagi yang memahami hypnotic language pattern, untuk secara cerdik mempengaruhi nasabah agar bersedia menerima apa yang ditawarkan.

Mari kita analisa apa yang sebenarnya terjadi, baik pada aspek semantik (pilihan kata) yang digunakan dalam dialog dan juga proses hipnosis yang terjadi.

Sebelum saya teruskan saya ingin menyegarkan kembali pemahaman anda mengenai hipnosis. Hipnosis adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti atau pemikiran tertentu.

Menembus faktor kritis bisa dilakukan dengan menggunakan otoritas, informasi yang mengandung muatan emosi yang tinggi, message overload, trance logic, rileksasi pikiran, identifikasi kelompok, dan imajinasi.

Pada dua contoh transkrip di atas telemarketer berbicara dengan agak cepat dan antusias. Hal ini bertujuan mengakibatkan terjadinya message overload sebagai upaya menembus faktor kritis nasabah.


Kasus 1. Dialog dengan Bapak Budi Jatmiko Siswono

“Selamat pagi. Bisa bicara dengan Bapak Budi Jatmiko Siswono?”
“Ya, saya sendiri.”
“Selamat pagi Bapak Bapak Budi Jatmiko Siswono. Bagaimana kabarnya Pak. Baik?
“Ya, baik.”
“Nama saya Reni dari kartu kredit ABCD Jakarta. Bisa minta waktunya sebentar?”
“Ya, bisa. Ada apa ini?”
“Pak Budi, saat ini Bapak adalah pemegang kartu kredit ABCD dengan nomor kartu 1234567890?
“Ya, benar.”

Apa yang terjadi pada dialog di atas sebenarnya adalah telemarketer itu memasang “Yes Set” dengan mengajukan pertanyaan yang selalu dijawab dengan jawaban “Ya” oleh Pak Budi. “Yes Set” bertujuan untuk menyiapkan, lebih tepatnya mengarahkan, pikiran klien untuk setuju, beberapa kali, dengan pertanyaan yang “ringan” dan “alamiah” dan setelah itu secara tidak sadar pikiran akan setuju dan meng-“Ya”-kan tawaran yang diajukan.

Cara kerjanya begini. Pikiran manusia cenderung malas untuk berubah. Saat pikiran berjalan di satu rel tertentu maka pikiran cenderung akan terus berjalan di rel ini, dengan segala konsekuensinya.
 
Coba jawab pertanyaan ini dengan cepat. Misalnya ada titik A dan B di tanah lapang. Jarak antara A dan B adalah 12 meter. Seekor katak kecil melompat dari A menuju ke B. Satu kali melompat katak kecil ini mampu menempuh jarak 1 meter. Berapa lompatan katak kecil ini mencapai titik B?

Jawabannya adalah sudah tentu 12 lompatan yang didapat dari 12 dibagi 1.

Seekor katak yang lebih besar melakukan hal yang sama. Ia melompat dari A ke B yang letaknya di tanah lapang. Setiap kali melompat ia mampu menempuh jarak 2 meter. Berapa lompatan ia mencapai B?

Jawabnya sudah tentu 6 lompatan. Benar, kan? Yaitu 12 dibagi 2 sama dengan 6.

Katak dewasa juga melakukan hal yang sama. Setiap kali melompat katak dewasa ini, yang kakinya besar, otot-ototnya kuat dan kekar, baru habis makan serangga yang sangat lezat, mampu menempuh jarak 3 meter. Ia melompat dengan semangat menggunakan kakinya yang sangat kuat dan berangkat dari A ke B yang letaknya di seberang kolam air. Berapa lompatan ia mencapai B?

Jawabannya sudah tentu 12 dibagi 3 sama dengan 4 lompatan. Mudah, kan?

Pembaca, apa benar 4 lompatan? Jawaban ini salah. Yang benar adalah hanya 2 lompatan. Mengapa dua? Ya, karena A dan B dipisahkan oleh kolam air. Jadi, si katak melompat ke dalam kolam, lalu berenang menuju ke B, dan setelah itu melompat keluar. Jadi hanya butuh 2 lompatan. Namun pikiran yang telah terkunci dengan pola jarak AB (12 meter) dibagi dengan jarak setiap lompatan katak tidak akan memperhatikan faktor bahwa pada kondisi ketiga A dan B dipisahkan oleh kolam air. Dan katak, sesuai dengan karakternya, tidak melompat di dalam kolam air, tapi berenang. Anda jelas sekarang dengan “Yes Set”?

“Selamat …Pak Budi Jatmiko Siswono.”

Telemarketer menggugah pikiran Pak Budi. Kita umumnya senang bila mendapat ucapan selamat. Apalagi dilakukan dengan nada yang riang, gembira, dan antusias. Saat mendapat ucapan selamat maka pikiran Pak Budi masuk ke kondisi antisipatif, “Wah, ini pasti ada sesuatu yang menarik. Saya diberi ucapan selamat. Tapi, selamat ini untuk apa ya?”

Setelah itu telemarketer langsung menjawab pertanyaan pikiran Pak Budi yang bertanya-tanya yaitu dengan menyambung dengan kalimat:

“Melihat track record pembayaran kartu kredit pak Budi selama ini yang cukup baik maka bapak berhak mendapat voucher yang berisi 100 poin yang dapat digunakan untuk memenangkan tiga mobil BMW seri 3 yang terbaru dan 6 tiket pesawat “Angin Ribut” rute Jakarta – Singapore pulang pergi.”

Wow…sampai di sini Pak Budi tentunya sangat senang. Ia mendapat pujian sebagai nasabah yang baik dengan track record yang terpuji karena selalu tepat waktu membayar tagihan kartu kredit. Dan sebagai apresiasinya Pak Budi mendapat hadiah voucher yang bisa digunakan untuk mendapatkan hadiah yang luar biasa yaitu mobil BMW seri 3 yang harganya bisa mencapai 500 juta rupiah dan juga tiket ke luar negeri gratis.

Telemarketer ini dengan cerdik telah melakukan seeding atau implant ide bahwa Pak Budi akan memenangkan hadiah yang ditawarkan. Imajinasi ini saja sudah cukup untuk melemahkan fungsi analitikal pikiran sadar. Dengan demikian sebenarnya nasabah sudah masuk ke kondisi trance.

Tanpa disadari Pak Budi pikirannya sudah membayangkan bagaimana nikmatnya naik mobil BMW seri 3. Mungkin juga dia akan jugal mobil ini dan uang tunainya akan digunakan untuk membeli rumah baru atau untuk keperluan lain. Atau Pak Budi membayangkan sedang berlibur dengan keluarganya ke Singapore dengan tiket gratis baik pesawat “Angin Ribut”. Ini saja sudah cukup untuk membuat Pak Budi masuk ke kondisi trance.

"Voucher ini akan dikirimkan ke alamat Bapak bersama dengan kartu kredit “Angin Ribut-ABCD” yang belum aktif. Nanti bisa Pak Budi aktivasi dengan menghubungi nomor telpon yang tertera di kartu kredit. Apakah benar alamat pengiriman Bapak adalah di Jl. Cinta no 10, RT 5, RW 3, Surabaya?”
“Ya, benar.”

Nah, ini yang sebenarnya ingin ditawarkan kepada Pak Budi yaitu kartu kredit baru yang merupakan kerjasama antara maskapai penerbangan “Angin Ribut” dan kartu kredit ABCD. Untuk bisa mendapatkan voucher maka Pak Budi harus bersedia menerima kiriman kartu kredit baru ini. Sungguh satu cara yang sangat cerdik. Resistensi atau kemungkinan penolakan Pak Budi, terhadap tawaran kartu kredit baru, diturunkan atau dihilangkan dengan iming-iming dapat voucher berhadiah mobil BMW dan perjalanan ke luar negeri gratis.

Alamat pengiriman yang sengaja ditanyakan oleh telemarketer bertujuan untuk secara indirect mendapat persetujuan Pak Budi bahwa ia bersedia menerima kiriman kartu kredit baru ini. Saat Pak Budi menjawab “ya” maka diasumsikan persetujuan telah didapatkan.

 

Kasus 2. Dialog dengan Ibu Endah Kusmiati Atmaja

 “Selamat pagi. Bisa bicara dengan Ibu Endah Kusmiati Atmaja?”
“Ya, saya sendiri.”
“Selamat pagi Ibu Endah. Bagaimana kabar Ibu pagi ini? Baik, kan?”
“Ya, baik.”
“Saya Rini dari kartu kredit GTCD Jakarta. Bisa minta waktunya sebentar?”
“Ya, bisa.”

Dialog di atas adalah untuk memasang “Yes Set”.

“Saya ingin konfirmasi mengenai kartu kredit Platinum Ibu Endah.”

Perhatikan penggunaan kata “konfirmasi” pada kalimat di atas. Konfirmasi mengandung makna bahwa telah terjadi pembicaraan sebelumnya, mengenai kartu kredit Platinum, antara Ibu Endah dan telemarketer ini. Pembicaraan melalui telpon kali ini bersifat memastikan atau validasi untuk “closing” dari suatu “open loop” yaitu pembicaraan sebelumnya yang belum sampai pada kata akhir.

Apakah Ibu Endah pernah bicara dengan telemarketer ini sebelumnya? Tidak pernah. Namun dengan adanya kata “konfirmasi” pikiran bawah sadar Ibu Endah, tanpa disadari, menerima ide bahwa ia pernah bicara mengenai hal ini sebelumnya.

"Melihat track record pembayaran kartu kredit Gold Ibu sampai saat ini yang sangat bagus Ibu terpilih untuk bisa meng-upgrade ke kartu Platinum. Kami akan mengirimkan kartu kredit Platinum ke alamat Ibu. Apakah benar alamat Ibu Endah adalah di Jl. Antah Berantah no 007, Malang?”
“Benar.”

Kalimat di atas diawali dengan pujian mengenai track record Ibu Endah. Selanjutnya, ini yang sebenarnya ingin dijual ke (pikiran bawah sadar) Ibu Endah,  telemarketer menawarkan upgrade kartu kredit dari Gold ke Platinum. Di sini juga digunakan kata “terpilih” berarti ini adalah suatu kehormatan, sesuatu yang sangat berharga karena untuk bisa upgrade harus melalui proses seleksi yang ketat.

Selanjutnya Ibu Endah ditanya mengenai alamatnya. Saat Ibu Endah menjawab “ya” maka pada saat ini pula diasumsikan ia setuju dengan tawaran ini.

“Baik Ibu Endah. Terima kasih untuk waktunya. Kartu kredit Platinum Ibu Endah akan segera kami kirim ke alamat Jl. Antah Berantah no 007, Malang. Selamat pagi dan selamat beraktivitas.”

Dengan kalimat ini telemarketer mengakhiri pembicaraannya dan mendapatkan persetujuan dari nasabahnya.

 

Pembaca, apakah anda juga pernah mendapat telpon semacam ini? Saya yakin pasti pernah. Saya juga sangat sering. Kalau mendapat telpon seperti ini apa yang harus dilakukan agar tidak terjebak dengan hypnotic language pattern yang digunakan telemarketer?

Saya biasanya melakukan hal berikut untuk “mengerjai” si telemarketer:

1.Saya jawab semuanya dengan baik dan sopan mengikuti skenario yang digunakan oleh telemarketer. Dan di saat akhir pembicaraan, saat ia menanyakan alamat pengiriman, saya bilang, “Wah… maaf Mbak… saya tidak tahu. Nanti saya tanya sama Tuan.” Biasanya si telemarketer akan bertanya, “Lho, anda ini siapa?”. Saya jawab, “Saya sopir.. Bapak lagi main golf sampai sore. HP saya yang pegang.”

2.Saat ditanya apa kabar saya menjawab dengan nada malas, tidak semangat, dan terkesan loyo dan lemas. Biasanya telemarketer masih akan berusaha untuk “mengangkat” mood dengan bertanya hal lain dan saya konsisten menjawab dengan tidak semangat dan loyo. Biasanya saya bisa langsung merasakan perubahan semangat si telemarketer menawarkan produknya. Dan cara ini sering sangat berhasil.

3.Dari awal saat ditanya saya menjawab bahwa ia salah sambung. Nama yang ia tanyakan itu tidak saya kenal.

4.Saya dengan tegas menolak apapun yang ia tawarkan.
5.Telpon tidak saya angkat.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Perjalanan QHI di tahun 2010

21 Desember 2010

Menjelang berakhirnya tahun 2010 saya menyempatkan diri duduk tenang dan merenungi perjalanan karir saya sebagai praktisi, peneliti, pengembang, dan pengajar mind technology sepanjang tahun ini. Sungguh tidak disangka lembaga yang saya dirikan di akhir tahun 2007, yang diberi nama Quantum Hypnosis Indonesia kini berkembang sangat pesat dan telah menyelenggarakan pendidikan dan sertifikasi hipnoterapis profesional hingga angkatan ke 10.

QHI didirikan dengan impian sederhana yaitu saya ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai mind technology, khususnya hipnoterapi, kepada orang lain agar mereka juga mampu melakukan yang saya lakukan. Pemikiran ini muncul karena pada ada banyak calon klien yang membutuhkan terapi namun waktu saya sangat terbatas sehingga tidak bisa membantu mereka. Saat itu saya berpikir seandainya ada minimal 10 orang yang mampu melakukan apa yang bisa saya lakukan maka akan ada lebih banyak orang yang bisa kami bantu.

Workshop QHI pertama diselenggarakan bulan Maret 2008. Materi yang diajarkan di workshop angkatan pertama ini adalah hasil pembelajaran tak kenal lelah baik dengan membaca sangat banyak literatur seperti jurnal psikologi, jurnal hipnoterapi, buku-buku, belajar melalui DVD dan program on-line, dan ditambah lagi dengan pengalaman menerapi ratusan klien selama 4 tahun, mulai 2004 hingga 2008.

Seiring waktu berjalan saya terus melakukan update pengetahuan dan teknik intervensi klinis berdasar hasil riset terkini yang saya pelajari dari literatur, temuan di ruang praktik, sharing dan masukan dari alumni QHI yang juga aktif praktik sebagai hipnoterapis. Dari sini QHI semakin berkembang dan memantapkan diri membangun reputasi dan kredibilitas sebagai salah satu lembaga pelatihan dan sertifikasi hipnoterapi terkemuka di Indonesia, yang menetapkan standar pelatihan dan kendali mutu yang tinggi.

Pengetahuan saya mengenai dunia pikiran semakin maju dan berkembang setelah saya belajar langsung one-on-one dengan (almh) Anna Wise di Berkeley dan Tom Silver di Camarillo di tahun 2009. Untuk semakin memperdalam pengetahuan di bidang mind technology maka di bulan Agustus 2010 saya ke Amerika mendalami neurotherapy.

Semua pengetahuan yang didapat dari para guru terbaik di bidangnya dan diperkuat dengan riset dengan menggunakan berbagai piranti canggih untuk mengukur pola gelombang otak dan kondisi kesadaran manusia membuat lompatan quantum bagi perkembangan QHI.

Dari hasil observasi, laporan penelitian pakar di luar negeri, berbagai data klinis, dan teori yang telah ada, Advanced Research and Development Team (ARDT) QHI akhirnya mampu membangun beberapa teori yang lebih komprehensif mengenai sifat, cara kerja, dan dinamika pikiran bawah sadar.

Ada banyak update, peningkatan dan penajaman, pengembangan, dan penciptaan teknik baru yang berhasil kami lakukan selama tahun 2010 antara lain;

Teknik Induksi

Melalui kerja keras ARDT QHI berhasil mengembangkan teknik induksi yang mampu membawa klien, tipe apa saja, baik yang emotionally atau physically suggestible, tanpa perlu melakukan uji sugestibilitas terlebih dahulu, masuk ke kondisi deep trance (profound somnambulism) atau lebih dalam lagi dengan tingkat keberhasilan 99,05%.

Ini adalah prestasi yang luar biasa karena keberhasilan 99,05% ini dicapai oleh peserta pelatihan QHI yang baru belajar selama 3 hari pertama, dari total 9 hari pelatihan. Dari total 212 subjek yang diinduksi oleh mereka, 210 berhasil masuk ke deep trance dan atau lebih dalam lagi dengan sangat cepat. Dua subjek “gagal” masuk deep trance karena pertama subjek kurang mengerti bahasa Indonesia, dan kedua, induksi dihentikan karena operator merasa kurang sehat. Ini adalah data yang didapat dari peserta QHI 10. Bila dulu masalah kami adalah subjek sulit dibawa masuk ke deep trance maka untuk saat ini masalah yang kami alami adalah subjek masuk terlalu dalam sehingga menjadi tidak responsif. Namun ini adalah masalah yang sangat baik untuk dialami.

Begitu selesai pelatihan QHI 10, dari temuan di lapangan, saya kembali meng-update teknik induksi ini dengan satu cara yang jauh lebih efektif sehingga tingkat keberhasilan teknik induksi yang diajarkan di QHI saat ini mempunyai tingkat keberhasilan dan efektivitas hingga 100% dalam membawa klien masuk ke deep trance atau lebih dalam lagi.

Pada level advanced QHI telah menciptakan teknik “No Induction” Induction. Teknik induksi ini adalah dengan tidak melakukan induksi namun mampu dengan sangat cepat dan pasti membawa klien, tipe apa saja, masuk ke kondisi profound somnambulism atau lebih dalam lagi. Kami sudah mengujicobakan teknik ini dengan tingkat keberhasilan 100%.

QHI Hypnotic Depth Scale

Sebagai upaya untuk membangun pemahaman yang lebih komprehensif mengenai kondisi kesadaran, kedalaman trance, dan berbagai fenomena yang bisa muncul pada setiap level kedalaman trance, maka di akhir September 2010 saya menyusun QHI Hypnotic Depth Scale yang terdiri atas 40 level kedalaman.

QHI Hypnotic Depth Scale berisi penjelasan yang detil mengenai level kedalaman trance berikut fenomena baik pada aspek fisik maupun mental yang terjadi di setiap level kedalaman. Mengacu pada skala kedalaman ini peserta pelatihan mampu benar-benar mengetahui di mana posisi kedalaman trance subjek/klien pada suatu saat. Dengan demikian mereka menjadi sangat percaya melakukan induksi.

Selama ini yang digunakan sebagai acuan oleh para hipnoterapis adalah skala Davis & Husband dan Skala Hary Arrons. QHI saat ini hanya menggunakan QHI Hypnotic Depth Scale sebagai acuan.

Teknik Terapi Advanced

Salah satu perkembangan penting yang dicapai QHI selama tahun 2010 ini adalah terciptanya teknik terapi sangat advanced yang mampu menangani Multiple Trauma dengan sangat cepat dan efektif. Teknik ini telah diujicobakan menangani hingga 40 (empat puluh) kasus traumatik hanya dalam 1 (satu sesi) terapi.

 

Teknik Penanganan Abreaction

Di awal QHI saya hanya mengajarkan 1 (satu) teknik penanganan abreaction. Mengapa hanya satu teknik? Ya karena saat itu, tahun 2008, yang saya praktikkan dan ketahui hanya satu teknik.

Kini di tahun 2010 QHI mengajarkan bahwa untuk bisa melakukan dan menangani abreaction dengan baik, efektif, dan berhasil maka ada 15 prasyarat yang harus dipenuhi. Sedangkan teknik penanganan abreaction telah berkembang dari hanya satu teknik menjadi 14 (empat belas) teknik. Hipnoterapis alumni QHI kini punya pilihan sangat banyak teknik dalam membantu klien memproses abreaction.

Kami juga berhasil mendapatkan cara untuk membantu klien yang “terkunci”, baik secara fisik maupun mental, dalam abreaction yang akut sehingga klien tidak bisa keluar dari kondisi ini. Pengetahuan ini sangat berguna karena dalam kasus ekstrim ada klien yang mengalami abreaction yang sangat hebat yang bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat bisa mengakibatkan klien tidak sadarkan diri. Ini tentu akan sangat berbahaya bagi klien. Kasus seperti ini memang sangat jarang terjadi. Namun sebagai hipnoterapis profesional kita perlu menyiapkan diri untuk kondisi ekstrim. Dan QHI menyiapkan alumni hingga ke level ini.

Ego State Therapy / Parts / Introject

Saat awal mengajar Ego State Therapy termasuk di dalamnya teknik penanganan Part dan Introject saya mengacu pada beberapa buku standar mengenai topik ini. Namun kini, ARDT QHI, melalui riset mendalam dan berbagai data klinis, telah berhasil melakukan terapi berbasis Ego State yang sangat advanced yang belum pernah saya temukan di buku manapun yang saya miliki. Saat ini saya memiliki lebih dari 750 judul buku khusus mengenai hipnosis, hipnoterapi, pikiran, psikologi, dan teknik terapi lain.

Dengan semakin banyak data klinis yang kami temukan dari ruang praktik akhirnya kami menyadari bahwa teori Ego State yang ada saat ini sudah tidak lagi bisa sepenuhnya mengakomodasi temuan penting ini. Kami akhirnya membangun dan mengembangkan teori Ego State sendiri.

Di awal karir saya sebagai hipnoterapis saya mengalami kesulitan untuk melakukan Ego State Therapy. Ada Ego State atau Part atau Introject yang tidak bersedia diajak bicara, tidak mau bekerja sama, atau malah bersifat keras dan kejam.

Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menemukan cara atau teknik mengatasi kendala ini. Dulu waktu bertemu dengan Ego State yang tidak mau bicara maka yang saya lakukan adalah merayu, dengan segala cara, agar Ego State ini mau bicara. Hasilnya? Kadang berhasil namun lebih sering gagal.

Dari riset akhirnya kami berhasil menyusun dan mengembangkan pemahaman akan Ego State antara lain kualifikasi Ego State, Ego State menurut sifat dan fungsinya, hirarki dan kemandirian Ego State dalam struktur psikis, aplikasi Ego State Therapy untuk berbagai kasus klinis, dan ada 14 (empat belas) teknik mengatasi Ego State/Part/Introject yang tidak mau bekerja sama atau keras kepala dan menghambat proses terapi.

Saat ini alumni QHI tidak lagi pernah mengalami kesulitan mengakses dan melakukan Ego State Therapy. Tidak pernah lagi terjadi Ego State/Part/Introject yang tidak bisa diakses atau tidak bersedia bekerja sama. Sesulit apapun kondisinya, dengan teknik yang ada, kami bisa melakukan terapi berbasis Ego State dengan sangat efektif. Semua teknik ini adalah hasil pemikiran dan pengembangan bersama yang dilakukan oleh alumni QHI yang telah menangani berbagai kasus berat seperti schizophrenia, depresi, dan bahkan DID (Dissociative Identity Disorder) atau split personality.

Penanganan Penyakit Fisik

Alumni QHI juga melaporkan bahwa mereka berhasil menangani kasus penyakit fisik seperti kanker kandungan, kanker payudara, diabetes, tumor otak, stroke, psychogenic infertility, impotensi, gangguan pada penglihatan, lumpuh, alergi, asma, dan masih banyak lagi dengan sangat berhasil.

Semua yang mereka lakukan sejalan dengan teori yang dikembangkan QHI mengenai hubungan pikiran, emosi, dan tubuh. Untuk membantu klien mengalami recovery dengan sangat cepat maka kami juga mengembangkan teknik yang khusus digunakan untuk physical healing dengan membawa klien masuk ke kondisi kesadaran khusus yang telah terbukti sangat efektif untuk menyembuhkan sakit fisik. 

Advanced Master Class

Di bulan Desember 2010 untuk pertama kalinya QHI menyelenggarakan kelas Advanced Master Class in Clinical Hypnotherapy. Kelas advanced ini mengajarkan berbagai teknik tingkat lanjut yang tidak diajarkan di kelas QHI 100 jam. Dibutuhkan pemahaman dan penguasaan materi QHI 100 jam dengan sangat baik agar dapat memahami materi di kelas Advanced.

Harapan di tahun 2011

Saya mengakhiri rangkaian seminar dan workshop di tahun 2010 dengan membawakan materi Scientific EEG & Clinical Hypnotherapy dalam format seminar 4 jam di Semarang, tanggal 19 Desember 2010, yang dihadiri 500an peserta.

Sangat banyak kenangan indah selama tahun 2010 ini. Dan satu harapan saya untuk tahun 2011 yaitu semoga apa yang telah kami kembangkan di QHI bisa semakin bermanfaat bagi lebih banyak orang.

Bagi rekan-rekan yang tergerak untuk bisa menjadi seorang hipnoterapis andal, cakap, dan ingin membantu orang lain, maka kesempatan belajar di QHI terbuka seluas-luasnya dan kita akan bertemu di kelas QHI 100 jam sertifikasi hipnoterapis profesional.

Terima kasih atas dukungan anda semua sehingga QHI bisa semakin maju dan berkembang.

Baca Selengkapnya

Memahami dan Memaknai Client-Centered Hypnotherapy

13 Desember 2010

Beberapa hari setelah QHI mempublikasikan kelulusan alumninya di harian nasional Kompas, 1 Desember 2010, saya mendapat pertanyaan dari beberapa rekan berhubungan dengan pernyataan bahwa para alumni ini, setelah melalui proses pendidikan yang sangat terstruktur dan intens yang berlangsung selama 100 jam tatap muka di kelas, berhak menyandang gelar certified client-centered hypnotherapist. Pertanyaan mereka adalah apa beda certified hypnotherapist dan certified client-centered hypnotherapy?

Terminologi client-centered hypnotherapist saat ini memang cukup banyak digunakan oleh rekan-rekan hipnoterapis di Indonesia. Pemahaman dan pemaknaannya juga bisa berbeda bergantung pada masing-masing individu.
 
Jadi, apakah client-centered hypnotherapy itu? Apa bedanya dengan client-centered hypnotherapist?

Client-centered hypnotherapy terdiri atas tiga kata yaitu client, centered, dan hypnotherapy. Sedangkan hypnotherapy terdiri atas dua kata yaitu hypnosis dan therapy.

Hipnoterapi adalah terapi, menggunakan teknik apa saja, yang dilakukan dengan atau dalam kondisi hipnosis. Sedangkan hipnosis adalah penembusan faktor kritis dari pikiran sadar dan diikuti dengan diterimanya suatu sugesti atau perintah tertentu. Jadi, hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan setelah faktor kritis klien berhasil ditembus atau klien telah masuk ke kondisi rileksasi mental yang dalam.

Client adalah orang yang menjalani hipnoterapi. Sedangkan “centered” berarti berpusat. Dengan demikian client-centered hypnotherapy adalah terapi, dengan menggunakan teknik apa saja, yang dilakukan setelah faktor kritis berhasil ditembus atau dalam kondisi rileksasi mental yang dalam, dan berpusat pada klien.
 
Kata berpusat pada klien atau client-centered mengandung makna niat, tujuan, teknik, dan proses terapi dilakukan semata-mata demi kemajuan dan kebaikan hidup klien dan dilakukan dengan memahami kesiapan mental dan fisik, pola pikir, riwayat hidup, karakter, kepribadian, kondisi kejiwaan, dan tujuan akhir yang ingin dicapai klien.
 
Client-centered hypnotherapist adalah hipnoterapis yang melakukan hipnoterapi yang berpusat pada klien.

Salah satu parameter yang menentukan apakah seorang hipnoterapis bersifat client-centered atau therapist-centered adalah teknik yang ia gunakan. Bila berpusat pada klien maka proses terapi, mulai dari fase wawancara, induksi, dan teknik intervensi klinis yang digunakan semuanya disesuaikan dengan kondisi klien. Jadi, pendekatannya sangat bergantung pada klien. Setiap terapi yang berpusat pada klien prosesnya selalu unik dan berbeda.

Bila terapis hanya menggunakan satu teknik saja, dengan kata lain memaksakan tekniknya pada klien baik itu teknik induksi maupun teknik terapi maka proses terapi ini masuk kategori terapi yang berpusat pada terapis (therapist centered) bukan berpusat pada klien (client centered).

Therapist centered terjadi saat terapis hanya menggunakan satu teknik terapi, misalnya hanya sugesti, untuk menangani beragam kasus, padahal tidak semua kasus bisa diselesaikan dengan sugesti. Atau terapis yang mengatakan bahwa klien tidak bisa dihipnosis karena klien terlalu analitikal. Yang sesungguhnya terjadi adalah bukan kliennya yang terlalu analitikal namun  terapisnya yang kurang cakap melakukan induksi. Tidak ada klien yang tidak bisa dihipnosis. Semua orang bisa dihipnosis. Seanalitikal apapun klien, asalkan klien mengijinkan, tidak ada kendala bahasa dan komunikasi, dan terapis sungguh-sungguh mengerti dinamika cara kerja pikiran dan menguasai teknik induksi dengan benar, maka klien pasti bisa masuk kondisi deep trance dengan mudah, cepat, dan pasti. Ada pepatah yang dengan gamblang menjelaskan kondisi ini yaitu if the only tool you have is a hammer, you will treat every problem as a nail.

Parameter lain adalah bila terapis, sebelum melakukan hypnoanalysis, telah berani memastikan bahwa masalah klien disebabkan oleh pengalaman traumatik tertentu, dan dalam hal ini terapis langsung menyimpulkan atau menetapkan kejadian atau pengalaman traumatik yang terjadi di masa kecil, atau bahkan di past life klien, maka ini adalah therapist centered bukan client centered.

Contoh kasusnya seperti ini. Seorang klien datang ke terapis dan mengeluh mengenai kondisi keuangannya yang tidak baik. Klien sudah kerja keras namun selalu gagal. Klien beberapa kali ditipu rekan bisnis. Usaha yang semula berjalan lancar entah kenapa mengalami kendala dan macet sehingga klien rugi besar.

Dengan hanya mendengar sekilas penjelasan klien terapis langsung berani menyimpulkan bahwa pasti di masa kecil klien pernah mendapat imprint atau sugesti dari orangtuanya bahwa uang adalah akar segala kejahatan. Sugesti ini akhirnya menjadi belief negatif dan ini yang mensabotase diri klien.

Ada lagi terapis yang mengatakan bahwa kondisi klien ini terjadi karena di kehidupan lampau (past life) klien pernah menipu beberapa orang. Jadi, apa yang dialami klien di kehidupan saat ini adalah proses membayar hutang karma dari masa lampau. Dan rekan bisnis yang menipu klien di kehidupan saat ini pastilah dulunya adalah orang yang klien tipu. Dengan kesimpulan ini terapis langsung membawa klien ke masa lalu untuk menemukan akar masalahnya dengan menggunakan teknik regresi.

Apakah benar ini akar masalahnya? Belum tentu. Namun bila terapis melakukan regresi pada klien, dengan dasar asumsi ini, maka klien “bisa” menemukan akar masalah yang sejalan dengan asumsi terapis. Hal ini terjadi karena terapis melakukan leading yaitu mengarahkan pikiran klien mengikuti kemauan terapis, bukan guiding. Yang dimaksud dengan guiding adalah terapis hanya berperan sebagai fasilitator dan pikiran bawah sadar klien yang mengungkapkan akar masalah klien.

Apakah client-centerd berarti apapun yang diminta oleh klien pasti (akan/harus) dipenuhi oleh terapis?

Sudah tentu tidak. Saya memaknai client-centered hypnotherapy sebagai hipnoterapi yang berpusat pada klien dan dilakukan dengan kesadaran, kreativitas, dan integritas tinggi dan bersandar pada nilai-nilai kemoralan, spiritualitas, dan kebijaksanaan.

Tidak semua permintaan klien perlu dipenuhi. Misalnya klien ingin bercerai dengan pasangannya dan belum bisa melakukannya karena masih ada perasaan kasihan. Klien datang ke terapis dan meminta terapis untuk menghilangkan perasaan kasihan ini. Apakah perasaan kasihan bisa dihilangkan? Bisa. Apakah terapi ini boleh dilakukan? Boleh, namun sebaiknya jangan. Justru peran terapis di sini, jika memungkinkan, adalah menyatukan kembali pasangan yang ingin bercerai. Apalagi bila mereka sudah punya anak. Perceraian, apapun alasannya, pasti akan menjadi pengalaman traumatik dan melukai hati anak.

Contoh lain, seorang ibu yang meminta hipnoterapis untuk menghentian kebiasaan merokok suaminya. Apakah ini bisa dilakukan? Bisa, asalkan suaminya bersedia dan mengijinkan untuk diterapi. Namun, terapi ini sebaiknya tidak dilakukan bila keinginan berhenti merokok tidak berasal dari keinginan dan kesadaran si suami. Hipnoterapis yang tidak mengindahkan hal ini, apalagi melakukan terapi tanpa persetujuan klien, biasanya akan mengalami perlawanan hebat dari pikiran bawah sadar klien. Alih-alih berhasil menerapi klien seringkali justru kebiasaan buruk yang akan dihilangkan menjadi semakin parah. Saya menyebut fenomena ini sebagai efek pembalikan dari pikiran bawah sadar.

Satu contoh lagi. Seorang wanita, sebut saja Ani, menikah dengan Budi. Ani, waktu masih kuliah dulu sempat pacaran dengan Joko. Ternyata sekarang ini Budi dan Joko adalah rekan sekantor. Joko bercerita pada Budi bahwa dulu waktu masih kuliah ia dan Ani adalah rekan seangkatan dan mereka sempat pacaran. Joko menceritakan banyak hal yang dulu ia lakukan dengan Ani termasuk mereka pernah melakukan hubungan suami istri.

Budi kemudian menanyakan hal ini pada Ani dan Ani mengakuinya, namun tidak seperti yang diceritakan oleh Joko. Budi minta Ani bercerita secara jujur karena ia sebenarnya tidak mempermasalahkan hal ini. Budi hanya ingin tahu apa yang terjadi sesungguhnya.

Ani, karena sudah banyak lupa akan kejadian itu, akhirnya minta bantuan hipnoterapis untuk melakukan forensic hypnosis. Dan selama proses forensic hypnosis Budi akan ikut berada di dalam ruang terapi untuk mengetahui apa yang dulunya terjadi.

Apakah hipnoterapis akan menerima permintaan Ani untuk melakukan forensic hypnosis?

Menurut hemat saya sebaiknya tidak dilakukan. Mengapa? Karena apa gunanya bagi Budi mengetahui apa yang dulu terjadi antara Ani dan Joko? Jika Budi benar-benar bisa menerima istrinya apa adanya, tidak mempermasalahkan masa lalu, lalu buat apa ia meminta istrinya menceritakan kejadian itu selengkap-lengkapnya sampai perlu minta bantuan hipnoterapis? Sebagai suami yang bijaksana seharusnya Budi menegur Joko untuk tidak perlu menceritakan kejadian di masa lalu. Ya kalau benar terjadi, bagaimana kalau ternyata Joko hanya ingin merusak rumah tangga Budi dan Ani? Bagaimana kalau ternyata Joko masih senang pada Ani?

Bagaimana kalau ternyata saat sesi forensic hypnosis dari pikiran bawah sadar Ani keluar data yang bersifat sangat pribadi, yang selama ini ditekan atau disembunyikan oleh pikiran bawah sadar Ani, dan data ini mengakibatkan goncangan kejiwaan baik pada Ani maupun Budi? Bisa-bisa nantinya malah Budi yang butuh terapi. Atau bisa juga Budi tidak bisa menerima hal ini dan memutuskan bercerai.  

Kasus lainnya misalnya ada klien yang mengalami schizophrenia, depresi berat dengan kecenderungan bunuh diri, korban kekerasan seksual, atau kasus lain yang berat dan hipnoterapis sadar bahwa ia belum punya pengalaman, kecakapan, atau pengetahuan untuk menangani kasus-kasus seperti ini, maka akan sangat bijaksana bila hipnoterapis tidak menerima klien ini dan merujuk ke terapis lain yang lebih kompeten.

Kondisi klien yang parah seperti pada kasus yang diceritakan di atas membutuhkan penanganan yang bersifat segera, efektif, dan tepat sasaran. Ada kasus di mana karena ego hipnoterapis yang tidak mau mengakui keterbatasan kecakapannya, tidak bersedia merujuk klien ke terapis lain yang lebih cakap, tetap menerima klien depresi berat dan tidak mampu memberikan terapi yang efektif untuk membantu klien. Akibatnya klien hampir melakukan bunuh diri. Teknik terapi yang dilakukan oleh hipnoterapis di atas dalam menangani kasus depresi berat adalah hanya dengan konseling, nasehat, dan sugesti yang semuanya dilakukan dalam kondisi sadar normal, bukan deep trance.

Ada lagi klien wanita yang datang dan minta dihipnosis agar langsing. Permintaan ini tentunya tidak serta merta diterima. Hipnoterapis perlu mengerti Body Mass Index dalam bahasa Indonesia disebut Index Masa Tubuh (IMT) yaitu sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori underweight (kekurangan berat badan), overweight (kelebihan berat badan) dan obesitas (kegemukan). Jika klien sudah underweight namun tetap ingin lebih kurus lagi maka yang perlu dibereskan adalah alasan atau emosi di balik keinginan ini, bukan menuruti kemauan klien yang ingin menurunkan berat badan.

Inilah yang saya maksudkan client-centered hypnotherapy sebagai hipnoterapi yang berpusat pada klien dan dilakukan dengan kesadaran, kreativitas, dan integritas tinggi dan bersandar pada nilai-nilai kemoralan, spiritualitas, dan kebijaksanaan.

Baca Selengkapnya

A Skill As A Symptom And A Symptom As A Skill

24 November 2010

Seorang klien wanita, sebut saja sebagai Ani, usia 23 tahun, datang ke saya diantar oleh kedua orangtuanya. Keluhannya adalah klien mudah sekali pingsan. Kebiasaan pingsan telah dialami Ani sejak ia kelas 3 SD. Jadi Ani sudah cukup lama menderita. Yang sangat membahayakan adalah Ani dapat pingsan kapan saja dan di mana saja dan ini bisa terjadi sewaktu-waktu tanpa ada simtom atau indikasi tertentu. 

Klien lain, Budi, usia 9 tahun, mengalami ketakutan yang luar biasa setiap kali melihat gambar Yesus yang memakai mahkota duri. Setiap kali melihat gambar atau patung yang menggambarkan Yesus dengan mahkota duri Budi pasti berteriak histeris. Saat ditanya mengapa ia berteriak dan menangis Budi berkata, “Budi takut. Kepala Yesus keluar banyak darah. Aduh… Budi ngeri melihat darah menetes dari mahkota duri.” Semakin hari ketakutan ini semakin kuat hingga suatu saat Budi pernah pingsan dan seluruh tubuhnya kaku, sama sekali tidak bisa bergerak.

Awal trauma Budi terjadi saat ia berusia 4,5 tahun. Jadi sudah cukup lama Budi mengalami masalah ini. Dan semakin lama ketakutannya semakin menjadi-jadi. Budi mengalami yang disebut dengan sympton proliferation dan symptom mutation yaitu munculnya simtom-simtom baru dan berubahnya beberapa simtom (mutasi) menjadi simtom lain.
 
Ibu Wati, usia 35 tahun, lain lagi kisahnya. Sudah beberapa bulan ini ia sering bicara sendiri. Ia sering mengaku bernama Dede. Beberapa kali ia mengaku sebagai Anto dan berbicara dengan suara anak laki. Saat ditanya dengan siapa ia bicara, Ibu Wati, lebih tepatnya Anto, menjawab, “Itu ada Nonon, Firda, dan Rudi, temanku. Kami janjian mau ke rumah Bu Tres, belajar bersama.” Ternyata Nonon, Firda, dan Rudi adalah teman Ibu Wati saat di kelas 2 SD. Lalu, siapakah Anto yang menjawab pertanyaan? Apakah Anto adalah roh yang merasuki Ibu Wati?

Pembaca, sebagai orang awam, bila anda menjumpai kasus seperti yang saya jelaskan di atas, apa yang ada di benak anda mengenai orang-orang ini?

Saat bertemu dengan klien-klien ini saya biasanya akan menanyakan apa saja yang telah mereka lakukan untuk mengatasi masalahnya dan siapa saja yang telah mereka mintai pertolongan? Jawabannya bisa macam-macam. Ada yang ke orang pintar, ulama, pendeta, bhante, romo, psikolog, dokter, psikiater, atau pendoa.

Orang pintar membantu pasien mereka dengan cara mereka sendiri. Ulama, pendeta, romo, pendoa biasanya mendoakan agar klien sembuh. Ada juga yang melakukan pengusiran roh jahat atau exorcism yang diyakini telah menguasai atau merasuki klien. Penyembuhan dengan cara ini dikenal dengan nama “tengking” atau “ruqiah”. Bhante biasanya membacakan doa/parita dan memberikan air suci parita untuk diminum. Psikolog membantu klien dengan pendekatan ilmu psikologi dan teknik intervensi klinis tertentu. Dokter dan atau psikiater biasanya memberikan obat.

Dalam artikel ini saya tidak dalam kapasitas untuk menilai atau mengomentari apa yang dilakukan oleh para beliau yang saya sebutkan di atas. Mereka masing-masing melakukan upaya membantu umat atau sesama manusia untuk keluar dari masalah menurut pengetahuan dan kecakapan mereka. Dan ini semuanya benar dalam pengertian yang mereka lakukan sudah sejalan dengan kepercayaan, keyakinan, dan disiplin ilmu yang mereka kuasai.

Sebagai seorang hipnoterapis saya ingin memberikan perspektif yang sedikit berbeda ditinjau dari sudut teknologi pikiran, kondisi kesadaran, dan fenomena trancelogic.

Untuk memahami apa yang terjadi pada klien-klien yang saya jelaskan di atas maka kita perlu memahami bahwa trance sebenarnya adalah altered state of consciousness atau ASD. Ada sangat banyak ASD namun khusus dalam dunia hipnoterapi para pakar telah menyusun skala kedalaman tertentu sebagai acuan. Kami di Quantum Hypnosis Indonesia juga punya skala kedalaman trance yang saya beri nama QHI Hypnotic Depth Scale yang terdiri atas 40 skala kedalaman, lengkap dengan fenomena yang bisa muncul pada setiap level.

Untuk semua kasus di atas sebelum saya tangani, saya pasti menanyakan riwayat kesehatan klien untuk memastikan bahwa masalah klien bersifat psychogenic bukan organic.

Pada kasus pertama, Ani, setelah melakukan intake interview, kalau dalam bahasa psikologi disebut anamnesis, saya menyimpulkan bahwa Ani sebenarnya bukan pingsan atau tidak sadar. Yang terjadi adalah Ani masuk ke kedalaman trance yang sangat dalam sebagai upaya untuk lari dari tekanan mental berlebih (overload) yang mengguncang dan membahayakan kestabilan sistem psikisnya.

Saat seseorang berhadapan dengan kondisi yang bersifat mengancam keselamatannya, baik secara fisik maupun psikis, maka respon lawan (fight) atau lari (flight) secara otomatis bekerja. Jika ancaman bisa diatasi maka respon yang bekerja adalah lawan. Jika ancaman ini terlalu besar atau kuat untuk diatasi maka yang aktif adalah respon lari atau flight. Lari, dalam hal ini, bisa lari, secara fisik, menjauhi ancaman, atau lari ke dalam diri dan masuk ke kondisi trance. Bagi orang awam kondisi ini disebut dengan pingsan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Frankel (1976), “Trance as a coping mechanism”. Saat berhadapan dengan suatu masalah kita akan “masuk” ke dalam diri untuk mencari pertolongan dengan mengakses dan menggunakan sumber daya apapun yang ada di dalam diri.

Jika asumsi saya benar maka Ani dapat saya buat pingsan dengan sengaja. Dengan teknik tertentu saya berhasil membuktikan bahwa dugaan saya benar. Ani dengan cepat masuk ke kondisi pingsan. Jika anda jeli saya tidak mengatakan Ani menjadi pingsan namun saya menulis Ani masuk ke kondisi pingsan. Setelah berhasil membuat Ani pingsan dengan sengaja selanjutnya saya membawa Ani keluar dari kondisi pingsan ini dengan mudah dan cepat.

Sebenarnya yang disebut dengan pingsan, menurut orang awam, kalau dalam dunia hipnoterapi disebut sebagai kondisi Esdaile. Orang yang masuk ke dalam kondisi ini akan merasakan perasaan yang begitu menyenangkan, bahagia, damai, dan tidak ingin keluar. Ia sadar sepenuhnya, bisa mendengar apa yang terjadi di sekelilingnya, bisa mendengar orang di sekeliling memanggil-manggil namanya. Namun ia tidak mau keluar dari kondisi yang begitu menyenangkan. Ia memilih untuk tetap “pingsan” sampai puas. Baru setelah itu keluar dari kondisi ini.

Dengan kata lain pingsannya Ani sebenarnya adalah suatu skill atau keterampilan yang luar biasa. Orang biasa akan sulit bisa masuk ke kondisi Esdaile. Namun Ani dapat dengan mudah masuk ke kondisi ini saat ia merasakan adanya tekanan mental sampai pada level intensitas tertentu.

Sayangnya selama ini keterampilan “pingsan” bekerja secara otomatis, tidak dapat dikendalikan secara sadar oleh Ani. Melalui edukasi yang cukup dan latihan, tentunya semua ini dilakukan dalam konteks terapi, saya melatih Ani sehingga mampu menggunakan keterampilan ini secara sadar, pada waktu dan situasi yang tepat demi kebaikan dan kemajuan dirinya.

Saya juga pernah ditelpon oleh seorang sahabat yang dengan suara agak panik mengabarkan bahwa salah satu staffnya, Rina, pingsan dengan mata terbuka. Benar, anda tidak salah baca. Rina, kebetulan saya kenal baik, pingsan dengan mata terbuka. Yang lebih luar biasa lagi, sebelum pingsan Rina memilih duduk atau bersandar di tempat yang aman. Aneh ya, pingsan kok bisa memilih tempat yang nyaman?

Menggunakan pemahaman yang sama seperti yang telah saya jelaskan di atas, saya berbicara dengan (pikiran bawah sadar) Rina melalui telpon dan membimbing Rina keluar dari pingsannya.

Ternyata Rina memang sedang punya banyak masalah di rumah, dan di kantor ia ditakut-takuti oleh rekan-rekannya yang mengatakan bahwa ada makhluk halus yang senang dengan dirinya. Karuan saja Rina menjadi semakin cemas dan takut hingga akhirnya ia “pingsan”.

Pada prinsipnya ada tiga cara untuk menghasilkan atau memunculkan kondisi hipnosis atau trance state:
1.Dengan menggunakan emosi takut dan tekanan atau paksaan.
2.Dalam kondisi yang tepat klien dapat dirayu atau dipengaruhi untuk masuk ke kondisi trance. Rayuan ini bisa bersifat seksual, non-seksual, atau kombinasi keduanya.
3.Subjek dapat dibimbing, diarahkan, atau diperintahkan untuk masuk ke kondisi trance dengan menggunakan teknik induksi tertentu.

Pada kasus Ani dan Rina mereka masuk ke kondisi trance karena emosi takut atau tekanan mental yang berlebih sehingga mengganggu equilibirium sistem psikis.  Dalam konteks terapi, cara ketiga adalah yang paling sesuai untuk membawa klien masuk kondisi trance.
 
Kasus Budi lain lagi. Secara umum dikatakan bahwa Budi mengalami halusinasi visual sehingga melihat sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Dalam dunia psikiatri ini adalah salah satu indikasi schizophrenia. Berhubung saya bukan psikiater atau dokter jiwa maka saya tidak bisa menggunakan terminologi ini.

Sebagai hipnoterapis saya melihat kasus Budi sebagai fenomena trance yang dinamakan positive visual hallucination, sesuatu yang tidak ada tampak menjadi ada. Foto atau patung yang seharusnya tidak ada darah tampak ada darahnya. Munculnya halusinasi, baik visual maupun auditori, positif maupun negatif, semuanya bergantung pada kedalaman trance yang berhasil dicapai seseorang.

Saya memilih tidak berdebat dengan orangtua atau lingkungan Budi yang mengatakan bahwa tidak ada darah di foto atau patung, atau Budi salah lihat, atau menyalahkan Budi. Saya memilih setuju dan sependapat dengan Budi bahwa memang ada darah di mahkota duri Yesus yang ia lihat karena memang ini adalah realita subjektif Budi.

Bagaimana cara menyembuhkan simtom ini? Mudah sekali. Yang saya lakukan adalah membalik persepsi realita subjektif Budi, dari positive visual hallucination menjadi negative visual hallucination. Dengan demikian darah yang tadi ada sekarang menjadi tidak ada lagi. Case closed.
 
Lalu, bagaimana dengan tubuh Budi yang kaku? Ini adalah kondisi fisik yang disebut dengan catatonia. Catatonia adalah salah satu fenomena yang muncul saat seseorang masuk ke kondisi hipnosis yang sangat dalam, lebih dalam dari kondisi Esdaile. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Catatonia sering dialami orang sebagai fenomena “ketindihan” yaitu saat setengah sadar, mau tidur, seluruh tubuh menjadi kaku dan tidak bisa digerakkan sama sekali.

Bagaimana dengan Ibu Wati? Apakah ia kerasukan? Mengapa ia mengaku bernama Anto dan suaranya menjadi anak laki?

Yang terjadi pada diri Ibu Wati adalah spontaneous regression atau regresi spontan ke usia 8 tahun saat ia kelas 2 SD. Dede adalah nama panggilan Ibu Wati saat kecil. Sedangkan Anto adalah introject dari salah satu sahabat karib Wati kecil. Saat mengalami spontaneous regression terjadi switching antara Ego State Dede, yang sebenarnya adalah Wati kecil, dan Introject Anto, sahabat karibnya.  Yang membingungkan orang disekitarnya adalah baik Dede maupun Anto berbicara melalui Ibu Wati dewasa. Kesannya menjadi seram dan sangat membingungkan karena suara Ibu Wati berubah mengikuti suara Ego State atau Introject yang aktif saat itu.

Penanganan kasus ini cukup unik dan membutuhkan kreativitas yang tinggi. Berbekal pemahaman kedalaman tance dan fenomena yang bisa muncul di setiap level kedalaman, saya mengembalikan kondisi Ibu Wati, yang mengalami regresi spontan, dengan melakukan progresi ke masa sekarang.

Regresi spontan dan munculnya sifat, perilaku, kemampuan berpikir yang mirip atau sama dengan anak-anak sejalan dengan yang ditemukan oleh Gill dan Brenman (1959)  yang berdasar model psikoanalisa Freud sampai pada konsep hipnosis sebagai regression in the service of the ego.

Perilaku hipnotik spontan yang tidak adaptif, seperti yang dijelaskan di atas, seringkali salah didiagnosa sebagai gangguan kejiwaan berat. Hal ini mengakibatkan upaya penanganan untuk membantu klien mengatasi masalahnya menjadi tidak efektif, membutuhkan waktu yang relatif lama, dan membuat klien semakin menderita.

Dengan memahami bahwa saat seseorang berhasil masuk ke kondisi deep trance maka bisa muncul berbagai fenomena yang “tidak lazim”, yang bila tidak dimengerti akan dianggap sebagai simtom gangguan mental, dan juga dengan memahami bahwa simtom yang ditunjukkan klien bisa berupa fenomena trance maka hipnoterapis dapat melatih klien untuk bisa mengendalikan dan menggunakan skill ini secara sadar, sesuai kebutuhan.

Namun, hipnoterapis juga perlu sangat hati-hati dalam menyikapi simtom klien. Kita tidak boleh langsung mengatakan bahwa simtom yang ditunjukkan oleh klien adalah skill dan atau skill klien yang mengakibatkan munculnya simtom.

Saya biasanya baru berpikir demikian bila klien telah melakukan berbagai upaya terapi secara formal namun belum bisa mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.

Baca Selengkapnya
Tampilan : Thumbnail List